Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:

dr. Fitrika Yanti

Preseptor :
dr. Madya Ulfah, Sp. A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKALIS
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
kehadiratnya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul “Bronkopneumonia” guna memenuhi persyaratan dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkalis.
Ungkapan terima kasih kami ucapkan kepada dr. Madya Ulfah., Sp. A yang
telah berkenan memberikan bimbingan serta arahan dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis dari
Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, baik
dari kelengkapan isi, variasi sumber referensi, penuturan bahasa, maupun cara
penulis dalam laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran baik khususnya dari pembimbing yang terhormat dan pembaca untuk dijadikan
tolak ukur bagi penulis dalam menulis suatu karya di kemudian hari. Harapan penulis
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah ilmu
pengetahuan atau wawasan, ataupun untuk dijadikan sebagai salah satu sumber
referensi.

Bengkalis, 5 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................3
2.1 Identitas pasien.................................................................................3
2.2 Alloanamnesis..................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang....................................................................6
2.5 Resume.............................................................................................7
2.6 Diagnosis Kerja................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan................................................................................8
2.8 Follow up Pasien..............................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................11
3.1 Definisi Bronkopneumonia.............................................................12
3.2 Etiologi Bronkopneumonia.............................................................12
3.3 Faktor Risiko Bronkopneumonia....................................................14
3.4 Patogenesis Bronkopneumonia.......................................................15
3.5 Manifestasi Klinis Bronkopneumonia............................................16
3.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................18
3.7 Dignosis Bronkopneumonia...........................................................19
3.8 Penatalaksanaan Bronkopneumonia...............................................20
3.9 Komplikasi Bronkopneumonia.......................................................22
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................23
BAB V KESIMPULAN....................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa


lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing. Infeksi saluran napas bawah
masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang
sedang berkembang maupun yang sudah maju. Bronkopneumonia merupakan jenis
pneumonia berdasarkan tempat predileksi infeksi yang ditandai bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. 1,2
Bronkopneumonia paling umum terjadi pada populasi anak dan menjadi
penyebab kematian pada anak di bawah usia 5 tahun. Pada tahun 2013,
bronkopneumonia menyebabkan kematian pada 935.000 anak di bawah 5 tahun.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan meningkatnya umur. Agen penyebab bronkopneumonia adalah bakteri, virus,
parasit dan jamur. Karena populasi anak rentan dan spesifik, gambaran klinis
seringkali tidak spesifik dan dikondisikan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain kelompok umur tertentu, adanya penyakit penyerta, paparan faktor risiko,
imunisasi yang dilakukan dll.2 Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Secara klinis, umumnya pneumoni bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia
virus. Demikian juga pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentukan etiologi, namun etiologi dapat ditentukan berdasarkan 2 faktor, yaitu
faktor infeksi dan non-infeksi. Faktor infeksi pada neonatus disebabkan oleh
Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV), pada bayi: Virus : Virus
parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme
atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Bakteri: Streptokokus pneumoni,
Haemofilus influenza, Mycobacteriumtuberculosa, B. Pertusis, pada anak-anak:
Virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP Organisme atipikal:
Mycoplasma pneumonia, Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa, Pada
anak besar dewasa muda: Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C.

1
Trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.3 Pneumokokus
merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8
menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa
juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.2,3,4

2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama By. Daslinar


Umur 1 bulan
Jenis Kelamin Laki- laki
Anak Ke - 1 (satu)
Agama Kristen
Alamat Jl. Pemda, Siak Kecil, Bengkalis
No. RM 00079579
Tanggal Masuk 23 Februari 2022, Pukul 17.45

2.2 Alloanamnesis
Anamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 23 Februari 2022 di IGD
RSUD Bengkalis.

a. Keluhan utama
Batuk disertai demam
b. Riwayat penyakit sekarang
 Pasien bayi laki- laki usia 1 bulan datang dengan keluhan batuk sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi batuk terus-menerus, tidak
disertai dengan pilek, dahak sulit dinilai.
 Demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik
turun. Riwayat kejang tidak dijumpai
 Sesak nafas dijumpai yang semakin memberat beberapa hari terakhir, tidak
berbunyi menciut, tidak diengaruhi oleh makanan, cuaca dan aktivitas.
 Anak saat ini mendapat ASI
 Riwayat tersedak disangkal
 BAK dan BAB dalam batas normal
 Keluhan yang sama tidak dijumpai pada orang sekitar.
 Tidak ada riwayat berpergian keluar kota ataupun kontak dengan pasien
COVID-19

