Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


MUSKULOSKELETAL DENGAN DIAGNOSA CF HUMERUS
DI RUANG IRNA 7 RUMAH SAKIT UNIVERSITAS
AIRLAGGA

OLEH:
I PUTU JAYA
041STYCJ21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAMPIRAN PENGALAMAN BELAJAR PRAKTIK


MAHASISWA NERS SEMESTER I PRODI NERS TAHAP PROFESI
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA

Waktu pelaksanaan

11 April 2022 – 16 April 2022

Laporan pendahuluan dan laporan kasus ini telah diperiksa, disetujui dan
dievaluasi oleh pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan


BAB I
KONSEP DASAR TEORI

1.1 Definisi
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan/trauma dan disertai kerusakan jaringan lunak
(Muttaqin,2011). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku  Nursing
Nursing Care Plans and Dokumentation Dokumentation menyebutkan
menyebutkan bahwa Fraktur Fraktur adalah rusaknya rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang. Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang
humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung (de Jong, 2010).
Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa fraktur humerus
adalah terputusnya atau rusaknya tulang yang disebabkan oleh benturan yang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang baik benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung.
1.2 Anatomi Fisiologi
1.2.1 Tulang Humerus
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar
dari ekstremitas superior. Tulang itu bersendi pada bagian proksimal
dengan scapula pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua
tulang ulna dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput
humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula dengan
membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri
terdapat collum anatomicum yang terlihat seperti lengkungan oblik.
Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal
dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang
bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum
majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang disebut
sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut
dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian
ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti
silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi
berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung
distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni dipertengahan corpus humeri,
terdapat daerah berbentuk V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas
deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus
deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada
bagian distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur
seperti tombol bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan
caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di atas
capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan
difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum
humeri bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan suatu depresi
anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar
yang menerima olecranon ulna ketika lengan diektensikan. Epicondylus
medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada
sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan
tendon otot-otot menempel. Nervus ulnaris, suatu syaraf yang dapat
membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengan terbentur,
dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area
posterior dan epicondylus medialis.
Tulang humerus dibagi menjadi tiga yaitu kaput (ujung atas),
korpus dan ujung bawah
1. Kaput (ujung atas).
Sepertiga dari ujung humerus terdiri atas sebuah kepala, yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan
bagian dari bangunan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang
lebih ramping disebut leher anatomic. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomic terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas
mayor dan di sebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari tot bisep. Dibawah
tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, terap diatas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah
benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang dari sebelah medial
ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi
sebalah dalam berbentuk glendong-benang tempat persendian dengan
ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil medial dan epikondil lateral. (Pearce, Evelyn
C, 2011).
1.3 Etiologi
Penyebab fraktur menurut Wahid (2013) antara lain :
1. Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dan terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dan terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah jalur hantaran vektor kekerasan.
4. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya strutur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya nutrisi seperti vitamin d, kalsium, fosfor dan
ferum. Faktor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari
proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan yang lambat pada
penyembuhan fraktur atau terjadi akibat kepanasan.
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik atau gambaran klinis pada fraktur humerus adalah:
1. Nyeri  
Nyeri continue continue / terus-menerus terus-menerus dan meningkat
meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan sekunder sampai
fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh
def fragmen disebabkan oleh deformitas tulang ormitas tulang dan patah
tulang dan patah tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan
dengan daerah yang tidak luka.
3. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi
secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang
yang mana tulang tersebut saling  berdekatan.
4. Bengkak / memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma
pada  jaringan lunak.
5. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas
dan di bawah lokasi fraktur humerus.
6. Krepitasi
Suara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri
digerakkan disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung
1.5 Patofisiologi
Insufiensi pembuluh darah atau peningkatan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf ekstremitas saraf perifer.
Bila tidak terkontrol, pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi dara total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. (Brunner, 2013).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap  besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.  
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2. Biologi penyembuhan tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung 24  –  48 jam dan  perdarahan berhenti sama
sekali.  
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang  berasal  berasal dari periosteum,`endosteum,dan
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai
selesai, tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel – sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai  berfungsi  berfungsi dengan
mengabsorbsi mengabsorbsi sel-sel sel-sel tulang yang mati. Massa sel
yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus
atau bebat pada  permukaan  permukaan endosteal endosteal dan
periosteal. periosteal. Sementara Sementara tulang yang imatur
(anyaman (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan
pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem lamellar. Sistem ini sekarang cukup
kaku ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan dan memungkinkan
osteoclast menerobos osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada
garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah
yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses  proses yang lambat dan mungkin mungkin perlu beberapa
beberapa bulan sebelum sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa  bulan atau tahun, pengelasan pengelasan kasar ini dibentuk
dibentuk ulang oleh proses resorbsi resorbsi dan  pembentukan
pembentukan tulang yang terus-menerus. terus-menerus. Lamellae
Lamellae yang lebih tebal diletidakkan diletidakkan  pada tempat yang
t  pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, d ekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dik inding yang tidak dikehendaki dibuang,
ehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.

