Teori hidrodinamik pertama kali dikembangkan oleh Gysi pada abad ke-19, pada
teori ini dikatakan terdapat aliran cairan yang keluar di sepanjang tubulus dentin. Gysi
mengatakan bahwa rangsangan pada permukaan dentin meningkatkan perubahan aliran
cairan yang akhirnya memicu syaraf pulpa. Pada tahun 1960-an Brannstrom menjelaskan
bahwa, rangsangan dari permukaan luar dentin akan menyebabkan pergerakan cairan
pada tubulus dentin. Pergerakan cairan pada tubulus dentin ini menyebabkan
terbentuknya suatu tekanan pada ujung syaraf dalam tubulus dentin yang
mentransmisikan rasa sakit dengan cara merangsang syaraf pada pulpa.
Teori hidrodinamik, yang menyatakan bahwa adanya ransangan seperti
temperature panas, dingin,sentuhan atau taktil yang merangsang pergerakan cairan yang
ada pada tubulus dentin, gerakan cairan inilah yang merangsang persyarafan yang berada
pada tubulus dentin. Dalam kondisi kasus diatas menunjukkan dentinal tubulus terbuka
yang mengakibatkan terjadinya ransangan terhadap saraf yang dominant pada tubulus
dentin (alpha delta fibers), adanya aktifasi terhadap alpha delta fiber pada tubulus dentin
akan di terima oleh nervus trigeminal yang berada di otak maka akan terjadi rasa ngilu
yang tajam.
3. Perawatan untuk pasien nekrosis pulpa dengan abses periapikal fluktuasi (+)? Insisi
drainase pada area fluktuasi untuk mencegah drainase spontan. Setelah itu dapat
dilakukan perawatan saluran akar. Pembuangan jaringan pulpa cukup dengan irigasi
karena jaringan pulpa sudah hancur pada gigi yang nekrosis. Dilanjutkan dengan
preparasi saluran akar, irigasi, sterilisasi, obturasi, dan restorasi akhir.
4. Macam-macam penampang saluran akar? Bulat, oval, long oval, bowling pin, ginjal, pita,
dan hourglass
5. Pada kasus pulpitis irreversible dengan rencana perawatan pulpektomi, injeksi anestesi
suplemental yang dapat digunakan untuk melengkapi injeksi konvensional (blok dan
infiltrasi) adalah injeksi intraosseus, periodontal ligament/ intraligament, dan intrapulpa.
Namun jika terdapat keadaan patologis pada bagian periapikal, ketiganya menjadi teknik
anestesi yang dikontraindikasikan.
6. Mekanisme terjadinya abses periapikal? Etiologi: invasi bakteri dari jaringan pulpa
nekrotik, iritasi jaringan periapikal saat prosedur perawatan saluran akar, dan nekrosis
pulpa yang disebabkan karena trauma, injuri kimiawi, atau injuri mekanik. Peningkatan
tekanan pulpa kolapsnya sirkulasi vena hypoksia dan anoksia jaringan lokal
destruksi terlokalisasi dari jaringan pulpa leukosit PMN menginfiltrasi dan menginisiasi
respons keradangan akumulasi eksudat radang sebagai respons dari adanya infeksi aktif
distensi ligamen periodontal adanya lesi nekrosis likuefaksi terlokalisasi yang berisi
leukosit PMN, debris, dan eksudat purulent
Semakin sedikit sisa dari struktur gigi dan semakin besar fungsi gigi dalam
lengkung rahang, pemilihan restorasi harus dilakukan dengan hati – hati. Gigi dengan
sisa struktur gigi yang sedikit dan beban kunyah yang besar memilki resiko fraktur
yang lebih tinggi sehingga perencanaan harus dilakukan dengan baik.
Restorasi gigi dapat berupa mahkota logam, non logam (porselen, komposit,
akrilik) atau campuran keduanya (porselen fusi metal, komposit fusi metal).
Restorasi juga dapat berupa restorasi direk (tumpatan resin komposit) ataupun
indirek (mahkota, onlay).
Pemilihan restorasi akhir pada gigi pasca perawatan saluran akar tergantung dari
banyaknya struktur gigi yang tersisa, tekanan horizontal dan beban pengunyahan.
