Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HEPATITIS B
RSUD ULIN BANJARMASIN

Oleh :
Muhammad Redyansyah
P07120220027

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARMASIN
2022
I. Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan
infeksi virus hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah
ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV.
Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang
dan kerusakan pada hepar
II. Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama
kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama
antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.Virus hepatitis B berupa partikel
dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas
antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA
VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg)
dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo
protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi
4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting,
karena menyebabkan perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus
hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam
nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian
terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau
minimal maka terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah
sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati
disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi
hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan
fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan
terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak
teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan
septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

III. Faktor Predisposisi

Faktor Host (Penjamu)


Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan
anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya
umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah
23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%. 8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk
antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada
bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun
belum berkembang sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual
dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian
tatto, pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter
bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium
dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material
manusia (darah, tinja, air kemih).

Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam
penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype
ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia,
Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.

Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam
IV. Sumber dan Cara Penularan
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui
nyamuk atau serangga penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui
tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan
tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar
virus hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara
penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar
negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui
hubungan seksual.

V. Tanda dan Gejala

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis


hepatitis B dibagi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih
menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati
(kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali
dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada
minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan
laboratorium menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan
berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan
gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil
yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran
cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai
gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.

Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap


individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme,
untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan
VHB. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami
Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukkan perbaikan yang mantap.

VI. Patofisiologi

Patofisiologi hepatitis B terdiri dari empat fase, yaitu fase imunotoleran,


imunoaktif, serokonversi, dan resolusi.[1,2]
Fase Imunotoleran

Fase imunotoleran ditandai oleh respons imun yang terbatas terhadap virus
sehingga hanya terjadi peningkatan minimal aminotransferase serum dan penanda
inflamasi sel hati walaupun HBsAg, HBeAg, dan HBV DNA (Hepatitis B Virus
Deoxyribonucleic Acid) dalam serum tinggi. Pada fase ini, virus bereplikasi
secara aktif, namun kelainan secara histologi masih minimal. [2]

Fase Imunoaktif

Pada fase imunoaktif terjadi fluktuasi kadar HBV DNA dan peningkatan respons
sel imun serta kadar aminotransferase dan penanda inflamasi hepatosit. Pada fase
ini terjadi respons sel imun bawaan dan didapat terhadap HBV yang berujung
pada destruksi hepatosit yang terinfeksi, secara histologi dapat ditemukan aktivitas
nekroinflamasi pada sel hati [2]

Fase imunoaktif dapat berlangsung hingga bertahun-tahun jika respons imun tidak
cukup kuat untuk membersihkan virus dari tubuh pejamu.

Fase Serokonversi atau Imun Kontrol

Fase ketiga adalah fase serokonversi atau Immune Control ditandai oleh
terbentuknya anti-HBe. [4] Probabilitas serokonversi HBeAg semakin meningkat
pada individu dengan kadar aminotransferase yang lebih tinggi. [5]

Pada fase serokonversi, terdapat tiga kemungkinan nasib perjalanan penyakit


hepatitis B:

Penurunan replikasi virus disertai penurunan aminotransferase dan kadar HBV


DNA yang rendah (hepatitis B inaktif)
Seroreversi ke HBeAg positif dan kembali ke fase imunoaktif (terjadi pada 10-
40% kasus hepatitis B)
Kadar HBV DNA tetap tinggi, ALT tetap tinggi, namun HBeAg negatif (terjadi
pada 20% kasus)[1]
Fase Resolusi

Fase keempat merupakan fase resolusi di mana terjadi bersihan HBsAg dan
pembentukan anti-HBs.[1-5]

VII. Pemeriksaan Penunjang

Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis


seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala
baru dapat diketahui pada waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk
pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
a. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang
dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif,
artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B
akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan
menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti
hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.
HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.
b. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan
adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan
terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti
seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini
juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-
HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis
B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
c. HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai
positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut.
Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi
hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan
infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun
janinnya.
d. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh.
Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-
replikatif.
e. HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel
hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari
inti VHB.
f. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu
IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi
akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi
kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif
dan terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan
perburukan penyakit semakin besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis
B-nya aktif dan memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah
protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging),
untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien
calon yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi

VIII. Penatalaksanaan

Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita
tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus
hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan
sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat.Pemakaian obat-
obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi
penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai
risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin
K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan
dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus
antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila
tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis virus, yang perlu dilakukan
ialah pada ibu hamil yang HBsAg positif bayinya perlu dilindungi dengan segera
sesudah lahir sedapat mungkin dalam waktu dua jam bayi diberi suntikan HBSIG
dan langsung divaksinasi dengan vaksin hepatitis B . Pemberian HBIG hanya pada
ibu yang selain HBsAg pasitif, HBe nya juga positif. Vaksin ini diulangi lagi
sampai 3 kali dengan interval satu bulan atau sesuai dengan skema vaksin yang
digunakan. Selain itu pada kasus seperti ini para dokter dan tenaga medis harus
diberi vaksin juga. Pengelolaan secara konservatif adalah terapi pilihan untuk
penderita hepatitis virus dalam kehamilan. Prinsipnya ialah suportif dan
pemantauan gejala penyakit.
Pada awal periode simptomatik dianjurkan :
1. Tirah baring
pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak
tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali pada mereka dengan
umur tua dan keadaan umum yang buruk
2. Diet
Tidak ada larangan spesifik terhadap makanan tertentu bagi penderita penyakit
hepatitis. Sebaiknya semua makanan yang dikonsumsi pasien mengandung cukup
kalori dan protein. Satu-satunya yang dilarang adalah makanan maupun minuman
beralkohol. jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori
(30 – 35 kalori / kg BB) dengan protein cukup (1 g / kg BB). Pemberian lemak
seharusnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak,
karena disamakan dengan kandung empedu.
2. Medikamentosa :
a. Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem imun tubuh
sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit, atau sel kanker.
Ada tiga jenis interferon yang memiliki efek antivirus yaitu :
• interferon alfa,
• interferon beta
• interferon gamma.
Efek antivirus yang paling baik diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa bekerja
hampir pada setiap tahapan replikasi virus dalam sel inang. Interferon alfa digunakan
untuk melawan virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Interferon diberikan melalui
suntikan. Efek samping interferon timbul beberapa jam setelah injeksi diberikan.
Efek samping dari pemberian interferon diantaranya adalah :
• rasa seperti gejala flu
• demam
• mengigil
• nyeri kepala
• nyeri otot dan sendi.
Setelah beberapa jam, gejala dari efek samping tersebut mereda dan hilang. Efek
samping jangka panjang yang dapat timbul adalah gangguan pembentukan sel darah
yaitu menurunnya jumlah sel granulosit (granulositopenia) dan menurunnya jumlah
trombosit (trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.
b. Lamivudin : Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang menghambat enzim
reverse transcriptase yang dibutuhkan dalam pembentukan DNA. Lamivudin
diberikan pada penderita hepatitis B kronis dengan replikasi virus aktif dan
peradangan hati. Pemberian lamivudin dapat meredakan peradangan hati,
menormalkan kadar enzim ALT dan mengurangi jumlah virus hepatitis B pada
penderita.
Terapi lamivudin untuk jangka panjang menunjukkan menurunnya resiko fibrosis,
sirosis dan kanker hati. Namun lamivudin memiliki kelemahan yang cukup vital yaitu
dapat menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang mungkin muncul dari pemberian lamivudin antara lain:
• rasa lemah
• mudah lelah
• gangguan saluran pencernaan
• mual, muntah
• nyeri otot
• nyeri sendi
• sakit kepala
• demam, serta kemerahan.
Efek samping yang berbahya lainnya adalah radang pankreas, meningkatnya kadar
asam laktat, dan pembesaran hati. Namun umumnya efek samping tersebut dapat
ditolerir oleh pasien. Terapi lamivudin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil..
c. Adepovir dipivoksil : Adepovir dipivoksil berfungsi sebagai penghenti proses
penggandaan untai DNA (DNA chain terminator), meningkatkan jumlah sel yang
berperan dalam sistem imun (sel NK) dan merangsang produksi interferon dalam
tubuh. Kelebihan adepovir dipivoksil dibandingkan dengan lamivudin adalah jarang
menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain:
• nyeri pada otot
• punggung
• persendian dan kepala.
Selain itu terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual atau diare,
gejala flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan kadar alanin aminotransfrase.
Gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada dosis berlebih.
d. Entecavir : Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang
dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah jarang
menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka panjang.
Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah :
• nyeri kepala
• pusing
• mengantuk
• diare
• mual
• nyeri pada ulu hati dan insomnia
e. Telbivudin : Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi telbivudin
diberikan pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus dan peradangan hati yang
aktif. Telbivudin berfungsi menghambat enzim DNA polymerase yang membantu
proses pencetakan material genetic (DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum
didukung data yang cukup bahwa telbivudin aman bagi ibu hamil, sebaiknya terapi
telbivudin tidak diberikan pada ibu hamil mupun menyusui.

