Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA &

FARMAKOKINETIKA

“KECEPATAN DISOLUSI INTRINSIK”

Dosen Pembimbing :
apt. SITI AISIYAH, S.Farm., M.Sc.

Disusun oleh :
Kelompok 2 / Praktikum D
1. Aulia Meyra Tristania Sari / 26206113A
2. Juliyanti Agnes Rombe / 26206115A
3. Audrey Berlian Wijaya / 26206116A
4. Lulu Amelia Jayanti / 26206117A
5. Wardah Salsabila Rafli / 26206118A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2022
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum kecepatan disolusi intrinsik yaitu :
1. Memahami prinsip dan faktor yang mempengaruhi disolusi.
2. Mengetahui pengaruh parameter jenis kristal terhadap kecepatan disolusi.
3. Melakukan uji disolusi dan menghitung parameter - parameter uji disolusi.

II. DASAR TEORI


Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanya ditetapkan
oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari
bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media
sekelilingnya (Amir, 2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh
ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah :
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan unit/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari kecepatan polar atau sediaannya didefinisikan
sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar
permukaan padat-cair, suhu dan komposisi media yang dibakukan. Kecepatan
pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu.
Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun
1897 dn diformulasikan secara matematik sebagai berikut :
𝑑𝐶
𝑑𝑡
= 𝐾. 𝑆 (𝐶𝑠 − 𝐶)
dc / dt = kecepatan pelarutan (perubahan konsentrasi per satuan waktu)
Cs = kelarutan (kelarutan jenuh bahan dalam bahan pelarut)
Ct = konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t
K = konstanta yang membandingkan koefisien difusi, volume larutan jenuh
dan tebal lapisan difusi (Shargel, 1988)
Dari persamaan diatas dinyatakan bahwa tetapnya luas permukaan dan
konstantanya suhu, menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari gradien
konsentrasi antara konsentrasi jenuh dengan konsentrasi pada waktu.
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis
larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu kedalam bagian dari larutan
dari sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut didalam pengamatan kelambatan difusi ini
dapat menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan
mensubstitusikan hukum difusi pertama ficks kedalam persamaan Hernsi Brunner dan
Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara
konkret.
Percepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat,
koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t.
Kecepatan pelarutan juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan
zat aktif dari suatu obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk
sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dan
bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya
dalam media disekelilingnya.
Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul yang tidak bergerak oleh adanya
kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan
yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk
ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang.

Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut :


1) Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut
2) Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut
3) Kenaikan dalam harga Cs menyebabkan naiknya kecepatan melarut
4) Kenaikan dalam harga Ct menyebabkan naiknya kecepatan melarut
5) Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut

Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah :


1) Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Cs dan D
2) Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan
menaikkan nilai Cs
UJI DISOLUSI OBAT
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu
pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut
menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan
tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet
untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan
bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan
yang seharusnya. Oleh karena itu, uji disolusi dan ketentuan uji kembangkan bagi
hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang
diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju
larut obat dalam tablet (Voigt, 1995).
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat
dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat
berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavailabilitas
dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu
tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran cerna, menjadi
minat utama dari para ahli farmasi (Voigt, 1995).
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet
diperoleh dengan mengukur bioavailabilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa
penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan
untuk merencanakan, melakukan dan menginterpretasi tingginya keterampilan yang
diperlukan bagi pengkajian pada manusia, ketepatan yang rendah serta besarnya
penyimpangan pengukuran, besarnya biaya yang diperlukan, pemakaian manusia
sebagai obyek bagi penelitian yang “non esensial” dan keharusan menganggap adanya
hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak sehat yang digunakan
dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vivo dipakai untuk mengukur
bioavaibilitas obat, terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi
dan berbagai metode pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas.
Seperti pada setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi
dengan tes bioavailabilitas in vitro.
Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk
menunjukkan :
1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju
penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavailabilitas dan efektif
secara klinis (Shargel, 1988)
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat
aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui
sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga tentang
konsistensi dari “batch” satu ke “batch” lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk
membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada didalam suatu sediaan
pada sediaan dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi (Shargel, 1988).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari
kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat
aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap
kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makan cepat,
maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk,
suppositoria), sediaan sistem terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan
semi solid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam media atau cairan biologis
kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt, 1995).
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan
kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna,
terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu :
● Zat aktif mula-mula harus larut
● Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang
penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah
masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet/kapsul. sejak tahun 1960.
Berbagai bidang studi telah berhasil dalam korelasi disolusi in vivo dengan disolusi in
vitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi
disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi berharga
tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
ASETOSAL