Pada gigi anterior pasca perawatan saluran akar dengan tepi marginal yang utuh
maka dapat dilakukan restorasi direct dengan menggunakan resin komposit dan tidak
memerlukan penggunaan mahkota jaket.
Gigi posterior menerima beban kunyah lebih besar dibandingkan gigi anterior,
karena itu pertimbangan dalam pemilihan restorasi juga berbeda. Faktor yang paling
utama dalam menentukan restorasi adalah banyaknya jaringan gigi sehat yang tersisa.
Gigi yang tidak beresiko fraktur dan memiliki sisa jaringan cukup banyak
diindikasikan menggunakan restorasi sederhana. Kavitas yang tidak meliputi
proksimal dapat direstorasi dengan komposit high strength untuk gigi posterior.
Logam cor seperti alloy emas, mahkota emas, mahkota metal porselen, dan restorasi
all porselen, merupakan restorasi pilihan pada gigi posterior yang telah dirawat
endodontik. Restorasi ini melindungi gigi dengan baik, walau membutukan
pembuangan jaringan yang cukup besar
10. Bagaimana mekanisme post PSA / non vital / nekrosis jadi membuat gigi rapuh ?\
Gigi yang telah dilakukan PSA sangat rapuh dan rentan mengalami fraktur. Hal
ini terjadi karena beberapa hal antara lain karena gigi telah kehilangan kelembaban dan
telah kehilangan banyak jaringan kerasnya akibat karies, pembukaan akses kavitas dan
preparasi biomekanis saluran akar dan kandungan air lebih rendah pada jaringan kerasnya
daripada gigi dengan pulpa vital sehingga hilangnya ikatan kolagen. Sesudah jaringan
karies diangkat dan dilakukan perawatan endodontik, dinding email tidak mendapat
dukungan yang banyak. Resiko fraktur juga bergantung pada letak gigi dalam rongga
mulut dan besarnya beban pengunyahan yang diterima. Pada gigi posterior terutama gigi
premolar rahang atas, beban pengunyahannya lebih besar dibandingkan gigi anterior
karena bentuk dan letaknya yang lebih dekat dengan aksis horizontal transversal.
1. Respon imun pulpa saat terkena injury, respon immune pertama yaitu
nonspesifik, selanjutnya jelaskan? (( DI GARG&GARG ada jaawabannya))
Reaksi sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya
terhadap antigen. Reaksi sistem imun yang terjadi dapat berupa respon imun yang
alamiah (non spesifik/natural/innate/native) atau respon imun dapatan (spesifik/
adaptive/ acquired). Mekanisme imunitas nonspesifik memberikan pertahanan
terhadap infeksi baik yang bersifat humoral maupun seluler
Respon imun non spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate
immunity), dalam artian bahwa respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun
tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut. Upaya tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap masuknya bakteri, adalah dengan cara menghancurkan
bakteri tersebut dengan cara nonspesifik melalui proses fagositosis. Dalam hal ini
makrofag, neutrofil dan monosit memegang peranan yang sangat penting. Selain
fagositosis, manifestasi lain dari respons imun nonspesifik adalah reaksi inflamasi.
Reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis
sel, misalnya histamine yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit, Vasoactive amine
yang dilepaskan oleh trombosit, serta anafilatoksin yang berasal dari komponen -
komponen komplemen, sebagai reaksi umpan balik dari mastosit dan basofil.
Reaksi awal pada inflamasi pulpa berupa respon imun seluler, sedangkan tahap
selanjutnya adalah respon imun humoral dengan kerusakan jaringan pulpa oleh enzim
proteolitik yang dihasilkan oleh neutrophil dan makrofag. Adanya immunoglobulin
dan faktor inflamasi pada jaringan pulpa: Ig G, Ig A, Ig M, elastase dan prostaglandin
E2(PGE2) dapat dipakai sebagai indikator inflamasi pada pulpitis, sedangkan PGE2
sering digunakan sebagai penanda diagnostik pulpitis irreversible. Penelitian lain
mengemukakan bahwa thrombin dan prostaglandin E2(PGE2) terutama interaksi
thrombin dan PGE2berperan terhadap penyembuhan dan proses radang jaringan
pulpa. Dikatakan bahwa thrombin dapat merangsang produksi PGE2. Selain itu
PGE2dapat menyebabkan sintesa DNA dari sel jaringan pulpa.
b. Serotonin
Dilepaskan oleh batang otak dan kornudorsalis untuk menghambat
transmisi nyeri.
c. Prostaglandin
Dibangkitkan dari pemecahan pospolipid dimembran sel dipercaya dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap sel. Prostaglandin adalah hormon seperti
substansi tambahan untuk mengirim stimulus nyeri ke CNS.
