Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA 2


(HKKK 646P)

PERCOBAAN 3
DISTILASI BATCH

DOSEM PEMBIMBING : DR. ISNA SYAUQIAH, S.T., M.T.

OLEH :
KELOMPOK XII (DUA BELAS)
NOOR KHUZAIMAH 1710814120017
RAFIQ HIDAYAT 1710814210011
MAURA AULIA DAUD 17100814320010

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2020
ABSTRAK

Distilasi adalah operasi pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau
kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Setiap bahan kimia atau larutan akan menguap pada titik
didihnya, di mana zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih dahulu menguap. Suatu larutan
biner secara teori akan lebih mudah menguap jika memiliki derajat volatilitas atau derajat pemisahan
yang besar.
Tujuan percobaan ini menentukan derajat pemisahan suatu campuran dan menentukan
karakteristik kolom, seperti jumlah tahap teoritik dan tinggi ekuivalen tahap teoritik HETP (Height
Equivalen to a Theoretical Plate). Pada percobaan ini, prosedur pertama yang dilakukan yaitu
membuat larutan campuran etanol 99,5% dan akuades dengan komposisi yang telah ditentukan dan
kemudian mengukur persentase kadar etanol masing-masing campuran dengan alat refraktometer.
Kemudian menentukan operasi total refluks dengan campuran biner 295 mL akuades dan 205 etanol
99,5%. Campuran biner dimasukkan ke dalam labu didih. Air dialirkan ke kondensor lalu hotplate
dinyalakan. Selama pemanasan, cairan diambil dari bottom dan distilat pada tetesan pertama dan
dimasukan kedalam gelas ukur. Sampel distilat dan bottom diukur suhu, volume dan kadar etanolnya.
Prosedur tersebut dihentikan apabila kadar etanol yang diperoleh dua sampel berturut-turut sama.
Volume terakhir pada bottom dan distilat diukur.
Hasil yang diperoleh derajat volatilitasnya adalah 12,0090. Dengan menggunakan metode Fenske
jumlah plate yang didapat adalah 0,3559 sedangkan nilai HETP 7,0249 m. Dengan Metode Mc Cabe
Thiele jumlah plate yang didapat adalah 7 dengan HETP 0,3571 m.

Kata Kunci : distilasi, campuran biner, derajat volatilitas dan HETP

ii
PERCOBAAN 3
DISTIALSI BATCH

3.1 PENDAHULUAN

3.1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menentukan derajat pemisahan dari suatu campuran
2. Menentukan karakteristik kolom seperti jumlah tahap teoritik dan tinggi
ekuivalen tahap teoritik ekuivalen HETP (Height Equivalent to a Theoritical
Plate)

3.1.2 Latar Belakang


Distilasi adalah proses pemisahan yang paling banyak digunakan pada industri
kimia. Proses pemisahan ini didasarkan oleh perbedaan kemudahan menguap relatif
antara komponen yang akan dipisahkan (Santoso dkk, 2017). Komponen yang
memiliki relative volatility lebih besar akan lebih mudah pemisahannya.
Proses distilasi terbagi menjadi dua, yaitu distilasi batch dan distilasi kontinu.
Distilasi batch menggunakan prinsip pemisahan komponen berdasarkan perbandingan
tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut. Refluks merupakan teknik
distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan berbaliknya kondensat ke sistem asal.
Semakin banyak refluks yang menyediakan jumlah plate teoritis maka semakin baik
proses pemisahannya (Permatasari dkk, 2015).
Aplikasi proses distilasi banyak dilakukan dalam dunia industri, dalam skala
besar maupun skala kecil. Salah satu penerapan distilasi batch banyak digunakan
dibidang seperti farmasi, minyak esensial dan beberapa produk minyak bumi
(Permatasari dkk, 2015). Oleh karena itu praktikum ini penting dilakukan agar
dapat diketahui prinsip kerjanya dan dapat diterapkan dalam dunia industri.

III-1
3.2 DASAR TEORI

Distilasi atau penyulingan adalah metode pemisahan bahan kimia berdasarkan


kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat didihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudiam didinginkan
kembalik ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap terlebih dahulu, sedangkan zat yang memiliki titik didih yang lebih tinggi
akan mengembun dan akan menguap apabila telah mencapai titik didihnya. Metode
ini termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini
didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing akan menguap pada
titik didihnya (Treybal, 1981).
Pemisahan campuran likuid dengan distilasi bergantung pada perbedaan
volatilitas antar komponen. Komponen yang memiliki relative volatility yang lebih
besar akan lebih mudah pemisahannya. Uap akan mengalir menuju puncak kolom
sedangkan likuid menuju ke bawah kolom secara counter current (berlawanan arah).
Uap dan likuid akan terpisah pada plate atau packing. Sebagai kondensat dari
kondensor dikembalikan ke puncak kolom sebagai likuid untuk dipisahkan lagi, dan
sebagai likuid dari dasari kolom diuapkan pada reboiler dan dikembalikan sebagai
uap (Komariah dkk, 2009).
Distilasi paling umum digunakan untuk pemisahan campuran cairan homogen.
Proses distilasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu distilasi batch dan distilasi
kontinu. Distilasi batch ini banyak digunakan dibidang seperti farmasi, minyak
esensial dan beberapa produk minyak bumi. Pada kolom distilasi batch, umpan mula-
mula dituangkan ke dalam ketel dan tak ada lagi bahan yang ditambahkan sampai
berakhirnya proses. Perbedaan pokok dari kedua proses distilasi ini adalah bahan
untuk distilasi kontinu, umpan dialirkan masuk ke dalam kolom secara terus-menerus
dan sehingga membuat proses dalam kondisi steady state. Untuk proses batch,
komponen dengan titik didih lebih tinggi makin lama makin meningkat (Permatasari
dkk, 2015).