★ Nama IUPAC : Acidum acetylsalicylium


★ Sinonim : Asam asetilsalisilat
★ Berat Molekul : 180,16
★ Kelarutan : agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
larut dalam kloroform
★ Kegunaan umum : analgetikum, antipiretikum salisilat
Asam asetilsalisilat mempunyai nama sinonim asetosal, asam salisil astasetat
dan paling terkenal adalah aspirin. Serbuk atau kristal asam asetil salisilat dari tidak
berwarna sampai putih. Asam asetilsalisilat stabil dalam udara kering tapi
terdegradasi perlahan jika terkena uap air menjadi asam asetat dan asam salisilat.
Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 135C. Aspirin adalah sejenis obat
turunan salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (anti nyeri),
antipiretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti peradangan). Aspirin bersifat
antipiretik dan analgesik karena merupakan kelompok senyawa glikosida. Glikosida
adalah senyawa yang memiliki bagian gula yang terikat pada non-glikosida L.
Aglikon dalam salinan adalah salial alkohol dan tereduksi sempurna menjadi asam
salisilat.
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus - OH dari karboksilnya diganti
dengan gugus - OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, dari
anhidrida asam dengan alkohol. Suatu ester asam karboksilat alkil maupun aril.
Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk ester
asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Aspirin dapat disintesis dari
asam salisilat, yaitu dengan mereaksikannya dengan anhidrida asetat, hal ini
dilakukan pertama kali oleh Felix Hoffmann dari perusahaan bayer, Jerman.
Esterifikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang reversible.
Anhidrida asam adalah turunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus
karboksil dan menghubungkan fragmen-fragmennya. Esterifikasi/pembentukan ester
terjadi jika asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol primer atau sekunder
dengan sedikit asam mineral sebagai katalis. Produksi ester secara industri dilakukan
dengan mereaksikan anhidrida asam dengan alkohol. Ester yang dibuat dengan cara
ini adalah asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal adalah Aspirin.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
a. Timbangan analitik
b. Dissolution Tester
c. Stopwatch
d. Alat gelas yang lazim
e. Jangka sorong
f. Spektrofotometer UV-Vis
g. Mesin pencetak tablet
2. Bahan :
a. Pelarut etanol 95%
b. Pelarut Kloroform
c. Acetosal
d. Vaselin
e. Medium disolusi (dapar acetat pH 4,5)
IV. CARA KERJA
1. Rekristalisasi Acetosal dengan Etanol 95%

2. Rekristalisasi Acetosal dengan Kloroform


3. Pembuatan Larutan Dapar Acetat pH 4,5

4. Pembuatan Kurva Baku Acetosal


5. Uji Disolusi

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. IDENTITAS TABLET
● Tablet A
a. Nama bahan obat : Acetosal
b. Pelarut : Etanol 95%
c. Diameter tablet : 1,200 cm
d. Bobot tablet : 0,4427
● Tablet B
a. Nama bahan obat : Acetosal
b. Pelarut : Etanol 95%
c. Diameter tablet : 1,200 cm
d. Bobot tablet : 0,4574
● Tablet C
a. Nama bahan obat : Acetosal
b. Pelarut : Kloroform
c. Diameter tablet : 1,200 cm
d. Bobot tablet : 0,4973
● Tablet D
a. Nama bahan obat : Acetosal
b. Pelarut : Kloroform
c. Diameter tablet : 1,200 cm
d. Bobot tablet : 0,4903