1.6 Pathway
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien fraktur pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. X ray yang fungsinya menentukan lokasi / luas fraktur
2. Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
4. Hitung darah lengkap : untuk mengetahui mungkin hemokonsentrasi
mungkin meningkat, menurun pada perdarahan, peningkat leukosit sebagai
respon terhadap peradangan.
5. Kretinin : trauma otot meningkat beban kretinin untuk Pasien ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,transfusi
atau cedera hati
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Fosfatase alkali meningkat padatulang yang rusak dan menunjukan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
asparat amino transferase (AST), dan adolase meninngkat pada tahp
penyembuhan tulang.
(Nurafif , 2015).

1.8 Komplikasi
Komplikasi menurut Muttaqin (2011) :
1. Komplikasi Awal
a. Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tak terlihat) dan kehilangan ciaran
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas,
toraks pelvis, dan vertebra. Karena tulang merupakan organ yang
sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah
yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur dan
pelvis.
b. Sindrom embili lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,
fraktur multiple, atau cedera rumuk, dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda (20 sampai 30 tahun) pria. Pada saat
terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi daripada pembuluh kapiler atau
krena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ yang lain. Awitan
gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai 1
minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 jam
sampai 72 jam.
c. Sindrom kompartemen. Merupakan masalah yang terjadi pada perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Sindroma kompartmen ditandai dengan nyeri hebat, perestesi,
paresis, pucat, di sertai dengan denyut nadi yang hilang. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat, peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : cedera
remuk).
d. Komplikasi awal lainnya. Tromboemboli, infeksi, dan koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).
2. Komplikasi Lambat
a. Delayed union merupakan penyatuan terlambat atau tidak adanya
penyatuan. Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak cepat
terjadi dengan kecepatan normal atau pada umumnya untuk jenis dan
tempat fraktur tertentu. Tidak adanya penyatuan terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung-ujung patah tulang.
b. Nekrosis avaskuler tulang, dapat terjadi bila tulang kehilangan darah
dan mati.
c. Non union merupakan proses penyembuhan yang gagal meskipun
sudah diberi pengobatan.
d. Mal union merupakan proses penyembuhan terjadi tetapi tidak
memuaskan.
1.9 Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mngoreksi masalahnya. Prosedur yang sering dilakukan
meliputi reduksi terbuka, dengan fiksasi interna atau disingkat ORIF (Open
Reduction Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan
indikasinya yang lazim dilakukan :
1. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dengan membuat kesejajaran tulang
yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang
yang patah.
2. Reduksi tertutup : mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan memanipulasi dan traksi manual.
3. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku, dan pin logam.
4. Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan dan menstabilisasi atau
mengganti tulang yang berpenyakit.
5. Amputasi : penghilangan bagian tubuh
6. Artoplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artoskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedan mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
7. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
8. Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam
atau sintetis.
9. Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintesis.
10. Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan kontriksi otot
atau mengurangi kontraktur fasia.
11. Imobilisasi : dapat dilakukkan dengan metode eksterna dan interna dan
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurocaskuler selalu
dipantau melalui peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan
waktu imobilisasi yang dibuthkan untuk penyatuan tulang yang mengalami
fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Brunner, 2013)

BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan berkesinambungan (Muttaqin, 2014).
Pengkajian meliputi:
1. Identitas pasien
Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor registrasi, serta diagnose medis (Muttaqin, 2014).
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah terasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut dan kronis tergantung lamanya serangan dan
tingkat atau kualitas nyeri tersebut. Dalam mengkaji nyeri maka
digunakan PQRST.
P = Provoking incident: penyebab nyeri yaitu post operasi fraktur
humerus.
Q = Quality of pain: nyeri yang dirasakan atau digambarkan Pasienseperti
; terbakar, tertusuk, atau berdenyut.
R = Regio : lokasi dari nyeri tersebut, yaitu pada daerah post operasi
fraktur humerus.
S = Scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri, bisa dengan menggunakan skala nyeri angka dan
skala nyeri bergambar atau ekspresi
T = Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko
mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma
atau kecelakaan, degenertif, dan patologis yang didahului dengan
pendarahan, kerusakan jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri,
oedema, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan
secara genetik.
(Nurussalam, 2014)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Kardiovaskular
1) Mata : Inspeksi pada konjungtiva dan skelera. Pada kondisi normal
konjungtiva pink dan skelera putih.
2) Leher : Inspeksi pada vena jugularis seperti bendungan. Normalnya
tak ada bendungan vena jugularis. Auskultasi pada bising
pembuluh darah Palpasi pada arteri karotis. Normalnya teraba.
3) Dada :
Inspeksi pada prekordial (dada) penderita. Secara topografik
jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Auskultasi: Dengarkan BJ(bagian jantung) I pada :
- ICS IV linea sternalis(garis khayal tepi) kiri (BJ I Trikuspidalis
(katup serambi kanan))
- ICS V linea midclavicula (garis khayal sejajar 1 mediana
melalui pertengahan clavikunca/ICS III linea sternalis kanan
(BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada:
- ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
- ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II
Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
- Terdengar di daerah mitra
- BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi
tidak melebihi separuh dari fase diastolik, nada rendah
Normal: Terdengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara
penutupan katup mitral dan katup trikuspid, menandai awal sistol
yang suaranya pecah saat bernafas.Pada anak-anak dan dewasa
muda, BJ III adalah normal.
Palpasi
- Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau
berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri
agak medial dari linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak
iktus tampak pada ruang interkostal IV.
- Denyutan nadi pada dada
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di
ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah
ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi arteri
pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
- Getaran
Adanya getaran sering kali menunjukkan adanya kelainan
katup bawaan atau penyakit jantung kongenital. Terabanya
getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
Perkusi
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung
yaitu efusi perikardium dan aneurisma aorta.
Batas kiri jantung:
- Lakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
- Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif
ditetapkan sebagai batas jantung kiri.
Normal seperti: Atas seperti ICS (interkosta(antar rusuk))II kiri di
linea parastrenalis kiri (pinggang jantung) dan bawah seperti ICS V
kiri agak ke medial linea midklavikularis (tempat iktus) kiri.
Batas Kanan Jantung:
- Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
- Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya
agak jauh dari dinding depan torak
Normal: Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang
interkostal III-IV kanan, di linea parasternalis kanan. Sedangkan
batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis
kanan.
4) Perut : Auskultasi pada friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka.
Normalnya terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
5) Ekstremitas : Inspeksi pada warna kulit. Kondisi normal sama
dengan kulit lainnya. Membran mukosa dan kulit pucat dapat
menandakan hipotensi. Sedangkan kemerahan pada wajah dapat
berarti hipertensi. Palpasi pada denyutan a.brachialis dan a.
radialis, a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis
denyutan,capillary refile (pengisian kapiler) pada kuku, temperatur
kulit. Kondisi normal seperti kulit hangat, nadi teraba jelas, dan
aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
b. Sistem Pernapasan
1) Hidung : Inspeksi pada rongga, hidung (sekret, sumbatan,
pendarahan), dan tanda-tanda infeksi. Keadaan normal, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi. Palpasi pada sekitar
hidung. Keadaan normal tak ada nyeri dan massa.
2) Dada : Inspeksi pada kesimetrisan, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan), edema,
ukuran dada. Auskultasi padasuara nafas, trakea, bronkus, paru.
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di
RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trakea). Palpasi pada
pergerakan dada, massa, nyeri, tractile fremitus. Perkusi pada paru,
eksrusi diafragma.
3) Ekstremitas : Inspeksi pada warna kulit dan kuku. Normalnya kulit
sama dan kuku tak sianosis.
c. Sistem Pendengaran
1) Telinga Luar : Inspeksi pada pinna (daun telinga) seperti ukuran,
posisi, bentuk, ditengah, pengeluaran cairan, alat bantu dengar dan
liang telinga (serumen/tanda-tanda infeksi). Palpasi pada pinna
seperti nyeri tekan, pembengkakan, nodulus. Normalnya tak ada
nyeri, pembengkakan maupun nodulus.
2) Membran timpani : Inspeksi pada keutuhan selaput, translusen,
warna pada akhir kanal. Normalnya selaput utuh dan abu-abu
seperti mutiara.
d. Sistem Pengelihatan
1) Sklera : Inspeksi pada nodul, hiperemia, perubahan warna.
Normalnya putih, kulit gelap agak seperti lumpur.
2) Kornea : Inspeksi pada kejernihan dan arkus senilis (cincin
keputih-putihan pada perimeter kornea). Normalnya kornea jernih,
tanpa kekeruhan / kabut dan arkus senilis pada usia di atas 40
tahun.
3) Pupil : Inspeksi pada ukuran, reaksi terhadap cahaya dan
akomodasi. Normalnya ukuran sama, bereaksi terhadap cahaya dan
akomodasi.
4) Iris : Inspeksi pada warnanya, nodul, dan vaskularitas. Normalnya
pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang.
5) Mata : Palpasi pada mata kearah hidung dan daerah sekitar mata.
e. Sistem Endokrin
1) Rambut : Inspeksi rambut. Hirsutism atau meningkatnya
pertumbuhan rambut pada wajah, tubuh, atau pubis merupakan
salah satu penemuan abnormal.
2) Leher : Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat
mengidentifikasi bunyi "bruit“ karena turbulensi pada pembuluh
darah tiroid. Normalnya tidak ada bunyi. Palpasi pada kelenjar
tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjar limfe (letak, konsistensi,
nyeri, pembesaran), kelenjar parotis (letak, terlihat/ teraba).
f. Sistem Pencernaan
1) Kafum oris : Inspeksi dan palpasi pada gigi lengkap/penggunaan
gigi palsu, perdarahan atau radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi
lidah, dan keadaan langit-langit. Normalnya gigi lengkap, tidak ada
tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-
langit utuh dan tidak ada tanda infeksi.
2) Kerongkongan : Inspeksi adanya peradangan dan lendir/sekret.
3) Abdomen : Inspeksi warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas,
jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan
pergerakkan abnormal.
4) Lambung : Perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan
bagian epigastrium kiri. Gelembung udara lambung bila di perkusi
akan berbunyi timpani
5) Hepar : Palpasi di bawah torak/ dada kanan posterior pada iga
kesebelas dan kedua belas dengan tangan kiri dan tekanan ke arah
atas (pemeriksa di sebelah kanan). Perkusi pada garis
midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai
batas bawah hati tersebut.
6) Kantong empedu : Palpasi dengan telapak tangan kiri dibawah
dada kanan posterior pada iga XI dan XII dan tekananlah kearah
atas.
7) Limpa : Palpasi dengan menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di
bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
8) Usus : Auskultasi pada suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian diafragma dari stetoskop). Normalnya suara
peristaltik terdengar setiap 5-20x/detik.
9) Anus dan rectum : Pemeriksaan pada feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan. Normalnya
tidak ada nyeri, tidak terdapat edema/ hemoroid/polip/tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
g. Sistem Perkemihan
1) Ginjal : Palpasi adanya distesi bladder (sumbatan kandung kemih).
Perkusi dengan satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar
dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Penderita diminta untuk
memberikan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
2) Penggunaan alat bantu kemih : Inspeksi penggunaan kondom
kateter, folleys kateter, silikon kateter atau urostomi atau supra
pubik kateter.
h. Sistem Muskulokeletal
1) Tulang belakang : Inspeksi kelurusan tulang belakang, diperiksa
dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan, amati
kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
2) Ekstremitas : Inspeksi penggunaan otot tambahan, adanya otot dan
tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan
oleh malposisi suatu bagian tubuh, persendian untuk mengetahui
adanya kelainan persendian dan pergerakkan. Palpasi pada saat otot
istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter (spastisitas(tak terkontrol)), palpasi untuk
mengetahui adanya edema atau nyeri tekan. Perkusi dilakukan
pemeriksaan reflek-reflek ekstremitas.
i. Sistem Genital
1) Wanita
- Inspeksi labia mayor dan minor.
- Genetalia internal : Inspeksi orifisium vagina mendekteksi
inflamasi, edema, cairan, dan lesi. Palpasi ke bawah ke arah
perineum (daerah sekitar vulva dan anus).
2) Pria
- Penis : Inspeksi batang, korona, preputium, glans, dan meatus
uretra (pangkal penis). Palpasi meatrus uretra perlahan untuk
mendeteksi nyeri tekan, ukuran, konsistensi, dan bentuk.
Normalnya penis tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada
pengeluaran pus atau darah.
- Skrotum : Inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan skrotum
sambil mengamati adanya lesi atau edema.
- Cincin dan analis ingusinalis : Inspeksi ada tidaknya
pembengkakan di area inguinalis. Palpasi nodus limfa
inguinalis. Nodus normal terasa kecil, tak nyeri, dan dapat
digerakkan.
- Genetalia internal : Inspeksi adanya nodul atau pembengkakan
pada vas deferensi. Normalnya, mulus. Palpasi testis dan
epididimis di antara ibu jari dan dua jari pertama. Normalnya
testis mulus seperti karet dan bebas nodul sertaepididimis
terasa kenyal.
j. Sistem Neurologi
1) Tingkat kesadaran : Inspeksi dengan melakukan pertanyaan
tentang kesadaran terhadap waktu, tempat dan orang. Normal
kompos mentis (E4V5M6).
2) Persepsi sensoris : Palpasi tingkat kenyamanan seperti adanya
nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya. Perkusi
pada refleks patela (diketuk pada regio patela (ditengah tengah
patela)) dan pada refleks Achilles (lutut), dipukul dengan refleks
hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
k. Sistem Integumen
1) Inspeksi Kulit : Warna, tahi lalat, tanda lahir, streach mark, adanya
lesi, adanya ruam. Palpasi pada tekstur permukaan kulit,
kelembaban, dideskripsikan dengan kering, berminyak,
berkeringat, atau lembab, temperatur dideskripsikan dengan panas
dingin, mobilitas dan turgor, dan edema dengan nonpitting atau
piting (cekungan jaringan parut).
2) Rambut : Inspeksi rambut. Normalnya tidak menunjukkan tanda-
tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering), distribusi
rambut merata, tak terjadi alopesia berhubungan dengan adanya
kehilangan rambut dan menyebar, merata, dan lengkap, biasanya
dikarenakan terapi obat seperti kemoterapi.
3) Kuku : Inspeksi pada kebersihan, bentuk, dan warna kuku.
Normalnya bersih, bentuk normal, tidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), dan tidak ikterik/sianosis. Palpasi pada ketebalan
kuku.
4) Bau, catat bau badan dan adanya bau pada pernapasan,
berhubungan erat dengan kualitas perawatan diri klien
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan diskuntinuitas
pada korteks tulang)
b. Tomografi, CT scan, MRI (jarang dilakukan)
c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop (scan tulang
terutama berguna ketika radiografi/ Ct scan memberikan hasil negatif
pada kecurigaan fraktur secara klinis)
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
2) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal.
3) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cedera hati.
2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data