III-2
III-3

Keuntungan proses batch dibandingkan dengan proses kontinu adalah proses


batch lebih disukai daripada proses kontinu bila konsentrasi umpan berubah-ubah.
Pada proses batch, pemisahan campuran yang tetrdiri dari n komponen dapat
dipisahkan pada suatu kolom dengan menggunakan banyak tangki-tangki produk,
sedangkan untuk distilasi kontinu diperlukan (n-1) kolom. Disamping keuntungan ada
kekurangan dari distilasi batch yaitu perubahan yang terus-menerus dari bahan
umpan dan dinamika kolom yang kompleks. Sangat sulit untuk menentukan
perubahan komposisi dengan waktu diseluruh bagian dari kolom distilasi batch pada
refluks rasio optimum dengan cara ekperimen karena kerumitan dinamika kolom
(Kreul dkk, 1999).
Produk-produk yang mudah menguap pada beberapa instalasi kecil dipulihkan
dari larutan zat cair dengan distilasi sistem tumpuk (batch distilation). Campuran
yang bersangkutan akan dimasukkan ke dalam bejana didih (reboiler), dan panas
dimasukkan melalui dinding bejana untuk menaikkan suhu zat cair ke titik didihnya,
dan mendidihkan Sebagian campuran tersebut. Dalam metode operasi yang paling
sederhana, uap hasil pemanasan dibawa langsung ke kondensor. Uap tersebut selalu
berada dalam kesetimbangan dengan zat cair yang terdapat di dalam bejana didih,
tetapi karena uap itu lebih kaya akan komponen yang lebih mudah menguap,
komposisi uap maupun zat cair itu tidaklah bernilai konstan (McCabe dkk, 1993).
Prosedur metode McCabe-Thiele, berdasarkan semua komponen merupakan
komponen yang lebih volatil (Coulson dan Richardson, 1989) adalah sebagai berikut:
1. Membuat plot dari kesetimbangan uap-cair berupa kurva dari data yang tersedia
pada tekanan operasi kolom. Dalam hal volatilitas relatif.

y = ax/(j+(a-1)x) …(3.1)

Dimana a adalah volatilitas relative rata-rata geometrik dari komponen lebih


ringan (lebih mudah menguap) dengan komponen yang lebih berat (sulit
menguap).
III-4

2. Membuat kesetimbangan pada kolom untuk menentukan komposisi atas dan


bawah, Xd dan Xb dari data yang diberikan.
3. Garis operasi atas dan bawah memotong diagonal dari Xd dan Xb.
4. Titik perpotongan dari dua buah garis operasi yang bergantung pada fase kondisi
dari umpan masuk.
5. Pilih rasio refluks dan menentukan titik dimana garis memotong sumbu Y.
6. Menggambar pada operasi garis bawah dari Xd ke diagonal d.
7. Gambar pada operasi atas dan garis q pada diagram.
8. Dimulai dari Xd atau Xb jumlah stage dihitung.
Operasi dari fragmen dan kolom batch dapat dianalisis menggunakan diagram
McCabe-Thiele dengan persamaan garis operasi yang sama dengan digunakan pada
bagian rektifikasi pada distilasi kontinu :

R0 X0
Y n +1= Xn+ …(3.2)
R 0+ 1 X 0 +1

Sistem itu dapat dioperasikan untuk membuat komposisi puncak konstan dengan
meningkatkan rasio refluks bersamaan dengan perubahan komposisi zat cair di dalam
pendingin ulah. Diagram McCabe-Thiele dalam hal ini akan mempunyai berbagai
garis operasi dengan kemiringan yang berbeda-beda yang letaknya sedemikian rupa
sehingga jumlah tahap ideal yang diperlukan untuk perubahan Xd dan Xb selalu sama
(McCabe dkk, 1993).
HETP (Height Equivalen to a Theoritical Plate) merupakan ketinggian dari
suatu packing yang memberikan pemisahan yang sama dengan tahap kesetimbangan.
HETP untu ukuran dan tipe dari packing yang acak mendekati konstan dan tidak
tergantung pada sifat fisik sistem. Nilai HETP tersedia di literatur dan hanya valid
untuk distribusi cairan yang bagus dan penurunan tekanan yang wajar. Nilai HETP
untuk berbagai packing dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut (Thakore, 2007)
III-5

Tabel 3.1 HETP untuk berbagai Tipe Packing


No. Packing Types Packing Site, mm HETP, m
Pall ring, random (for ΔP>17 mm 25 0,40-0,50
1. We per m of packing) 38 0,60-0,75
50 0,75-1,00
Berl saddle and intalox 25 0,40-0,50
Saddle, random (for ΔP>29 38 0,60-0,75
2.
mm
50 0,75-1,00
We per m of pacing)
3. Raschig rings 25 to 50 1,00
4. Structured packings* <0,50