3
c. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat asma (-)
 Riwayat penyakit jantung bawaan (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat trauma (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat asma (-)
 Riwayat hipertensi (-)
e. Riwayat Kelahiran
Lahir spontan pervaginam, ditolong bidan, langsung menangis kuat.
f. Riwayat Imunisasi
 Hepaitis B0 : 1x (Usia 0 Hari)
 BCG : -
 DPT : -
 Polio : -
 Campak : -

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Presens
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
Vital sign
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 148 x/menit
Pernapasan : 60 x/menit
Suhu : 38,50 C
SpO2 : 95% room air, 99 % sungkup
b. Status Gizi
TB : 48 cm
BB : 5,4 kg

4
Median BB/U : 3,3 cm

Z-Score (Antropometri WHO) = BB actual – Median / 1 SD di atas median


= (5,4 – 3,3) / (3,9 - 3,3)
= (2,1 :0,6)
= ( +3,5 SD) (obesitas)

a. Status Generalisata
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), mata cekung (-/-)
Telinga : sekret (-), serumen (-)
Hidung : sekret (-), serumen (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi intercostal (+/+)
Palpasi : vokal fremitus normal simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) meningkat, ronki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis (-)
Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : batas kanan jantung linea sternalis dekstra, batas kiri jantung
ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : HR 148 kpm, S1 dan S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

5
Perkusi : timpani seluruh lapangan abdomen
Palpasi : abdomen supel, hepatosplenomegali (-), turgor normal.
Ekstremitas
CRT > 2 detik, akral hangat, edema ekstremitas (-), sianosis (-), tremor (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
19 Oktober 2021
Item Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 12,0 g/dL 14 – 18
Hematokrit 34.8 % 40 – 48
Leukosit 17800 /mm3 4000 - 11000
Trombosit 400.000/uL 150,000 – 400,000
Basofil 0% 0–1
Eosinofil 2% 1–3
Monosit 6% 2–8
Limfosit 22 % 20 – 40
Staf 4% 2–6
Segment 66 % 50 – 70
Diabetes
Glukosa sewaktu 197 mg/dL < 140
Serologi
C-reactive protein 20,3 mg/dL ≤5
Rapid Test Antigen Negatif Negatif

6
b. Foto Thoraks

- Skapula, klavikula, vertebrae, costae tidak tampak tanda fraktur


- Diafragma kanan licin dengan sudut kostofrenikus kanan lancip
- Diafragma kiri licin dengan sudut kostofrenikus kiri lancip
- Trakea midline
- Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru
- CTR < 50%
- Kesan : bronkopneumonia

2.5 Resume

Berdasarkan anamnesis oleh ibu pasien, bayi usia 1 bulan didapatkan keluhan
batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi batuk terus-menerus,
tidak disertai dengan pilek. Demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Demam bersifat naik turun. Sesak nafas dijumpai yang semakin memberat beberapa
hari terakhir, tidak berbunyi menciut, tidak diengaruhi oleh makanan, cuaca dan
aktivitas. Riwayat tersedak disangkal. Anak saat ini mendapat ASI.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak lemah dengan kesadaran
composmentis. Pada tanda vital ditemukan HR 148x/menit, RR 60x/menit, suhu
38,5oC, SpO2 95% room air. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi intercostal pada
inspeksi paru, pada auskultasi suara nafas vesikuler kesan meningkat pada paru
kanan dan kiri, ronkhi (+/+).

7
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 17.800/mm3, glukosa
sewaktu 197 gr/dL, dan C-reactive protein 20,3 mg/dL. Hasil foto thoraks dijumpai
infiltrat di perihiler dan paracardial kanan dan kiri.

