OLEH:
I PUTU JAYA
041STYCJ21
Waktu pelaksanaan
Laporan pendahuluan dan laporan kasus ini telah diperiksa, disetujui dan
dievaluasi oleh pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
1.1 Definisi
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan/trauma dan disertai kerusakan jaringan lunak
(Muttaqin,2011). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing
Nursing Care Plans and Dokumentation Dokumentation menyebutkan
menyebutkan bahwa Fraktur Fraktur adalah rusaknya rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang. Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang
humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung (de Jong, 2010).
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa fraktur humerus
adalah terputusnya atau rusaknya tulang yang disebabkan oleh benturan yang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang baik benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung.
1.2 Anatomi Fisiologi
1.2.1 Tulang Humerus
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar
dari ekstremitas superior. Tulang itu bersendi pada bagian proksimal
dengan scapula pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua
tulang ulna dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput
humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula dengan
membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri
terdapat collum anatomicum yang terlihat seperti lengkungan oblik.
Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal
dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang
bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum
majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang disebut
sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut
dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian
ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti
silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi
berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung
distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni dipertengahan corpus humeri,
terdapat daerah berbentuk V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas
deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus
deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada
bagian distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur
seperti tombol bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan
caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di atas
capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan
difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum
humeri bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan suatu depresi
anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar
yang menerima olecranon ulna ketika lengan diektensikan. Epicondylus
medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada
sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan
tendon otot-otot menempel. Nervus ulnaris, suatu syaraf yang dapat
membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengan terbentur,
dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area
posterior dan epicondylus medialis.
Tulang humerus dibagi menjadi tiga yaitu kaput (ujung atas),
korpus dan ujung bawah
1. Kaput (ujung atas).
Sepertiga dari ujung humerus terdiri atas sebuah kepala, yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan
bagian dari bangunan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang
lebih ramping disebut leher anatomic. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomic terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas
mayor dan di sebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari tot bisep. Dibawah
tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, terap diatas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah
benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang dari sebelah medial
ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi
sebalah dalam berbentuk glendong-benang tempat persendian dengan
ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil medial dan epikondil lateral. (Pearce, Evelyn
C, 2011).
1.3 Etiologi
Penyebab fraktur menurut Wahid (2013) antara lain :
1. Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dan terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dan terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah jalur hantaran vektor kekerasan.
4. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya strutur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya nutrisi seperti vitamin d, kalsium, fosfor dan
ferum. Faktor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari
proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan yang lambat pada
penyembuhan fraktur atau terjadi akibat kepanasan.
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik atau gambaran klinis pada fraktur humerus adalah:
1. Nyeri
Nyeri continue continue / terus-menerus terus-menerus dan meningkat
meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan sekunder sampai
fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh
def fragmen disebabkan oleh deformitas tulang ormitas tulang dan patah
tulang dan patah tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan
dengan daerah yang tidak luka.
3. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi
secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang
yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
4. Bengkak / memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma
pada jaringan lunak.
5. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas
dan di bawah lokasi fraktur humerus.
6. Krepitasi
Suara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri
digerakkan disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung
1.5 Patofisiologi
Insufiensi pembuluh darah atau peningkatan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf ekstremitas saraf perifer.
Bila tidak terkontrol, pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi dara total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. (Brunner, 2013).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
1.6 Pathway
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien fraktur pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. X ray yang fungsinya menentukan lokasi / luas fraktur
2. Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
4. Hitung darah lengkap : untuk mengetahui mungkin hemokonsentrasi
mungkin meningkat, menurun pada perdarahan, peningkat leukosit sebagai
respon terhadap peradangan.
5. Kretinin : trauma otot meningkat beban kretinin untuk Pasien ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,transfusi
atau cedera hati
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Fosfatase alkali meningkat padatulang yang rusak dan menunjukan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
asparat amino transferase (AST), dan adolase meninngkat pada tahp
penyembuhan tulang.
(Nurafif , 2015).