2. KONDISI UJI DISOLUSI


● Tablet A
a. Medium Disolusi : Dapar acetat pH 4.5
b. Kecepatan putar : 50 rpm
c. Waktu mulai analisa : 12.17 WIB
d. Pembacaan pada panjang gelombang : 265 nm
● Tablet B
a. Medium disolusi : Dapar acetat pH 4.5
b. Kecepatan putar : 50 rpm
c. Waktu mulai analisa : 12.17 WIB
d. Pembacaan pada panjang gelombang : 265 nm
● Tablet C
a. Medium disolusi : Dapar acetat pH 4.5
b. Kecepatan putar : 50 rpm
c. Waktu mulai analisa : 12.17 WIB
d. Pembacaan pada panjang gelombang : 265 nm
● Tablet D
a. Medium disolusi : Dapar acetat pH 4.5
b. Kecepatan putar : 50 rpm
c. Waktu mulai analisa : 12.17 WIB
d. Pembacaan pada panjang gelombang : 265 nm
3. DATA SAMPLING
Volume tiap kali sampling = 10 mL

4. PEMBUATAN KURVA BAKU


Penimbangan :
- Kertas timbang = 283,6 mg
- Kertas timbang + asetosal = 423,6 mg
- Kertas timbang + sisa = 283,1 mg -

- Bobot asetosal = 140,5 mg


140 𝑚𝑔
Konsentrasi larutan stok = 50 𝑚𝐿

281 𝑚𝑔
= 100 𝑚𝐿

= 281 mg%
Konsentrasi seri pengenceran : V1 × N1 = V2 × N2
● 1 mL × 281 mg% = 50 mL × N 2
5,62 mg = N2
● 1,5 mL × 281 mg% = 50 mL × N 2
8,43 mg = N2
● 2 mL × 281 mg% = 50 mL × N 2
11,24 mg = N2
● 2,5 mL × 281 mg% = 50 mL × N 2
14,05 mg = N2
● 3 mL × 281 mg% = 50 mL × N 2
16,86 mg = N2
● 3,5 mL × 281 mg% = 50 mL × N 2
19,67 mg = N2

Volume Pengenceran Konsentrasi (mg/%) Absorbansi


(mL)

1 5,62 0,181

1,5 8,43 0,272

2 11,24 0,372

2,5 14,05 0,456


3 16,86 0,540

3,5 19,67 0,630

Data regresi linear hubungan konsentrasi (mg%) vs absorbansi :


a = 5,685
b = 0,318
r = 0,999
Persamaan kurva baku : y = a + bx
y = 5,685 + 0,318x

5. DATA PENGUKURAN ABSORBANSI


PELARUT ETANOL 95%
● Tablet A

Waktu Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi Faktor Kadar Kecepatan


(mnt) (mg%) (mg) Koreksi terkoreksi disolusi

15 0,166 17,02 85,1 0 85,1 5,02

30 0,246 27,83 139,15 1, 702 140,852 4,10

45 0,367 44,18 220,9 4,485 225,385 4,34

60 0,498 61,89 309,45 8,903 318,353 4,56


Regresi linear :
a = 0,04
b = 0,0074
r = 0,99
y = a + bx
y = 0,04 + 0,0074 x
Konsentrasi (mg%) : y = 0,04 + 0,0074 x
15 ⇒ y = 0,04 + 0,0074 x
0,166 = 0,04 + 0,0074 x
17,02 mg% = x
30 ⇒ y = 0,04 + 0,0074 x
0,246= 0,04 + 0,0074 x
27,83 mg% = x
45 ⇒ y = 0,04 + 0,0074 x
0,367 = 0,04 + 0,0074 x
44,18 mg% = x
60 ⇒ y = 0,04 + 0,0074 x
0,498 = 0,04 + 0,0074 x
61,89 mg% = x
𝑚𝑔
Konsentrasi (mg) : K = 100 𝑚𝐿
× 500𝑚𝐿
17,02 𝑚𝑔
15 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 85,1 mg
27,83 𝑚𝑔
30 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 139,15 mg
44,18 𝑚𝑔
45 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 220,9 mg
61,89 𝑚𝑔
60 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 309,45 mg

Faktor Koreksi :

( 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 )
× 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 + 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