Etanol merupakan salah satu bahankimia penting karena memiliki manfaat


sangat luas antara lain sebagai pelarut, bahan bakar cair, bahan desinfektan, bahan
baku industri dan sebagainya. Dalam pemanfaatannya seringkali dibutuhkan etanol
dengan kemurnian tinggi. Untuk memperoleh etanol dengan kemurnian tinggi,
biasanya digunakan proses distilasi. Namun distilasi ini hanya mampu menghasilkan
etanol dengan kemurnian tidak lebih dari 95,6%. Pada konsentrasi tersebut akan
terbentuk azeotrop sehingga jika didistilasi lebih lanjut tidak akan menghasilkan
etanol dengan konsentrasi lebih tinggi lagi (Nasrun, 2011).
Kata azeotrop berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak berubah dengan
pendidihan. Campuran ini terdiri dari dua komponen cairan atau lebih dalam
komposisi tertentu yang tidak dapat dipisahkan dengan proses distilasi sederhana.
Saat campuran azeotrop didihkan, uap yang terbentuk memiliki komposisi yang sama
dengan cairannya. Karena komposisinya tidak berubah oleh pendidihan, azeotrop
dikenal dengan istilah campuran didih tetap (constant boiling mixture) (Kusuma dan
Dwiatmoko, 2009).
III-6

Setiap campuran azeotrop memiliki titik didih yang khas. Nilainya dapat lebih
tinggi (azeotrop positif) ataupun lebih rendah (azeotrop negatif) dari titik didih
komponen-komponennya. Campuran etanol-air merupakan campuran azeotrop
positif. Pada saat rasio etanol-air dalam campuran kurang lebih 95,6%-b dan 4,4%-b
maka akan terbentuk campuran azeotrop dengan titik didih azeotrop (78,15℃) lebih
rendah dari titik didih etanol (78,4℃) dan air (100℃) (Huang dkk, 2008).
Distlasi biasa tidak bisa digunakan untuk memisahkan campuran yang
membentuk titik azeotrop. Modifikasi distilasi bisa dilakukan dengan menambahkan
komponen lain yang dikenak dengan entrainer. Distilasi termodifikais dengan
penambahan entrainer ini dikenal dengan distilasi azeotropik heterogen dan distilasi
ekstraktif. Distlasi juga bisa dilakukan menggunakan dua kolom yang dioperasikan
pada tekanan berbeda. Hal ini bisa dilakukan jika tekanan berpengaruh secara
signifikan terhadap titik azeotrop (Santoso dkk, 2017).
Hanya sedikit dari banyak larutan cair yang telah didistilasi mengikuti hukum
Raoult pada rentang konsentrsi untuk alas an ini, aplikasi praktis terbesar dari
persamaan ideal dibaut dalam larutan encer. Dua tipe umum dari penyimpangan
hukum Raoult dibedakan menjadi deviasi positif dan deviasi negatif. Deviasi positif
ditandai oleh tekanan uap lebih tinggi dari yang dihitung untuk larutan idealnya.
Sementara deviasi negatif di tandai dengan tekanan uap lebih rendah dari perhitungan
ideal larutan campurannya (Moore, 1963).
Untuk campuran ideal dimana pada rentang konsentrasi yang bersangkutan,
volatilitas relatif dapat dianggap konstan. Fenske menuturkan sebuah persamaan
untuk menghitung jumlah palate yang dibutuhkan untuk pemisahan yang diinginkan.
Jika dua komponen A dan B yang konsesntrasinya tetap X A dan XB maka komposisi
dari first plate adalah :

( XA
XB )=(
YA
YB )+(
XB )
XA
…(3.3)
III-7

Ketika kebanyakan kasus konsentrasi terjadi di kondensor maka :

n+1=
log
[( ) ( ) ]
XA
XB d
XB
XA b …(3.4)
log α avg

dimana n adalah jumlah dari theoretical plate yang dibutuhkan dalam kolom.
Penting untuk dicatat bahwa dalam turunan ini hanya relative volatilities dari dua
komponen yang telah digunakan. Hubungan yang sama dapat diterapkan pada dua
komponen campuran atau multikomponen (Coulsoan dan Richardson, 1999).
Tekanan uap suatu cairan akan meningkat seiring dengan bertambahnya
temperatur, dan titik dimana tekanan uap sama dengan tekanan eksternal cairan
disebut sebagai titik didih. Proses pemisahan campuran cairan biner A dan B
menggunakan distilasi dapat dijelaskan dengan hukum Dalton dan Raoult. Menurut
hukum Dalton tekanan gas total suat campuran biner, atau tekanan uap suatu cairan
(P) adalah jumlah tekanan parsial darimasing-masing komponen A dan B (P A dan PB)
yaitu:

P = P A + PB …(3.5)

Sedangkan hukum Raoult adalah hukum yang menyatakan bahwa pada suhu dan
tekana tertentu, tekanan parsial uap komponen A (P A) dalam campuran sama dengan
hasil kali antara tekanan uap komponen murni A (PAmurni) dalam fraksi molnya (XA) :

PA = PAmurni. XA …(3.6)

Dari persamaan tersebut di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu campuran
cairan biner tergantung pada tekanan pada tekanan uap komponen murni dan fraksi
molnya dalam campuran (Fatimura, 2014).
III-8

Pendekatan matemastis harus didiferensialkan. Asumsikan bahwa setiap saat


selama penyulingan ada L mol cairan dalam komposisi X fraksi mol A dan bahwa
sejumlah dD mol distilat diuapkan, fraksi mol Y dalam kesetimbangan dengan cairan.
Sehingga didapat persamaan matemastis akhirnya :

Y* dL = L dx + X dL …(3.8)

F xF

∫ dL
L
F
=ln =∫ A
W
dx
…(3.9)
W xW y −x

Persamaan ini disebut persaman Rayleigh dan penyelesaian dari ruas kanan dari
persamaan tersebut dapat dilakukan dengan cara grafis. Untuk reaksi relative
volatility yaitu relatif konstan, maka jumlah tahap minimum pada refluks total dapat
dihitung dengan persamaan berikut :

N m +1=
log
[( xlkD D
xhkD D )( x hkw W
xlkw W )] …(9.10)
log α lk .av

Dimana Nm+1 adalah total angka dan stage theoritical termasuk reboiler (Treybal,
1981).
3.3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.3.1 Alat dan Deskripsi Alat


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah seperangkat alat distilasi
batch, labu leher tiga 500 mL, termometer, pipet volume 5 mL dan 10 mL, propipet,
gelas ukur 10 mL, 25 mL dan 250 mL, refraknometer, corong, gelas beker 250 mL
dan 500 mL.