2.6 Diagnosis Kerja


Bronkopneumonia, dd Pertusis Like Syndrome

2.7 Penatalaksanaan
 O2 5l/menit via sungkup
 IVFD D5% ¼ NS  15 gtt/menit (mikro)
 Inj. Pycin 175 mg/ 8 jam/IV
 Inj. Gentamisin 20 mg/ 8 jam/IV
 Inj. Paracetamol 60 mg/8 jam/IV
 Mucos drop 0,2 cc/ 12 jam/ oral

2.8 Follow up Pasien

Tgl/ waktu Hasil Asesment


24 Feb 2022 S/ batuk (+), Sesak nafas (+) kesan berkurang, demam (+)
08.00 WIB O/
KU: lemah
Sensorium : Composmentis
HR : 120 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,2 oC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-)
Thoraks Paru : retraksi intercostal (+), vesikuler (+/+) kesan
meningkat, ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : simetris, soepel, bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, nadi cukup, edema tidak
dijumpai, turgor baik
A/ Bronkopneumonia
P/ - O2 5l/menit via sungkup  2l/menit via nasal kanul

8
-
IVFD D5% ¼ NS  15 gtt/menit (mikro)
-
Inj. Pycin 175 mg/ 8 jam/IV
-
Inj. Gentamisin 20 mg/ 8 jam/IV
-
Inj. Paracetamol 60 mg/8 jam/IV
-
Mucos drop 0,2 cc/ 12 jam /oral
24 Feb 2022 S/ anak kembali sesak, rewel, batuk (+), dahak (+),
20.47 WIB O/
KU: lemah
Sensorium : Composmentis
HR : 170 x/menit
RR : 68- 70 x/menit
SpO2 : 95% via nasal kanul
T : 36,9 oC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-)
Thoraks Paru : retraksi intercostal (+), vesikuler (+/+) kesan
meningkat, ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : simetris, soepel, bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, nadi cukup, edema tidak
dijumpai, turgor baik
A/ Bronkopneumonia
P/ lapor pada dr. Ulfah, Sp. A untuk advice terapi :
-
Nebul ventolin 1 ampul dalam 2 CC NaCl 0.9% / 6 jam
-
Terapi lain dilanjut
25 Feb 2022 S/ batuk (+), sesak (-), demam (-), bayi mau minum susu
08.00 WIB O/
KU: baik
Sensorium : Composmentis
HR : 120 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,2 oC
Mata : Konjungtiva anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-)

9
Thoraks Paru : retraksi intercostal (-), vesikuler (+/+) kesan
meningkat, ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 reguler, murmur (-)
Abdomen : simetris, soepel, bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, nadi cukup, edema tidak
dijumpai, turgor baik
A/ Bronkopneumonia
P/ - O2 2l/menit via nasal kanul
- IVFD D5% ¼ NS  10 gtt/menit (mikro)
- Inj. Pycin 175 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Gentamisin 20 mg/ 8 jam/IV
- Mucos drop 0,2 cc/ 12 jam/Oral
- Inj. Paracetamol 60 mg/8 jam/IV (k/p demam)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Bronkopneumonia


Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak ”patchy
distribution). Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.2.5
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun.2,3
Terdapat 3 jenis klasifikasi pneumonia. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
pneumonia dibagi menjadi:6
1) Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia).
2) Pneumonia Nosokomial, (hospital- acquired pneumonia/nosocomial
3) pneumonia).
4) Pneumonia aspirasi.
5) Pneumonia pada penderita Immune

Berdasarkan etiologi :
1) Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi
menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal
disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2) Pneumonia virus.
3) Pneumonia jamur

11
Pneumonia ini sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi :


1) Pneumonia lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satulobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
2) Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru.
Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi
pada bayi atau orang tua.
3) Pneumonia interstisial.

Gambar 3.1 Perbedaan jenis pneumonia

3.2 Etiologi Bronkopneumonia


Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan
dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis,
dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan
bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus
dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.
Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan anak
balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumoniae,
Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak

12
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus
Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri
yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia
virus. Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya
tidak dapat menentuka etiologi.2,5
Tabel 3.1 Etiologi Pneumonia pada anak

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jaang


Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
 E.colli  Bakteri anaerob
 Sreptococcus group B  Streptococcus group D
 Listeria  Haemophillus influenza
Monocytogenes  Streptococcus
pneumoniae
 Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo
 Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
-  Bordetella pertussis
Virus  Hamophillus influenza
 Virus Adeno tipe B
 Virus Influenza  Moraxella catharallis
 Virus Parainfluenza  Staphylococcus aureus
1,2,3  Ureaplasma urealyticum
 Repiratory Syncytial Virus
virus  Virus Sitomegalo
4 bulan - 5 tahun Bakteri Bakteri
 Chlamydia  Hamophillus influenza
trachomatis tipe B
 Mycoplasma  Moraxella catharallis
pneumoniae  Neisseria meningitidis
 Streptococcus  Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus
Virus  Virus varisella zoster