15 ⇒ ( 10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿 )
×0 + 0= 0

30 ⇒( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 85, 1 + 0 = 1, 702

45 ⇒( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 139, 15 + 0 = 4, 485

60 ⇒( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 220, 9 + 0 = 8, 903

Kadar Terkoreksi : Konsentrasi (mg) + Faktor koreksi


15 ⇒ 85,1 + 0 = 85,1
30 ⇒ 139,15 + 1, 702 = 140,852
45 ⇒ 220,9 + 4, 485 = 225,385
60 ⇒ 309,45 + 8, 903 = 318,353
𝑑𝑡 𝐾
Kecepatan Disolusi : 𝑑𝑐
= 𝑡×𝑆

S = Luas Lingkaran
S = 3,14 × r2
1,2 2
S = 3,14 × ( ) 2

S = 1,13
85,1
15 ⇒ 15 × 1,13
= 5,02
139,15
30 ⇒ 30 × 1,13
= 4,10
220,9
45 ⇒ 45 × 1,13
= 4,34
309,45
60 ⇒ 60 × 1,13
= 4,56
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡
AUC (Area Under the Curve) : 2

15 (0 + 85,1) × (15 − 0)
𝐴𝑈𝐶0 = 2
= 638, 25
30 (85,1 + 140,852) × (30 − 15)
𝐴𝑈𝐶15 = 2
= 1694, 64
45 (140,852 + 225,385) × (45 −3 0)
𝐴𝑈𝐶30 = 2
= 915, 6
60 (225,385 + 318,353) × (60 − 45)
𝐴𝑈𝐶45 = 2
= 4078

——————————————————————————+
AUC Total = 7326,49

DE60 = ( 𝐴𝑈𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙


𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 )× 100%

=( )×
7326,49
DE60 60 × 1,2
100% = 10175 %

● Tablet B

Waktu Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi Faktor Kadar Kecepatan


(mnt) (mg%) (mg) Koreksi terkoreksi disolusi

15 0,098 14,73 73,65 0 73,65 4,34

30 0,184 30,08 150,4 1,473 151,87 4,43

45 0,294 47,58 237,9 4,481 242,38 4,67

60 0,421 59,55 297,75 9,239 307 4,39


Regresi linear :
a = 0,0155
b = 0,0056
r = 0,99
y = a + bx
y = 0,0155 + 0,0056 x
Konsentrasi (mg%) : y = 0,0155 + 0,0056 x
15 ⇒ y = 0,0155 + 0,0056 x
0,098 = 0,0155 + 0,0056 x
14,73 mg% = x
30 ⇒ y = 0,0155 + 0,0056 x
0,184 = 0,155 + 0,0056 x
30,08 mg% = x
45 ⇒ y = 0,0155 + 0,0056 x
0,282 = 0,0155 + 0,0056 x
47,58 mg% = x
60 ⇒ y = 0,0155 + 0,0056 x
0,349 = 0,0155 + 0,0056 x
59,55 mg% = x
𝑚𝑔
Konsentrasi (mg) : K = 100 𝑚𝐿
× 500𝑚𝐿
14,73 𝑚𝑔
15 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 73,65 mg
30,08 𝑚𝑔
30 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 150,4 mg
47,58 𝑚𝑔
45 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 237,5 mg
59,55 𝑚𝑔
60 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 297,75 mg

Faktor Koreksi :

( 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 )
× 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 + 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

15 ⇒ ( 10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿 )
×0 + 0= 0

30 ⇒ ( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 73, 65 + 0 = 1, 473

45 ⇒ ( × 150, 4) +
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
1, 473 = 4, 481

60 ⇒ ( × 237, 9) +
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
4, 481 = 9, 239

Kadar Terkoreksi : Konsentrasi (mg) + Faktor koreksi


15 ⇒ 73,65 + 0 = 73,65
30 ⇒ 150,4 + 1,473 = 151,87
45 ⇒ 237,9 + 4,481 = 242,38
60 ⇒ 297,75 + 9,239 = 307
𝑑𝑡 𝐾
Kecepatan Disolusi : 𝑑𝑐
= 𝑡×𝑆

