Anda di halaman 1dari 88

MODUL

PEMBELAJARAN

2021

BIMBINGAN
DAN
KONSELING
PADA PROFESI KEPENDIDIKAN
Ditujukan sebagai materi pokok pembelajaran program studi pendidikan bahasa
inggris, pendidikan bahasa indonesia, pendidikan matematika, pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan akuntansi dan pendidikan guru sekolah dasar.
Gusman Lesmana, S.Pd., M.Pd.
Contents

Bab 1. Esensi Bimbingan dan Konseling untuk Tenaga Kependidikan 1

Bab 2. Teori Dan Praksis Pendidikan Dalam Bimbingan Dan Konseling 33

Bab 3. Dasar Hukum Kelilmuan Bimbingan dan Konseling 43

Bab 4. Ilmu Pendidikan Dan Landasan Keilmuan 51

Bab 5. Prinsip Pendidikan dan Pembelajaran dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling 64

Bab 6. Hakikat dan Latar Belakang Ilmu Bimbingan dan Konseling 73

Bab 7. Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah ..

Bab 8. Filosofi Keilmuan Bimbingan dan Konseling ..

Bab 9. Urgensi Bimbingan dan Konseling ..

Bab 10. Bimbingan dan Konseling Komprehensif ..

Bab 11. Perkembangan Bimbingan dan Konseling pada Satuan Kependidikan ..

Bab 12. Strategi Pelayanan Bimbingan dan Konseling ..

Bab 13. Masalah dalam Pembelajaran dan Penanganannya ..

Bab 14. Masalah Pribadi dan Sosial serta Penanganannya ..

Bab 15. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Karir ..

Bab 16. Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling ..

Bab 17. Pemahaman Peserta Didik ..


1

MATERI 1. ESENSI BIMBINGAN DAN


KONSELING
Modul ini mendeskripsikan tentang esensi pelayanan bimbingan dan konseling
pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Materi yang dibahas
mencakup pentingnya bimbingan dan konseling, karakteristik perkembangan
peserta didik, tujuan pelayanan, prinsip pelayanan, ruang lingkup pelayanan dan
pendekatan yang digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

Kompetensi Dasar :
1. Mahasiswa dapat memahami Esensi Bimbingan dan Konseling
2. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal.
3. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan,
keagamaan, dan khusus
4. Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar
dan menengah, serta tinggi.
2

URAIAN MATERI PEMBELAJARAN


A. Esensi Bimbingan dan Konseling pada Jalur Pendidikan Formal
Sistem pendidikan di Indonesia, diselenggarakan melalui 3 jalur, yaitu jalur
pendidikan formal, non-formal dan informal. Pendidikan formal merupakan
jalur pendidikan yang terstrukutur dan berjenjang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (UU No. 20 tahun 2003).
Pendidikan dasar meliputi Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan
menengah meliputi SMA/ MA/ SMK atau bentuk lain yang sederajat dan
pendidikan tinggi merupakan pendidikan setelah pendidikan menengah, bisa
dalam bentuk diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Dalam jalur pendidikan formal, bimbingan dan konseling merupakan
bagian integral dari program pendidikan. Pendidikan dapat dikatakan sebagai
usaha yang dilaksanakan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran. Tujuan pendidikan agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20 tahun 2003).
Konsep bimbingan dan konseling telah dikenal di dunia pendidikan di
Indonesia sejak tahun 1960-an, ketika pemerintah Indonesia mengembangkan
program SMA Teladan di beberapa kota. Pada waktu itu, diangkat beberapa
guru “bimbingan dan konseling” (saat itu disebut dengan istilah bimbingan
dan penyuluhan), disiapkan untuk membantu para siswa dalam memilih
program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya (Romlah, 2006). Dalam
3

perjalanannya, mulai tahun 1975, secara legal formal program bimbingan dan
konseling masuk ke dalam kurikulum sekolah, dan hingga saat ini, program
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari program pendidikan
di sekolah.
Istilah bimbingan oleh Romlah (2006) dimaknai sebagai proses pemberian
bantuan kepada individu/peserta didik secara berkelanjutan dan sistimatis,
agar dapat memahami diri dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dapat mengembangkan diri secara
optimal untuk kesejahteraan diri dan kesejahteraan masyarakat. Dalam
Permendikbud nomor 111/2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah disebutkan bahwa Bimbingan
dan Konseling sebagai bagian integral dari program pendidikan, merupakan
upaya memfasilitasi dan memandirikan peserta didik dalam rangka mencapai
perkembangan yang utuh dan optimal. Layanan Bimbingan dan Konseling
dipandang sebagai upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta
terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling
untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai
kemandirian, dalam wujud kemampuan memahami, menerima, mengarahkan,
mengambil keputusan, dan merealisasikan diri secara bertanggung jawab
sehingga mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan
konseling pada jalur pendidikan formal merupakan proses memfasilitasi
perkembangan peserta didik/ siswa pada jalur pendidikan formal, yang
diprogram secara sistimasis, obyektif, logis dan berkelanjutan. Program
bimbingan dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam mencapai
kemandirian dalam wujud kemampuan memahami diri dan lingkungannya,
4

menerima, mengarahkan mengambil keputusan, dan merealisasikan diri secara


bertanggung jawab, sehingga mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Kedudukan Bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal telah
dipetakan secara jelas sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1975. Dalam
program pendidikan di jalur formal, terdapat tiga komponen kegiatan utama,
yaitu menajemen dan supervisi, pembelajaran bidang studi serta bimbingan
dan konseling. Masing-masing komponen mempunyai tugas pokok dan fungsi
yang berbeda, namun secara bersama-sama mempunyai tujuan yang sama
yaitu perkembangan optimal setiap peserta didik. Peta kedudukan bimbingan
dan konseling sebagai bagian integral dalam program pendidikan jalur
pendidikan formal, dapat dilihat pada Gambar 1.
Bidang Manajemen dan Tujuan :
Kepemimpinan
Manajemen dan Supervisi

Perkembangan
Pembelajaran Bidang Optimal Setiap
Bidang Pengajaran Studi Individu (Peserta
Didik)

Bimbingan dan Konseling

Bidang Manajemen dan


Kepemimpinan

Gambar 1. Kedudukan Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur


Pendidikan Formal
5

1. Tujuan Bimbingan dan Konseling pada Jalur Pendidikan Formal

Di dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling

(BK)dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas 2008) disebutkan bahwa

tujuan bimbingan agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian

studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa mendatang; (2)

mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki seoptimal

mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan

masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan

yang dihadapi dalam studi ataupun dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan.

Sementara dalam Permendikbud nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan

dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, disebutkan

bahwa tujuan umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu

peserta didik/ konseli agar dapat mencapai kematangan dan kemandirian

dalam kehidupannya serta menjalankan tugas-tugas perkembangannya yang

mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karir secara utuh dan optimal.

Berdasarkan pada tujuan umum tersebut, selanjutnya dirumuskan tujuan

khusus layanan bimbingan dan konseling, yaitu membantu konseli agar

mampu: (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya; (2)

merencanakan kegiatan menyelesaian studi, perkembangan karir dan

kehidupannya di masa yang akan datang; (3) mengembangkan potensinya


6

seoptimal mungkin; (4) menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (5)

mengatasi hambatan atau kesulitan yang dihadapi dalam kehidupannya dan

(6) mengaktualiasikan dirinya secara pertanggung jawab. Dari dua versi

rumusan tujuan bimbingan tersebut di atas, tampak ada yang sama dan ada

yang berbeda. Aspek yang berbeda di antara dua sumber tersebut bisa saling

melengkapi sebagai rumusan tujuan, sehingga bisa lebih lengkap.

Di dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam

jalur pendidikan formal (Depdiknas, 2008) juga dijelaskan bahwa bimbingan

dan konseling secara khusus bertujuan untuk membantu konseli agar dapat

mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial,

belajar (akademik) dan karier. Capaian tugas perkembangan, secara standar

dirumuskan dalam bentuk Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik

(SKKPD) yang dirumuskan mulai dari Satuan Pendidikan SD, SLTP, SLTA

hingga PT. Aspek perkembangan yang dirumuskan meliputi: (1) Landasan

Hidup Religius; (2) Landasan Perilaku Etis; (3) Kematangan Emosi; (4)

Kematangan Intelektual; (5) Kesadaran Tanggungjawab Sosial; (6) Kesadaran

Gender; (7) Pengembangan Pribadi; (8) Perilaku Kewirausahaan

(Kemandirian Perilaku Ekonomi); (9) Wawasan dan Kesiapan Karier; (10)

Kematngan Hubungan dengan Teman Sebaya; (11) Kesiapan Diri untuk

Menikah dan Berkeluarga (khusus untuk SLTA dan PT).


7

2. Fungsi Layanan Bimbingan dan Konseling pada Jalur Pendidikan

Formal

Fungsi layanan BK pada jalur pendidikan formal, telah dirumuskan secara

rinci dalam rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur pendidikan formal

(Depdikbud 2008), maupun dalam permendikbud nomor 111 tahun 2014.

Fungsi bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal yang juga bisa

diimplementasikan pada jenis pendidikan ataupun satuan pendidikan dalam

jalur formal, yaitu sebagai berikut.

a. Pemahaman, yaitu membantu konseli agar memiliki pemahaman yang

lebih baik terhadap diri dan lingkungannya, baik pada aspek pendidikan,

pekerjaan/ karier, budaya, dan norma agama.

b. Fasilitasi yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan

seimbang seluruh aspek pribadinya.

c. Penyesuaian yaitu membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri

dengan diri sendiri dan dengan lingkungannya secara dinamis dan

konstruktif.

d. Penyaluran yaitu membantu konseli merencanakan pendidikan, pekerjaan

dan karir masa depan, termasuk juga memilih program peminatan, yang

sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri

kepribadiannya.
8

e. Adaptasi yaitu membantu para pelaksana pendidikan termasuk kepala

satuan pendidikan staf administrasi, dan guru mata pelajaran atau guru

kelas untuk menyesuaikan program dan aktivitas pendidikan dengan latar

belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta

didik/konseli.

f. Pencegahan yaitu membantu peserta didik/konseli dalam

mengantisipasi berbagai kemungkinan timbulnya masalah dan berupaya

untuk mencegahnya, supaya peserta didik/konseli tidak mengalami

masalah dalam kehidupannya.

g. Perbaikan dan Penyembuhan yaitu membantu peserta didik/konseli

yang bermasalah agar dapat memperbaiki kekeliruan berfikir,

berperasaan, berkehendak, dan bertindak. Konselor atau guru bimbingan

dan konseling melakukan memberikan perlakuan terhadap konseli

supaya memiliki pola fikir yang rasional dan memiliki perasaan yang

tepat, sehingga konseli berkehendak merencanakan dan melaksanakan

tindakan yang produktif dan normatif.

h. Pemeliharaan yaitu membantu peserta didik/konseli supaya dapat

menjaga kondisi pribadi yang sehat-normal dan mempertahankan situasi

kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.


9

i. Pengembangan yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,

yang memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli melalui

pembangunan jejaring yang bersifat kolaboratif.

j. Advokasi yaitu membantu peserta didik/konseli berupa pembelaan

terhadap hak-hak konseli yang mengalami perlakuan diskriminatif.

3. Komponen Program Bimbingan dan Konseling pada Satuan Jalur

Pendidikan Formal

Di dalam rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal

(Depdiknas 2008) dan Permendikbud nomor 111 tahun 2014, dijelaskan

bahwa komponen program bimbingan dan konseling meliputi layanan dasar,

layanan peminatan dan perencanaan individual, layanan responsif, dan

dukungan sistem. Selanjutnya di dalam Permendikbud tersebut, masing-

masing komponen layanan dijelaskan sebagai berikut.

a. Layanan Dasar

Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada

seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur

secara klasikal atau kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara

sistematis dalam rangka mengembangkan kemampuan penyesuaian diri


10

yang efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang

dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian).