13
 Virus adeno
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial
virus
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
 Chlamydia  Hamophillus influenza
trachomatis tipe B
 Mycoplasma  Legionella sp
pneumoniae  Staphylococcus aureus
 Streptococcus Virus
pneumoniae  Virus adeno
 Virus Epstein Barr
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus
 Virus varisella zoster

3.3 Faktor Risiko Bronkopneumonia


Faktor risiko terjadinya bronkopneumonia adalah sebagai berikut.
1) Anak-anak di bawah usia 2 tahun.
2) Orang yang bekerja di rumah sakit, atau sering mengunjungi rumah sakit.
3) Kondisi medis tertentu, antara lain:
• Infeksi saluran pernapasan baru-baru ini, seperti pilek dan flu.
• Kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti: infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan gangguan autoimun tertentu.
• Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, asma
• Kanker
• Penyakit paru-paru kronis

4) Malnutrisi7

14
3.4 Patogenesis Bronkopneumonia
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, reȵeks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inȵamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi ȵora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan
jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya
infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan
dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri
didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan
konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumonia),
lobar, atau intersisial. Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu:
1) Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

15
2) Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3) Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
ȴbrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4) Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel ȴbrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.2,4,6

3.5 Manifestasi Klinis Bronkopneumonia


Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Ambang batas frekuensi nafas ana
menurut WHO adalah sebagai berikut:
 Anak-anak < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
 Anak-anak berusia 2-12 bulan : ≥ 50 napas / menit
 Anak-anak berusia 1-5 tahun : ≥ 40 napas / menit
Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi

16
produktif. Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut.
1) Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang mereȵeksikan
adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot
tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat
inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya,
ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura
yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana
jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang
lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat (head bobbing), yang dapat diamati dengan
jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada Ȋhead
bobbingȋ, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan
cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan
dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada
kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung
anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu
dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif
faring selama inspirasi. 
2) Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil
pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan
napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

17
3) Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4) Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non
musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum
frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung
tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.2,5

3.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam baas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis ( 15.000 – 40.000/mm3 ). Dengan prdominan PMN.
Leukopenia ( < 5000/mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi
Chlamydia kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel
PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm 3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa
relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia
ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer
lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2. C- Reaktif Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui,
CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis atau
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi
superfisialis daripada profunda.
3. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, ui serologis

18
tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri
atipik sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat iambil dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis
dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi
paru. Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia,
5. Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
 Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat
sebagai lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas
tidak terlalu tegas, menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia
 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga
konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di pru kiri dan terbanyak di lbus bawah, hal itu merupakan prediktor
perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar.5

3.7 Diagnosis Bronkopneumonia


Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau serologis
merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri penyebab tidak
selalu mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai. Prediktor paling kuat
adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori
sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki dan suara nafas
melemah serta didukung oleh gambaran radiologis.

19
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka
dalam upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan
tatalaksana pneumonia yang sederhana. Berikut adalah klasifikasi pneumonia
berdasarkan pedoman tersebut.
1) Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat
 Bila ada sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
b. Pneumonia
 Bila tidak ada sesak nafas
 Ada nafas cepat dengan laju nafas
- 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
- 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
c. Bukan pneumonia
 Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
2) Bayi berusia dibawah 2 bulan
a. Pneumonia harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
b. Bukan pneumonia
 Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis5

3.8 Penatalaksanaan Bronkopneumonia


Sebagian pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
trutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan,
tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

20
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit,
dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik /antipiretik.
Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penggunaan antibiotik yang tepat
merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera
diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.1,2,5
1. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah
25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB
sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis
eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari.
Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali
sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan dosis 5mg/kgBB untuk
hari berikutnya.
2. Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam,
ampisilin atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang
dibrikan brupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan
kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB
setiap 12 jam ). Keduanya diberikan selama 10 hari.5
Berdasarkan WHO dan buku saku pelayanan kesehatan anak di RS, tatalaksana
pneumonia berat diberikan Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali
tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya. Bila pasien datang dalam keadaan klinis
berat, segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol

21
atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM
atau IV sekali sehari.8