S = Luas Lingkaran
S = 3,14 × r2
1,2 2
S = 3,14 × ( )2
S = 1,13
73,65
15 ⇒ 15 × 1,13
= 4,34
150,4
30 ⇒ 30 × 1,13
= 4,43
237,9
45 ⇒ 45 × 1,13
= 4,67
297,75
60 ⇒ 60 × 1,13
= 4,39
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡
AUC (Area Under the Curve) : 2

15 (0 + 73,65) × (15 − 0)
𝐴𝑈𝐶0 = 2
= 552, 37
30 (73,65 + 151,87) × (30 − 15)
𝐴𝑈𝐶15 = 2
= 1691, 4
45 (151,87 + 242,38) × (45 − 30)
𝐴𝑈𝐶30 = 2
= 2956, 875
60 (242,38 + 307) × (60 − 45)
𝐴𝑈𝐶45 = 2
= 4120, 3

——————————————————————————+
AUC Total = 9320,9

DE60 = ( 𝐴𝑈𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙


𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 )× 100%

=( )×
9320,9
DE60 60 × 1,2
100% = 12945,6 %

PELARUT KLOROFORM
● Tablet C

Waktu Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi Faktor Kadar Kecepatan


(mnt) (mg%) (mg) Koreksi terkoreksi disolusi

15 0,136 21,22 106,1 0 106,1 6,25

30 0,196 27,46 137,3 2,122 139,422 4,05

45 0,294 43,01 215 4,868 219,868 4,22

60 0,421 63,17 315,85 9,168 325 4,65


Regresi linear :
a = 0,023
b = 0,0063
r = 0,98
y = a + bx
y = 0,02 + 0,0063 x
Konsentrasi (mg%) : y = 0,02 + 0,0063 x
15 ⇒ y = 0,02 + 0,0063 x
0,136 = 0,02 + 0,0063 x
21,22 mg% = x
30 ⇒ y = 0,02 + 0,0063 x
0,196 = 0,02 + 0,0063 x
27,46 mg% = x
45 ⇒ y = 0,02 + 0,0063 x
0,294 = 0,02 + 0,0063 x
43,01 mg% = x
60 ⇒ y = 0,02 + 0,0063 x
0,421 = 0,02 + 0,0063 x
63,17 mg% = x
𝑚𝑔
Konsentrasi (mg) : K = 100 𝑚𝐿
× 500𝑚𝐿
21,22 𝑚𝑔
15 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 106,1 mg
27,46 𝑚𝑔
30 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 137,3 mg
43,01 𝑚𝑔
45 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 215 mg
63,17 𝑚𝑔
60 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 315,85 mg

Faktor Koreksi :

( 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 )
× 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 + 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

15 ⇒ ( 10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿 )
×0 + 0= 0

30 ⇒ ( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 106, 1 + 0 = 2, 122

45 ⇒ ( × 137, 3) + 2, 122 = 4, 868


10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿

60 ⇒ ( × 215) + 4, 868 = 9, 168


10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿

Kadar Terkoreksi : Konsentrasi (mg) + Faktor koreksi


15 ⇒ 106,1 + 0 = 106,1
30 ⇒ 137,3 + 2,122 = 139,422
45 ⇒ 215 + 4,868 = 219,868
60 ⇒ 315,85 + 9,168 = 325
𝑑𝑡 𝐾
Kecepatan Disolusi : 𝑑𝑐
= 𝑡×𝑆

S = Luas Lingkaran
S = 3,14 × r2
1,2 2
S = 3,14 × ( )2

S = 1,13
106,1
15 ⇒ 15 × 1,13
= 6,25
137,3
30 ⇒ 30 × 1,13
= 4,05
215
45 ⇒ 45 × 1,13
= 4,22
315,85
60 ⇒ 60 × 1,13
= 4,65
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡
AUC (Area Under the Curve) : 2

15 (0 + 106,1) × (15 − 0)
𝐴𝑈𝐶0 = 2
= 795,75
30 (106,1+ 139,422) × (30 − 15)
𝐴𝑈𝐶15 = 2
= 1841,4
45 (139,422 + 219,868) × (45 − 30)
𝐴𝑈𝐶30 = 2
= 2694,6
60 (219,868 + 325) × (60 − 45)
𝐴𝑈𝐶45 = 2
= 4086,5