Deskripsi Alat

Keterangan gambar :
1. Kondensor
2. Kontrol reflux
3. Thermometer atas
4. Kolom vigreux
5. Termometer bottom
6. Cuplikan sampel
7. Elektromantel
8. Labu didih (still)
9. Air pendingin masuk
10. Air pendingin keluar
11. Distilat keluar

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan Distilasi Batch

3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades dan etanol
99,5%.

III-9
III-10

3.3.3 Prosedur Percobaan


3.3.3.1 Kalibrasi Refraknometer
Campuran etanol 99,5% dan akuades dibuat dengan komposisi sebagai
berikut.
Etanol 99,5% (mL) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Akuades (mL) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Selanjutnya indeks bias dari masing-masing campuran dan komponen diukur dengan
menggunakan refraknometer. Terakhir dibuat kurva atau persamaan kalibrasi yang
menyatakan hubungan antara indeks bias dengan komposisi campuran biner tersebut.

3.3.3.2 Operasi Total Refluks


Campuran biner disiapkan dengan komposisi etanol 99,5% 205 mL dan
akuades 295 mL. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu leher tiga.
Air dialirkan ke kondensor dan hotplate dinyalakan. Setelah itu cairan sampel diambil
dari reflux dan still. Selanjutnya diukur suhu masing-masing sampel. Kadar etanol
sampel dari reflux dan labu leher tiga diukur dengan refraknometer. Volume sampel
cairan dari reflux dan labu leher tiga diukur. Prosedur diulangi hingga kadar etanol
pada distilat konstan dan operasi dihentikan. Volume akhir dari distilat dan bottom
diukur dan dihitung kadar etanolnya.
3.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Operasi Refluks
Distilat Bottom
T (oC) V (mL) % Kadar T (oC) V (mL) % Kadar
62 6,0 41,5 73 3,6 23,5
63 7,0 39,5 73 3,0 23,0
63 6,8 41,0 73,5 2,8 22,5
65 7,4 39,5 74 2,8 22,5
65 7,0 41,5 74 2,6 20,5
66 6,8 41,0 74 3,1 20,0
66 6,3 41,0 74 3,5 20,0
66 7,1 41,5 74 3,7 14,0
66 7,3 41,5 74 3,2 14,0
66 7,3 41,5 74 3,0 14,0

III-11
III-12

3.4.2 Hasil Perhitungan


Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Distilat
Distilat
Persentase V Mol
No Volum % V Mol
Kadar C₂H₅O C₂H₅O Xd
e (mL) v/v H₂O H₂O
Etanol H H
1 6,0 41,5 0,7 4,6 1,38 0,069 0,0867 0,4446
2 7,0 39,5 0,7 5,4 1,61 0,081 0,1011 0,4446
3 6,8 41,0 0,7 5,2 1,56 0,079 0,0982 0,4446
4 7,4 39,5 0,7 6,7 0,67 0,101 0,0518 0,6612
5 7,0 41,5 0,7 6,4 0,63 0,096 0,0490 0,6612
6 6,8 41,0 0,7 6,2 0,61 0,093 0,0476 0,6612
7 6,3 41,0 0,7 5,7 0,57 0,086 0,0441 0,6612
8 7,1 41,5 0,7 6,5 0,64 0,097 0,0497 0,6612
9 7,3 41,5 0,7 6,6 0,66 0,100 0,0511 0,6612
10 7,3 41,5 0,7 6,6 0,66 0,100 0,0511 0,6612
                 
Jumlah 69,0     54,0 7,67 Xd avg 0,5962

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Bottom


Bottom
Persentase V Mol
No Volum % V Mol
Kadar C₂H₅O C₂H₅O Xb
e (mL) v/v H₂O H₂O
Etanol H H
1 3,6 23,50 0,4 1,4 2,16 0,02 0,12 0,1497
2 3,0 23,00 0,4 1,2 1,80 0,02 0,10 0,1497
3 2,8 22,50 0,4 1,1 1,68 0,02 0,10 0,1497
4 3,8 22,50 0,4 1,5 2,28 0,02 0,13 0,1497
5 2,6 20,50 0,3 0,8 1,82 0,01 0,10 0,1025
6 3,1 20,00 0,3 0,9 2,17 0,01 0,12 0,1025
7 3,5 20,00 0,3 1,1 2,45 0,02 0,14 0,1025
8 3,7 14,00 0,2 0,7 2,96 0,01 0,17 0,0629
9 3,2 14,00 0,2 0,6 2,56 0,01 0,14 0,0629
10 3,0 14,00 0,2 0,6 2,40 0,01 0,13 0,0629
11                
Jumlah 32,3     232,0 170,28 XB avg 0,1095
III-13