Layanan dasar bertujuan untuk membantu konseli memperoleh

perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan

memperoleh keterampilan hidup. Secara rinci

tujuan pelayanan dasar dirumuskan sebagai

upaya untuk membantu konseli agar: (1)

memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri

dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial

budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan

keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung

jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri

dengan lingkungannya, (3) mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan

mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan (4) mampu mengembangkan

dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh Guru BK/Konselor

dalam komponen layanan dasar antara lain; asesmen kebutuhan,

bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, pengelolaan media informasi,

dan layanan bimbingan dan konseling lainnya. Untuk mencapai tujuan

tersebut, fokus pengembangan kegiatan yang dilakukan diarahkan pada

perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini


11

berkaitan erat dengan upaya membantu peserta didik/konseli dalam

upaya mencapai tugas-tugas perkembangandan tercapainya kemandirian

dalam kehidupannya.

b. Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual

Peminatan adalah program kurikuler yang

disediakan untuk mengakomodasi pilihan

minat, bakat dan/atau kemampuan peserta

didik/konseli dengan orientasi pemusatan,

perluasan, dan/atau pendalaman mata

pelajaran dan/atau muatan kejuruan. Peminatan peserta didik dalam

Kurikulum 2013 mengandung makna: (1) pembelajaran berbasis minat

peserta didik sesuai kesempatan belajar yang ada dalam satuan

pendidikan; (2) proses pemilihan dan penetapan peminatan belajar yang

ditawarkan oleh satuan pendidikan; (3) merupakan suatu proses

pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik tentang peminatan

belajar yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan pilihan

yang tersedia pada satuan pendidikan serta prospek peminatannya; (4)

merupakan proses yang berkesinambungan untuk memfasilitasi peserta

didik mencapai keberhasilan proses dan hasil belajar serta perkembangan

optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional; dan (5)


12

layanan peminatan peserta didik merupakan wilayah garapan profesi

bimbingan dan konseling, yang tercakup pada layanan perencanaan

individual.

Layanan Perencanaan individual adalah bantuan kepada peserta

didik/konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas-

aktivitas sistematik yang berkaitan dengan perencanaan masa depan

berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan dirinya, serta

pemahaman terhadap peluang dan kesempatan yang tersedia di

lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam, penafsiran hasil

asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang

dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga peserta

didik/konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di

dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk

keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik/konseli.

Layanan perencanaan individual adalah bantuan kepada peserta

didik/konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas-

aktivitas sistematik yang berkaitan dengan perencanaan masa depan

berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan dirinya, serta

pemahaman terhadap peluang dan kesempatan yang tersedia di

lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam, penafsiran hasil

asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang


13

dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga peserta

didik/konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di

dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk

keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik/konseli.

Peminatan dan perencanaan individual secara umum bertujuan

untuk membantu konseli agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan

lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau

pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek

pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan

kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah

dirumuskannya. Tujuan peminatan dan perencanaan individual ini dapat

juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi peserta didik/konseli

untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan,

karir, dan pengembangan pribadi-sosial oleh dirinya sendiri.

Isi layanan perencanaan individual meliputi memahami secara khusus

tentang potensi dan keunikan perkembangan dirinya sendiri. Dengan

demikian meskipun peminatan dan perencanaan individual

ditujukan untuk seluruh peserta didik/konseli, layanan yang diberikan

lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan

keputusan yang ditentukan oleh masing-masing peserta didik/konseli.


14

Layanan peminatan peserta didik secara khusus ditujukan untuk

memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan

kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi

keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat dan/atau

kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan,

maupun kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan

paket keahlian. Fokus pengembangan layanan peminatan peserta didik

diarahkan pada kegiatan meliputi; (1) pemberian informasi program

peminatan; (2) melakukan pemetaan dan penetapan peminatan

peserta didik (pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil

analisis data dan penetapan peminatan peserta didik); (3) layanan lintas

minat; (4) layanan pendalaman minat; (5)layanan pindah minat;

(6) pendampingan dilakukan melalui bimbingan klasikal, bimbingan

kelompok, konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi, (7)

pengembangan dan penyaluran; (8) evaluasi dan tindak lanjut.

Isi layanan perencanaan individual meliputi memahami secara khusus

tentang potensi dan keunikan perkembangan dirinya sendiri. Dengan

demikian meskipun peminatan dan perencanaan individual ditujukan

untuk seluruh peserta didik/konseli, layanan yang diberikan lebih bersifat

individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan

yang ditentukan oleh masing-masing peserta didik/konseli.


15

Fokus perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan

aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Secara rinci cakupan fokus

tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek : (1) pribadi yaitu

tercapainya pemahaman diri dan pengembangan konsep diri yang positif,

(2) sosial yaitu tercapainya pemahaman lingkungan dan pengembangan

keterampilan sosial yang efektif, (3) belajar yaitu tercapainya efisiensi

dan efektivitas belajar, keterampilan belajar, dan peminatan peserta didik

secara tepat, dan (4) karir yaitu tercapainya kemampuan mengeksplorasi

peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan pekerjaan, memahami

kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif.

c. Layanan Responsif

Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada konseli yang

menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan dengan segera, agar

tidak mengalami hambatan dalam proses

pencapaian tugas-tugas perkembangannya.

Strategi layanan responsif diantaranya

konseling individual, konseling kelompok,

konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah dan

alih tangan kasus (referral).


16

Layanan responsif bertujuan untuk membantu konseli yang sedang

mengalami masalah tertentu menyangkut perkembangan pribadi, sosial,

belajar, dan karir. Bantuan yang diberikan bersifat segera, karena

dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan dirinya dan berlanjut ke

tingkat yang lebih serius. Hasil dari layanan ini, konseli diharapkan dapat

mengalami perubahan pikiran, perasaan, kehendak, atau perilaku yang

terkait dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

Fokus layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada konseli

yang secara nyata mengalami masalah yang

mengganggu perkembangan diri dan secara

potensial menghadapi masalah tertentu namun

dia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki

masalah. Masalah yang dihadapi dapat menyangkut ranah pribadi, sosial,

belajar, atau karir. Jika tidak mendapatkan layanan segera dari

Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling maka dapat

menyebabkan konseli mengalami penderitaan, kegagalan, bahkan

mengalami gangguan yang lebih serius atau lebih kompleks.

Masalah konseli dapat berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan

mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri

konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam

mencapai tugas-tugas perkembangan.


17

d. Dukungan Sistem

Ketiga komponen program (layanan dasar, layanan peminatan dan

perencanan individual, dan responsif)

sebagaimana telah disebutkan sebelumnya

merupakan pemberian layanan bimbingan dan

konseling kepada peserta didik/konseli secara

langsung, sedangkan dukungan sistem merupakan

komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur

(misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan

kemampuan profesional konselor atau guru bimbingan dan konseling

secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan

kepada peserta didik/konseli atau memfasilitasi

kelancaran perkembangan peserta didik/konseli dan

mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan

layanan bimbingan dan konseling.

Komponen program dukungan sistem bertujuan

memberikan dukungan kepada konselor atau guru bimbingan dan

konseling dalam memperlancar penyelenggaraan komponen-komponen

layanan sebelumnya dan mendukung efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, sedangkan bagi personel

pendidiklainnya untuk meningkatkan kelancarac penyelenggaraan


18

program pendidikan pada satuan pendidikan. Dukungan sistem meliputi

pengembangan jejaring, kegiatan manajemen, pengembangan dalam

keprofesian secara berkelanjutan.

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor atau guru

bimbingan dan konseling yang meliputi (1) konsultasi, (2)

menyelenggarakan program kerjasama, (3) berpartisipasi dalam

merencanakan dan melaksanakan kegiatan satuan pendidikan, (4)

melakukan penelitian dan pengembangan. Suatu program layanan

bimbingan dan konseling tidak mungkin terselenggara dan tujuannya

tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan yang bermutu,

dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.

4. Jenis dan Teknik Layanan Bimbingan dan Konseling pada Jalur

Pendidikan Formal

Di dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam

jalur pendidikan formal, telah dipetakan jenis layanan beserta penggunaan

tekniknya, berdasarkan pada komponen pelayanan, meliputi pelayanan

dasar, pelayanan responsif, pelayanan peminatan dan perencanaan

individual dan dukungan sistem (Depdikbud, 2008). Pemetaan jenis dan

teknik layanan bimbingan dan konseling sebagaimana dalam rambu-rambu

tersebut yaitu sebagai berikut.


19

a. Jenis dan Teknik Layanan pada Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar mempunyai tujuan membantu semua konseli (peserta

didik) agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya secara

optimal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka layanan dan

teknik yang dapat digunakan sebagai berikut.

1) Bimbingan Kelas/ Bimbingan Klasikal, merupakan layanan bimbingan

yang diberikan kepada semua konseli/ peserta didik dalam seting

kelas. Layanan dilaksanakan dalam bentuk pertemuan terjadwal secara

rutin di setiap kelas dalam perminggu. Layanan Bimbingan dan

Konseling diselenggarakan secara terprogram berdasarkan asesmen

kebutuhan (need assessment) yang dianggap penting (skala prioritas)

dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan (scaffolding). Teknik-

teknik bimbingan kelompok dapat digunakan dalam layanan

bimbingan klasikal, seperti teknik ekspositori, diskusi kelompok,

diskusi kelas, teknik permainan simulasi, bermain peran dan

sebagainya.

2) Layanan Orientasi, merupakan kegiatan membantu peserta didik agar

memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya,

terutama lingkungan di mana mereka menempuh pendidikan. Orientasi

bersifat informatif, sehingga teknik-teknik pemberian informasi dapat


20

digunakan dalam layanan orientasi. Orientasi dapat dilaksanakan

dengan pertemuan tatap muka dalam kelompok besar (beberapa kelas

diadakan pertemuan di aula misalnya) ataupun dalam setting kelas,

sesuai dengan kebutuhan, dengan menggunakan teknik ceramah

ataupun talk-show. Informasi orientasi bisa juga disampaikan dalam

bentuk tertulis melalui media on-line (webb) ataupun media cetak,

seperti brosur, plamfet, liflet, atau media papan bimbingan.

3) Layanan Informasi, merupakan pemberian informasi tentang berbagai

hal yang terkait dengan bidang pribadi, sosial, belajar maupun karir,

sesuai dengan kebutuhan, dalam rangka perkembangan optimal

konseli. Penyampaian informasi dapat dilaksanakan secara langsung

melalui pertemuan tatap muka maupun melalui media, seperti dalam

melaksanakan layanan orientasi. Teknik dalam layanan orientasi dapat

digunakan dalam layanan informasi.

4) Bimbingan Kelompok, merupakan pelayanan bimbingan yang

diberikan kepada konseli, dikelola dalam kelompok-kelompok kecil

(anggota kelompok antara 5 – 10 orang). Layanan ini dimaksudkan

untuk merespon kebutuhan dan minat sekelompok konseli atas materi-

materi tertentu dalam rangka pencapaian tugas-tugas

perkembangannya. Topik yang diangkat dalam bimbingan kelompok

merupakan topik yang sifatnya umum, di bidang pribadi, sosial,


21

belajar maupun karier, misalnya Latihan Memahami Diri dan

Memahami Orang Lain, Keterampilan dalam Berkomunikasi Antar

Pribadi, Kiat Sukses Menghadapi Ujian, Pengenalan Studi Lanjut dan

Persiapan Pilihan Karier. Teknik atau yang melibatkan dinamika

kelompok dan berfokus pada aktivitas konseli, biasanya menjadi

teknik yang menarik dalam bimbingan kelompok, seperti diskusi

kelompok dengan berbagai macam variasinya, bermain peranan,

permainan simulasi, permainan kelompok, cinema edukasi dan lain

sebagainya.

5) Layanan Pendukung Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi),

merupakan aktivitas mengumpulkan data atau informasi tentang diri

konseli dan lingkungannya. Data ini diperlukan dalam rangka

mengenali kebutuhan dan memahami diri pribadi konseli, yang dapat

digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan program pelayanan

dasar. Data dikumpulkan dengan berbagai variasi instrumen, baik

teknik tes maupun non tes.

b. Jenis dan Teknik Layanan pada Pelayanan Responsif

Pelayanan responsif mempunyai tujuan membantu konseli agar dapat

memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang sedang

dihadapinya ataupun mengatasi hambatan dalam proses


22

perkembangannya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka

layanan dan teknik yang dapat digunakan sebagai berikut:

1) Konseling Individual dan Konseling Kelompok, melalui konseling

baik individual maupun kelompok sesuai dengan kebutuhan, konseli

dibantu untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dialami hingga

dapat menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalahnya.

Berbagai model dan teknik dalam konseling dapat digunakan oleh

konselor. Konselor dapat memilih model mana yang dikuasasi dan

paling sesuai dengan karakteristik dan masalah konseli. Terkait dengan

teknik konseling, dibicarakan secara khusus pada materi konseling.

2) Layanan Pendukung Alih tangan kasus (Referal), merupakan layanan

yang diberikan kepada konseli dengan caramengalih tangankan atau

mengirim konseli kepada pihak lain yang lebih berkompeten

sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi konseli.

Aktivitas referal merupakan tindak lanjut dari hasil penanganan kasus

konseli melalui konseling, di mana menurut hasil evaluasi konselor,

kasus yang dialami konseli sudah diluar kewenangan dan kompetensi

konselor. Kasus yang direferal misalnya konseli yang mengalami

depresi, kecanduan zat adiktif, sakit kronis, kesulitan belajar pada

bidang studi tertentu dan lain sebagainya. Pihak yang direferal, sesuai

dengan kasusnya, misalnya psikolog, psikiater, dokter, guru bidang


23

studi. Secata teknis, apabila referal ditujukan pada pihak di luar

sekolah, maka mekanisme referal secara administratif harus

sepengetahuan Kepala Sekolah.