2. Neuromodulator
a. Endorfin (morfin endogen)
Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Diaktivasi
oleh daya stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal,dan traktus
gastrointestinal. Berfungsi memberi efek analgesic
b. Bradikinin
Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah yang
mengalami cedera. Bradykinin adalah vasodilator kuat untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler dan mengalami konstriksi otot polos, memiliki peran
yang penting dari mediator kimia nyeri pada bagian yang cidera sebelum nyeri
mengirimkan pesan ke otak. Bradikinin juga pemacu pengeluaran histamine
dan kombinasi dengan respon inflamasi seperti adanya kemerahan,
pembengkakan, dan nyeri yang merupakan ciri khas adanya reaksi inflamasi.
5. Hiperplastik pulpitis ? dan treatment nya apa ? secara histologi terlihat apa ?
(( TORABINAJARD ))
Pulpitis hiperplastik atau pulpa polip, suatu bentuk pulpitis ireversibel, adalah
akibat bertumbuhnya pulpa yang masih muda yang mengalami inflamasi kronis.
Biasanya terjadi di mahkota yang telah berlubang besar. Vaskularisasi yang cukup
pada pulpa yang masih muda, adanya daerah terbuka yang cukup besar bagi
kepentingan drainase, dan adanya proliferasi jaringan adalah penyebab terjadinya
pulpitis hiperplastik. Pemeriksaan histologis pada pulpitis jenis ini menunjukkan
adanya inflamasi pada epitel permukaan polip serta pada jaringan ikat yang
terinflamasi dibawahnya. Sel-sel epitel rongga mulut masuk ke dalam permukaan
yang terbuka dan bertumbuh sertamembentuk lapisan penutup epitel. Pulpitis
hiperplastik biasanya tidak menimbulkan gejala. Pulpitis jenis ini tampak sebagai
benjolan jaringan ikat berwarna kemerah-merahan yang menyembul. dari lubang
karies yang luas. Kadang-kadang menyebabkan tanda-tanda pulpitis ireversibel
seperti nyeri spontan disamping nyeri berkepanjangan terhadap stimuli panas dan
dingin. Ambang rangsang terhadap stimulasi elektris serupa dengan yang ditemukan
pada pulpa normal. Gigi akan mengadakan respon dalam batas-batas normal bila
dipalpasi dan diperkusi.
Secara histopatologis, permukaan polip pulpa ditutup epithelium skuamasi yang
bertingkat-tingkat. Polip pulpa gigi sulung lebih mungkin tertutup oleh epithelium
skuamasi yang bertingkat-tingkat/berstrata daripada polip pulpa gigi permanen.
Epithelium semacam itu dapat berasal dari gingival atau dari selepithelial mukosa
atau lidah yang baru saja mengalami deskuamasi. Jaringan didalam kamar pulpa
sering berubah menjadi granulasi, yang menonjol dari pulpa masuk ke dalam lesi
karies. Jaringan granulasi adalah jaringan penghubung vaskuler, muda dan berisi
neutrofil PMF, limfosit, dan sel-sel plasma. Jaringan pulpa mengalami
inflamasi kronis. Serabut saraf dapat ditemukan pada lapisan epithelial.