3.9 Komplikasi Bronkopneumonia


Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.1,5

22
BAB IV
PEMBAHASAN

TEORI KASUS
Anamnesis Berdasarkan anamnesis oleh ibu
Manifestasi klinis bronkopneumonia dapatpasien, bayi usia 1 bulan didapatkan
didahului beberapa hari dengan gejalakeluhan batuk sejak 1 minggu sebelum
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),masuk rumah sakit. Frekuensi batuk terus-
yaitu batuk dan rinitis (pada pasien inimenerus, tidak disertai dengan pilek.
didahului dengan batuk), peningkatanDemam sejak 1 minggu sebelum masuk
usaha bernafas, demam tinggi mendadakrumah sakit. Demam bersifat naik turun.
(pada pneumonia bakteri), dan penurunanSesak nafas dijumpai yang semakin
nafsu makan. Keluhan yang palingmemberat beberapa hari terakhir, tidak
menonjol pada pasien denganberbunyi menciut, tidak diengaruhi oleh
bronkopenumoni adalah demam, batukmakanan, cuaca dan aktivitas. Riwayat
serta sesak. Gambaran klinis pneumoniatersedak disangkal. Anak saat ini mendapat
pada bayi dan anak bergantung pada beratASI. Tidak dijumpai riwayat penyakit
ringannya infeksi, tetapi secara umumkeluarga dan riwayat penyakit terdahulu.
adalah sebagai berikut: 1. Gejala infeksiAnak lahir spontan pervaginam ditolong
umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah,bidan dan telah mendapatkan imunisasi
malaise, penurunan afsu makan, keluhanhepatitis B0.
gastrointestinal seperti mutah atau diare;
kadang – kadang ditemukan geala infeksi
ekstrapulmoner. 2. Gejala gangguan
respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi
dada, takipnea, nafas cuping hidung, air
hunger, merintih, dan sianosis.
Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapatpasien tampak lemah dengan kesadaran
retraksi otot epigastrik, interkostal,composmentis. Pada tanda vital ditemukan
suprasternal, dan pernapasan cupingHR 148x/menit, RR 60x/menit, suhu
hidung. Pada palpasi ditemukan vokal38,5oC, SpO2 95% room air. Berdasarkan

23
fremitus yang simetris. Konsolidasi yangkurva WHO status gizi anak adalah
kecil pada paru yang terkena tidakobesitas, dengan Z-score berada di atas
menghilangkan getaran fremitus selamagaris +3 SD. Pemeriksaan fisik didapatkan
jalan napas masih terbuka. Pada perkusiretraksi intercostal pada inspeksi paru, pada
tidak terdapat kelainan. Pada auskultasiauskultasi suara nafas vesikuler kesan
ditemukan crackles sedang nyaring. meningkat pada paru kanan dan kiri, ronkhi
(+/+).
Respiratory Rate 60x/m yang
merupakan nilai prediktif positif
bronkopneumonia dari 45%, dan Suhu
axilla 38,5˚C. Inspeksi ditemukan retraksi
intercostal yang merupakan usaha
pernapasan pada anak untuk mengatasi
obstruksi dan pada auskultasi di dapatkan
Rhonki.
Sebagian besar gambaran klinis
pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat
berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatn di RS. Pada pasien
ini diindikasikan untuk rawat inap karena
terdapat distress pernapasan (pernapasan
cuping hidung, retraksi intercostal,
takipneu).
Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasmaleukosit 17.800/mm3, glukosa sewaktu 197
umumnya ditemukan leukosit dalam baasgr/dL, dan C-reactive protein 20,3 mg/dL.
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapiHasil foto thoraks dijumpai infiltrat di
pada pneumonia bakteri didapatkanperihiler dan paracardial kanan dan kiri.
leukositosis ( 15.000 – 40.000/mm 3 )Pada pasien di lakukan pemeriksaan foto

