Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN MATERI KULIAH (RMK)

PPH PASAL 21 UU PPh

KELOMPOK 12

ANGGOTA KELOMPOK:

1. Astri Ayu Puspita Sari (202033121304)


2. Ni Nyoman Anggi Try Jayantari (202033121305)
3. Made Rio Mahesa Putra (202033121306)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2022
1. Pasal 21 Pajak Penghasilan (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008)
PPh 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang wajib dilakukan oleh:
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah orang pribadi ataupun
badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan, atau unit perusahaan yang
membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain
dengan nama apa pun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan.
Pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari
kewajiban memotong pajak. Yang dimaksud dengan “pembayaran lain” adalah
pembayaran dengan nama apa pun selain gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan
pembayaran lain, seperti bonus, gratifikasi, dan tantiem. Yang dimaksud dengan
“bukan pegawai” adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang
menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja tidak termasuk sebagai
pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah kantor perwakilan
negara asing dan organisasi-organisasi internasional.
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Bendahara pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan
Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan,
honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Yang termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat
lain yang menjalankan fungsi yang sama.

2
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun.
Yang termasuk “badan lain”, misalnya, adalah badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja yang membayarkan uang pensiun, tunjangan hari tua, tabungan hari tua,
dan pembayaran lain yang sejenis dengan nama apa pun.Yang termasuk dalam
pengertian uang pensiun atau pembayaran lain adalah tunjangan-tunjangan baik yang
dibayarkan secara berkala ataupun tidak yang dibayarkan kepada penerima pensiun,
penerima tunjangan hari tua, dan penerima tabungan hari tua.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas.
Yang termasuk dalam pengertian badan adalah organisasi internasional yang tidak
dikecualikan. Yang termasuk tenaga ahli orang pribadi, misalnya, adalah dokter,
pengacara, dan akuntan, yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. Sesuai dengan
kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai
subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai subjek
pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia.
Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh
penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia
termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut.
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.
Penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah atau
penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Dalam pengertian
penyelenggara kegiatan termasuk antara lain badan, badan pemerintah, organisasi
termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya

3
yang menyelenggarakan kegiatan. Kegiatan yang diselenggarakan, misalnya kegiatan
olahraga, keagamaan, dan kesenian.
2. Jumlah Penghasilan yang wajib dipotong pajak
a. Jumlah penghasilan pegawai tetap yang wajib dipotong pajak
Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan
adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan yang
besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua
atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.

b. Jumlah penghasilan pensiunan yang wajib dipotong pajak


Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam
pengertian pensiunan termasuk juga penerima tunjangan hari tua atau tabungan hari
tua.

c. Jumlah penghasilan pegawai harian yang wajib dipotong pajak


Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang
dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan
yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan.

Besarnya penghasilan yang dipotong pajak bagi pegawai harian, mingguan, serta
pegawai tidak tetap lainnya adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian
penghasilan yang tidak dikenai pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan, dengan memerhatikan Penghasilan Tidak Kena Pajak
yang berlaku.
3. Peraturan Terkait dengan PPh 21
Peraturan terkait dengan PPh Pasal 21 yaitu:

4
 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7
tentang Pajak Penghasilan
 Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian
Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta
Pegawai Tidak Tetap lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Menimbang Pajak
Penghasilan.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara
Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan dan/atau
Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi Pemerintah
4. Subjek dan Objek Pajak PPh 21
Subjek pajak atas PPh 21 adalah pegawai, penerima uang pesangon, pensiun, tunjangan hari
tua, jaminan hari tua, ahli waris, dan wajib pajak kategori bukan pegawai yang menerima
atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa.

5
Objek PPh 21 secara umum adalah penghasilan yang diterima. Tetapi, tidak semua objek
penghasilan dikenakan PPh 21. Penghasilan yang dikenakan PPh 21, antara lain:
 Penghasilan yang diterima pegawai tetap, baik penghasilan yang teratur maupun tidak
teratur.
 Uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
 Uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran
sejenisnya.
 Penghasilan tenaga kerja lepas, seperti upah harian/mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
 Imbalan kepada bukan pegawai, berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenisnya dengan nama dan bentuk apapun sebagai imbalan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan yang dilakukan.
 Imbalan peserta kegiatan, berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan bentuk apapun, dan imbalan
sejenis dengan nama apapun.
Sementara penghasilan yang tidak dikenakan PPh 21, antara lain:
 Santunan asuransi dari perusahaan asuransi
 Penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh
wajib pajak atau pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh
pemberi kerja dan pemerintah.
 Zakat yang diterima dari Badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
pemerintah dan sumbangan keagamaan.
 Beasiswa

Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15% x Rp15.000.000,00 = Rp 2.250.000,00 (+)
Jumlah Rp 5.250.000,00

6
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp 60.000.000,00 = Rp 3.600.000,00


15% x 120% x Rp 15.000.000,00 = Rp 2.700.000,00 (+)
Jumlah Rp 6.300.000,00

7
Referensi

https://konsultanku.co.id/blog/definisi-dasar hukum-tarif-waktu penyetoran-serta-pelaporan-


pajak-pph-pasal-21

Anda mungkin juga menyukai