——————————————————————————+
AUC Total = 9418,25

DE60 = ( 𝐴𝑈𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙


𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 )× 100%
9418,25
DE60 = 60 × 1,2
= 130, 8 %

● Tablet D

Waktu Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi Faktor Kadar Kecepatan


(mnt) (mg%) (mg) Koreksi terkoreksi disolusi

15 0,113 15,30 76,5 0 76,5 4,51

30 0,181 29,18 145,9 1,53 147,43 4,30

45 0,275 48,36 241,8 4,448 246,248 4,75

60 0,330 59,59 297,95 9,284 307,234 4,39


Regresi linear :
a = 0,038
b = 0,0049
r = 0,99
y = a + bx
y = 0,03 + 0,0049 x
Konsentrasi (mg%) : y = 0,03 + 0,0049 x
15 ⇒ y = 0,03 + 0,0049 x
0,113 = 0,03 + 0,0049 x
15,30 mg% = x
30 ⇒ y = 0,03 + 0,0049 x
0,181 = 0,03 + 0,0049 x
29,18 mg% = x
45 ⇒ y = 0,03 + 0,0049 x
0,275 = 0,03 + 0,0049 x
48,36 mg% = x
60 ⇒ y = 0,03 + 0,0049 x
0,330 = 0,03 + 0,0049 x
59,59 mg% = x
𝑚𝑔
Konsentrasi (mg) : K = 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿
15,30 𝑚𝑔
15 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 76,5 mg
29,18 𝑚𝑔
30 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 145,9 mg
48,36 𝑚𝑔
45 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 241,8 mg
59,59 𝑚𝑔
60 ⇒ 100 𝑚𝐿
× 500 𝑚𝐿 = 297,95 mg

Faktor Koreksi :

( 𝑣𝑜𝑙. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 )
× 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 + 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

15 ⇒ ( 10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿 )
×0 + 0= 0

30 ⇒ ( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 76, 5 + 0 = 1,53

45 ⇒ ( )
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
× 145, 9 + 1, 53 = 4,448

60 ⇒ ( × 241, 8) +
10 𝑚𝐿
500 𝑚𝐿
4, 44 = 9,284

Kadar Terkoreksi : Konsentrasi (mg) + Faktor koreksi


15 ⇒ 76,5 + 0 = 76,5
30 ⇒ 145,9 + 1,53 = 147,43
45 ⇒ 241,8 + 4,448 = 246,248
60 ⇒ 297,95 + 9,284 =307,234
𝑑𝑡 𝐾
Kecepatan Disolusi : 𝑑𝑐
= 𝑡×𝑆

S = Luas Lingkaran
S = 3,14 × r2
1,2 2
S = 3,14 × ( )2

S = 1,13
76,5
15 ⇒ 15 × 1,13
= 4,51
145,9
30 ⇒ 30 × 1,13
= 4,30
241,8
45 ⇒ 45 × 1,13
= 4,75
297,95
60 ⇒ 60 × 1,13
= 4,39
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 × 𝑡
AUC (Area Under the Curve) : 2

15 (0 + 76,5) × (15 − 0)
𝐴𝑈𝐶0 = 2
= 573,75
30 (76,5 + 147,43) × (30 − 15)
𝐴𝑈𝐶15 = 2
= 1679,47
45 (147,43 + 246,248) × (45 − 30)
𝐴𝑈𝐶30 = 2
= 2952,58
60 (246,248 + 302,234) × (60 − 45)
𝐴𝑈𝐶45 = 2
= 2389,87