1.8 Komplikasi
Komplikasi menurut Muttaqin (2011) :
1. Komplikasi Awal
a. Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tak terlihat) dan kehilangan ciaran
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas,
toraks pelvis, dan vertebra. Karena tulang merupakan organ yang
sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah
yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur dan
pelvis.
b. Sindrom embili lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,
fraktur multiple, atau cedera rumuk, dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda (20 sampai 30 tahun) pria. Pada saat
terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi daripada pembuluh kapiler atau
krena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ yang lain. Awitan
gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai 1
minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 jam
sampai 72 jam.
c. Sindrom kompartemen. Merupakan masalah yang terjadi pada perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Sindroma kompartmen ditandai dengan nyeri hebat, perestesi,
paresis, pucat, di sertai dengan denyut nadi yang hilang. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat, peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : cedera
remuk).
d. Komplikasi awal lainnya. Tromboemboli, infeksi, dan koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).
2. Komplikasi Lambat
a. Delayed union merupakan penyatuan terlambat atau tidak adanya
penyatuan. Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak cepat
terjadi dengan kecepatan normal atau pada umumnya untuk jenis dan
tempat fraktur tertentu. Tidak adanya penyatuan terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung-ujung patah tulang.
b. Nekrosis avaskuler tulang, dapat terjadi bila tulang kehilangan darah
dan mati.
c. Non union merupakan proses penyembuhan yang gagal meskipun
sudah diberi pengobatan.
d. Mal union merupakan proses penyembuhan terjadi tetapi tidak
memuaskan.
1.9 Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mngoreksi masalahnya. Prosedur yang sering dilakukan
meliputi reduksi terbuka, dengan fiksasi interna atau disingkat ORIF (Open
Reduction Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan
indikasinya yang lazim dilakukan :
1. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dengan membuat kesejajaran tulang
yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang
yang patah.
2. Reduksi tertutup : mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan memanipulasi dan traksi manual.
3. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku, dan pin logam.
4. Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan dan menstabilisasi atau
mengganti tulang yang berpenyakit.
5. Amputasi : penghilangan bagian tubuh
6. Artoplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artoskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedan mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
7. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
8. Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam
atau sintetis.
9. Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintesis.
10. Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan kontriksi otot
atau mengurangi kontraktur fasia.
11. Imobilisasi : dapat dilakukkan dengan metode eksterna dan interna dan
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurocaskuler selalu
dipantau melalui peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan
waktu imobilisasi yang dibuthkan untuk penyatuan tulang yang mengalami
fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Brunner, 2013)
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan berkesinambungan (Muttaqin, 2014).
Pengkajian meliputi:
1. Identitas pasien
Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor registrasi, serta diagnose medis (Muttaqin, 2014).
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah terasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut dan kronis tergantung lamanya serangan dan
tingkat atau kualitas nyeri tersebut. Dalam mengkaji nyeri maka
digunakan PQRST.
P = Provoking incident: penyebab nyeri yaitu post operasi fraktur
humerus.
Q = Quality of pain: nyeri yang dirasakan atau digambarkan Pasienseperti
; terbakar, tertusuk, atau berdenyut.
R = Regio : lokasi dari nyeri tersebut, yaitu pada daerah post operasi
fraktur humerus.
S = Scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri, bisa dengan menggunakan skala nyeri angka dan
skala nyeri bergambar atau ekspresi
T = Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko
mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma
atau kecelakaan, degenertif, dan patologis yang didahului dengan
pendarahan, kerusakan jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri,
oedema, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan
secara genetik.
(Nurussalam, 2014)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Kardiovaskular
1) Mata : Inspeksi pada konjungtiva dan skelera. Pada kondisi normal
konjungtiva pink dan skelera putih.
2) Leher : Inspeksi pada vena jugularis seperti bendungan. Normalnya
tak ada bendungan vena jugularis. Auskultasi pada bising
pembuluh darah Palpasi pada arteri karotis. Normalnya teraba.
3) Dada :
Inspeksi pada prekordial (dada) penderita. Secara topografik
jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Auskultasi: Dengarkan BJ(bagian jantung) I pada :
- ICS IV linea sternalis(garis khayal tepi) kiri (BJ I Trikuspidalis
(katup serambi kanan))
- ICS V linea midclavicula (garis khayal sejajar 1 mediana
melalui pertengahan clavikunca/ICS III linea sternalis kanan
(BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada:
- ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
- ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II
Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
- Terdengar di daerah mitra
- BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi
tidak melebihi separuh dari fase diastolik, nada rendah
Normal: Terdengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara
penutupan katup mitral dan katup trikuspid, menandai awal sistol
yang suaranya pecah saat bernafas.Pada anak-anak dan dewasa
muda, BJ III adalah normal.