3.4.3 Pembahasan
Operasi distilasi pada percobaan ini dilakukan secara batch. Distilasi batch
adalah proses cairan pertama kali masuk ke dalam ketel pemanas kemudian
dipanaskan perlahan dan uap yang terbentuk dipindahakan secara cepat ke dalam
kondensor dimana uap yang terkondensasi kemuadian ditampung (Geankoplis, 1993).
Campuran yang digunakan sebagai umpan adalah etil alkohol (etanol) dan akuades
dengan perbandingan 41:59. Volume total yang digunakan yaitu 500 mL dengan 205
mL volume etanol 99,5% dan akuades sebanyak 295 mL. Titik didih etanol yaitu
78,4℃ dan akuades 100℃ (Perry, 1997). Nilai titik didih (T b) campuran etanol dan
akuades yang didapat yaitu 73℃ sedangkan menurut Huang dkk (2008) nilai T b
campuran etanol dan akuades adalah 78,15℃ lebih rendah dari titik didih etanol.
Berdasarkan percobaan nilai Tb campuran lebih rendah daripada Tb komponen karena
campuran etanol 99,5% dan akuades menghasilkan azeotrop positif. Azeotrop positif
adalah deviasi positif dari hukum Raoult dimana terjadi tekanan uap yang meningkat
dan titik didih yang menurun. Oleh karena itu, azeotrop positif dapat disebut titik
didih minimun atau tekanan uap maksimum yang menghasilkan titik didih campuran
lebih rendah dari titik didih komponen murninya. Sifat etanol yang lebih volatil
membuat komponen pada distilat banyak mengandung etanol, sedangkanpada bottom
banyak mengandung akuades (Coulson dan Richardson, 1999).

3.4.3.1 Kalibrasi Refraknometer


Percobaan ini menggunakan tahap awal sebelum melakukan proses distilasi.
Refraknometer digunakan untuk mengetahui kadar persentase bahan. Tujuan dari
kalibrasi refraknometer ini adalah untuk membuat kurva kesetimbangan antara
komponen yang akan didistilasi, sehingga diperoleh persen volume etanol pada
operasi refluks, distilat dan bottom. Kurva kesetimbangan dapat dilihat pada Gambar
3.2 berikut.
III-14

70
Persentase Kadar Etanol 60
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12
x volume etanol

Gambar 3.2 Hubungan antara X Volume Etanol terhadap Persentase Kadar Etanol

Gambar 3.2 Menunjukkan bahwa penambahan volume etanol berbanding


lurus dengan persentase kadar etanol. Hal ini disebabkan konsentrasi kadar etanol
dalam larutan campuran semakin banyak seiring dengan bertambahnya volume
etanol. Sehingga persentase kadar etanol yang ada dalam campuran juga besar. Nilai
X (fraksi) volune etanol berturut-turut adalah 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8;
0,9 dan 1,0. Sedangkan nilai persentase kadar etanol secara berturut-turut adalah
0,00%; 7,00%; 12,50%; 17,50%; 22,00%; 29,50%; 36,00%; 41,00%; 47,00%;
56,00% dan 62,00%.

3.4.3.2 Derajat Volatilitas


Derajat volatilitas merupakan jarak antara kurva kesetimbangan pada garis
diagonal 45o (garis operasi) (garis operasi) yang menunjukkan besarnya perbedaan
komposisi uap dan cairan dalam suatu campuran. Nilai derajat volatilitas didapat dari
data. Nilai derajat volatilitas etanol-akuades adalah 1,979 (Geankoplis, 1993). Nilai
derajat volatilitas yang didapat sebesar 12,0090. Besarnya nilai α menunjukkan
bahwa semakin besar derajat pemisahan maka tingkat kemurnian prosuk semakin
III-15

baik. Derajat volatilitas yang baik memiliki nilai lebih dari 1 (Geankolis, 1993). Dari
hasil yang didapat dikatakan bahwa proses pemisahan berjalan dengan baik.

3.4.3.3 Perhitungan Jumlah Plate dan HETP (Metode Fenske)


Metode ini digunakan untuk proses relative volatility pada kecepatan distilasi
yang konstan atau penentuan jumlah tahap yang terjadi dalam operasi distilasi dan
mengetahui titik kesetimbangan uap cair yang terjadi. Jumlah stage yang diperoleh
pada percobaan ini adalah 0,3559.
HETP adalah faktor pengendali yang diperlukan, HETP didapat dengan cara
membagi tinggi kolom yang diketahui yaitu 7,0249 m dengan jumlah plate yan
diperoleh dari perhitungan. Nilai HETP yang didapat yaitu 2,5 m. Nilai HETP yang
diperoleh lebih tinggi dari tinggi kolom karena jumlah stage yang diperoleh kurang
dari satu, yang berarti pada tinggi kolom 2,5 m belum mencapai kesetimbangan. Pada
metode Fenske, perhitungan dipengaruhi oleh nilai derajat volatilitas (α ). Derajat
volatilitas mempengaruhi jumlah stage dan HETP. Jika derajat volatilitasnya besar
maka jumlah plate yang didapatakan semakin kecil dan HETP yang didapat semakin
tinggi (Coulson, 1989). Sehingga dapat dikatakan pada metode Fenske jika derajat
volatilitasnya besar maka HETP yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan juga
tinggi dan jumlah stagenya sedikit sehingga campuran mudah dipisahkan.