3) Konsultasi, layanan konsultasi dilaksanakan konselor dalam rangka

memberikan bantuan kepada konseli. Konsultasi ditujukan kepada

pihak-pihak yang mungkin terkait dengan upaya pemecahan masalah

konseli, seperti konsultasi dengan guru bidang studi atau wali kelas,

orang tua siswa, kepala sekolah. Melalui mekanisme konsultasi

diharapkan bisa membangun kesamaan persepsi atas kasus konseli,

yang bisa berlanjut dengan berkolaborasi dalam bantuan pemecahan

masalah konseli

4) Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas, merupakan

layanan bimbingan dalam rangka memahami dan memecahkan

masalah konseli dengan melibatkan guru mata pelajaran/ guru wali

kelas. Pelibatan guru mata pelajaran atau wali kelas tidak sebatas

perolehan informasi untuk memahami konseli, tetapi juga pelibatan

dalam hal pemecahan permasalahan konseli. Misal saja keterampilan

dalam mempelajari mata pelajaran tertentu, akan lebih efektif jika

dibimbing oleh guru bidang studi yang sesuai. Dalam hal ini maka

konselor berkolaborasi dengan guru bidang studi untuk membantu

konseli yang dimaksud. Kolaborasi dalam memahami dan membantu


24

memecahkan masalah konseli, juga bisa melibatkan orang tua siswa

maupun pihak-pihak lain di luar sekolah yang relevan dengan kasus

yang sedang dihadapi konseli, seperti dengan psikolog, dokter, instansi

pemerintah dan lain sebagainya.

5) Bimbingan Teman Sebaya, merupakan bimbingan yang diberikan oleh

teman sebayanya atau sesama peserta didik. Sebagai pembimbing

teman sebaya, sebelumnya dibekali melalui pelatihan bimbingan

teman sebaya. Pembimbing teman sebaya berperan sebagai mentor

atau tutor bagi temannya dalam memecahkan masalah-masalah yang

sederhana. Di samping itu pembimbing sebaya dapat berperan sebagai

mediator antara konselor dengan konseli. Pola pembimbing teman

sebaya tepat diimplementasikan dalam jenis pendidikan keagamaan,

seperti dalam pendidikan pesantren. Pada umumnya konseli lebih bisa

terbuka kepada teman sebayanya, karena kedudukan mereka sederajat

dan mereka lebih akrab dibandingkan dengan konselornya.

6) Konferensi kasus, merupakan jenis dan sekaligus merupakan teknik

bimbingan dengan mengadakan pertemuan yang melibatkan pihak-

pihak tertentu yang terkait untuk membicarakan kasus atau masalah

yang sedang dihadapi oleh konseli. Tujuan konferensi kasus yaitu

untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang kasus yang

dibicarakan dan selanjutnya dicarikan solusi secara bersama-sama.


25

Pihak yang dilibatkan dalam studi kasus merupakan merupakan pihak

yang mengetahui konseli yang sedang diangkat kasusnya, seperti

orang tua konseli, wali kelas ataupun beberapa guru bidang studi yang

terkait.

7) Kunjungan Rumah, merupakan kegiatan untuk memperoleh data

konseli yang sedang dalam proses pengentasan masalahnya dengan

mengadakan kunjungan ke rumah konseli. Melalui kunjungan rumah,

konselor dapat mengobservasi secara langsung kondisi lingkungan

rumah konseli, dan memperoleh data dari orang tua konseli atau orang

yang ada di rumah. Aktivitas kunjungan rumah dapat pula

dimanfaatkan sebagai upaya berkolaborasi dengan pihak orang tua/

keluarga dalam rangka mengentaskan konseli dari masalahnya.

c. Jenis dan Teknik Layanan pada Pelayanan Peminatan dan

Perencanaan Individual

Di dalam Permendikbud 111 tahun 2014, disebutkan bahwa aktivitas

guru BK/ konselor dalam pelayanan peminatan, meliputi; (1)

memberikan informasi kepada peserta didik tentang program sekolah;

(2)melakukan pemetaan dan penetapan peminatan peserta didik (dengan

aktivitas pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil analisis data

dan penetapan peminatan peserta didik, dengan menggunakan teknil tes

maupun non tes); (3) layanan lintas minat;(4) layanan pendalaman minat;
26

(5) layanan pindah minat; (6) layanan pendampingan peminatan

dilakukan melalui bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, konseling

individual, konseling kelompok, dan konsultasi, (7) pengembangan dan

penyaluran; (8) evaluasi dan tindak lanjut.

Konselor atau guru BK mempunyai peran penting dalam layanan

peminatan peserta didik dalam implementasi kurikulum 2013 dengan

cara merealisasikan 8 (delapan) kegiatan tersebut. Agar pemilihan

peminatan peserta didik/konseli bisa tepat, sesuai antara potensi dengan

bidang yang dipilih, maka konseli perlu mendapat arahan semenjak usia

dini, dan secara sistematis dapat dimulai semenjak menempuh

pendidikan formal.

Sementara dalam perencanaan individual berkaitan erat dengan

pengembangan aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Dalam hal

peminatan maupun perencanaan individual, konselor membantu konseli

dalam mengenali potensi bakat dan minat yang dimiliki. Selanjutnya

konseli dibantu dalam menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya,

sehingga ia bisa memahami diri, menerima diri, mengarahkan dan dapat

mengambil keputusan secara tepat perencanaan yang terkait dengan

pendidikan, karier maupun perencanaan hidup yang lain.


27

d. Jenis dan Teknik Komponen Dukungan Sistem

Di dalam Permendikbud 111 tahun 2014, disebutkan bahwa aktivitas

pengembangan keprofesional guru melalui dukungan instansi terkait

memperoleh

1) Pengembangan Profesi, konselor berusaha mengembangkan

kompetensi sebagai konselor secara berkelanjutan dengan menambah

pengetahuan dan keterampilan melalui aktivitas (1) in-service trainin;

(2) aktif dalam pertemuan MGBK dan atau asosiasi/ orgasisasi profesi

di bidang bimbingan dan konseling; (3) mengikuti kegiatan pertemuan

ilmiah seperti seminar, workshop, pelatihan; dan (4) melanjutkan studi

ke jenjang yang lebih tinggi.

2) Manajemen Program. Program bimbingan dan konseling dikelola/ di

menej sebagai bagian yang integral dengan seluruh program sekolah.

3) Riset dan Pengembangan. Konselor melakukan kegiatan penelitian

dalam rangka pengembangan bimbingan dan konseling. Penelitian

dapat dilakukan dalam bentuk penelitian tindakan kelas/ penelitian

tindakan bimbingan, penelitian pengembangan 6)Konferensi kasus,

merupakan jenis dan sekaligus merupakan teknik bimbingan dengan

mengadakan pertemuan yang melibatkan pihak-pihak tertentu yang

terkait untuk membicarakan kasus atau masalah yang sedang dihadapi

oleh konseli. Tujuan konferensi kasus yaitu untuk mengumpulkan


28

informasi lebih lanjut tentang kasus yang dibicarakan dan selanjutnya

dicarikan solusi secara bersama-sama. Pihak yang dilibatkan dalam

studi kasus merupakan merupakan pihak yang mengetahui konseli

yang sedang diangkat kasusnya, seperti orang tua konseli, wali kelas

ataupun beberapa guru bidang studi yang terkait.

4) Kunjungan Rumah, merupakan kegiatan untuk memperoleh data

konseli yang sedang dalam proses pengentasan masalahnya dengan

mengadakan kunjungan ke rumah konseli. Melalui kunjungan rumah,

konselor dapat mengobservasi secara langsung kondisi lingkungan

rumah konseli, dan memperoleh data dari orang tua konseli atau orang

yang ada di rumah. Aktivitas kunjungan rumah dapat pula

dimanfaatkan sebagai upaya berkolaborasi dengan pihak orang tua/

keluarga dalam rangka mengentaskan konseli dari masalahnya.

e. Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada

Jalur Pendidikan Formal

Program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan, perlu

diketahui keberhasilan atau sebaliknya kegagalannya. Dalam hal ini perlu

dilakukan aktivitas evaluasi atau penilaian. Di dalam rambu-rambu

pelaksanaan bimbingan dan konseling di jalur pendidikan formal

(Depdiknas 2008) disebutkan bahwa evaluasi atau penilaian merupakan


29

segala upaya, tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas

kemajuan suatu kegiatan, yang berkaitan dengan pelaksanaan program

bimbingan dan konseling. Penilaian mengacu pada kriteria tertentu sesuai

dengan program bimbingan yang dilaksanakan.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan,

mengacu pada ketercapaian kompetensi dan keterpenuhinya kebutuhan

konseli. Penilaian juga dimaksdukan untuk memperoleh balikan terhadap

keefektifan pelayanan bimbingan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan

informasi dari hasil penilaian, dapat digunakan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan apakah suatu program dihentikan, dilanjutkan atau

diadakan perbaikan.

Langkah-langkah analisis keterlaksanaan pelayanan bimbingan yang

intinya merupakan aktivitas evaluasi, dirangkum dari di rambu-rambu

pelaksanaan bimbingan dalam jalur formal serta pendapat Gibson dan

Mitchell (Depdiknas, 2008; Gibson dan Mitchell, 2011)), sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi tujuan evaluasi. Pada langkah ini ditentukan apa tujuan

dari kegiatan evaluasi yang akan dilaksanakan. Paling tidak ada dua hal,

yaitu (1) tingkat keterlaksanaan program (evaluasi proses) dan (2) tingkat

ketercapaian tujuan program (evaluasi hasil).

2) Membuat perencanaan evaluasi. Berdasarkan pada tujuan yang telah

dirumuskan, selanjutnya diidentifikasi data-data yang diperlukan,


30

merencanakan teknik yang aakan digunakan, menyiapkan instrumen

untuk mengumpulkan data, merencanakan pengolahan data hingga

bentuk pelaporannya.

3) Melaksanakan rencana evaluasi. Rencana yang telah disiapkan

diimplementasikan dengan mengumpulkan data. Selanjutnya data

dianalisis, ditelaah program apa saja yang telah terlaksana dan mana

yang belum terlaksana, tujuan mana yang telah tercapai dan mana yang

belum tercapai. Hasil analisis/ pengolahan data selanjutnya disusun

dalam bentuk laporan hasil evaluasi

4) Melakukan tindak lanjut (follow up). Berdasarkan kesimpulan hasil

evaluasi, digunakan sebagai dasar dalam merencanakan program

selanjutnya. Tindak lanjut dari hasil evaluasi bisa dalam bentuk (1)

memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah, kurang tepat atau kurang

relevan dengan tujuan, dan (2) mengembangkan program yang akan

datang dengan mengubah atau menambah hal yang dipandang dapat

meningkatkan kualitas atau efektifitas program.

Hasil evaluasi dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan atas

program di masa mendatang. Apakah suatu program perlu diprogramkan

kembali pada tahun berikutnya, ataukah perlu ada perbaikan sehingga bisa

dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Berdasarkan hasil analisis


31

pelaksanaan program tersebut digunakan sebagai dasar dalam menyusun

program pada tahun selanjutnya.

Conclusions
1. Pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan penting

untuk dilakukan.
2. Pelayanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik untuk mencapai

tugas perkembangan.
3. Karakteristik perkembangan untuk masing-masing jenjang adalah berbeda,

hal tersebut disebabkan tahap perkembangan peserta didik untuk masing-


masing jenjang pendidikan adalah berbeda.
4. Tujuan umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu peserta

didik/konseli agar dapat mencapai kematangan dan kemandirian dalam


kehidupannya serta menjalankan tugas-tugas perkembangannya yang
mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karir secara utuh dan optimal.
5. Layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik/konseli pada satuan

pendidikan memiliki fungsi: a) pemahaman diri dan lingkungan, b) fasilitasi


pertumbuhan dan perkembangan, c) penyesuaian diri dengan diri sendiri dan
lingkungan, d) penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir, e)
pencegahan timbulnya masalah, f) perbaikan dan penyembuhan, g)
32

pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan


diri peserta didik/konseli, h) pengembangan potensi optimal, i) advokasi diri
terhadap perlakuan diskriminatif; dan j) membangun adaptasi pendidik dan
tenaga kependidikan terhadap program dan aktivitas pendidikan sesuai
dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat, kemampuan, kecepatan
belajar, dan kebutuhan Konseli.
6. Komponen layanan bimbingan dan konseling memiliki 4 (empat) program

yang mencakup: a) layanan dasar, b) layanan peminatan dan perencanaan


individual, c) layanan responsif; dan d) layanan dukungan sistem.
7. Bidang layanan bimbingan dan konseling mencakup: a) bidang pribadi, b)

bidang belajar, c) bidang sosial; dan d) bidang karir.