Pulpitis hiperplastik, ditanggulangi dengan pulpotomi, perawatan saluran akar,
atau pencabutan gigi. Penatalaksanaan polip pulpa dengan cara melakukan perawatan
saluran akar seperti halnya pada diagnosis pulpitis, hanya saja didahului dengan
pengangkatan jaringan polip. Pengangkatan jaringan polip dilakukan dengan cara:
1) Anastesi jaringan polip
2) Oleskan larutan povidone iodine diatas permukaan poli
3) Angkat polip menggunakan eskavator yg tajam mulai dari tepi
polip hingga seluruh polip terangkat seluruhnya (pada saat polip terangkat
akan terjadi perdarahan dari dalam saluran akar)
4) Irigasi saluran akar dengan larutan NaOCl 2,5% untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan polip serta jaringan darah
5) Segera lakukan ekstirpasi (pembersihan jaringan pulpa) dengan
menggunakan panjang kerja rata-rata gigi terlebih dahulu
6) Ketika perdarahan sudah dapat terkontrol, lanjutkan dengan pemeriksaan
panjang kerja sebenarnya, kemudian tahapan sama dengan perawatan
saluran akar
6. Kenapa bisa terjadi resopsi internal ? (( TORABINAJARD)) ((GARD
&GARD))
Inflamasi pada jaringan pulpa dapat menyebabkan timbulnya resorpsi pada
jaringan keras disekitarnya. Pulpa akan berubah menjadi jaringan terinflamasi yang
tervaskularisasi dengan aktivitas dentinoklast; hal ini akan meresorpsi dinding dentin
dan resorpsi bergerak dari pusat ke arah perifer. Sebagian besar resorpsi internal tidak
menimbulkan gejala. Resorpsi internal yang berlanjut dalam kamar pulpa akan
mengakibatkan timbulnya bintik merah muda pada mahkota Gigi-gigi yang
mengalami lesi resorptif pada saluran akarnya akan bereaksi dalam batas-batas
normal terhadap tes pulpa dan tes periapeks.
Dari radiografi terungkap adanya radiolusensi disertai dengan pembesaran tidak
teratur dari bagian-bagian saluran akar. Pengambilan jaringan terinflamasi serta
melakukan perawatan saluran akar dengan segera, sangat dianjurkan karena lesi ini
cenderung cepat meluas yang akhirnya akan menyebabkan perforasi pada
periodontium lateral. Jika hal ini terjadi, nekrosis pulpa tak akan terhindarkan yang
akan menciptakan kesulitan besar dalam merawatnya. Gigi-gigi dengan resorpsi yang
telah mengalami perforasi akan sukar dirawat dengan perawatan endodontik
konvensional, bahkan kadang-kadang tidak mungkin untuk dilakukan perawatan.
Fraktur Gigi
Terdapat 5 tipe fraktur gigi secara longitudinal :
1. Craze Lines : Selagi melakukan pemeriksaan pada gigi, perlu diingat bahwa
gigi posterior orang dewasa sering kali memiliki craze lines, biasanya terlihat
melewati marginal ridge dan memanjang pada permukan bukal dan lingual.
Craze line vertikal yang panjang biasanya ditemukan pada gigi anterior, yang
dimana mereka mengenai enamel, namun tidak menyebabkan rasa sakit.
2. Fractured Cusp : Cusp yang retak ditandai dengan retak antara cusp dan sisa
struktur gigi, memungkinkan kelenturan mikroskopis saat pengunyahan.
Retak ini biasanya tidak melibatkan pulpa. Seiring berjalannya waktu, retak
itu bisa berkembang, akhirnya menyebabkan cusp yang retak.
3. Cracked Tooth
4. Split Teeth : Diartikan sebagain fraktur sempurna diinisiasi dari mahkota dan
memanjang secara subgingival, biasanya secara mesiodistal melewati margial
ridge dan permukaan proksimal. Fraktur terletak pada koronal dan memnjang
dari mahkota ke akar proksimal
5. Vertical Root Fracture : Vertical root fracture (VRF) merupakan sebuah
fraktur yang menyeluruh atau tidak menyeluruh yang berorientasi membujur
(longitudinal) dimulai pada akar dengan level dan biasanya diarahkan secara
buccolingual. Etiologi VRF bersifat multifaktorial. Kemungkinan bahwa
dengan adanya satu atau akumulasi faktor predisposisi yang lebih banyak
serta beban oklusal fungsional atau parafunctional yang berulang selama
beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun dalam hal pengembangan VRF.