f. Efek samping dari terapi telbivudin antara lain :


• mudah lelah
• sakit kepala
• pusing
• batuk
• diare
• mual
• nyeri otot, dan rasa malas.
Vitamin K dapat diberikan pada kasus dengan kecenderungan pendarahan. Bila pasien
dalam keadaan prekoma atau koma, penagannn seperti pada koma hepatik.

IX. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu
makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit
kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
5. Pengkajian Kesehatan
a. Aktivitas
• Kelemahan
• Kelelahan
• Malaise
b. Sirkulasi
• Bradikardi (hiperbilirubin berat)
• Ikterik pada sklera, kulit, membran mukosa
c. Eliminasi
• Urine gelap
• Diare feses warna tanah liat
d. Makanan dan Cairan
• Anoreksia
• Berat badan menurun
• Mual dan muntah
• Peningkatan oedema
• Asites

e. Neurosensori
• Peka terhadap rangsang
• Cenderung tidur
• Letargi
• Asteriksis
f. Nyeri / Kenyamanan
• Kram abdomen
• Nyeri tekan pada kuadran kanan
• Mialgia
• Atralgia
• Sakit kepala
• Gatal (pruritus)
g. Keamanan
• Demam
• Urtikaria
• Lesi makulopopuler
• Eritema
• Splenomegali
• Pembesaran nodus servikal posterior
h. Seksualitas
• Pola hidup / perilaku yang meningkatkan resiko terpajan

B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
hepatitis:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen, asites, penurunan ekspansi paru karena kehamilan.
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari agent virus

C. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2.
a. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
b. Intervensi
1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan
tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan
menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak
sedap yang menurunkan nafsu makan.
4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan
5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
a. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak
meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
b. Intervensi
1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan
untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh
karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada
individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih
efektif mengurangi nyeri.
2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
• Akui adanya nyeri
• Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan
bahwa ia mengalami nyeri
3) Berikan informasi akurat dan
• Jelaskan penyebab nyeri
• Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri
yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien
yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek
hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk
mengurangi nyeri.
4. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar.
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
b. Intervensi
1) Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
2) Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya
2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu
timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi
kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh
melalui penguapan
4) Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan
jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam
kulit.

5. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap


hepatitis
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi kelelahan yang berlebihan
b. Intervensi
1) Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung
lebih tenang
2) Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga
metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
3) Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-
kemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang
sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang
kurang penting
4) Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu
puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan
keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang
dapat menimbulkan keletihan
5) Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap
asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan


pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
a. Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
b. Intervensi
1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
 Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril,
lanolin)
 Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung
syaraf
2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan
dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan
sensitivitas melalui vasodilatasi
3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan
kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak
pruritus
4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan

7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan


intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru karena kehamilan.
a. Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
b. Intervensi
1) Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi
cairan dalam abdomen
2) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
3) Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan
meminimalkan ukuran sekret
4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia

8. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular


dari agent virus
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
b. Intervensi
1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk
menangani semua cairan tubuh
• Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
• Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
• Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat,
jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh
dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang
terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi
infeksius dan mencegah transmisi penyakit
3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan
pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi
infeksi
4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan
yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan
kemungkinan orang lain terinfeksi
D. Evaluasi
1. Kebutahan nutrisi terpenuhi
2. Rasa nyeri hilang atau berkurang
3. Suhu tubuh dalam batas normal
4. Kien menunjukan kekuatan untuk melakukan ADL
5. Tidak terjadi gangguan integritas kulit
6. Pola nafas efektif
7. Terjadi penurunan risiko transmisi infeksi

Anda mungkin juga menyukai