33

MATERI 2. TEORI DAN PRAKSIS


PENDIDIKAN DALAM
BIMBINGAN DAN
KONSELING

A. Arah Perkembangan BK di Indonesia


Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, asilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, erta berpartisipasi aktif
dalam menyelenggarakan pendidikan. Khusus terkait
dengan profesi konselor tugas dan fungsi seorang
konselor adalah melakukan proses pembelajaran melalui
kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. adapun
dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling
Crow & Crow, (1960) menyatakan bahwa pelayanan
bimbingan dan konseling adalah menyediakan unsur-unsur di luar individu
yang dapat dipergunakan untuk memperkembangkan diri. Mengacu pada
pernyataan tersebut, dalam arti luas bimbingan dan konseling dapat dianggap
sebagai bentuk upaya pendidikan, dalamarti sempit bimbingan dan konseling
sebagai teknik yang memungkinkan individu dapat secara mandiri untuk
menolong diri sendiri.
Bimbingan dan konseling sudah cukup lama dipahami sebagai bagian
integral dari pendidikan modern. Walaupun sebagai suatu konsep bimbingan
dan konseling baru dikenal pada tahun 60-an, namun sebagai suatu fungsi atau
kegiatan pendidikan, bimbingan sudah dilaksanakan dalam praktik pendidikan
34

sehari-hari sejak munculnya gerakan pendidikan nasional yang dipelopori Ki


Hajar Dewantara. Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling di
sekolah karena adanya: kesadaran akan perlunya sistem pengajaran dan
pelayanan kependidikan yang berpusat pada kebutuhan dan karakteristik anak,
kesadaran akan perlunya penerapan konsep demokrasi dalam pendidikan,
kesadaran akan permasalahan individu dalam kehidupan masyarakat yang
selalu berubah dan berkembang, kesadaran akan persoalan yang akan dihadapi
dalam kehidupan mereka. Bimbingan dan konseling perlu diberikan kepada
siswa pada jenjang pendidikan karena sebagai individu yang telah
berkembang, siswa tidak bisa luput dari tekanan dari dalam diri dan tuntutan
dari lingkungannya. Dalam upaya mencapai tugas-tugas perkembanganya,
siswa tidak cukup diberi pengajaran saja, tetapi juga perlu mendapat bantuan
yang bersifat individual untuk dapat mengambangkan seluruh potensi yang
dimiliki secara optimal.

B. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance” dan Konseling
merupakan serapan kata dari “counseling”. Guidance berasal dari akar kata
“guide” yang secara luas bermakna mengarahkan (to direct), memandu (to
pilot), mengelola (to manage), menyampaikan (to descript), mendorong (to
motivate), membantu mewujudkan (helping to create), memberi (to giving),
bersungguh-sungguh (to commit), pemberi pertimbangan dan bersikap
demokratis (democratic performance). Sehingga bila dirangkai dalam sebuah
kalimat Konsep Bimbingan adalah Usaha secara demokratis dan sungguh-
sungguh untuk memberikan bantuan dengan menyampaikan arahan, panduan,
dorongan dan pertimbangan, agar yang diberi bantuan mampu mengelola,
mewujudkan apa yang menjadi harapannya
35

Sedangkan Counseling maknanya melingkupi proses (process), hubungan


(interaction), menekankan pada permasalahan yang dihadapi klien
(performance, relationship), professional, nasehat (advice, advise, advisable).
Sehingga clue yang bisa di ambil dari definisi tersebut adalah proses interaksi
pihak yang professional dengan pihak yang bermasalah yang lebih
menekankan pada pemberian advice yang advisable. Jadi apabila digabungkan
Bimbingan dan Konseling adalah Usaha secara demokratis dan atas dasar
komitmen antara counselor dengan counselee dalam memberikan bantuan
dalam bentuk arahan, panduaan, dorongan dan pertimbangan yang bersifat
advisable agar counselee mampu mengelola dan mewujudkan harapannya
sendiri. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari
seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian
dari bimbingan.
Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya
sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908
mendefinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu
untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta
mendapat dalam jabatan yang dipilihnya itu. Dan konseling diartikan sebagai
kegiatan mengungkapkan fakta atau data tentang siswa, serta pengarahan
kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang
dihadapinya.
Pada bagian yang lain, Shetzer dan Ston (1980), misalnya menggunakan
kata hubungan pemberian bantuan untuk suatu proses konseling yang berarti
interaksi antara konselor dengan klien dalam upaya memberikan kemudahan
terhadap cara-cara pengembangan diri yang positif. Dalam konteks ini,sejalan
dengan peraturan pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25
ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
36

kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan,


dan merencanakan masa depan”.
Menurut Chiskolm (1959) bimbingan membantu individu untuk lebih
mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri. Pengertian bimbingan
yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa bimbingan membantu individu
memahami dirinya sendiri, pengertian menitikberatkan pada pemahaman
terhadap potensi diri yang dimiliki. Menurut Bernard & Fullmer (1969)
Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi
pribadi setiap individu. Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard dan
Fullmer bahwa bimbingan dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri
individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk
mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
Menurut Mathewson (1969) Bimbingan sebagai pendidikan dan
pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik. Mathewson
mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang
menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan
sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan
diperoleh melalui proses belajar. Dari beberapa pengertian bimbingan yang
dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil kesimpulan tentang
pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang
dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu,
dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta
dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk
dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan
dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
37

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahwa


guru kelas dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan
mampu memberikan bantuan kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat
dengan siswa, seperti orang tua atau wali, agar dengan keinginan dan
kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa
serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan
diri lebih lanjut. Proses pengenalan harus ditidaklanjuti dengan proses
penerimaan. Tanpa diimbangi dengan suatu bentuk penerimaan,siswa dan
pihak-pihak yang dekat dengannya, akan mengalami kesulitan untuk
mengembangan kekuatan dan kelemahannya tersebut secara baik. Bimbingan
dalam rangka mengenal lingkungan, mengandung makna bahwa guru
seyogyanya mampu memberikan kemudahan (bantuan) kepada siswa dan
pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal lingkungannya dengan
baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, mengandung makna bahwa
guru seyogyanya mampu memberikan kemudahan (bantuan) kepada siswa dan
pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal lingkungannya dengan
baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah. Siwa hendaknya mampu
mengenal secara lebih baik fungsi dari semua fasilitas yang ada di sekolahnya,
yang pada gilirannya akan mampu mengoptimalkan siswa yang bersangkutan
dalam menggunakan fasilitas yang ada tersebut dengan baik.
Bimbingan agar siswa mampu merencanakan masa depannya, mengandung
makna guru diharapkan mampu membantu siswa mengenal berbagai jenis
pekerjaan dan pendidikan yang ada dilingkungan sekitarnya, serta
mengembangkan cita-cita siswa sesuai dengan pengenalan siswa akan
berbagai jenis pekerjaan dan pendidikannya tersebut.Bimbingan yang
38

ditunjukan agar siswa mampu merencanakan masa depannya,tidak terlepas


dari penggenalan dan penerimaan siswa akan diri dan lingkungannya.
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun
wanita, yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan
pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari semua usia untuk
membantunya mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan
pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung
bebannya sendiri (Crow & Crow, 1960: 14). Bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada, individu-individu dalam menentukan pilihan-pilihan dan
mengadakan berbagai penyesuaian secara bijaksana dengan lingkungannya.
Tujuan utama adalah bimbingan adalah untuk mengembangkan setiap
individu sesuai dengan kemampuannya (Jones, dalam Djumhur dan M.Surya
1975:10. Bimbingan dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan program
pendidikan yang membantu menyediakan kesempatan-kesempatan dengan
pribadi dan layanan-layanan petugas ahli dengan mana setiap individu dapat
mengembangkan kemampuan – kemampuan dan kecakapan – kecakapannya
secara penuh sesuai dengan yang diharapkan (Mortensen Schmuller, 1964:3).
Untuk memudahkan mengingat pengertian bimbingan di atas Prayitno
(1987: 36) merumuskan pengertian bimbingan yang unsur-unsur pokoknya
diawali oleh huruf-huruf yang ada dalam istilah bimbingan itu sendiri, yaitu:
B = Bantuan, I = Individu, M = Mandiri, B = Bahan, I = Interaksi, N =
Nasihat, G = Gagasan, A = Alat dan N = Norma. Dengan memasukan unsur-
unsur tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu agar ia dapat mandiri, dengan
menggunakan bahan berupa interaksi, nasehat, gagasan dan asuhan yang
didasarkan atas norma-norma yang berlaku
39

Selanjutnya Dalam bahasa Latin, istilah konseling disebut "Counsilium"


yang berarti "dengan" atau “bersama”. Dalam kamus Bahasa Indonesia, untuk
istilah itu mengandung pengertian kurang lebih sama dengan “penyuluhan”.
Namun demikian penggunaannya sehari-hari telah sangat meluas, dan lebih
bersifat non konseling. Sebagaimana dengan istilah bimbingan, istilah
konseling juga telah didefinisikan oleh banyak ahli, antara lain adalah:
a. Proses dalam mana konselor membantu klien membuat interpretasi-
interpretasi tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan suatu pilihan,
rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya (Glenn e.
Smith, dalam Shertzer and Stone, 1974: 18)
b. Proses yang terjadi dalam hubungan-hubungan seseorang dengan seseorang
antara individu yang berkesulitan karena masalah-masalah yang tidak dapat
diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang karena latihan dan
pengalaman yang dimilikinya mampu membantu orang lain memperoleh
pemecahan-pemecahan berbagai jenis masalah pribadi (Milton E. Hann and
Malcolm S.O Maclean, dalam Shertzer and Stone, 1974: 18).
c. Interaksi yang (a) terjadi antara dua individu yang masing-masing disebut
konselor dan klien; (b) diadakan dalam suasana profesional; (c) diciptakan
dan dikembangkan sebagai alat untuk memudahkan perubahan-perubahan
dalam tingkah laku klien (Pepinsky and Pepinsky, dalam Bruce and
Shertzer).

Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terpadu, keduanya


tidak saling terpisah.Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998);
Hansen, Stefic, dan Warner (1977) dalam Prayitno (1978), menyatakan bahwa
bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang terorganisasi dan terintegrasi
ke dalam program sekolah untuk menunjang kegiatan perkembangan siswa
secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha pemberian bantuan kepada
40

murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian


diri. Moser dan Moser(dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di
dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari
proses pemberian bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan
bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan. Mortensen
(dalam Jones, 1987) memberikan pengertian konseling sebagai berikut:
Counseling may, therefore, be defined as apesonto person process in which
one person is helped by another to increase in understanding and ability to
meet his problems”. Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses
hubungan seseorang dengan seseorang dimana yang seorang dibantu oleh
yang lainya untuk menemukan masalahnya.

C. Tujuan Bimbingan dan Konseling


Semua siswa memiliki kebutuhan untuk mengembangkan pemahaman diri,
serta pemahaman dan apresepsi terhadap individu yang hidup di dunia ini. Di
dalam suatu masyarakat yang majemuk individu harus memperoleh informasi
dan memberikan respon yang tepat. Bimbingan perkembangan didasarkan atas
suatu premis bahwa penghargaan yang positif terhadap martabat manusia
merupakan suatu yang esensial dalam masyarakat yang saling bergantung
(interdependent society), seperti sekarang ini. Agar mencapai tujuan-tujuan
ini, setiap orang yang terlibat dalam program bimbingan dan konseling ini
harus berupaya mencapai tujuan berikut ini, yaitu semua ysiswa dapat:
1. Mengalami perasaan positif dari interaksi dengan teman sebayanya,
gurunya, orang tua dan orang dewasa lainnya.
2. Memperoleh makna pribadi dari aktivitas belajarnya.
41

3. Mengembangkan dan memelihara perasaan positif terhadap dirinya,


terhadap kekhasan nilai yang dimilikinya serta dapat memehami dan
menghubungkan perasaannya.
4. Menyadari akan pentingnya nilai yang dimiliki dan mengembangkan nilai-
nilai yang konsisten dengan kebutuhan hidup dalam masyarakat yang
majemuk.
5. Mengembangkan dan memperkaya ketrampilan studi untuk
memaksimumkan kecakapan yang dimilikinya.
6. Belajar tentang berbagai ketrampilan yang diperliukan untuk hidup yang
lebih baik dalam perkembangan yang wajar dan dalam memecahkan
masalah-masalh yang mungkin dihadapinya.
7. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan penyusunan tujuan, perencanaan
dan pemecahaan masalah.
8. Mengembangkan sikap-sikap positif terhadap kehidupan.
9. Menunjukan tanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
10. Bekerja dengan orang tua dalam berbagai program yang terencana untuk
membantu siswa mengembangkan sikap dan ketrampilan yang dapat
memperkaya kemampuan akademik dan kemampuan sosialnya.
11. Bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memperkaya aktivitas belajar.

Tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu dalam mencapai:


1. Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan
2. Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat
3. Hidup bersama dengan individu-individu lain
4. Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimiliki
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut mereka harus mendapatkan
kesempatan untuk:
42

1. Mengenal dan melaksanakan tujuan hidupnya serta merumuskan rencana


hidup yang didasarkan atas tujuan itu
1. Mengenal dan memahami kebutuhan hidupnya secara realistis
2. Mengenal dan menanggulangi kesulitan-kesulitannya sendiri
3. Mengenal dan mengembangkan kemampuannya secara optimal
4. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan pribadi dan untuk
kepentingan umum dalam kehidupan bersama
5. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tutntutan di dalam lingkungannya
6. Mengembangkan segala yang dimilikinya secara tepat dan teratur, sesuai
dengan tahap perkembangannya sampai batas optimal.
43

MATERI 3. DASAR HUKUM KEILMUAN


BIMBINGAN DAN KONSELING

Berikut ini dikemukakan berbagai peraturan perundangan yang mendasari dan


terkait lagsung dengan layanan BK di sekolah yaitu, sebagai berikut :

A. Undang-Undang dasar 1945

Bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31

1. Ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

2. Ayat2 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem


pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur
dengan undang-undang.

B. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas

1. Bab 1 pasal 1 ayat 1 dan ayat 6


a. Ayat 1 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
b. Ayat 6: Pendidikan adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai
guru dosen konselor, pamong belajar, widyaiswara, tulor, instruktur,
44

fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta


berpartsipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Bab II pasal 3
Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
demogratis serta bertanggung jawab.
3. Bab V pasal 12 ayat 1b
Ayat 1b: Setiap peserta didik pada setaiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan.

C. PERMENDIKNAS NO. 22/2006 TENTANG STANDAR ISI DAN SATUAN


PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh


oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui
kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
.
45

D. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik


Kompetensi Konselor
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai
salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003
Pasal 1 Ayat 6). Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor,
memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar
kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
konselor.
Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan
mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan
keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif,
sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah
pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan
ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan
nonformal.
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli
bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap
empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli,
dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang
diberikan.
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan
profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling.
Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi
profesional, yang meliputi: (1) memahami secara mendalam konseli yang
46

dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan


konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor
secara berkelanjutan.
Pembentukan kompetensi akademik konselor ini merupakan proses
pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling,
yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan
(S.Pd) bidang Bimbingan dan Konseling. Sedangkan kompetensi profesional
merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan
kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik Pendidikan
Profesi Konselor yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik
lapangan, dan tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan
konseling dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan
dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi
pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi
akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

E. PP NO. 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR BAB 10


BIMBINGAN PASAL 25

1. Ayat 1 : Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan dala rangka upaya


menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merancanakan masa depan.
2. Ayat 2: Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing
3. Ayat 3: Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
diatur oleh menteri.
47

F. PP NO. 29/1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH BAB X


BIMBINGAN PASAL 27 AYAT 1 DAN 2

1. Ayat 1: Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam


rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan
masa depan.
2. Ayat 2: Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.

G. PP NO. 72 TAHUN 1991TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA BAB


XII BIMBINGAN DAN REHABILITASI
1. Ayat 1: Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik
dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengatasi masalah yang
disebabkan oleh kelainan yang disandang, mengenal lingkungan dan
merancanakan masa depan.
2. Ayat 2: Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing
3. Ayat 3: Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur oleh menteri setelah mendengar pertimbangan dari menteri
yang terkait.

H. PP NO. 38 TAHUN 1992 TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN

1. Pasal 1 ayat 2 dan 3


a. Ayat 2 : Tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas
membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didik.
b. Ayat 3 : Tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang bertugas
membimbing peserta didik
2. Pasal 3 ayat 2
a. Ayat 2: tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
48

I. PP NO. 74 TAHUN 2008

Dasar hukum ini tentang guru yang menyatakan bahwa beban kerja Guru
bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi
dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling
sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih
satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54 ayat (6) Beban
kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh
tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada
satu atau lebih satuan pendidikan.

J. PERMENDIKBUD NO.111 TAHUN 2014 TENTANG BIMBINGAN


DAN KONSELING PADA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
1. Bahwa dalam rangka pengembangan kompetensi hidup, peserta didik
memerlukan sistem layanan pendidikan di satuan pendidikan yang tidak
hanya mengandalkan layanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan
manajemen, tetapi juga layanan bantuan khusus yang lebih bersifat psiko-
edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling;
2. Bahwa setiap peserta didik satu dengan lainnya berbeda kecerdasan, bakat,
minat, kepribadian, kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta
pengalaman belajar yang menggambarkan adanya perbedaan masalah yang
dihadapi peserta didik sehingga memerlukan layanan bimbingan dan
konseling;
3. Bahwa kurikulum 2013 mengharuskan peserta didik menentukan peminatan
akademik, vokasi, dan pilihan lintas peminatan serta pendalaman peminatan
yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling;
49

4. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada


huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan peraturan menteri pendidikan
dan kebudayaan tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah;

Kolaborasi adalah kegiatan fundamental layanan BK dimana Konselor atau


guru bimbingan dan konseling bekerja sama dengan berbagai pihak atas dasar
prinsip kesetaraan, saling pengertian, saling menghargai dan saling
mendukung. Semua upaya kolaborasi diarahkan pada suatu kepentingan
bersama, yaitu bagaimana agar setiap peserta didik/konseli mencapai
perkembangan yang optimal dalam aspek perkembangan pribadi, sosial,
belajar dan karirnya. Kolaborasi dilakukan antara konselor atau guru
bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran, wali kelas, orang tua,
atau pihak lain yang relevan untuk membangun pemahaman dan atau upaya
bersama dalam membantu.

K. PERMENDIKBUD NO.15 TAHUN 2018 TENTANG PEMENUHAN BEBAN


KERJA GURU, KEPALA SEKOLAH DAN PENGAWAS SEKOLAH

Berdasarkan Pasal 2 Permendikbud No.15 Tahun 2018 Tentang


Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah
dinyatakan :
1. Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah melaksanakan beban kerja
selama 40jam dalam 1 minggu pada satuan administrasi pangkal.
2. Beban kerja selama 40jam dalam 1 minggu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas 37,5jam kerja efektif dan 2,5jam istirahat.
3. Pelaksanaan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipenuhi
oleh Guru Bimbingan dan Konseling atau Guru Teknologi Informasi dan
Komunikasi dengan membimbing paling sedikit 5 (lima) rombongan
belajar per tahun.
50

Berdasarkan Pasal 3 Permendikbud No.15 Tahun 2018 Tentang


Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah
dinyatakan bahwa pelaksanaan beban kerja selama 37,5jam kerja efektif bagi
guru mencakup kegiatan pokok :
1. Merencanakan pembelajaran atau pembimbingan

2. Melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan

3. Menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan

4. Membimbing dan melatih peserta didik

Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan


pokok sesuai dengan Beban Kerja Guru.
51

MATERI 4. ILMU PENDIDIKAN DAN


LANDASAN KEILMUAN
BIMBINGAN DAN
KONSELING

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan


faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh
konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan
dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh
tentu membutuhkan pondasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan
tersebut tidak memiliki pondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah
goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan
konseling, apabila tidak didasari oleh pondasi atau landasan yang kokoh akan
mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu
sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya
(konseli).
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun praktik.
Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan
sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventori, atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks, dan tulisan-
tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan
konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran pertimbangan, dan
52

pengolahan lingkungan secara ilmiah. Bimbingan dan konseling merupakan


ilmu yang bersifat multiferensial (Sutirna, 2012:46).
Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi
perkembangan teori dan praktik bimbingan dan konseling, seperti psikologi,
ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antropologi,
ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum, dan agama. Beberapa konsep dari
disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan
bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun
praktiknya. Selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli,
pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling juga dihasilkan
melalui berbagai bentuk penelitian.
Landasan bimbingan dan konseling meliputi beberapa landasan antara lain
yaitu landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial
budaya, landasan ilmiah dan teknologis, dan pedagogis.

1. Landasan filosofis
Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa yunani : philos berarti cinta
dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap
kebijaksanaan. Lebih luas kamus Webster New Universal memberikan
pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang
didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip
atau hokum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari
semua pengetahuan dan kenyataan termasuk kedalamnya studi tentang
estetika, etika, logika, metafisika dan lain sebagainya.
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan
dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap
kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan
secara logis, etis maupun estetis.
53

a. Hakikat Manusia
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat (Victor
Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph,
dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:140) telah mendeskripsikan
tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1) Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2) Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang
ada pada dirinya.
3) Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan
dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
4) Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan
hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan
atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
5) Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus
dikaji secara mendalam.
6) Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan
manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya
sendiri.
7) Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan
kehidupannya sendiri.
8) Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
54

9) Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam
suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi
sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

b. Tujuan dan Tugas Kehidupan


Witner dan Sweeney (dalam Prayitno dan Erman Anti, 2002)
mengemukakan bahwa ciri-ciri hidup sehat ditandai dengan 5 kategori,
yaitu:
1) Spiritualitas. Agama sebagai sumber inti dari hidup sehat. Agama
sebagai sumber moral, etika dan aturan-aturan formal berfungsi untuk
melindungi dan melestarikan kebenaran dan kesucian hidup manusia.
2) Pengaturan diri. Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada
dirinya terdapat ciri-ciri (1) rasa diri berguna, (2) pengendalian diri,
(3) pandangan realistik, (4) spontanitas dan kepekaan emosional, (5)
kemampuan rekayasa intelektual, (6) pemecahan masalah, (7) kreatif,
(8) kemampuan berhumor dan, (9) kebugaran jasmani dan kebiasaan
hidup sehat.
3) Bekerja. Untuk memperoleh keuntungan ekonomis, psikologis dan
sosial yang kesemuanya itu akan menunjang kehidupan yang sehat
bagi diri sendiri dan orang lain.
4) Persahabatan. Persahabatan memberikan 3 keutamaan dalam hidup
yaitu (1) dukungan emosional (2) dukungan material, dan (3)
dukungan informasi.
5) Cinta. Penelitian flanagan 1978 (dalam Prayitno dan Erman Anti,
2004:144) menemukan bahwa pasangan hidup suami istri, anak dan
teman merupakan tiga pilar utama bagi keseluruhan pencipta
kebahagiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
55

2. Landasan Religius
Dalam landasan religius Bimbingan dan Konseling diperlukan penekanan
pada 3 hal pokok, yaitu; (1) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam
adalah mahluk tuhan, (2) Sikap yang mendorong perkembangan dan
perikehidupan manusia berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah
agama, dan (3) Upaya yang memungkinkan berkembang dan
dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta
kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk
membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.
a. Manusia sebagai Mahluk Tuhan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang
memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak
boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya
bimbingan yang akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada
hal-hal positif.
b. Sikap Keberagamaan. Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan
dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap
keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri,
agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-
nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan
iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan
akhirat.
c. Peranan Agama. Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan
secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat menempatkan klien sebagai
seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga
agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama
sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi memelihara fitrah,
memelihara jiwa, memelihara akal dan memelihara keturunan.
56

3. Landasan Psikologis
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan
psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman
tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini
sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah
tingkah laku klien yang perlu di ubah atau dikembangkan apabila hendak
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-
tujuan yang dikehendakinya.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling, sejumlah aspek
psikologi yang perlu dikuasai oleh para pembimbing (konselor) meliputi:
a. Motif dan motifasi
b. Pembawaan dasar dan lingkungan
c. Perkembangan individu
d. Belajar, balikan dan penguatan
e. Kepribadian

4. Landasan Pedagogis
Bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan artinya ketika
seseorang melakukan praktik pelayanan bimbingan dan konseling berarti ia
sedang mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik
pendidikan (mendidik) berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Landasan pedagogis pelayanan bimbingan dan konseling setidaknya
berkaitan dengan : (1) pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia
dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2)
pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan (3)
pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
a. Pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
57

Pendidikan dapat diartikan sebagai upaya membudayakan manusia


muda. Upaya pembudayaan ini meliputi pada garis besarnya
penyiapan manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami
dan melaksanakan nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan
peranan yang sesuai, menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan
meneruskan kehidupan generasi orang tua mereka. Untuk tugas-tugas
masa depan mereka itu, melalui proses pendidikan manusia mudah
memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapakan diri dengan
potensi yang ada pada diri mereka dan prasarana serta sarana-sarana
yang tersedia.
Dalam pengertian pendidikan tersebut, secara eksplisit, disebutkan
bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya pendidikan. Oleh karena
itu segenap pembicaraan tentang bimbingan dan konseling tidak boleh
lepas dari pengertian pendidikan yang telah dirumuskan secara praktis,
dengan demikian dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus
terkandung komponen-komponen tersebut, yaitu :
1) Merupakan usaha sadar.
2) Menyiapkan peserta didik (klien)
3) Untuk perannya dimasa yang akan datang.
Bimbingan dan konseling menyediakan unsur-unsur diluar individu
yang dapat dipergunakannya untuk mengembangkan diri. Untuk dapat
berkembang dengan baik dan mandiri, setiap individu memerlukan
pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta
kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan.
b. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang
dijalani oleh para klien. Bimbingan dan konseling merupakan proses
58

yang berorientasi pada belajar, yakni belajar untuk memahami lebih


jauh tentang diri sendiri. Belajar un tuk mengembangkan dan
menerapkan secara efektif berbagai pemahaman. Dalam proses
konseling klien mempelajari keterampilan dalam pengambilan
keputusan, pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan serta sikap-
sikap baru. Melalui belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang
baru bagi dirinya, dari situlah klien berkembang.
c. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan khusus (jangka pendek)
dan tujuan akhir (jangka panjang). Tujuan khusus (jangka pendek)
dal;am pelayanan bimbingan dan konseling adalah membantu individu
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan
akhir (jangka pnjang) adalah bimbingan diri sendiri. Siswa mampu
mengembangkan kemampuan sendiri untuk memecahkan masalah-
masalahnya sendiri tanpa pelayanan dan bimbingan konseling lagi.
Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling, selain memperkuat tujuan-
tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya.