3.4.3.4 Perhitungan Jumlah Plate dan HETP (Metode McCabe-Thiele)


Penentuan jumlah plate dengan metode McCabe-Thiele dilakukan dengan
menggunakan kurva kesetimbangan pada sistemdan garis operasi enriching dan
stripping. Garis enriching merupakan garis yang menunjukkan daerah bottom. Pada
percobaan ini menggunakan proses distilasi batch, sehingga tidak ada daerah
stripping. Penentuan jumlah plate dilakukan dengan menarik garis ke kanan dari titik
perpotongan Xd, garis diagonal dan garis enriching menyentuh kurva kesetimbangan
dan ditarik garis ke bawah menyentuh garis enriching, sehingga membentuk segitiga.
III-16

Setelah itu, garis ditarik ke sebelah kiri hingga menyentuh Xb. Kurva penentuan
jumlah plate dengan metode McCabe-Thiele dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut.
1

0.9
Xb Xf Xd
0.8

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Gambar 3.3 Penentuan Plate dengan Metode McCabe-Thiele

Gambar 3.3 menunjukkan jumlah stage yang diperoleh adalah 7 (termasuk reboiler).
Nilai HETP yang diperoleh berdasarkan perhitungan metode McCabe-Thiele adalah
0,3571 m. HETP lebih kecil daripada tinggi kolom karena jumlah stage lebih dari 1,
sehingga kesetimbangan belum tercapai pada tinggi kolom 2,5 m.
Hasil perhitungan dari kedua metode diperoleh hasil jumlah plate dan HETP
yang berbeda. Pada metode Fenske jumlah stage yang diperoleh sebesar 0,3559 dan
nilai HETP sebesar 7,0249 m, sedangkan pada metode McCabe-Thiele jumlah stage
yang diperoleh sebesar 7 dengannilai HETP sebesar 0,3571 m. Perhitungan pada
kedua metode ini berdasarkan refluks, yaitu perbandingan volume bottom terhadap
distilat serta nilai derajat volatilitas yang berbanding terbalik dengan jumlah stage.
Nilai α rata-rata tinggi sehingga jumlah stage yang diperlukan sedikit karena
campuran mudah dipisahkan. Apabila kedua metode dibandingkan metode McCabe-
III-17

Thiele lebih baik daripada metode Fenske. Stage yang dihitung dengan metode
McCabe-Thiele berdasarkan jumlah segitiga yang terbentuk sehingga jumlah tahap
yang dihasilkan nilainya bulat dan dianggap lebih mudah pada saat percobaan.
Perbedaan hasil antara kedua metode karena metode McCabe-Thiele menggunakan
hubungan garis-garis yang diperoleh berdasarkan neraca massa, panas dan
ekuilibrium sedangkan persamaan Fenske menggunakan hubungan antara konsentrasi
bottom dan distilat. Perhitungan Fenske lebih bertujuan untuk menentukan jumlah
tray minimum pada reflux total artinya tidak ada produk atas yang dikeuarkan dari
kolom. Sehingga persamaan Fenske kurang tepat untuk perhitungan campuran non
ideal seperti etanol-air dan metode McCabe-Thiele lebih tepat digunakan sebagai
perhitungan campuran etanol-air (Jones dan Pujado, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi operasi distilasi adalah kondisi feed,
kondisi refluks dan kondisi aliran uap. Kondisi feed adalah keadaan dimana campuran
dan komposisi dari umpan mempengaruhi garis operasi dan jumlah stage dan
pemisahan kondisi refluks adalah pemisahan yang semakin baik jika sedikit tray yang
digunakan. Tray minimun dibutuhkan di bawah kondisi refluks yakni tidak ada
penarikan, dan sebaliknya refluks berkurang jika operasi untuk retrifikasi bergerak
terhadap garis kesetimbangan. Kondisi aliran terdiri dari foaming, entraiment,
weeping dan floading yang dapat menyebabkam efisiensi kolom menurun. Sedangkan
kondisi aliran uap mempengaruhi jumlah uap yang dapat dihasilkan reboiler. Larutan
azeotrop merupakan faktor lain yang mempengaruhi pada percobaan ini, karena
larutan azeotrop pada setiap stage memiliki konsentrasi yang berbeda-beda. Hal ini
karena larutan azeotrop memiliki titik didih yang lebih rendah dari larutannya yaitu
etanol-air (Komariah, 2009).
3.5 PENUTUP

3.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah :
1. Derajat volatilitas etanol adalah 12,0090.
2. Jumlah plate berdasarkan metode Fenske adalah 0,3559 dan HETP adalah 7,0249
m.
3. Jumlah plate berdasarkan metode McCabe-Thiele adalah 7 dan HETP adalah
0,3571 m.

3.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk percobaan ini adalah menggunakan
campuran biner lain. Contohnya adalah campuran kloroform dan metanol. Hal ini
dilakukan agar mengetahui derajat pemisahan dari campuran tersebut.

III-18
DAFTAR PUSTAKA

Coulson, J.M. dan J. F. Richardson. 1989. An Introduction to Chemical Engineering.


Allyn and Bacon Inc. Massachusets.

Coulson, J.M. dan J. F. Richardson. 1999. Chemical Engineering Third Edition


Volume 6. Butterworth-Heinemann Publication. Oxford.

Fatimura, Muhrinsyah. 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Operasi pada Kolom Distilasi. Jurnal Media Teknik. Vol. 11, No. 1.

Huang, S.H., Lin,W.L., Liaw,D.J., Li,C.L. Kao, S.T., Wang, D.M., dan Lay,J.Y.
2008.
Characterization, Transport and Sorption Properties of Poly (Thiol Ester
Amide) Thin-Film Composite Pervaporation Menbranes. Journal of
Membrane Science, 322 (1), 139-145.