Faktor predisposisi mungkin termasuk yang alami, seperti anatomi akar, atau
iatrogenik, dan seperti kekuatan berlebihan selama instrumentasi saluran
akar, penghapusan struktur gigi yang berlebihan, atau tekanan obturasi yang
berlebihan.
Rencana perawatan untuk fraktur gigi tergantung dari struktur gigi yang
tersisisa, dapat dilakukan dengan membuang cusp yang terkena dan dilakukan
restorasi (full crown atau onlay). Biasanya root canal treatment digunakan jika
sudah melibatkan ruang pulpa yang menyebabkan irreversible pulpitis. Gigi
fraktur dapat diobati dengan restorasi sederhana, endodontik, atau bahkan
ekstraksi, tergantung pada sejauh mana dan orientasi tingkat gejala fraktur, dan
apakah gejala dapat dihilangkan atau tidak. Salah satu treatment yang dapat
dipredeksi adalah dengan ekstraksi gigi. Dalam gigi yang memiliki jumlah akar
lebih dari satu, dapat dilakukan amputasi akar (root resection). Sedangkan Split
teeth tidak dapat diselamatkan, tapi posisi dari crack dan perpanjang dari crack
dapat menentukan prognosis dan pengobatan. Jika frakturnya parah, gigi harus
diekstraksi. Jika fraktur tidak sampai jauh ke apical, biasanya segmen yang kecil
ada mobilitas. Maka kemungkian segmen yang kecil dapat dibuang. Jika gigi
tersebut sukar dicabut, maka teknik bedah trans alveolar diindikasikan untuk
mengeluarkan gigi tersebut.
- Pasang rubber sheet dengan bantuan dental flossPasang clamps pada gigi yang
akan dirawat.
7. Sebutkan irigasi
Shokouhinejad dkk. (2010), menyarankan penggunaan EDTA dan NaOCl sebagai pro-
tokol yang efektif untuk menghilangkan lapisan smear. NaOCl bersifat antimikroba dan
mampu melarutkan jaringan organik dengan baik, namun penggunaan NaOCl sebagai bahan
irigasi akhir ternyata dapat mempengaruhi polimerisasi siler resin. Efek negatif lainnya juga
dapat menyebab-kan degenerasi dentin oleh karena hancurnya kolagen. Menurut Gutmann
dkk. (2006), alternatif bahan irigasi akhir yang dapat digunakan sebelum obturasi
menggunakan siler resin adalah EDTA, klorheksidin atau MTAD.
EDTA sebagai bahan irigasi akhir ber-tujuan untuk mendemineralisasi dentin dan
membersihkan dinding saluran akar, karena pe-rannya sebagai bahan kelasi dapat mengikat
ion kalsium dalam dentin dan membentuk kalsium kelat. Hal tersebut akan meningkatkan
penetrasi substansi kimia dan membuat kontak yang baik antara dinding dentin dan bahan
pengisi saluran akar, namun efek kelasi ini kurang mendapat perhatian pada sepertiga apikal
saluran akar.
Klorheksidin disarankan sebagai bahan irigasi akhir karena tidak memiliki efek negatif
terhadap kolagen namun tidak memiliki kemam-puan melarutkan jaringan pulpa. Kombinasi
NaOCl dan klorheksidin saja, tidak dapat meng-hilangkan lapisan smear, maka disarankan
tetap digunakan EDTA sebagai agen kelasi kemudian diakhiri dengan klorheksidin. Farina
dkk. (2011) menyatakan EDTA 17% se-bagai bahan irigasi akhir memiliki kemampuan
membersihkan lapisan smear, sehingga mem-bantu penetrasi resin ke dalam tubuli
dentinalis. Penggunaan klorheksidin 2% di akhir irigasi setelah EDTA 17% dapat membantu
pelekatan siler resin dan meningkatkan kekuatan peleka-tan, karena tidak memiliki efek
negatif terhadap permukaan dentin. Menurut Shokouhinejad dkk. (2013), klorheksidin
mampu menghambat matrix mettalloproteinase (MMP), sehingga meningkatkan integritas
lapisan hybrid dan stabilitas ikatan resin dentin dalam waktu yang lama.
11.