——————————————————————————+
AUC Total = 7595,67

DE60 = ( 𝐴𝑈𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙


𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 )× 100%
7595,67
DE60 = 60 × 1,2
= 10549, 5 %
VI. PEMBAHASAN
Suatu obat yang diminum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik
(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam
fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran
biologis, proses ini disebut disolusi. Jadi, disolusi adalah suatu proses perpindahan
molekul zat dari dalam bentuk padat ke dalam bentuk cairan (proses melarutnya suatu
obat).
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan uji kecepatan disolusi intrinsik.
Kecepatan disolusi merupakan parameter yang menentukan kecepatan absorbsi obat
di tempat absorbsi obat yang diinginkan. Beberapa metode yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kecepatan disolusi adalah pembentukan garam, pembentukan
prodrug, penurunan ukuran partikel (mikro-kristalisasi) Co-Grinding, modifikasi
kristal, solubilisasi miselar dan pembentukan kompleks, modifikasi kristal,
solubilisasi miselar dan pembentukan kompleks, dispersi padat. Alat yang digunakan
pada percobaan kami yaitu alat uji disolusi tipe 2. Pada alat ini digunakan dayung
yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu
vertical wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun
melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata (Agoes, 2008).
Terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan disolusi berbagai bahan
obat dari sediaannya dan absorbsinya. Partikel halus akan terdisolusi (melarut) dan
memungkinkan terjadinya transport bahan aktif terlarut melalui proses difusi.
Obat-obat yang memiliki kecepatan disolusi intrinsik kurang dari 0,1 mg/menit cm3
biasanya menimbulkan masalah serius pada absorbsinya.
Pada praktikum ini menggunakan tablet asetosal dengan pelarut etanol 95%
dan chloroform. Dari hasil percobaan acetosal terlihat bahwa absorbansi yang
dihasilkan dari pelarut etanol 95% dan chloroform karena sudah tepat sesuai teori
yaitu seiring peningkatan waktu, absorbansinya meningkat. Setelah itu, menentukan
konsentrasi untuk menghitung nilai K yang dapat menentukan faktor koreksi, faktor
koreksi bertujuan untuk membandingkan nilai konsentrasi yang di dapat sama dengan
nilai koreksi.
Untuk AUC total pada tablet A dan B (pelarut etanol 95%) yaitu 7326,49 dan
9320,9. Untuk AUC total pada tablet C dan D (pelarut chloroform) yaitu 9418,25 dan
7595,67. untuk DE pada menit 60 tablet A memperoleh 10175% dan tablet B
memperoleh 12945,6%. sedangkan tablet C memperoleh 130, 8% dan tablet D
memperoleh 10549, 5 %. Dari hasil tersebut antara pelarut etanol 95% dan
chloroform membuktikan bahwa tablet acetosal pada pelarut etanol 95% lebih
banyak terdisolusi dibandingkan dengan pelarut chloroform. Semakin lama waktu uji
disolusi semakin banyak acetosal yang terdisolusi.
VII. KESIMPULAN
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul zat dari dalam bentuk padat
ke dalam bentuk cairan (proses melarutnya suatu obat). Obat-obat yang memiliki
kecepatan disolusi intrinsik kurang dari 0,1 mg/menit cm3 biasanya menimbulkan
masalah serius pada absorbsinya. Berdasarkan data pengamatan, pada pelarut etanol
95% dan pelarut kloroform absorbansinya meningkat seiring dengan lamanya waktu
uji disolusi sehingga semakin banyak acetosal yang terdisolusi. Acetosal lebih banyak
terdisolusi pada pelarut etanol 95%. Kecepatan disolusi tiap tablet berbeda - beda,
pada tablet A, tablet C, dan tablet D kecepatan disolusinya menurun kemudian setelah
45 menit meningkat, pada tablet B meningkat kemudian setelah 60 menit menurun.
Hal tersebut dikarenakan jenis kristal acetosal yang mempengaruhi kecepatan disolusi
tablet acetosal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen Pengampu Praktikum Biofarmasi dan Farmakokinetika Universitas
Setiabudi Surakarta. 2022. Kecepatan Disolusi Intrinsik. Modul Praktikum Biofarmasetika
Dan Farmakokinetika. 6-9
2. Sagala, Reynelda Juliani.2019.Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi
Dengan Penambahan Surfaktan. Galenika Journal Of Pharmacy, 2019; 5(1) : 84-92.
https://www.researchgate.net/publication/332420458_Review_Metode_Peningkatan_Kecepat
an_Disolusi_Dikombinasi_Dengan_Penambahan_Surfaktan

Anda mungkin juga menyukai