Jones, D.H. dan Pujado, P.P. 2006. Handbook of Petroleum Processing. Springer.
Belanda

Komariah, L., Nurul, A.F., dan Nicky, L. 2009. Tinjauan Teoritis Perancangan
Kolom
Distilasi untuk Pra-Rencana Pabrik Skala Industri. Jurnal Teknik Kimia, No.
4 Vol. 16, PP.19-27.

Kruel, L.U., Gorak, A dan Barton, D.I. 1999. Dynamic Head Based Model for
Multicomponent Batch Distillation. AICHE Journal 45:1953-1967.

DP.III-1
Kusuma, D.S dan Dwiatmoko, A.A. 2009. Pemurnian Etanol Untuk Bahan Bakar.
Berita IPTEK. 47(1), 48-56.

DP.III-2
DP.III-2

McCabe, W.L, Smith, J.C., dan Peter H. 1993. Operasi Teknik Kimia Jilid 1.
Erlangga.
Jakarta.

Moore, J.W. 1963. Physical Chemistry. Prientice Hall Inc. Oxford.

Nasrun. 2012. Dehidrasi Etanol Secara Pervaporasi dengan Membran Selulosa


Asetat
Termodifikasi Zeolit Alam. Jurnal Teknologi Kimia. Unimal. Aceh.

Permatasari, R., Ali,A., dan Susianto. 2015. Permodelan dan Simulasi Distilasi Batch
Fermentasi pada Tray Column dengan Serabut Wool. Jurnal Teknik Kimia.
No. 9:44-49.

Perry, R.H. 1997. Perry’s Chemical Engineer Handbook Seventh Edition. McGraw
Hill. New Delhi.

Santoso, H., Hartanto, Y., Sandy, W., dan Andrew, M. 2017. Distilasi pada
Pemisahan
Aseton dan Metanol. Jurnal Integrasi Proses. Vol. 6., No.4: 168-175.

Thakore, S.B., 2007. Introduction of Process Engineering and Design. McGraw Hill.
New Delhi.

Traybal, R,E. 1981. Mass Transfer Operation. McGraw Hill. New Delhi.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Tabel Hasil Pengamatan


Volume (mL)
Persentase Kadar EtOH X Volume EtOH
EtOH H2O
0 10 0,00 0
1 9 7,00 0,1
2 8 12,50 0,2
3 7 17,50 0,3
4 6 22,00 0,4
5 5 29,50 0,5
6 4 36,00 0,6
7 3 41,00 0,7
8 2 47,00 0,8
9 1 56,00 0,9
10 0 62,00 1

Contoh Perhitungan
Penentuan fraksi mol etanol dalam campuran Etanol-Air
ρ etanol pada suhu 28 ℃ = 0,706 g/mL (Perry, 1997)
BM C2H5OH = 46,070 g/mL (Sinnot, 2005)
BM H2O = 18,013 g/mL (Sinnot, 2005)
% C2H5OH = 99,5%

1. Perhitungan mol C2H5OH


V C 2 H 5 OH . C 2 H 5 OH
mol C 2 H 5 OH = x Kemurnian C 2 H 5 OH
BM C 2 H 5 OH

g
1mL . 0,706
mL
¿ x 96 %
46,070 g/mol

= 0,0152 mol

LP.III-1
LP.III-2

2. Perhitungan mol H2O


V H 2 O+ ( 1−% C2 H 5 OH ) .V C 2 H 5 OH . H 2 O
mol H 2 O=
BM H 2 O

g
9 mL+0,5 % .1 mL .0,9978
ml
¿
g
18,013
mol

= 0,4999 mol

3. Perhitungan Fraksi mol Umpan


n C 2 H 5 OH
X F=
nC 2 H 5 OH + n H 2 O

1
¿
1+ 9

= 0,1

4. Perhitungan Fraksi mol H2O


n H 2O
x H 2 O=
n H 2 O+n H 2 O

0,4999 mol
¿
0,4999 mol+0,0152 mol

= 0,8725
LP.III-3

70
Persentase Kadar Etanol
60
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12
x volume etanol

Gambar 3.4 Persentase Kadar Etanol Terhadap x Volume Etanol

Komposisi Umpan
C2H5OH 99,5% = 205 mL
H2O = 295 mL

Distilat
Persentase V Mol
No Volum % V Mol
Kadar C₂H₅O C₂H₅O Xd
e (mL) v/v H₂O H₂O
Etanol H H
1 6,0 41,5 0,7 4,6 1,38 0,069 0,0867 0,4446
2 7,0 39,5 0,7 5,4 1,61 0,081 0,1011 0,4446
3 6,8 41,0 0,7 5,2 1,56 0,079 0,0982 0,4446
4 7,4 39,5 0,7 6,7 0,67 0,101 0,0518 0,6612
5 7,0 41,5 0,7 6,4 0,63 0,096 0,0490 0,6612
6 6,8 41,0 0,7 6,2 0,61 0,093 0,0476 0,6612
7 6,3 41,0 0,7 5,7 0,57 0,086 0,0441 0,6612
8 7,1 41,5 0,7 6,5 0,64 0,097 0,0497 0,6612
9 7,3 41,5 0,7 6,6 0,66 0,100 0,0511 0,6612
10 7,3 41,5 0,7 6,6 0,66 0,100 0,0511 0,6612
                 