No Sign/Symptom Etiologi Problem


1. Ds : Fraktur Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri
lengannya. Ketidaksetabilan
Do : posisi fraktur apabila
Klien tampak meringis organ fraktur di
kesakitan gerakkan
 PQRST
TTV Fragmen tulang
yang  patah menusuk
organ sekitar
Nyeri Akut
2. Ds : Fraktur Gangguan
Do : Integritas Kulit
Terdapat kerusakan Fraktur terbuka
jaringan kulit. ujung tulang
Terdapat nyeri menembus otot dan
Terdapat perdarahan kulit
Terdapat hematoma
Luka

Gangguan
Integritas Kulit
3. Ds : - Fraktur Resiko Infeksi
Do : -
Fraktur terbuka
ujung tulang
menembus otot dan
kulit

Luka

Port de entry

Resiko Infeksi
4. Ds : Fraktur Perfusi Perifer
Pasien mengeluh nyeri Tidak Efektif
pada lengannya Perubahan fragmen
Do : tulang, kerusakan
Nadi perifer menurun. pada jaringan dan
Akral dingin. pembuluh darah
Warna kulit pucat
Perdarahan lokal

Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan

Perfusi Perifer
Tidak Efektif
5. Ds : Fraktur Gangguan
Pasien mengeluh sulit Mobilitas Fisik
menggerakkan Perubahan fragmen
lengannya karena nyeri. tulang, kerusakan
Do : pada jaringan dan
Kekuatan otot menurun. pembuluh darah
Rentang gerak (ROM)
menurun. Perdarahan lokal
Sendi kaku.
Gerakan terbatas Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan

Kerusakan
neuromuskular

Gangguan fungsi
organ

Gangguan
Mobilitas Fisik
6. Ds : Fraktur Defisit
Pasien menolak untuk Perawatan Diri
melakukan perawatan Perubahan fragmen
diri karena tanganyya tulang, kerusakan
terasa nyeri. pada jaringan dan
Do : pembuluh darah
Tidak mampu mandi
secara mandiri. Perdarahan lokal
Minat melakukan
perawatan diri kurang. Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan

Kerusakan
neuromuskular

Gangguan fungsi
organ

Gangguan Mobilitas
Fisik

Defisit Perawatan
Diri

b. Perumusan Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur humerus dan fragmen tulang
yang patah ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada lengannya,
tampak meringis dan dikaji menggunakan PQRST.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka ujung
tulang menembus otot dan kulit ditandai dengan adanya keruskan
jaringan kulit, nyeri, perdarahan dan hematoma.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka menyebabkan port de entry.
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan faktur dan perubahan
fragmen tulang, kerusakan pada jaringan dan  pembuluh darah
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada lengannya, akral dingin,
kulit pucat dan nadi perifer menurun.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur tulang yang
menyebabkan keruskan neuromuscular dan gangguan fungsi organ
ditandai dengan pasien mengeluh sulit menggerakan lengannya karena
nyeri, kekuatn otot menurun, ROM menurun, sendi kaku dan gerakan
tangan terbatas.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan farktur humerus ditandai
dengan pasien menolak melakukan perawatan diri karena tangannya
terasa nyeri, tidak bisa mandi secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang.
2.3 Intervensi Keperawatan

Hr/ DIAGNOSA TUJUAN/ INTERVENSI


tgl KEPERAWAT KRITERIA (SIKI)
AN HASIL(SLKI)
Nyeri Akut Setelah dilakukan Managemen Nyeri
beruhubgan tindakan keperawatan Observasi :
dengan fraktur selama 2x24 jam 1) Identifikasi lokasi,
humerus maka tingkat nyeri karakteristik,
menurun dengan durasi, frekuensi,
kriteria hasil sbb : kualitas, intensitas
1. Kemampuan nyeri
menuntaskan 2) Identifikasi skala
aktivitas nyeri
meningkat 3) Identifikasi respon
2. Keluhan nyeri nyeri non verbal
menurun 4) Identifikasi factor
3. Meringis menurun yang memperberat
4. Sikap protektif dan memperingan
menurun nyeri
5. Gelisah menurun 5) Identifikasi
6. Kesulitan tidur pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang
7. Menarik diri nyeri
menurun 6) Identifikasi
8. Berfokus pada diri pengaruh budaya
sendiri menurun terhadap respon
9. Diaforesis nyeri
menurun 7) Identifikasi
10.Perasaan depresi pengaruh nyeri
(tertekan) menurun pada kualitas
11.Perasaan takut hidup.
mengalami cedera 8) Monitor
berulang menurun keberhasilan terapi
12.Anoreksia komplementer
menurun yang sudah
13.Perineum terasa diberikan
tertekan menurun 9) Monitor efek
14.Uterus teraba samping
membulat menurun penggunaan
15.Ketegangan otot analgetik
menurun Terapeutik :
16.Pupil dilatasi 1) Berikan teknik
menurun nonfarmakologis
17.Muntah menurun untuk mengurangi
18.Mual menurun nyeri (mis. TENS,
19.Frekuensi nadi hypnosis,
membaik akupresur, terapi
20.Pola napas music,
membaik biofeedback, terapi
21.Tekanan darah pijat, aromaterapi,
membaik teknik imajinasi
22.Proses berfikir terbimbing,
membaik kompres
23.Fokus membaik hangat/dingin,
24.Fungsi kemih terapi bermain)
membaik 2) Kontrol ruangan
25.Perilaku membaik yang memperberat
26.Nafsu makanan rasa nyeri (mis.
membaik Suhu ruangan,
27.Pola tidur pencahayaan,
membaik kebingsingan).
3) Fasilitasi istirahat
dan tidur
4) Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri.
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu.
Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
integritas kulit tindakan keperawatan Kulit
berhubungan selama 2x24 jam Observasi :
dengan fraktur maka integritas kulit 1) Identifikasi
terbuka ujung meningkat dengan penyebab
tulang kriteria hasil sbb : gangguan
menembus otot 1. Elastisitas integritas kulit
dan kulit meningkat (mis, perubahan
2. Hidrasi meningkat sirkulasi,
3. Perfusi jaringan perubahan status
meningkat nutrisi, penurunan
4. Kerusakan jaringan kelembabapan,
menurun suhu lingkungan
5. Kerusakan lapisan ekstrem,
kulit menurun penurunan
6. Pendarahan mobilitas)
menurut Terapeutik :
7. Kemerahan 1) Ubah posisi tiap 2
menurun jam jika tirah
8. Hematoma baring
menurun 2) Lakukan
9. Pigmentasi peminjatan pada
abnormal menurun area penonjolan
10.Jaringan parut tulang, jika perlu
menurun 3) Bersihkan perineal
11.Nekrosis menurun dengna air hangat,
12.Abrasi kornea terutama
menurun selamaperode diare
13.Suhu kulit 4) Gunakan produk
membaik berbahan petrolium
14.Sensasi membaik atau minyak pada
15.Testur membaik kulit kering
16.Pertumbuhan 5) Gunakan produk
rambut membaik berbahan ringan/
alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif
6) Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi :
1) Anjurkan
menggunakan
pelembab,
2) Anjurkan minum
air yang cukup
3) Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4) Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
5) Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
eksteem
6) Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada
diluar rumah
7) Anjurkan mandi
dan menggunakan
sabun secukupnya
Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan keperawatan 1) Identifikasi tanda
dengan luka selama 2x24 jam dan gejala infeksi
menyebabkan maka tingkat infeksi lokal dan sistemik.
port de entry menurun dengan Terapeutik :
kriteria hasil sbb : 1) Batasi jumlah
1. Kebersihan badan pengunjung.
meningkat. 2) Berikan perawatan
2. Nafsu makan kulit pada area