Palpasi
- Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau
berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri
agak medial dari linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak
iktus tampak pada ruang interkostal IV.
- Denyutan nadi pada dada
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di
ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah
ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi arteri
pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
- Getaran
Adanya getaran sering kali menunjukkan adanya kelainan
katup bawaan atau penyakit jantung kongenital. Terabanya
getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
Perkusi
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung
yaitu efusi perikardium dan aneurisma aorta.
Batas kiri jantung:
- Lakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
- Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif
ditetapkan sebagai batas jantung kiri.
Normal seperti: Atas seperti ICS (interkosta(antar rusuk))II kiri di
linea parastrenalis kiri (pinggang jantung) dan bawah seperti ICS V
kiri agak ke medial linea midklavikularis (tempat iktus) kiri.
Batas Kanan Jantung:
- Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
- Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya
agak jauh dari dinding depan torak
Normal: Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang
interkostal III-IV kanan, di linea parasternalis kanan. Sedangkan
batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis
kanan.
4) Perut : Auskultasi pada friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka.
Normalnya terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
5) Ekstremitas : Inspeksi pada warna kulit. Kondisi normal sama
dengan kulit lainnya. Membran mukosa dan kulit pucat dapat
menandakan hipotensi. Sedangkan kemerahan pada wajah dapat
berarti hipertensi. Palpasi pada denyutan a.brachialis dan a.
radialis, a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis
denyutan,capillary refile (pengisian kapiler) pada kuku, temperatur
kulit. Kondisi normal seperti kulit hangat, nadi teraba jelas, dan
aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
b. Sistem Pernapasan
1) Hidung : Inspeksi pada rongga, hidung (sekret, sumbatan,
pendarahan), dan tanda-tanda infeksi. Keadaan normal, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi. Palpasi pada sekitar
hidung. Keadaan normal tak ada nyeri dan massa.
2) Dada : Inspeksi pada kesimetrisan, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan), edema,
ukuran dada. Auskultasi padasuara nafas, trakea, bronkus, paru.
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di
RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trakea). Palpasi pada
pergerakan dada, massa, nyeri, tractile fremitus. Perkusi pada paru,
eksrusi diafragma.
3) Ekstremitas : Inspeksi pada warna kulit dan kuku. Normalnya kulit
sama dan kuku tak sianosis.
c. Sistem Pendengaran
1) Telinga Luar : Inspeksi pada pinna (daun telinga) seperti ukuran,
posisi, bentuk, ditengah, pengeluaran cairan, alat bantu dengar dan
liang telinga (serumen/tanda-tanda infeksi). Palpasi pada pinna
seperti nyeri tekan, pembengkakan, nodulus. Normalnya tak ada
nyeri, pembengkakan maupun nodulus.
2) Membran timpani : Inspeksi pada keutuhan selaput, translusen,
warna pada akhir kanal. Normalnya selaput utuh dan abu-abu
seperti mutiara.
d. Sistem Pengelihatan
1) Sklera : Inspeksi pada nodul, hiperemia, perubahan warna.
Normalnya putih, kulit gelap agak seperti lumpur.
2) Kornea : Inspeksi pada kejernihan dan arkus senilis (cincin
keputih-putihan pada perimeter kornea). Normalnya kornea jernih,
tanpa kekeruhan / kabut dan arkus senilis pada usia di atas 40
tahun.
3) Pupil : Inspeksi pada ukuran, reaksi terhadap cahaya dan
akomodasi. Normalnya ukuran sama, bereaksi terhadap cahaya dan
akomodasi.
4) Iris : Inspeksi pada warnanya, nodul, dan vaskularitas. Normalnya
pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang.
5) Mata : Palpasi pada mata kearah hidung dan daerah sekitar mata.
e. Sistem Endokrin
1) Rambut : Inspeksi rambut. Hirsutism atau meningkatnya
pertumbuhan rambut pada wajah, tubuh, atau pubis merupakan
salah satu penemuan abnormal.