24
dengan prdominan PMN. CRP adalah suatuthoraks karena ditemukan tanda dan gejala
protein fase akut yang disisntesis olehklinik distres pernapasan seperti takipneu,
hepatosit. Sebagai respon infeksi ataubatuk, dan ronkhi.
inflamasi jaringan, produksi CRP secara
cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-
6, IL-1 da TNF. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari
usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi
paru. Gambaran radiologis pneumonia
meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru.
Bronkopneumonia, ditandai dengan
gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak – bercak infiltrat yang
meluas hingga ke daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.
Etiologi dan Faktor Risiko Pada kasus ini, pasien berusia 1 bulan
Bronkopneumonia adalah bercak-bercakdengan keluhan demam sejak 1 mingu dan
infiltrat difus merata pada kedua parubatuk yang merupakan tanda infeksi pada
(dapat meluas hinnga daerah perifer paru)saluran nafas. Pada pemeriksaan penunjang
disertai dengan peningkatan corakandijumpai peningkatan jumlah leukosit
peribronkial. Berbagai mikrooranismenamun tidak signifikan. Pada pneumonia
dapat menyebabkan pneumonia, antara lainbakteri didapatkan leukositosis (15.000 –
virus, jamur dan bakteri S. pneumonia 40.000/mm3) dengan prdominan PMN.
merupakan penyebab tersering pneumoniaSelain itu, ditemukan peningkatan C-
bakterial pada semua kelompok umur.Reactive protein. Secara klinis CRP
Virus ( Respiratory Syncytial Virus) lebih digunakan sebagai alat diagnostik untuk
sering ditemukan pada anak kurang dari 5membedakan antara faktor infeksi dan
tahun. Virus (Respiratory Syncytial Virus)noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau
merupakan virus penyebab tersering padainfeksi superfisialis atau profunda. Kadar

25
anak kurang dari 3 tahun. Pada umur lebihCRP biasanya lebih rendah pada infeksi
muda, adenovirus, parainfluenza virus,virus atau infeksi superfisialis daripada
influenza virus juga ditemukan.profunda.
Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia
pneumonia, lebih sering ditemukan pada
anak-anak, dan biasanya merupakan
penyebab tersering yang ditemukan pada
anak lebih dari 10 tahun.
Penatalaksanaan Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inapantara lain:
adalah pengobatan kausal dengan antibiotik  O2 5l/menit via sungkup
yang sesuai, serta tindakan suportif.  IVFD D5% ¼ NS  15 gtt/menit
Pengobatan suportif meliputi pemeberin (mikro)
cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap  Inj. Pycin 175 mg/ 8 jam/IV
gangguan asa basa, elektrolit, dan gula  Inj. Gentamisin 20 mg/ 8 jam/IV
darah. Untuk nyeri dan demam dapat  Inj. Paracetamol 60 mg/8 jam/IV
diberikan analgetik /antipiretik.  Mucos drop 0,2 cc/ 12 jam/ oral
Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat
merupakan kunci utma keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera
diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia rawat inap antibiotik yang
diberikan adalah beta laktam, ampisilin
atau amoksisislin dikombinasikan degan
kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan
brupa : Penisilin G intrvena ( 25.000
U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol
( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan seftriaxon
intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ).

26
Keduanya diberikan selama 10 hari.

27
BAB V
KESIMPULAN

Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.


Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus,jamur, dan benda asing. Tatalaksana
bronkoneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai
kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik
secara empiris.
Pada kasus ini berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien di diagnosis dengan bronkopneumonia. Tatalaksana
yang diberikan berupa pengobatan suportif, pemberian antibiotik, dan simptomatis.
Prognosis pada kasus ini baik, umumnya penderita bahkan dapat sembuh spontan
dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis selama
perawatan pasien sudah sangat membaik. Keluhan juga mulai berkurang perlahan.
Hal ini ditandai dengan batuk dan sesak yang sudah mulai berkurang dan demam
yang turun dalam masa perawatan. Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam
untuk quo ad vitam dan functionam.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Zec, S. L., Selmanovic, K., Andrijic, N. L., Kadic, A., Zecevic, L., & Zunic, L.
(2016). Evaluation of Drug Treatment of Bronchopneumonia at the Pediatric
Clinic in Sarajevo. Medical archives (Sarajevo, Bosnia and Herzegovina), 70(3),
177–181. https://doi.org/10.5455/medarh.2016.70.177-181
2. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822- overview. ”9 Marert 2013)
3. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.fl., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.fl., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 ”7): 617-630
4. Fadhila, A. (2013). Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia
pada pasien bayi laki-laki berusia 6 bulan. Jurnal Medula, 1(02), 1-10.
5. Rahajoe N., 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
pp.350- 365.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
7. Kgasi, Kate. 2019. Bronchopneumonia in Children. CMScript : 4/2019
8. WHO. 2009.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta:
World Health Organization;

29

Anda mungkin juga menyukai