meningkat. edema.
3. Demam menurun. 3) Cuci tangan
4. Kemerahan sebelum dan
menurun. sesudah kontak
5. Nyeri menurun. dengan pasien dan
6. Bengkak menurun. lingkungan pasien.
7. Kadar sel darah 4) Perhatikan teknik
putih membbaik. aseptic pada pasien
beresiko tinggi.
Edukasi :
1) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
2) Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar.
3) Anjurkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi.
4) Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
5) Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu.
Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan selama 2x24 jam 1) Periksa sirkulasi
dengan faktur maka perfusi perifer perifer.
dan perubahan meningkat dengan 2) Identifikasi faktor
fragmen tulang, kriteria hasil sbb : gangguan sirkulasi.
kerusakan pada 1. Denyut nadi 3) Monitor panas,
jaringan dan perifer meningkat. kemerahan, nyeri
pembuluh darah 2. Penyembuhan luka atau bengkak pada
meningkat. ekstremitas.
3. Sensasi meningkat. Terapeutik :
4. Warna kulit pucat 1) Hindari
menurun. pemasnagan infus
5. Edema perifer atau pengambilan
menurun. darah di area
6. Nyeri ekstremitas keterbatasan
menurun. perfusi.
7. Parastesia 2) Hindari
menurun/ pengukuran
8. Kelemahan otot tekanan darah pada
menurun. esktremitas dengan
9. Kram otot keterbatasan
menurun. perfusi.
10. Nekrosis 3) Hindari penekanan
menurun. dan pemasangan
11. Pengisian kapiler tourniquet pada
membaik. area yang cedera.
12. Akral membaik. 4) Lakukan
13. Turgor kulit pencegahan
membaik. infeksi.
5) Lakukan
perawatan kaki dan
kuku.
Edukasi :
1) Anjurkan berhenti
merokok.
2) Anjurkan
berolahraga rutin
3) Anjurkan minum
obat pengontrol
tekanan darah.
4) Anjurkan program
rehabilitasi
vascular.
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan selama 2x24 jam 1) Identifikasi
dengan fraktur maka mobilitas fisik adanya nyeri atau
tulang yang meningkat dengan keluhan fisik
menyebabkan kriteria hasil sbb : lainnya
keruskan 1. Meningkatnya 2) Identifikasi
neuromuscular pergerakan toleransi fisik
dan gangguan ekstermitas melakukan
fungsi organ ambulasi
2. Kekuatan otot
3) Monitor prekuensi
meningkat jantung dan
3. Rentang gerak tekanan darah
(ROM) meningkat sebelum
4. Nyeri menurun melakukan
5. Kecemasan ambulasi
menurun 4) Monitor kondisi
umum selama
6. Kaku sendi
melakukan
menurun ambulasi
7. Gerakan tidak Terapeutik :
terkoordinasi 1) Fasilitas aktivitas
menurun ambulasi dengan
8. Gerakan terbatas alat bantu (mis.
menurun tongkat,kruk)
2) Fasilitas
9. Kelemahan fisik
melakukan
menurun mobilisasi fisik,
jika perlu
3) Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambilasi
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
2) Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
3) Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan)
Defisit Setelah dilakukan Dukungan Perawatan
perawatan diri tindakan keperawatan Diri
berhubungan selama 2x24 jam Observasi
dengan farktur maka perawatan diri 1) Identifikasi
humerus meningkat dengan kebiasaan
kriteria hasil sbb : aktivitas
1. Kemampuan perawatan diri
mandi meningkat sesuai usia
2. Kemampuan 2) Monitor tingkat
kemandirian
mengenakan
3) Identifikasi
pakaian meningkat kebutuhan alat
3. Kemampuan bantu kebersihan
makan meningkat diri berpakaian,
4. Kemampuan ke berhias, dan
toilet (BAB/BAK) makan
meningkat Terapeutik
1) Sediakan
5. Verbalisasi
lingkungan yang
keinginan terapeutik (mis.
melakukan Suasana hangat,
perawatan diri releks, privasi)
meningkat 2) Siapkan keperluan
6. Minat melakukan pribadi (mis.
perawatan diri Parfum, sikat gigi,
sabun mandi)
meningkat
3) Damping dalam
7. Mempertahankan melakukan
kebersihan diri perawatan diri
meningkat sampai mandiri
8. Mempertahankan 4) Fasilitasi untuk
kebersihan mulut menerima
meningkat keadaan
ketergantungan
5) Fasilitasi
kemandirian,
bantu jika tidak
mampu
melakukan
perawatan diri.
6) Jadwalkan
rutinitas
perawatan diri
Edukasi
1) Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Potter & Perry, 2011).
Beberapa pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan (kozier et al,. 1995) adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan respon klien
Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
2. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam
rencana intervensi keperawatan. Harus dapat menciptakan adaptasi
dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan pesan serta
untuk merawat diri sendiri (self care). Menekankan pada aspek
pencegahan dan upaya peningkatkan status kesehatan. Dapat menjaga
rasa aman, harga diri, dan melindungi klien. Memberi pendidikan,
dukungan dan bantuan. Bersifat holistic. Kerjasama dengan profesi lain.
Melakukan dokumentasi.
2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
pearawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. (Potter & Perry,2009. Fundamental of Nursing 7
th Edition).
Meskipun tahap evaluasi di letakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang
telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi
sudah sesuai. Diagnose juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan
apakah tujuan tersebut, dapat dicapai secara efektif.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan
yang ditetapkan).
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Iyer et al., 1996).