Jumlah 69,0     54,0 7,67 Xd avg 0,5962
LP.III-4

Perhitungan Volume Akhir Distilat

No Volume (mL) % Kadar Etanol % v/v V C₂H₅OH V H₂O


1 7,3 41,50 0,70 7,3 0,0

Bottom
Persentase V Mol
No Volum % V Mol
Kadar C₂H₅O C₂H₅O Xb
e (mL) v/v H₂O H₂O
Etanol H H
1 3,6 23,50 0,4 1,4 2,16 0,02 0,12 0,1497
2 3,0 23,00 0,4 1,2 1,80 0,02 0,10 0,1497
3 2,8 22,50 0,4 1,1 1,68 0,02 0,10 0,1497
4 3,8 22,50 0,4 1,5 2,28 0,02 0,13 0,1497
5 2,6 20,50 0,3 0,8 1,82 0,01 0,10 0,1025
6 3,1 20,00 0,3 0,9 2,17 0,01 0,12 0,1025
7 3,5 20,00 0,3 1,1 2,45 0,02 0,14 0,1025
8 3,7 14,00 0,2 0,7 2,96 0,01 0,17 0,0629
9 3,2 14,00 0,2 0,6 2,56 0,01 0,14 0,0629
10 3,0 14,00 0,2 0,6 2,40 0,01 0,13 0,0629
11                
Jumlah 32,3     232,0 170,28 XB avg 0,1095

Perhitungan Volume Akhir Bottom

No Volume (mL) % Kadar Etanol % v/v V C₂H₅OH V H₂O


1 370,0 14,0 0,26 222,0 148,0

Xd average = 0,5962
Xd = 0,6612
Xb average = 0,1469
Xb = 0,0859

Distilat

1. Perhitungan mol C2H5OH


V C 2 H 5 OH . ρC 2 H 5 OH
mol C 2 H 5 OH = xkemurnian C2 H 5 OH
BM C 2 H 5 OH
LP.III-5

g
4,6 mL .0,706
mL
¿ x 99,5 %
g
46,070
mL

= 0,0704 mol

2. Perhitungan mol H2O


V H 2 O+ ( 1−% C2 H 5 OH ) .V C 2 H 5 OH . ρ H 2 O
mol H 2 O=
BM H 2 O

g
1,38ml +0,5 % .4,6 mL .0,9978
mL
¿
g
18,013
mL

= 0,0779 mol

3. Perhitungan Fraksi mol Distilat


n C 2 H 5 OH
X D=
n C 2 H 5 OH + n H 2 O

0,0704
¿
0,0704+0,0779

= 0,4749

Bottom
4. Perhitungan mol C2H5OH
V C 2 H 5 OH . ρC 2 H 5 OH
mol C 2 H 5 OH = xkemurnian C 2 H 5 OH
BM C 2 H 5 OH

g
1,4 mL .0,706
mL
¿ x 99,5 %
g
46,070
mL

= 0,0220 mol
LP.III-6

5. Perhitungan mol H2O


V H 2 O+ ( 1−% C2 H 5 OH ) .V C 2 H 5 OH . ρ H 2 O
mol H 2 O=
BM H 2 O

g
2,16 mL+0,5 % .14 mL .0,9978
mL
¿
g
18,013
mL

= 0,12 mol

6. Perhitungan Fraksi mol Bottom


n C2 H 5 OH
X B=
n C 2 H 5 OH +n H 2 O

0,0220
¿
0,0220+0,1200
= 0,1497

7. Penentuan Derajat Volatilitas


x d average ( 1−x b average )
α avg=
x b average (1− xd average )

0,5962(1−0,1095)
¿
0,1095 ( 1−0,5962 )

= 12,0090

8. Penentuan Jumlah Plate dan HETP (Metode Fenske)


1 xd (1−x b )
N +1= . log
log α avg xb (1−x d )
LP.III-7

1 0,6612(1−0,0629)
¿ . log
log ⁡(12,0090) 0,0629(1−0,6612)

= 1,3559

N = 0,3559

tinggi kolom 2,5m


HETP= = =7,0249 m
jumlah tahap 0,3559

9. Penentuan Jumlah Plate dan HETP


D = 0,0704 mol + 0,0779 mol

= 0,1483 mol

B = 0,0220 mol + 0,1200 mol

= 0,1420 mol

B 0,1483 mol
R= = =1,0444
D 0,1420 mol

R xd
y= +
R+1 R+1

1,0444 0,4799
y= +
1,0444+1 0,4799+1

= 0,6441
LP.III-8

Data Kesetimbangan Uap-Cair dari Etanol -Air


X Y X Y
0 0 0,5 0,728961
0,01 0,1134 0,55 0,743352
0,02 0,201261 0,6 0,757904
0,03 0,275394 0,65 0,772995
0,04 0,336493 0,7 0,789144
0,06 0,426741 0,75 0,807128
0,08 0,486903 0,8 0,828151
0,1 0,528244 0,85 0,854086
0,15 0,589066 0,9 0,887709
0,2 0,62311 0,92 0,904107
0,25 0,647021 0,94 0,922562
0,3 0,666472 0,96 0,943332
0,35 0,683622 0,97 0,9547
0,4 0,69943 0,98 0,966878
0,45 0,714423 0,99 0,980309
1 1
LP.III-9

1
0.9
Xb Xf Xd
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Didapat Jumlah Stage termasuk Reboiler yaitu 7 Stage

tinggi kolom 2,5 m


HETP= = =0,3571 m
jumlah tahap 7

Anda mungkin juga menyukai