2) Leher : Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat
mengidentifikasi bunyi "bruit“ karena turbulensi pada pembuluh
darah tiroid. Normalnya tidak ada bunyi. Palpasi pada kelenjar
tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjar limfe (letak, konsistensi,
nyeri, pembesaran), kelenjar parotis (letak, terlihat/ teraba).
f. Sistem Pencernaan
1) Kafum oris : Inspeksi dan palpasi pada gigi lengkap/penggunaan
gigi palsu, perdarahan atau radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi
lidah, dan keadaan langit-langit. Normalnya gigi lengkap, tidak ada
tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-
langit utuh dan tidak ada tanda infeksi.
2) Kerongkongan : Inspeksi adanya peradangan dan lendir/sekret.
3) Abdomen : Inspeksi warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas,
jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan
pergerakkan abnormal.
4) Lambung : Perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan
bagian epigastrium kiri. Gelembung udara lambung bila di perkusi
akan berbunyi timpani
5) Hepar : Palpasi di bawah torak/ dada kanan posterior pada iga
kesebelas dan kedua belas dengan tangan kiri dan tekanan ke arah
atas (pemeriksa di sebelah kanan). Perkusi pada garis
midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai
batas bawah hati tersebut.
6) Kantong empedu : Palpasi dengan telapak tangan kiri dibawah
dada kanan posterior pada iga XI dan XII dan tekananlah kearah
atas.
7) Limpa : Palpasi dengan menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di
bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
8) Usus : Auskultasi pada suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian diafragma dari stetoskop). Normalnya suara
peristaltik terdengar setiap 5-20x/detik.
9) Anus dan rectum : Pemeriksaan pada feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan. Normalnya
tidak ada nyeri, tidak terdapat edema/ hemoroid/polip/tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
g. Sistem Perkemihan
1) Ginjal : Palpasi adanya distesi bladder (sumbatan kandung kemih).
Perkusi dengan satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar
dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Penderita diminta untuk
memberikan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
2) Penggunaan alat bantu kemih : Inspeksi penggunaan kondom
kateter, folleys kateter, silikon kateter atau urostomi atau supra
pubik kateter.
h. Sistem Muskulokeletal
1) Tulang belakang : Inspeksi kelurusan tulang belakang, diperiksa
dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan, amati
kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
2) Ekstremitas : Inspeksi penggunaan otot tambahan, adanya otot dan
tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan
oleh malposisi suatu bagian tubuh, persendian untuk mengetahui
adanya kelainan persendian dan pergerakkan. Palpasi pada saat otot
istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter (spastisitas(tak terkontrol)), palpasi untuk
mengetahui adanya edema atau nyeri tekan. Perkusi dilakukan
pemeriksaan reflek-reflek ekstremitas.
i. Sistem Genital
1) Wanita
- Inspeksi labia mayor dan minor.
- Genetalia internal : Inspeksi orifisium vagina mendekteksi
inflamasi, edema, cairan, dan lesi. Palpasi ke bawah ke arah
perineum (daerah sekitar vulva dan anus).
2) Pria
- Penis : Inspeksi batang, korona, preputium, glans, dan meatus
uretra (pangkal penis). Palpasi meatrus uretra perlahan untuk
mendeteksi nyeri tekan, ukuran, konsistensi, dan bentuk.
Normalnya penis tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada
pengeluaran pus atau darah.
- Skrotum : Inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan skrotum
sambil mengamati adanya lesi atau edema.
- Cincin dan analis ingusinalis : Inspeksi ada tidaknya
pembengkakan di area inguinalis. Palpasi nodus limfa
inguinalis. Nodus normal terasa kecil, tak nyeri, dan dapat
digerakkan.
- Genetalia internal : Inspeksi adanya nodul atau pembengkakan
pada vas deferensi. Normalnya, mulus. Palpasi testis dan
epididimis di antara ibu jari dan dua jari pertama. Normalnya
testis mulus seperti karet dan bebas nodul sertaepididimis
terasa kenyal.
j. Sistem Neurologi
1) Tingkat kesadaran : Inspeksi dengan melakukan pertanyaan
tentang kesadaran terhadap waktu, tempat dan orang. Normal
kompos mentis (E4V5M6).