Salah satu format catatan perkembangan yang diorientasikan kearah proses


keperawatan adalah metode SOAPIER (Fischbach, 1991). Hal ini meliputi
sebagai berikut :

S Subjective data (data Pernyataan atau interaksi klien


subyektif)
O Objective data (data obyektif) Pengamatan dan penilaian
perawat
A Analysis (analisis) Status diagnosa keperawatan
P PlanOf Care ( rencana asuhan) Hasil dan tindakan yang
direncanakan
I Implementation (implementasi) Tindakan yang diimplementasikan
E Evaluation (evaluasi) Respon klien terhadap tindakan
/hasil
R Revision (revisi) Perubahan rencana saat
diperlukan

Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakuakan terhadap


pasien. Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 yaitu SOAPIER atau SOAP :
S Subyektif Hasil pemeriksaan terahir yang dikelukan oleh
pasien biasanya biasanya data ini berubungan
dengan kriteria hasil
O Obyektif Hasil pemerikasaan terakhir yang dilakukan oleh
perawat biasanya data ini juga berhubungan
dengan kriteria hasil
A Analisia Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah
kebutuhan pasien telah telah terpenuhi atau
tidak
P Rencana asuhan Dijelaskan rencana tindakan lanjut yang akan
dilakukan terhadap pasien
I Intervensi Tindakan prawat untuk mengatasi masalah yang
ada
E Evaluasi Evaluasi terhadap tindakan keperawatan
R Revisi

Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian,atau tidak teratasi


adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan
criteria hasil yang telah ditetapkan. Formaat evaluasi menggunakan :
S Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan
O Objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
tindakan dilakukan
A Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak
teratasi.
P Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik


Klinik Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor : Sjamsuhidajat. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Abd.wahid. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: CV Sangung Seto.Anonim, (2013).
Angka Kejadian Fraktur di jawa timur.( http://riskesdas.Com/
index.Php/read/cetak/2013/04/10/258225) di unduh pada
tanggal 11 Agustus 2019
Nurarif, Amin Huda, & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi
Revisi Jilid 3. Jogjakarta : MediAction
Bruner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC.
PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta
Selatan: DPP PPNI. PPNI. (2018b).
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018c).
Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai