Anda di halaman 1dari 5

kasus pembunuhan ibu dan anak di Jalan Cagak, Kabupaten

Subang, Jawa Barat.

Yoris Raja Amanullah (34) dan Muhammad Ramdanu alias Danu (21) kini didampingi kuasa
hukum. Yoris merupakan anak dari Tuti Suhartini (55) dan kakak dari Amalia Mustika Ratu (23)
yang merupakan korban pembunuhan.

Achmad Taufan selaku kuasa hukum dari Yoris dan Danu mengatakan saat ini pihaknya
langsung terjun ke lapangan untuk melihat dan mengetahui kondisi secara langsung terhadap
perkara tersebut. “Jadi Senin kemarin kami sudah tanda tangan surat kuasa. Kini, kami
bertanggung jawab selaku kuasa hukum, oleh karena itu kami turun langsung untuk menemui
kedua klien kami,” ucap Achmad.

Setelah menemui kedua kliennya, kuasa hukum akan langsung melakukan investigasi di
lapangan dan ingin menanyakan kepada beberapa saksi untuk mencari petunjuk yang nantinya
akan membantu pihak kepolisian.
“Tujuannya adalah pasti kami akan investigasi kebenaran-kebenaran mencari info-info, kami
juga harus turut membantu kepolisian untuk mencari siapa sebenarnya pelaku yang benar-benar
valid,” katanya. Menurut Achmad, diharapkan dalam waktu dekat kasus perampasan nyawa Tuti
serta Amalia akan dapat terungkap oleh pihak kepolisian.
“Kalau ada sesuatu yang mengganjal, kami juga akan menyampaikan kepada pihak kepolisian,
dengan harapan upaya kami ini membantu polisi siapa pelaku sebenarnya,” ujar Achmad.

Kasus pembunuhan ibu dan anak ini terjadi pada 18 Agustus 2021. Mayat dua perempuan itu
ditumpuk di dalam bagasi mobil Alphard. Sudah lebih dari dua bulan kasus perampasan nyawa
ibu dan anak tersebut pihak kepolisian masih terus berupaya untuk mengungkap kasus itu.
Sejauh ini, sudah 54 saksi dalam pengungkapan kasus sudah dimintai keterangan oleh pihak
kepolisian. (idr/vry/radarcirebon)

Dapatkah pelaku pembunuhan di Subang dijerat pasal 340 KUHP yang pertanggungjawabannya
bisa sampai hukuman pidana mati, atau seumur hidup, atau paling lama dua puluh tahun?

Berikut ini penjelasan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono dan Kabag
Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan

Menurut keterangan terbaru, Polri hingga kini masih menyelidiki kasus pembunuhan ibu dan
anak di Subang. Adalah Amalia Mustika Ratu (23) dan Tuti Suhartini yang ditemukan tewas
dalam kondisi tanpa busana di bagasi mobil mewah Alphard di rumahnya di Jalancagak,
Kabupaten Subang.
Disebutkan bahwa polisi kini tengah mengumpulkan berbagai bukti untuk memastikan pihaknya
mengumumkan tersangka. 

Sementara itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan
kasus tersebut diduga merupakan pembunuhan berencana.

Hal tersebut sesuai dengan analisa dan pemeriksaan terhadap para saksi oleh polisi.

"Kasus tindak pidana pembunuhan berencana. Penyidik menyimpulkan kasus ini merupakan
diduga tindak pidana pembunuhan dan direncanakan. Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP,"
terang Ramadhan, Jumat 17 September 2021.

Sebelumnya, lamanya penanganan kasus pembunuhan di Subang ini telah menimbulkan


spekulasi bermacam-macam, hingga bahkan ada satu pakar hukum yang lantang menyuarakan
agar Yosef, ayah Amalia Mustika Ratu, ditetapkan tersangka, berdasarkan beberapa analisa.
Kasus Penipuan Love Scam Marak Terjadi di Media Sosial, PPATK
Ungkap Dua Golongan Modusnya

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan dua modus
penipuan Love Scam yang sering terjadi di media sosial.

Diketahui Love Scam adalah tindak kejahatan penipuan berkedok percintaan yang dilakukan
melalui media sosial.

Secara garis besar PPATK menggolongkan modus Love Scam menjadi dua.

Dikutip dari unggahan akun Instagram resmi @ppatk_indonesia pada Jumat (6/8/2021), modus
pertama yakni pelaku seolah-olah sedang mengembangkan usahanya sehingga membutuhkan
tambahan modal.

Pelaku membujuk korban untuk memberikan pinjaman dana untuk modal dan berjanji akan
mengembalikan dana tersebut berikut keuntungannya.

Selanjutnya korban akan mengirimkan dana ke rekening pelaku atau pihak lain yang ditunjuk
pelaku.

Pada umumnya permintaan dana akan terus berulang sampai korban sadar dirinya tertipu.

Karena pelaku tidak bisa dihubungi dan tidak ada pengembalian dana atau keuntungan
sebagaimana dijanjikan.

Sementara pada modus kedua pelaku akan merayu korban untuk mengirimkan foto bagian-
bagian tubuh korban.
Setelah foto terkirim, pelaku akan meminta korban mengirimkan sejumlah uang. Apabila korban
keberatan untuk mengirimkan uang, pelaku akan mengancam korban untuk menyebarkan foto ke
media sosial.

Meski korban sudah melaporkannya ke pihak berwajib seperti polisi atau PPATK.

Karena biasanya pelaku akan langsung mengambil uangnya setelah dikirim.

Selain itu pelaku juga menggunakan identitas palsu sehingga sulit untuk dideteksi.

Untuk itu perlu adanya kerja sama dengan kepolisian, terutama interpol untuk menangkap para
pelaku Love Scam ini.

Mengingat mayoritas pelaku biasanya berasal dari luar negeri atau warga negara asing.

"Kalau sudah menjadi korban itu agak sulit ya, misalnya mereka tetap ngadu ke pihak penegak hukum ke
polisi atau seperti ke PPATK itu agak sulit memang untuk." "Karena uangnya begitu dikirim langsung
diambil dan pelakunya itu biasanya menggunakan idetitas palsu ya. Paling ya kita bekerja sama
dengan kepolisian, interpol lah ya, kepolisian secara internasional untuk mengejar para pelaku
kejahatan seperti itu," pungkasnya.

Lebih lanjut ia memaparkan beberapa persoalan hukum terkait love scam. Ia menilai pencegahan
terhadap kasus love scam di tanah air masih terbilang lemah. Sementara itu, penegakan hukum
juga belum konsisten, pengawasan yang tidak berkelanjutan hingga permasalahan data yang
tidak lengkap.

Kondisi tersebut  menjadikan tidak sedikit kasus love scam yang tidak dapat terselesaikan.
Ditambah dengan permasalahan budaya yaitu persepsi yang sangat kuat terhadap seksualitas dan
seterotipe menyebabkan korban love scam menjadi korban kembali.
Wiyanti menegaskan risiko love scam bisa dicegah dengan adanya peraturan yang kuat.
Disamping itu, juga adanya intervensi dalam upaya pencegahan seperti literasi digital pada
perempuan, promosi perlindungan, mekanisme pengaduan, perubahan peraturan dan lainnya.

“Ini harusnya masuk dalam bagian isu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan ada payung
hukum baru karena kalau mengacu peraturan yang ada itu tidak bisa,” terangnya.

Sementara Dosen FISIP UIN Walisongo Semarang, Nur Hasyim, M.A., yang juga pemerhati
gender menyebutkan bahwa love scam merupakan tindakan kekerasan karena mengandung unsur
pemaksaan kehendak, manipulasi, serta eksploitasi. Korban love scam yang mengalami
eksploitasi seksual menunjukkan gejala kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, stres,
bahkan depresi.

Nur Hasim mnjelaskan  love scam dapat dialami oleh siapa saja. Namun demikian, perempuan
terutama janda maupun wanita yang menjalani hidup sendiri merupakan kelompok yang
memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban love scam.

“Norma gender tradisional juga menjadikan mereka rentan menjadi korban love scam,”
terangnya.
Guru Pesantren di Bandung Cabuli 3 Santriwati dengan Modus Ajarkan
Tenaga Dalam, Korban Dipijat hingga Tak Sadar.

Kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru pesantren kepada 13 santriwatinya kini
tengah menjadi sorotan publik.

Aksi keji ini dilakukan oleh guru sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Al-Ikhlas,
Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru, Kota Bandung.

Tersangka pencabulan, Herry Wirawan (HW) kini telah diamankan dan ditahan di Rutan
Kebonwaru, Bandung.

Dalam menjalankan aksi bejatnya tersebut, Herry Wirawan melakukannya di berbagai tempat.

Pelaku mencabuli korban mulai dari pondok pesantren, hotel hingga di salah satu apartemen
yang ada di kota Bandun

Menurut keterangan warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Al-Ikhlas ini, Herry Wirawan
dikenal sangat tertutup.

Pelaku terlihat tak bersosialisasi, bahkan sejak awal pandemi Covid-19 warga sekitar tidak
melihat adanya kegiatan di pondok pesantren tersebut

Akibat dari perlakuan tak terpujinya itu kini delapan korban telah melahirkan dengan jumlah sembilan
bayi, karena ada satu korban yang melahirkan lebih dari satu anak.

Untuk mengelabui para korban agar tak menolak ajakannya, Herry Wirawan sempat menjanjikan
beberapa hal.

Diantaranya yaitu dijadikan sebagai polwan, diangkat sebagai pengurus pesantren, dan
membiayai hidup serta kuliah para korban.

"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan anak korban polisi wanita. Terdakwa menjanjikan
akan membiayai kuliah dan mengurus pesantren," ujar jaksa

Kasus oknum guru pesantren di Kota Bandung terancam hukuman penjara 15 tahun setelah
dikenai pasal berlapis akibat kasus dugaan pencabulan terhadap belasan santri.

Kasus dugaan cabuli belasan santri yang dilakukan oleh oknum guru pesantren tersebut telah
disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung sejak Kamis, 11 November 2021.

aksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung Agus Mudjoko mengatakan bahwa beberapa korban
disetubuhi oleh guru pesantren (HW) tersebut secara berulang-ulang.

"Yang lain disetubuhi berulang kali," kata Agus Mudjoko dikutip dari galamedia.com.

Agus menyatakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh HW sejak 2016 - 2021 dan memakan
korban sebanyak 14 orang santri yang kini mengalami trauma berat 

Atas kasus tersebut, HW didakwa oleh JPU Agus Murjoko dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 81
ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 Tahun
penjara.

Kabarnya, saat ini HW oknum guru pesantren yang melakukan tindakan asusial cabuli belasan
santri telah dinyatakan sebagai terdakwa dan ditahan di Rutan Kebonwaru Bandung

Anda mungkin juga menyukai