5. Landasan Sosial Budaya


Kebudayaan akan bimbingan timbul karena terdapat faktor yang
menambah rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu hidup.
Faktor-faktor tersebut seperti perubahan kontelasi keuangan, perkembagan
pendidikan, dunia-dunia kerja, perkembangan komunikasi dll (Jonh),
Pietrofesa dkk, 1980; M. Surya & Rochman N, 1986; dan Rocman N,
1987).
a. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya
MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi
tidak hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia
59

hidup, tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan


tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima
dalam budaya tersebut.
Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan,
kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara
menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan
dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh
organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa
yang dilakukan dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang
ingin dicapainya, tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya,
rekreasinya dan kelompok-kelompok yang dimasukinya. Bimbingan
konseling harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam
pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih efektif.
b. Bimbingan dan Konseling Antara Budaya
Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin
timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya yaitu
sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non-
verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan. Perbedaan
dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa
menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Beberapa Hipotesis
yang dikemukakan Pedersen dkk, 1976 (dalam Prayitno dan Erman
Amti, 2004;175) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:
1) Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara
budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
2) Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan,
komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
60

3) Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin


berhasil konseling tersebut
4) Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling
antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
5) Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan
konselor terhadap proses komunikasi
6) Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta
pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya
tersebut.
7) Makin klien (antarbudaya) kurang memahami proses konseling, makin
perlu konselor atau program konseling antarabudaya memberikan
pengarahan/pengganjaran/latihan kepada klien (antarbudaya) itu
tentang ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan
transfer (mempergunakan keterampilan tertentu pada situasi-situasi
yang berbeda).

6. Landasan Ilmiah dan Teknologis


Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan
dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimen-
sional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang
teknologi. Sehingga bimbingan dan konseling diharapkan semakin kokoh.
Dan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.yang berkembang pesat.
Disamping itu penelitian dalam bimbingan dan konseling sendiri
memberikan bahan-bahan yang yang segar dalam perkembangan bimbingan
dan konseling yang berkelanjutan.
a. Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik.
61

Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling


mempunyai obyek kajiannya sendiri, metode pengalihan pengetahuan
yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya. Obyek
kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan
kepada individu yang mangacu pada ke-4 fungsi pelayanan yakni fungsi
pemahaman, pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan/
pengembangan. Dalam menjabarkan tentang bimbingan dan konseling
dapat digunakan berbagai cara/ metode, seperti pengamatan, wawancara,
analisis document (Riwayat hidup, laporan perkembangan), prosedur teks
penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya mengenai obyek
kajian bimbingan dan konseling merupakan wujud dari keilmuan
bimbingan dan konseling.
b. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat multireferensial,
artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Misalnya ilmu
statistik dan evaluasi memberikan pemahaman dan tehnik-tehnik.
Pengukuran dan evaluasi karakteristik individu; biologi memberikan
pemahaman tentang kehidupan kejasmanian individu. Hal itu sangat
penting bagi teori dan praktek bimbingan dan konseling.
c. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi
dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun
pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah
apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil
penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek
bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/
keefektifan dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin
62

berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian secara terus menerus


terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan Bimbingan dan
Konseling.

7. Landasan Yuridis-Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan
perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan
bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar,
Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta
berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
a. Kurikulum 1975. Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu :
1) Layanan Manajemen dan supervise
2) Layanan pembelajaran
3) Layanan bimbingan dan penyuluhan
b. UU No. 2 tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1. Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan,
pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
c. PP No. 28 dan 29 tahun 1990, Bab X Pasal 25 Ayat 1 dan 2. Bimbingan
adalah bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan dilakukan oleh
Guru Pembimbing.
d. Keputusan Men PAN No. 84 tahun 1993. Tentang jabatan fungsional
guru dan angka kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah
menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan,
mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan, analisis hasil
pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut pelaksanaan program
bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
63

e. UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1. Pendidik adalah tenaga


kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai
dnegan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
f. PP No. 19 tahun 2005 Pasal 5 s/d 18, Standar Nasional Pendidikan
tentang standar isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah.
g. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri
peserta didik dalam struktur KTSP ditafsirkan dan/pembimbing oleh
konselor, guru atau tenaga kependidikan.
h. Keputusan Dirjen PMPTK 2007 tentang Rambu-rambu penyelenggaraan
BK dalam jalur pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan
BK di jalur pendidikan formal.
i. Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15.
Salah satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat
pendidik untuk memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik
yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan
konseling atau konselor.
j. Permendiknas No. 27 tahun 2008, Pasal 1 ayat 1. Tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor. Untuk dapat diangkat
sebagai konselor seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
64

MATERI 5. PENDIDIKAN DAN


PEMBELAJARAN DALAM
PERSPEKTIF BIMBINGAN
DAN KONSELING

Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada berbagai permasalahan,


akibatnya harapan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas dan
menghasilkan putra-putri yang cerdas dan berkarakter masih belum dapat
dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan. Hal ini akibat pendidikan hanya
dipandang sebagai proses pembelajaran semata. Padahal dalam dunia
pendidikan ada tiga bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam
setiap penyelenggaraan pendidikan khususnya penyelenggaraan pendidikan
disekolah.
Pertama, yaitu pelaksanaan proses pembelajaran didalam kelas, terkait
dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru dalam
rangka membentuk intelektualitas anak. Oleh sebab itu, pembelajaran
bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, pengembangan
sikap yang merupakan tanggung jawab dan tugas utama seorang guru.
Kedua, bimbingan konseling, yaitu
kegiatan yang dilakukan oleh seorang
konselor atau seorang guru pembimbing
atau guru biasa yang melaksanakan tugas
sebagai pembimbing dikelas. Untuk
memberikan bantuan kepada siswa dalam
mengatasi berbagai permasalahan yang terkait belajar atau masalah lain
yang turut mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini diperlukan karena
65

setiap pelaksanaan proses pembelajaran pasti menemukan hambatan


ataupun permasalahan, baik yang terkait dengan proses pembelajaran
ataupun peserta didik yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh
sebab itu, program pemberian layanan bantuan kepada peserta didik
merupakan upaya membantu siswa untuk mencapai perkembangannya
secara optimal, melalui interaksi yang sehat dengan lingkungannya. Hal
inilah yang menjadi sangat urgen tugas bimbingan konseling yang menjadi
tanggung jawab bimbingan dan konselor bahkan juga guru dalam
pelaksanaan bimbingan konseling.
Ketiga yaitu administrasi pendidikan, yaitu kegiatan pengolahan semua
aktifitas program pendidikan disekolah dengan tujuan semua program
sekolah akan berjalan secara lancar, efisien, dan efektif. Dalam
penyelenggaraan pendidikan disekolah paling tidak terdapat sejumlah
pengelolaan yang harus dilakukan yaitu: pengelolaan kurikulum,
ketenagaan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana, media dan sumber
belajar serta pengelolaan kemitraan sekolah dan masyarakat.

A. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan di Sekolah


Bimbingan konseling merupakan dua kata yaitu “bimbingan” dan kata
“konseling”, kedua kata tersebut merupakan kata majemuk yang dirangkaikan
untuk memberikan makna yang kuat bahwa proses bimbingan tidak akan
dapat berjalan dengan baik dan berhasil maksimal tanpa dibarengi dengan
konseling. Sangat banyak pendapat para ahli yang mengemukakan tentang
pengertian bimbingan dan konseling, meskipun berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli terkadang seakan-akan terdapat perbedaan sesuai
dengan sudut pandangnya masing-masing, tetapi umumnya memiliki titik
persamaan yang mempertemukan antara satu pengertian dengan pengertian
66

lainnya. Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata
yaitu “bimbingan” (Guidance) dan “konseling” (Counseling). Meskipun
demikian sebenarnya dalam pelaksanaannya disekolah, bimbingan dan
konseling merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena
keduanya merupakan bagian integral yang saling berkaitan. Maka demikian?
Hal ini disebabkan karena inti dari kegiatan bimbingan itu sebenarnya adalah
proses konseling, oleh sebab itu ada beberapa ahli menyebut bahwa konseling
adalah jantung proses bimbingan.
Tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh
dan mandiri, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapaiu
kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan aanggota masyarakat
selain mengembangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling
semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya disetiap sekolah. Hal ini
didukung oleh berbagai macam faktor, seperti dikemukakan oleh koestoer
partowisastro (1982), sebagai berikut :
1. Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua setelah rumah, dimana anak
dalam waktu sekian jam (kurang lebih 6 jam) hidupnya berada disekolah
2. Para siswa yang usianya relative lebih muda sangat membutuhkan
bimbingan baik dalam memahami dirinya, mengarahkan dirinya, maupun
dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.

Menurut Lundquist dan Chelmy yang dikutip oleh (Belkin, 1981) kehadiran
konselor disekolah dapat meringankan tugas guru. Mereka menyatakan bahwa
konselor ternyata sangat membantu guru. Konselor dan guru merupakan suatu
tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan, keduanya sebenarnya
tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan karena keduanya berupaya
untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang optimal.
67

B. Peranan BK dalam Proses Pembelajaran di Sekolah


Guru bimbingan konseling berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan
pengembangan diri yang bersifat rutin, incidental, dan keteladanan, seperti
tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan
dengan member keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dan pasal 12 ayat (1b)
yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya. Pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan: di dalam
pembelajaran sekolah/tatap muka dan di luar jam pembelajaran sekoilah
berupa layanan orientasi, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan
mediasi (layanan yang membantu peserta didik dalam menyelesaiakan
permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka), serta kegiatan
lainnya yang dapat dilaksanakan diluar sekolah.
Kita sering menemukan siswa menunjukkan sikap berbeda satu dengan
yang lainnya, padahal kita dapat mengenali secara pasti mana siswa yang
sedang bermasalah dan mana siswa yang tidak sedang bermasalah dalam
pembelajaran. Indikator siswa mengalamai kesulitan dalam belajar dapat
diketahui dari berbagai jenis gejalanya sepertinya dikemukakan Ahmadi
(1977) sebagai berikut :
1. Hasil belajar rendah, di bawah rata-rata kelas
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan,
3. Menunjukan sikap yang kuirang wajar, suka menantang, dusta, tidak mau
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, dan sebagainya.

Lingkup pelaksanaan pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam ranah


pendidikan adalah:
68

1. Dimana yang dimaksud dengan administrasi sekolah bukanlah aspek tata


usaha, melainkan lebih pada aspek manajerial dan kepemimpinan sekolah.
Secara khusus bimbingan konseling dan administrasi sekolah mempunyai
hubungan yang bersifat mutualistik. Administrasi sekolah membutuhkan
bimbingan dan konseling dalam hal masukan, sara-saran dan laporan-
laporan yang terutama berkaitan dengan kebutuhan siswa, tujuannya dalah
supaya terjadi peningkatan mutu layanan yang diberikan pihka sekolah
terhadap siswa (Winkel, 2005).
2. Aspek pengajaran dan pembelajaran disekolah identik dengan kurikulum
yang ada, diman kemudian tujuannya adalah menyediakan pengalam
belajar bagi siswa untuk meresapi penghelaman belajar tersebut. Dengan
kata lain bidang pengajaran menyajikan pengelaman belajar, sedangkan
bimbingan konseling, mengajak siswa untuk mereflesikan pengelaman
belajar itu di dalam dalam konteks personal dan sosialnnya (Winkel, 2005).
Artinya dengan masukan dari bimbingan konseling, kurikulum bisa lebih
personal bagi siswa. Bimbingan konseling juga dapat membantu
peningkatan aspek pengajaran dan pembelajaran dalam hal pengembangan
kurikulum dan juga dalam penentuan penjurusan siswa, terutama agar
penjurusan siswa tidak hanya didasarkan pada hasil tes IQ semata, tetapi
juga memperhitungkan aspek minat, bakat, psokologis, dan kompetensi
siswa.
3. Bimbingan konseling punya peran besar dalam meningkatkan kualitas
siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan utama dari bimbingan dan konseling di
sekolah yakni untuk membantu siswa untuk mengembangkan diri secara
optimal sesuai denga tahap perkembangan dan predisposisi yang
dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada serta sesuai dengan tuntunan
positif lingkungannya. Dalam kaitan ini bimbingan konseling membantu
69

individu untuk menjadi insane yang berguna dalam hidupnya yang


memiliki wawasan, pandangan, interprestasi, pilihan, penyesuaian dan
keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya
(Prayitno, 2004).
Bimbingan konseling merupakan salah satu komponen yang penting
dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Sebagai sebuah sistem,
kehadirannya diperlukan dalam upaya pembimbingan sikap perilaku siswa
terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan dirinya menuju jenjang
usia yang lebih lanjut. Permasalahan yang dialami oleh para siswa di
sekolah sering kali tidak dapat dihindari meski dengan proses belajar dan
pembelajaran yang sangat baik. Dalam hal ini permasalahan siswa tidak
boleh dibiarkan begitu saja, termasuk perilaku siswa yang tidak dapat
mengatur waktu untuk mengikuti proses belajar dan pembelajaran sesuai
apa yang dibutuhkan, diatur, atau diharapkan. Layanan bimbingan dan
konseling sendiri harus terkonsep secara baik sebagaimana halnya layanan
tersebut dapat membantu meningkatkan perkembangan siswa dan
membantu membuat pilihan yang berarti bagi setiap fase pendidikan yang
dialami siswa.
Potensi peserta didik yang harus dikembangkan bukan hanya
menyangkut masalah kecerdasan dan keterampilan, melainkan menyangkut
seluruh aspek kepribadian. Sehubungan dengan hal tersebut, guru tidak
hanya dituntut untuk memiliki pemahaman atau kemampuan dalam bidang
belajar dan pembelajaran tetapi juga dalam bidang bimbingan dan
konseling. Dalam UU No. 14 tahun 2015 pasal 1 yang menyatakan bahwa
“guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
70

pendidikan menengah”. Dengan memahami konsep-konsep bimbingan dan


konseling, guru diharapkan mampu berfungsi sebagai fasilitator
perkembangan peserta didik, baik yang menyangkut aspek intelektual,
emosional, sosial, maupun mental spiritual. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, dapat dipahami bahwa layanan bimbingan dan konseling di sekolah
bukan hanya menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu disini guru memiliki kontribusi yang cukup besar dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling terkait dengan 4 kompetensi
dimiliki seorang guru. Sebagaimana yang telah tercantum dalam UU No. 14
tahun 2015 tentang guru dan dosen pada pasal 10 ayat (1) menyatakan
bahwa “kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Berdasarkan 4 kompetensi yang dimiliki guru tersebut maka diharapkan
pelayanan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan terhadap siswa
dapat berjalan dengan baik dan memberi pesan yang mendalam bagi setiap
siswa. Dengan adanya kompetensi guru dapat memberi kontribusi terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka membantu siswa dalam
menyelesaikan masalahnya baik yang bersifat individu maupun sosial yang
mengganggu konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran.
Komponen dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling sendiri
meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, serta tahap evaluasi dan
tindak lanjut. Tugas tambahan ini meliputi: menyusun program bimbingan,
melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan bimbingan,
menganalisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam
program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi
tanggungjawabnya.
71

C. Tujuan Bimbingan Konseling di Sekolah


Layanan bimbingan sengat dibutuhkan agar siswa-siswa yang
mempunyai masalah dapat terbantu, sehingga mereka dapat belajar dengan
lebih baik. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C dinyatakan
bahwa tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa :
1. Mengatasi masalah kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh
prestasi belajar yang tinggi.
2. Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang
dilakukannya pada saat proses belajar mengajar berlangsung dalam
hubungan sosial.
3. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan
jasmani.
4. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan
studi.
5. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan denganperencanaan dan
pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
6. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-
emosional di sekolah yang bersumber dariu sikap murid yang
bersangkutan terhadap dirinya sendiri.

Downing (1968), juga mengatakan bahwa tujuan layanan bimbingan


disekolah sebenarnya sama dengan pendidikan terhadap diri sendiri, yaitu
membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial
psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta mengembangkan
kemampuan dan potensinya. Tujuan umum bimbingan terhadap siswa dapat
72

membantu memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi-


potensi mereka secara optimal. Selain itu agar siswa dapat mengarahkan
diri, menyesuaiakan diri dengan lingkungan, memahami diri dengan
lingkungan dan mengembangkan diri.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan
terhadap siswa disekolah adalah membantu mengatasi berbagai macam
kesulitan yang dihadapi siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar
yang efektif dan efisien. Tujuan bimbingan konseling yang terkait dengan
aspek akademik belajar adalah :
1. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan
memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses
belajar yang dialaminya.
2. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar positif
3. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
4. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif
73

MATERI 6. HAKIKAT DAN LATAR


BELAKANG ILMU
BIMBINGAN DAN
KONSELING

A. Keberpentingan Bimbingan dan Konseling


Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari
perkembangan di negara asalnya Amerika Serikat. Bermula dari banyaknya
pakar pendidikan yang telah menamatkan studinya di Negeri Paman Sam
itu dan kembali di Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan
dan konseling yang baru. Hal itu terjadi sekitar tahun 60-an. Tidak dapat
dibantah bahwa para pakar pendidikan itu telah menggunakan dasar-dasar
pemikiran yang diambil dari pustaka Amerika Serikat. Khusus mengenai
pandangan terhadap anak didik yaitu bahwa anak didik mempunyai potensi
untuk berkembang karena itu pendidikan harus memberikan situasi
kondusif bagi perkembangan potensi tersebut secara optimal.
Potensi yang dimaksud adalah potensi yang baik, yang bermanfaat bagi
anak dan masyarakatnya. Pandangan itu bersumber dari aliran humanistik,
yang menganggap bahwa manusia adalah unggul dan mempunyai
kemampuan untuk mengatasi segala persoalan kehidupan di dunia. Manusia
menjadi sentral kekuatan melalui otaknya. Karena itu pendidikan harus
mengutamakan otak ( kognitif dan daya nalar).
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada
kehidupan manusia.Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam
kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti.
74

Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain muncul, demikian
seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat
maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan
tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu
mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang
terakhir inilah bimbingan dan konseling sangat diperlukan.
Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya. Dengan
mengenal dirinya sendiri, mereka akan dapat bertindak dengan tepat sesuai
dengan kemampuan yang ada pada pada dirinya. Walaupun demikian, tidak
semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka
memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap
dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan bantuan tersebut dapat
diberikan oleh bimbingan dan konseling.
Pada kenyataannya, bimbingan dan konseling juga diperlukan, baik oleh
masyarakat yang belum maju maupun masyarakat yang modern. Persoalan-
persoalan yang timbul dalam masyarakat modern sangat kompleks. Makin
maju suatu masyarakat maka akan semakin kompleks persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh anggota masyarakatnya.
Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus
dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang
membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media
dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai
kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi lingkungannya.
Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan
dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara
75

dalam serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara guru


pembimbing / konselor dengan klien dengan tujuan agar klien itu mampu
memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling memegang peranan penting dalam
menunjang kependidikan di sekolah. Pelaksanaan bimbingan dan konseling
di sekolah menjadi pengarah terhadap minat siswa di sekolah dalam
menghadapi masalah di zaman modern yang sangat penuh dengan
tantangan. Akan tetapi, keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling
di sekolah ini tidak hanya bergantung pada kemampuan konselor atau guru
BKnya saja, melainkan juga tergantung pada kerjasama yang baik dari
semua pihak terkait seperti kepala sekolah, guru kelas, guru bidang studi
dan staf sekolah. Dari pihak-pihak tersebut diharapkan dukungan dan
kerjasama untuk mensukseskan pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah demi kelancaran proses belajar mengajar dan tercapainya tujuan
pendidikan.
Pada kenyataannya, di sekolah terdapat hambatan dan rintangan dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling yang merupakan problematika yang
harus segera diselesaikan. Ada beberapa hal yang menjadi masalah dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah diantaranya adalah
tanggapan pimpinan sekolah bahwa pelaksanaan tersebut tidak begitu
penting. Dan penanganan pendidikan pun diserahkan kepada wali kelas atau
guru, namun di lain pihak keduanya tidak memiliki keahlian dan waktu
untuk memberikan bimbingan kepada siswanya. Selain itu minimnya guru
BK yang tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada di sekolah tersebut
76

juga menjadi salah satu masalah dalam pelaksanaan bimbingan dan


konseling.
Latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah karena
adanya: kesadaran akan perlunya sistem pengajaran dan pelayanan
kependidikan yang berpusat pada kebutuhan dan karakteristik anak,
kesadaran akan perlunya penerapan konsep demokrasi dalam pendidikan,
kesadaran akan permasalahan individu dalam kehidupan masyarakat yang
selalu berubah dan berkembang, kesadaran akan persoalan yang akan
dihadapi dalam kehidupan mereka.

B. Arah Kerja Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan Konseling selama ini dikenal dekat dengan dunia
pendidikan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan sejarah berkembangnya
bimbingan dan konseling di Indonesia sehingga jika diamati maka
perkembangan bimbingan dan konseling cukup dominan dalam mewarnai
sejarah perkembangan BK di Indonesia. Namun demikian kajian tentang
bimbingan dan konseling tidak akan terlepas dari perkembangan
masyarakat (terutama ilmu pengetahuan dan teknologi) dan akan
berimplikasi pada mekanisme layanan bimbingan dan konseling. Era
millennia ketiga ditandai dengan munculnya fenomena global yang
merupakan dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan. Situasi seperti
ini akan berimplikasi pada pola kehidupan masyarakat dan perkembangan
ilmu pengetahuan yang dibarengi dengan teknologi. Sekat-sekat budaya
antar bangsa seolah tidak ada artinya lagi, sehingga sebagian masyarakat
dapat dengan mudah mengadopsi budaya lain menjadi budaya baru.
Perkembangan perspektif bimbingan dan konseling tidak terlepas dari
perubahan masyarakat sebagai akibat dari globalisasi. Fenomena global
ditandai dengan munculnya wacana dan kesadaran seperti; 1)
77

ketergantungan pada iptek; 2) perdagangan bebas; 3) fenomena kekuatan


global; 4) demokratisasi; 5) hak asasi manusia; 6) lingkungan hidup; 7)
kesetaraan gender; 8) multikulturalisme (Suyanto, 2007). Fenomena ini
memerlukan setting layanan bimbingan dan konseling yang berorientasi
pada pendekatan secara komprehensif, tidak parsial dan untuk
komunitas/individu tertentu.

C. Perkembangan Paradigma Bimbingan dan Konseling


Menurut American Heritage®Dictionary pemaknaan paradigma kurang
lebih adalah seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan
yang merupakan cara pandang dari suatu disiplin ilmu untuk melayani
masyarakat. Oleh karena itu, paradigma bimbingan dan konseling berarti
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan yang
merupakan cara pandang dari bimbingan dan konseling untuk melayani
masyarakat. Untuk itu, di dalam disiplin bimbingan dan konseling sudah
semestinya ada asumsi, konsep, nilai, dan seperangkat pelaksanaan yang
merupakan perspektif dalam melayani masyarakat.
Seperti dijelaskan di atas, bimbingan dan konseling merupakan suatu
profesi yang bersifat dinamis, artinya sebagai jenis bidang profesi yang
memberikan layanan kepada para pemangku kepentingan akan terus
berusaha mengikuti perubahan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh
para pemangku kepentingan. Berpijak dari hal ini maka tentulah terjadi
perubahan paradigma yang dipakai dalam melayani para pemangku
kepentingan. Hal itu karena setiap saat, dari waktu ke waktu, tantangan,
masalah dan kebutuhan masyarakat pada umumnya juga senantiasa
berubah. Masalah dan kebutuhan masyarakat yang semakin bervariasi juga
menuntut/berimplikasi pada bentuk layanan yang harus diberikan semakin
beragam jenisnya.
78

1. Kompetensi Konselor
Cavanagh (1982) mengajukan tesis bahwa konselor dibentuk melalui tiga
kompetensi yaitu kepribadian, pengetahuan dan keterampilan. Aspek
kepribadian merupakan titik tumpu untuk menopang dua aspek yang lain
(pengetahuan dan keterampilan). Namun demikian ketiga aspek memiliki
keterkaitan yang bersifat reciprocal dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Secara umum mekanisme untuk meningkatkan kualitas konselor
dipersiapkan melalui jalur pendidikan formal. Jalur formal menjadi salah
satu media bagi calon konselor untuk mengembangkan kemampuan
keterampilan dan pengetahuan dengan teori dan konsep. Realitas
menunjukkan bahwa sikap dan volunteerism (filantropi) konselor memiliki
derajat yang tinggi dalam membentuk kepribadian sebagai seorang helper.
Kecakapan konselor juga didukung oleh karakteristik konselor yang efektif
untuk menghadapi tantangan di masa mendatang yaitu, konselor yang
terbuka terhadap perubahan.
Seiring dengan perubahan pola dalam masyarakat, konselor dituntut peka
dalam memahami isu-isu dan perubahan social. Konselor diharapkan dapat
mengapresiasi terhadap pengaruh-pengaruh budaya. Dalam Naskah
Akademik kompetensi calon konselor meliputi kemampuan (a) memahami
konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik, konteks,
asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan
profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan yang dilandasi sikap,
nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Menurut Dahir dan
Stone (2009) telah terjadi perubahan paradigma di dalam bimbingan dan
79

konseling, khususnya dalam memberikan layanan kepada para pemangku


kepentingannya.
2. Orientasi teori konseling
Teori konseling pertama kali dimunculkan oleh Sigmund Freud yang
mengangkat teori Psikoanalisa (analytic approach) sebagai dasar proses
layanan konseling, secara berturut-turut diikuti oleh teori yang berorientasi
pada behavioristik, humanistic hingga post modern. Corey (2005)
memberikan kategorisasi teori konseling dalam lima kelompok besar.
Pertama, pendekatan analitik teori yang dibawa Freud menekankan bahwa
tingkah laku individu ditentukan oleh tiga struktur kepribadian, yaitu id,
ego dan super ego. Freud mengakui bahwa teorinya masih bersifat tentatif
dan terbuka untuk kritik (Nasarudin Umar, 2001: 50). Karen Horney
seorang ahli psikoanalisa memiliki pendapat yang berseberangan, Horney
menyetujui bahwa dalam perkembangan struktur kepribadian, faktor
lingkungan turut berpengaruh sedangkan menurut Freud perkembangan
struktur kepribadian semata-mata ditentukan oleh faktor biologis. Contoh ;
perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, Freud menitikberatkan pada
faktor phallocentric sedangkan Horney menitikberatkan pada faktor rahim
(gynocentric). Antara Freud dengan Horney memiliki persamaan yang
mendasar yaitu menekankan pada faktor anatomi biologis. Tokoh lain yang
turut serta mengembangkan teori ini adalah Adler. Kedua, pendekatan yang
menekankan pada hubungan dengan konseli yaitu pendekatan eksistensial,
person centered approach dan Gestalt. Ketiga pendekatan berorientasi pada
filosofi humanistic. Kualitas hubungan yang setara menjadi indikator utama
karena konseli memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sehingga
konselor tidak perlu secara aktif mengintervensi dan mengarahkan konseli.
Ketiga, pendekatan yang berorientasi pada aktivitas konseli. Beberapa teori
80

yang termasuk dalam kategori pendekatan ini adalah reality therapy,


behavior therapy, rational emotive behavior therapy dan cognitive therapy.
Keempat, perspektif system (systems perspective), yang termasuk dalam
pendekatan ini adalah terapi feminis (feminist therapy) dan family therapy.
Pendekatan berorientasi system menekankan pada pentingnya pemahaman
individu terhadap lingkungan yang mempengaruhi permasalahan itu terjadi.
Kelima. post modern approaches. Pendekatan post modern terdiri dari
social constractioinism, solution-focused brief therapy dan narrative
therapy.
3. Konseling berperspektif Multikultural
Penting untuk dipahami bahwa profesi konselor tidak akan lepas dari
pengaruh budaya konseli, hal ini dilandasi oleh konsep yang diajukan oleh
Segall (1990) bahwa adanya tingkah laku manusia yang dipandang dalam
konteks social budaya di mana tingkah laku/perilaku terjadi. Deskripsi ini
menggambarkan bahwa bagaimanapun juga framework terhadap individu
tidak dapat dipisahkan oleh pola kebiasaan tempat/asal individu sehingga
esensi latar belakang budaya konseli menjadi salah satu instrument penting
untuk memahami individu.
Koseling dalam perspektif multicultural diarahkan pada upaya konselor
untuk memahami latar belakang budaya konseli sehingga konselor tidak
mengemas budayanya sendiri untuk dipakai sebagai system nilai yang harus
di pahami oleh konseli. Okun (2002) menyebutkan bahwa model
multicultural memiliki dasar-dasar pola berpikir ilmiah yang ditunjukkan
dengan asumsi bahwa kondisi sosio cultural ikut bertanggung jawab
terhadap permasalahan yang dihadapi oleh individu. Kultur memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam membentuk perilaku dan akan membantu
dalam proses penyelesaian permasalahan. Setiap setting budaya memiliki
81

ciri-ciri khusus dalam upaya problem solving, karena setiap memiliki


karakteristik yang berlainan dalam strategi menghadapi masalah. Paradigma
konseling selama ini berkiblat dari budaya barat sehingga untuk
mengadopsi diperlukan penyesuaian dengan kultur local.
Corey (2006: 23) menjelaskan bahwa bagian terpenting dalam konseling
adalah menjadi konselor yang efektif. Konselor yang efektif dapat dicapai
dengan mempelajari bagaimana memperhatikan perbedaan-perbedaan isu
dan mampu mempraktekkan konseling secara tepat dari sudut pandang
klien. Peranan konselor adalah membantu membuat keputusan sesuai
dengan sudut pandang klien. Konselor yang memiliki perspektif
multikultural akan secara efektif memahami kondisi budaya dan sosial
politik klien. Pemahaman ini dimulai dengan membangun kesadaran nilai-
nilai budaya, bias dan sikap yang ditunjukkan klien. Corey (2005: 24)
mengemukakan bahwa dalam konseling multikultural memiliki tiga
dimensi kompetensi, yaitu keyakinan dan sikap; pengetahuan; keterampilan
dan strategi intervensi.
Keyakinan dan sikap konselor menyangkut persoalan bias personal, nilai-
nilai dan masalah yang akan dihadapi serta kemampuan bekerja dalam
perbedaan budaya, sedangkan faktor pengetahuan menyangkut kemampuan
membangun komunikasi personal secara profesional untuk memberikan
layanan kepada klien dengan pemahaman latar belakang budaya yang
beragam. Kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah ketrampilan
memakai metode dan strategi konseling secara konsisten dalam latar
perspektif budaya yang bervariatif agar mendukung efektivitas konseling.
4. Memasukkan Nilai Spiritualitas
Dimensi spiritual merupakan salah satu perspektif yang dimasukkan
dalam proses konseling. Cara pandang ini sebenarnya telah dimulai sejalan
82

dengan berkembangnya teori dan pendekatan konseling dan psikoterapi,


tetapi pada saat itu perspektif spiritual belum menjadi indicator penting
untuk dijadikan sebagai salah satu komponen dalam proses konseling.
Pendekatan behavioristik yang memiliki pandangan secara mekanis dan
deterministic, memandang unsur spiritualitas sebagai dampak dari
perkembangan sebuah ilmu pengetahuan (pandangan dari JB Watson). Akal
pikir manusia yang mampu menembus batas-batas dimensi ruang dan
waktu merupakan penyebab lahirnya konsep tersebut.
Secara kontekstaual dapat dijelaskan bahwa era Watson merupakan
zaman pencapaian puncak ilmu pengetahuan yang mengagungkan rasio
sebagai ukuran ketuhanan sehingga menganggap nilai religi sebagai bagian
dari efek perkembangan ilmu pengetahuan. Skinner berpendapat bahwa
religiusitas adalah hasil dari stimulus yang diperkuat, artinya stimulus-
stimulus terhadap unsur dan kebiasaan yang berorientasi pada ketuhanan
diharapkan mendapatkan dukungan positif dari masyarakat dan Negara.
Berbeda dengan Watson dan Skinner, Miller (2003) unsure spiritualitas
sebagai upaya untuk membantu individu berubah, berkembang dan
berkontribusi positif kepada masyarakat.
Religi dapat mendorong secara maksimal pandangan hidup seseorang
untuk mencapai kebahagiaan, di samping itu bertujuan untuk membantu
mengembangkan individu dalam pandangan terhadap self dan kematangan.
Miller juga memberikan penekanan bahwa proses konseling yang
bernuansa religi dapat membantu mengembangkan potensi individu.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan dimensi religi
merupakan terminal bagi upaya penyelesaian masalah. Titik sentral
konseling dalam dimensi spiritualitas adalah dengan mengembangkan
83

praktik religiusitas (berdoa dan bergabung dengan komunitas yang


mengembangkan nilai religi) (Miller 2003).
5. Asosiasi Profesi sebagai Kekuatan
Profesi bimbingan dan konseling dapat berkembang manakala ada dari
pelaku profesi untuk dapat eksis dalam organisasi profesi (asosiasi). Fungsi
lembaga ini adalah mengatur dan memberikan jaminan secara professional
berkaitan dengan dimensi konsep, etik dan legalitas sebuah profesi.
Bimbingan dan Konseling di Indonesia saat ini telah memiliki wadah
profesi yang disebut Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) yang memiliki beberapa divisi. ABKIN selain bertanggung jawab
untuk menata konsep teoretik bimbingan dan konseling, memiliki
kewenangan untuk menetapkan standar profesi dan mengatur legalitas
profesi bimbingan dan konseling. Keterlibatan masyarakat yang memiliki
minat di bidang bimbingan dan konseling merupakan asset yang tidak dapat
diabaikan oleh ABKIN untuk senantiasa berbenah dan membangun
kekuatan profesi.

Arah perkembangan bimbingan dan konseling adalah pencapaian standar


professional. Indikator profesionalisasi dalam konseling penguasaan standar
kompetensi konselor memiliki kepribadian, pengetahuan dan keterampilan
yang mantap. Profesionalisasi bimbingan dan konseling diarahkan untuk
membangun komitmen pada kerangka kolaboratif dengan berbagai elemen
dalam masyarakat. Profesionalisasi secara personal ditunjukkan dengan
pendekatan yang dikuasai secara matang, memiliki karakteristik dan figur
sebagai konselor yang mampu menunjukkan etika dan kualitas moral yang
baik. Dalam memberikan layanan konseling, konselor mampu memakai
beragam perspektif dalam mengembangkan potensi konseli.
84

DAFTAR PUSTAKA

Cavanagh, ME. (1982). The Counseling Experience : A Theoritical and


Practical Approach. Belmont. Wadsworth, Inc.

Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (7th


ed.) Belmont. Brooks/Cole. Thomson Learning, Inc.
Corey, M. S. & Corey, G. (2006). Groups Process and Practice. (7th edition).
Belmont. Thomson Brooks/Cole.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Penataan Pendidikan


Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam
Jalur Pendidikan Formal. Diperbanyak oleh Jurusan PPB FIP UPI untuk
lingkungan terbatas.
Dirjen PMPTK, (2007). Naskah Akademik : Penataan Pendidikan Profesional
Konselor dan dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Gibson, R.L. dan Mitchell, M.H. 2001. Bimbingan dan Konseling. Alih
Bahasa oleh Yudi Santoso dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irman, M. & Wiyani, N.A. 2014. Bimbingan dan Konseling: Teori dan
Aplikasi di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Miller, G. (2003). Incorporating Spirituality in Counseling and Psychotherapy
: Theory and Technique. Canada. John Wiley & Sons, Inc.

Okun, Barbara F. (2002). Effective Helping : Interviewing and Counseling


Techniques. (6th ed.). Canada. Wadsworth Group.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 tahun 2014


tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Kemendikbud RI.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 tahun 2014


tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Kemendikbud RI.
Romlah, T. 2006. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
85

Rusmana, N. 2009. Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode,


Teknik, dan Aplikasi). Bandung: Rizqi.

Supriatna, M. (Editor). 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.


Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: Rajawali
Press.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Kemendikbud RI.

Anda mungkin juga menyukai