2) Persepsi sensoris : Palpasi tingkat kenyamanan seperti adanya
nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya. Perkusi
pada refleks patela (diketuk pada regio patela (ditengah tengah
patela)) dan pada refleks Achilles (lutut), dipukul dengan refleks
hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
k. Sistem Integumen
1) Inspeksi Kulit : Warna, tahi lalat, tanda lahir, streach mark, adanya
lesi, adanya ruam. Palpasi pada tekstur permukaan kulit,
kelembaban, dideskripsikan dengan kering, berminyak,
berkeringat, atau lembab, temperatur dideskripsikan dengan panas
dingin, mobilitas dan turgor, dan edema dengan nonpitting atau
piting (cekungan jaringan parut).
2) Rambut : Inspeksi rambut. Normalnya tidak menunjukkan tanda-
tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering), distribusi
rambut merata, tak terjadi alopesia berhubungan dengan adanya
kehilangan rambut dan menyebar, merata, dan lengkap, biasanya
dikarenakan terapi obat seperti kemoterapi.
3) Kuku : Inspeksi pada kebersihan, bentuk, dan warna kuku.
Normalnya bersih, bentuk normal, tidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), dan tidak ikterik/sianosis. Palpasi pada ketebalan
kuku.
4) Bau, catat bau badan dan adanya bau pada pernapasan,
berhubungan erat dengan kualitas perawatan diri klien
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan diskuntinuitas
pada korteks tulang)
b. Tomografi, CT scan, MRI (jarang dilakukan)
c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop (scan tulang
terutama berguna ketika radiografi/ Ct scan memberikan hasil negatif
pada kecurigaan fraktur secara klinis)
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
2) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal.
3) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cedera hati.
2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
Gangguan
Integritas Kulit
3. Ds : - Fraktur Resiko Infeksi
Do : -
Fraktur terbuka
ujung tulang
menembus otot dan
kulit
Luka
Port de entry
Resiko Infeksi
4. Ds : Fraktur Perfusi Perifer
Pasien mengeluh nyeri Tidak Efektif
pada lengannya Perubahan fragmen
Do : tulang, kerusakan
Nadi perifer menurun. pada jaringan dan
Akral dingin. pembuluh darah
Warna kulit pucat
Perdarahan lokal
Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
5. Ds : Fraktur Gangguan
Pasien mengeluh sulit Mobilitas Fisik
menggerakkan Perubahan fragmen
lengannya karena nyeri. tulang, kerusakan
Do : pada jaringan dan
Kekuatan otot menurun. pembuluh darah
Rentang gerak (ROM)
menurun. Perdarahan lokal
Sendi kaku.
Gerakan terbatas Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan
Kerusakan
neuromuskular
Gangguan fungsi
organ
Gangguan
Mobilitas Fisik
6. Ds : Fraktur Defisit
Pasien menolak untuk Perawatan Diri
melakukan perawatan Perubahan fragmen
diri karena tanganyya tulang, kerusakan
terasa nyeri. pada jaringan dan
Do : pembuluh darah
Tidak mampu mandi
secara mandiri. Perdarahan lokal
Minat melakukan
perawatan diri kurang. Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan
Kerusakan
neuromuskular
Gangguan fungsi
organ
Gangguan Mobilitas
Fisik
Defisit Perawatan
Diri
b. Perumusan Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur humerus dan fragmen tulang
yang patah ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada lengannya,
tampak meringis dan dikaji menggunakan PQRST.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka ujung
tulang menembus otot dan kulit ditandai dengan adanya keruskan
jaringan kulit, nyeri, perdarahan dan hematoma.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka menyebabkan port de entry.
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan faktur dan perubahan
fragmen tulang, kerusakan pada jaringan dan pembuluh darah
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada lengannya, akral dingin,
kulit pucat dan nadi perifer menurun.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur tulang yang
menyebabkan keruskan neuromuscular dan gangguan fungsi organ
ditandai dengan pasien mengeluh sulit menggerakan lengannya karena
nyeri, kekuatn otot menurun, ROM menurun, sendi kaku dan gerakan
tangan terbatas.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan farktur humerus ditandai
dengan pasien menolak melakukan perawatan diri karena tangannya
terasa nyeri, tidak bisa mandi secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang.
2.3 Intervensi Keperawatan