Bab 2
Bab 2
id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tuberkulosis Paru
a. Definisi
b. Epidemiologi
Bahar, 2009a).
wanita dan pria dengan prevalensi yang hampir sama, namun infeksi ini
lebih banyak ditemukan pada wanita dan pria yang berada di usia
c. Etiologi
terhadap asam. Bakteri ini tahan terhadap asam serta berbagai bentuk
kondisi fisis dan kimia dikarenakan hingga 60% bagian dinding selnya
mengandung asam lemak. Dinding sel bakteri ini tidak hanya tinggi
(2010) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan sifat dari bakteri ini yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dapat dormant untuk waktu yang lama, guna menunggu hingga kondisi
Bakteri ini tahan berada dalam dahak meski sudah dikeluarkan serta di
udara untuk jangka waktu yang cukup lama. Hal ini yang semakin
18 jam yang tentunya sangat berbeda dengan bakteri lain yang hanya
d. Cara Penularan
inhalasi droplet nuclei dari penderita TB, sehingga tempat inisiasi dari
e. Patogenesis
bakteri yang masuk akan dibersihkan oleh makrofag, namun ada yang
dalam makrofag. Bakteri ini ada yang dapat bertahan dalam makrofag
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
fusi dari fagosome dengan lisosom (Price dan Wilson, 2005; Knechel,
maupun hematogen (Price dan Wilson, 2005; Amin dan Bahar, 2009a;
Levinson, 2010).
dimulai dari lesi pada bagian apikal paru, hal ini dapat dipicu oleh
lain yang melemahkan daya tahan tubuh penderita. Lesi yang semula
f. Gambaran Klinis
menjadi penyebab ada atau tidaknya gambaran klinis pada pasien TB.
pembuluh darah.
penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, konjungtiva dan kulit
Kelainan lesi pada penderita TB sering didapat pada bagian apeks paru.
Hasil perkusi redup dengan suara nafas bronchial dan ronki sebagai
luas, namun bila sudah disertai penebalan pleura maka suara nafasnya
menjadi vesicular. Pada kavitas yang cukup besar akan didapati hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perkusi timpani. Perkusi pekak disertai suara nafas yang sangat lemah
tidak tegas dengan kavitasi pada bagian atas dan tengah lobus paru, hal
ini terjadi karena lebih tingginya kadar O 2 pada lobus paru bagian atas.
Amin dan Bahar (2009a), Depkes (2009) uji BTA sputum ini selain
pasien berkunjung pertama kali, dahak pagi hari yang diambil di rumah
pasien segera setelah bangun tidur, dan dahak sewaktu diambil pada
BTA pun sulit didapatkan, kriteria untuk BTA sputum positif adalah
kulturnya.
h. Penatalaksanaan
bergizi, serta istirahat yang cukup, namun pendekatan ini dirasa belum
yang tidak memiliki sifat bakterisid (Tanu, 2009; Kherad et al., 2009).
2009b).
penatalaksanaan TB ialah:
yang mana basilnya masih peka dan salah satunya harus obat
2009b).
(BTA +), TB paru lain yang berat dengan (BTA ) tetapi kelainan
paru luas.
Apabila setelah 2 bulan fase inisial, BTA masih positif maka fase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
fase lanjutan.
H dan E.
inisial, BTA masih positif maka fase inisial dengan R,H,Z, dan E
a. Evaluasi Penatalaksanaan TB
pemeriksaan, di antaranya:
kurang.
ditetapkan.
mellitus.
sehingga seringkali bila pasien sudah merasa sembuh maka pasien akan
Diabetes mellitus maupun koinfeksi HIV juga tidak boleh lepas dari
3. Diabetes mellitus
a. Definisi
metabolisme dari karbohidrat, lemak, dan protein akibat dari defek pada
Purnamasari, 2009).
b. Epidemiologi
Hal ini terjadi karena adanya perubahan pola makan mengikuti budaya
barat yang mengandung protein, lemak, gula, garam tinggi dengan serat
yang semula 150 juta orang di tahun 2000 dapat menjadi 300 juta orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4) Diabetes gestasional
d. Penegakan Diagnosis
polifagia, serta penurunan berat badan tanpa kausa yang jelas. Gejala
lain yang tidak termasuk dalam gejala utama seperti kesemutan, luka
mmol/l)
2) 126 mg/dl (7
mmol/l)
e. Penatalaksanaan
digunakan apabila pada pasien kadar gula darahnya tetap tidak dapat
Soebardi, 2009).
f. Pencegahan
1) Pencegahan primer
2) Pencegahan sekunder
3) Pencegahan tersier
dari komplikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Sistem imunitas
tuberculosis
Venty, 2011)
mellitus
b. Gambaran klinis
hal ini disebabkan oleh defek imunitas yang turut menyertai kondisi
Venty, 2011).
c. Penatalaksanaan
2007).
akibatnya efektivitas OAD golongan ini akan menurun, oleh karena itu
jika dibanding dengan yang tanpa Diabetes mellitus hanya sekitar 50%
uji konversi BTA sebaiknya dilakukan pada bulan ke-2, 4, dan 6 selama
sudah terjadi konversi BTA sputum pasien dari yang semula positif
tampak dengan uji konversi BTA yang tetap positif disebabkan oleh
Alisjahbana, 2007). Oleh karena itu, diperlukan perhatian yang lebih dari
B. Kerangka Pemikiran
Hiperglikemia kronis
1. Kepatuhan pasien
mengkonsumsi obat
2. Ketepatan dosis pengobatan
Gambaran klinis pada pasien TB
3. Jangka waktu pengobatan
disertai Diabetes mellitus
4. Penyakit lain (HIV/AIDS)
semakin memburuk dengan
5. Usia pasien
6. Gaya hidup, status gizi, dan penurunan respon terhadap terapi
pola makan pasien
Menyebabkan
(variabel independen)
Menyebabkan
(variabel luar & perancu)
Menurunkan
C. Hipotesis
Ada hubungan Diabetes mellitus dengan hasil uji konversi BTA sputum