Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS

RUANG BEDAH

DISUSUN OLEH : MARIO GUSTIAN WIDANA PUTRA

NIM : PO71200210063

D3 – KEPERAWATAN
POLTEKES KEMENKES JAMBI
2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS

A. KONSEP DASAR MOBILITAS DAN IMOBILITAS


1. PENGERTIAN
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008).
Sedangkan Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi
juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak,
2008).

2. PENYEBAB
Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula
spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh
terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi

2
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam
hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan
aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (Mubarak,
2008)

3. KLASIFIKASI

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan


imobilitas antara lain :

1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik


yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya


pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak

3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan


atau kehilangan seseorang yang dicintai

4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial


yang sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

 Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

3
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan


aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).

4. JENIS MOBILITAS DAN IMOBILITAS


a. Jenis Mobilitas :
1) Mobilitas penuh,
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas, sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari.
2) Mobilitas Sebagian,
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya,
mobilitas sebagian dibagi dua jenis:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap.
b. Jenis Imobilitas :

4
1) Imobilisasi fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Imobilisasi intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir.
3) Imobilitas emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI


a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari
b. Proses Penyakit / Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena
dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan.
d. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan

5
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia.

6. RENTANG GERAK MOBILISASI


Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan ( Carpenito, 2000 )

7. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan
saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan
otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya

6
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama
jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini.
Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum
dan iga.
c. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan

7
jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha
(hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
e. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
f. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi
kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
i. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor

8
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.

8. PATHWAY

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia

Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat

perfusi otak menurun herniasi otak

Gangguan perfusi
nekrosis jaringan otak kematian
jaringan
defisit neurologis

lobus frontalis lobus temporalis lobus parietalis lobus oksipitalis

Intoleransi Aktivitas Defisit perawatan diri Gangguan mobilisasi

9
9. PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILITAS
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-
zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi  gastrointestinal,
karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan
dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

10
1) Gangguan Muskular    : menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas,
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
2) Gangguan Skeletal      : adanya imobilitas juga dapat
menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi
kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi dalam   Praktik. Jakarta : EGC.

Tarwoto dan Wartona. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi


NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai