Anda di halaman 1dari 34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1. Sejarah BRPBAPPP Maros

Balai penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau dibentuk


pada tahun 1969 berdasarkan SK Mentan No. 536/Kpts/UM/12/1969 den
gan nama Tjabang Lembaga Penelitian Perikanan Darat (Tjabang LPPD)
di Makassar. Balai ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan pen
yempurnaan organisasi yaitu pada tahun 1980 dengan SK Mentan No. 86
1/Kpts/12/1980 berubah menjadi Sub Balai Penelitian Perikanan Darat (S
ub BPPD) Maros yang berada dibawah Balai Penelitian Perikanan Darat
di Bogor. Kemudian pada Tahun 1984 berubah menjadi Balai Penelitian
Budidaya Pantai (BALITDITA) berdasarkan SK Mentan No.613/Kpts/O
T.210/8/1984 yang berlokasi di Maros, Sulawesi Selatan.
Selanjutnya pada Tahun 1990 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Peri
kanan Budidaya Pantai (BALITKANDITA) dengan mengemban fungsi
melakukan penelitian dan pengembangan budidaya laut dan air payau ser
ta penelitian perbenihan ikan dan jasad aquatik lainnya sesuai dengan SK
Mentan No. 560/Kpts/OT.210/8/1990. Perubahan nama dan mandat tida
k berhenti sampai disitu, dan pada Tahun 1995 terjadi lagi perubahan na
ma dan fungsi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 796/Kpts/O
T.210/12/94. Fungsi Balitkanta merupakan fungsi Balitkandita ditambah
fungsi baru, yaitu penelitian sistem usaha tani perikanan pantai yang juga
mencakup penangkapan. Kemudian dengan SK Menteri Kelautan dan Pe
rikanan No. KEP.51/MEN/2002, Balai Penelitian Perikanan Pantai berali
h dari Kementerian Pertanian ke Kementerian yang baru yakni Kementeri
an Eksplorasi Laut dan Perikanan (sekarang Kementerian Kelautan dan P
erikanan) dengan nama Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRP
BAP). Pada tahun 2011, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau berub
ah nama menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Paya
u berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.32/
MEN/2011 tertanggal 26 September 2011 tentang organisasi dan tata ker
ja Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau merupakan u
nit pelaksana teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan di bidang Pene
litian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau yang berada dib
awah dan bertanggung jawab kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan Budidaya dan dibina secara umum oleh Kepala Badan Peneliti
an dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.

2. Struktur Organisasi

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan


Perikanan merupakan amanah dari Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 29/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kelautan dan
Perikanan di bidang riset perikanan budidaya air payau dan penyuluhan
perikanan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan
Gambar 2. Struktur Organisasi BRPBAPPP Maros

3. Visi dan Misi

1) Visi
Profesional dalam penyediaan data, informasi dan teknologi
perikanan budidaya air payau dan penyuluhan perikanan
2) Misi

a) Membangkan teknologi perikanan budidaya air payau


unggulan yang diakui dan bermanfaat bagi pengguna;
b) Meningkatkan sumberdaya litbang, pelayanan jasa litbang
dan mengembangkan kerja sama litbang perikanan
budidaya air payau

4. Tugas Pokok dan Fungsi

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan


Perikanan merupakan amanah dari Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 29/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kelautan dan
Perikanan di bidang riset perikanan budidaya air payau dan penyuluhan
perikanan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan struktur organisasi maka Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau dan Penyuluhan Perikanan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan,
evaluasi, dan laporan;
b. Pelaksanaan riset perikanan budidaya air payau di bidang biologi,
reproduksi, genetika, bioteknologi, patologi, toksikologi, ekologi,
nutrisi dan teknologi pakan, pemetaan dan lingkungan, plasma
nutfah, serta analisis komoditas;
c. Pengembangan teknologi riset perikanan budidaya air payau;
d. Penyusunan materi, metodologi, pelaksanaan penyuluhan
perikanan, serta pengembangan dan fasilitasi kelembagaan dan
forum masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
e. Penyusunan kebutuhan peningkatan kapasitas penyuluh Pegawai
Negeri Sipil (PNS), Swadaya, dan Swasta;
f. Pengelolaan prasarana sarana riset perikanan budidaya air payau
dan penyuluhan perikanan; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut, Balai Riset


Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan dibantu oleh:

1. Sub Koordinator Tata Usaha


Sub Koordinator mempunyai tugas melakukan urusan administrasi
kepegawaian, tata laksana, keuangan, persuratan, kearsipan, rumah
tangga dan perlengkapan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subbagian
tata usaha menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan urusan kepegawaian, administrasi jabatan
fungsional, dan tata laksana; dan
b. Pelaksanaan urusan keuangan, persuratan, kearsipan, rumah
tangga dan perlengkapan.
2. Sub Koordinator Tata Usaha terdiri atas:
a. Pelaksana Koordinasi Kepegawaian
Urusan kepagawaian mempunyai tugas melakukan urusan
kepegawaian, administrasi jabatan fungsional dan tata
laksana.
b. Pelaksana Koordinasi keuangan dan umum
Urusan keuangan dan umum mempunyai tugas melakukan
urusan keuangan, persuratan, kearsipan, rumah tangga dan
perlengkapan.

3. Sub Koordinator Tata Operasional


Mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana program dan
anggaran, pemantauan, evaluasi dan laporan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Sub Koordinator Tata Operasional menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyusunan rencana program dan anggaran; dan
b. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan.
Sub Koordinator Tata Operasional terdiri atas:
a. Pelaksana Koordinasi Program dan Anggaran
Pelaksana koordinasi ini mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan rencana program dan
anggaran.
b. Pelaksana Koordinasi Monitoring dan Evaluasi
Pelaksana Koordinasi ini mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan.
4. Sub Koordinator Pelayanan Teknis dan Sarana
Mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis, jasa, informasi,
komunikasi, kerjasama, serta pengelolaan prasarana dan sarana riset
perikanan budidaya air payau dan penyuluhan perikanan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Seksi pelayanan teknis dan sarana
menyelenggarakan fungsi:
a. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi dan
kerjasama riset perikanan budidaya air payau serta
pengelolaan perpustakaan; dan
b. Pengelolaan prasarana dan sarana riset perikanan budidaya
air payau.
Sub Koordinator Pelayanan Teknis dan Sarana terdiri atas:
a. Pelaksana Koordinasi Pelayanan Teknis
Pelaksana Koordinasi ini mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelayanan teknis, jasa, informasi,
komunikasi, kerjasama riset perikanan budidaya air payau
dan pengelolaan perpustakaan.
b. Pelaksana Koordinasi Prasarana dan Sarana
Pelaksana Prasarana dan Sarana mempunyai tugas
melakukan pengelolaan prasarana dan sarana riset
perikanan budidaya air payau.
5. Sub Koordinator Penyuluhan
Sub Koordinator mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan pengembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum
masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha, pengelolaan
prasarana dan sarana penyuluhan, penyusunan materi, metodologi
dan pelaksanaan penyuluhan perikanan, serta kebutuhan
peningkatan kapasitas penyuluh swadaya dan swasta.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sub Koordinator penyuluhan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan pengembangan dan fasilitasi kelembagaan
dan forum masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha,
serta pengelolaan prasarana dan sarana penyuluhan; dan
b. Penyiapan bahan penyusunan materi, metodologi dan
penyelenggaraan penyuluhan perikanan, serta kebutuhan
peningkatan kapasitas penyuluh swadaya dan swasta.
Sub Koordinator Penyuluhan terdiri atas:
a. Pelaksana Koordinasi Kelembagaan Kelompok
b. Pelaksana Koordinator Kelembagaan Kelompok
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
pengembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum
masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha, serta
pengelolaan prasarana dan sarana penyuluhan.

Pelaksana Koordinasi Penyelenggaraan


Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan
materi, metodologi dan penyelenggaraan penyuluhan
perikanan, serta kebutuhan peningkatan kapasitas penyuluh
swadaya dan swasta.
6. Kelompok Jabatan Fungsional
a. Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas
melaksanakan:
b. Riset perikanan budidaya air payau di bidang biologi,
reproduksi, genetika, bioteknologi, patologi, toksikologi,
ekologi, nutrisi dan teknologi pakan, pemetaan dan
lingkungan, plasma nutfah, serta analisis komoditi;
c. Pengembangan teknologi penelitian perikanan budidaya
air payau;
d. Penyuluhan perikanan; dan
e. Kegiatan lainnya yang sesuai dengan keahlian dan
kebutuhan serta tugas masing-masing jabatan fungsional
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kelompok jabatan fungsional terdiri atas peneliti, teknisi litkayasa,


penyuluh perikanan, arsiparis, pranata computer, pengadaaan barang dan
jasa (PBJ), analisis kepegawaian, pustakawan dan jabatan fungsional
lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kelompok penelitian (kelti) merupakan kelompok keahlian yang secara
fungsional sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan kegiatan riset
BRPBAPPP di bidang perikanan budidaya air payau. Setiap kelti
dipimpin oleh penanggung jawab kelti. BRPBAPPP telah menetapkan
lima kelti yaitu:
a. Kelti sumber daya dan lingkungan, bertugas
melaksanakan riset di bidang pemetaan, lingkungan,
toksikologi, dan ekologi;
b. Kelti kesehatan dan lingkungan, bertugas melaksanakan
riset di bidang biologi dan patologi;
c. Kelti perbenihan, genetika, dan bioteknologi, bertugas
melaksanakan Riset di bidang reproduksi, genetika,
bioteknologi.
d. Kelti nutrisi dan teknologi pakan, bertugas
melaksanakan riset di bidang nutrisi dan teknologi
pakan; dan
e. Kelti teknologi perikanan budidaya, bertugas
melaksanakan riset dibidang teknologi perikanan
budidaya dan analisis komoditas.

B. HASIL PENEILITIAN
Prosedur pencairan anggaran sebelum masa pandemi
1. Anggaran satuan Kerja BRPBAPPP Maros
Satuan kerja BRPBAPPP Maros merupana entitas pengguna anggaran
dan pungguna barang dari unit Kementerian/Lembaga yang melaksanakan
beberapa kegiatan atau program kerja yang telah di amanhkan dalam
peraturan menteri Kelautan dan Perikanan. Pelaksanan program kerja
tersebut di dukung oleh ketersediaan anggaran yang dialokasikan dalam
DIPA BRPBAPPP, meskipun negara kita masih menghadapi pandemi
Covid 19 namun visi dan misi harus di jalankan. pembayaran belanja
pegawai, belanja operasional dan belanja modal tetap dibayarkan seperti
sebelum masa pandemi meski prosedur pencaiarannya yang berbeda.
Tahun 2021 BRPBAPPP mengelola APBN sebesar Rp.103.348.700,00
Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Ibu Tenri Santy

“Untuk Tahun Anggaran 2021 dalam DIPA BRPBAPPP mendapat alokasi


anggaran sebesar Rp103.348.700,00 untuk belanja pegawai
Rp.79.333.643.000 belanja barang Rp. 21.418.047.000 dan belanja Modal
Rp.2.597.011.000, di masa pandemi menjadi tantangan bagian keuangan
BRPBAPPP Maros untuk tetep bekerja memberikan pelayanan pencairan
anggaran untuk mendukung program kerja kementerian ”.
Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan tersebut
dapat disimpulkan bahwa saat ini BRPBAPPP Maros mengelola dana
APBN senilai Rp.103.348.700 (seratus tiga milyar tiga ratus empat puluh
delapan ribu tujuh ratus rupiah) untuk pembayaran belanja pegawai,
belanja barang dan belanja modal, di masa pandemi pencairan anggaran
tetap di laksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan.

2. Prosedur Pencairan Anggaran


Subbagian Umum BRPBAPPPP di bantu koordinator fungsional
keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pengelolaan
keuangan dan pencairan dana APBN yang harus menjamin pelayanan yang
cepat,transparan, akurat, dan tepat waktu. Peranan subkoor keuangan
begitu penting dalam proses pencairan dana anggaran mengharuskan
BRPBAPPP membuat dan menerapkan prosedur pencairan dana
anggaran yang baik dan efisien. Dalam Penelitian ini, peneliti telah
melakukan observasi terhadap pegawai BRPBAPPP yang terlibat dalam
prosedur maupun mekanisme kinerja pencairan anggaran yang terjadi di
BRPBAPPP Maros.

Untuk mengetahui prosedur pencaiaran anggaran di masa pandemi


pada satuan kerja BRPBAPPP dapat dilihat dari hasil wawancara dengan
bapak Darsono :

“Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK- 190/PMK.05/2012, pada


awal tahun anggaran satker membuat Standar Operasional Prosedur (SOP)
dan menetapkan petunjuk tekhnis pelaksanaan pengelolaan keuangan dan
anggaran dan penetapan pejabat perbendaharaan dan sebagai tahap awal dari
pelaksanaan kegiatan pencairan angaran harus ada proses administrasi yang
harus disiapkan mulai dari tahapan awal pelaksanaan kegiatan sampai
pencairan anggaran ” .

Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan tersebut


dapat disimpulkan bahwa sebelum pencairan anggaran ke KPPN ,satuan
kerja pada awal tahun anggaran membuat SOP dan petunjuk tekhnis
pelaksanaan pengelolaan keuangan dan anggaran dan penetapan pejabat
perbendaharaan. dan diperlukan persiapan proses administrasi mulai dari
tahpan awal pelaksanaan kegiatan sampai dengan pencairan anggaran.
Selanjutnya berdasarkan DIPA APBN yang telah diterima satuan kerja
dapat mengajukan permintaan anggaran ke KPPN Makassar dengan
mekanisme Permohonan Uang Persediaan (anggaran UP) maupun
mekanisme pembayaran secara langsung (anggaran LS). Untuk
mengetahui alur prosedur pencairan anggaran pada BRPBAPPP Maros
berikut hasil wawancara dengan Ibu Tenri Santy Ridwan, SE

1) Penanggun jawab kegiatan mengusulkan rencana pencairan


anggaran berdasarkan Rencana Operasional Kegaitan (ROK).

2) Pemegang Uang Muka Kerja (PUMK) menyamaikan usulan


pencairan anggaran dengan melihat ketersediaan anggaran,
kesesuain MAK, dan rincian biaya (dibukukan di kartu kontrol
yang mencakup semua kegiatan yang mejaid tanggung
jawabnya

3) Selanjutnya dokumen tersebut di sampaikan ke verifikator


verifikasi untuk prowes verifikasi, ketersediaan anggaran,
kesesuain MAK , dan rincian biaya (verifikasi di lakukan per
item kegiatan) serta membuat kartu kontrol untuksemua
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

4) Hasil verifikasi oleh verifikator diserahkan ke Pejabat Pembuat


Komitmen (PPK)

5) Pada level PPK , verifikasi dilakukan untuk substansi


perencanaan dan melakukan tahap dua (meliputi ketersediaan
anggaran dan kesesuaian MAK).

6) Hasil verifikasi PPK dikembalikan ke PUMK untuk dilakukan


pengecekan ulang selanjutnya diserahkan ke Kuasa Pengguna
Anggaran
7) Dokumrn yang sudah disahkan oleh KPA, oleh PUMK di
sampaikan kembali ke PPK untuk diterbitkan Surat Perintah
Bayar (SPBy)

8) SPBy yang telah di tanda tangai oleh PPK diserahkan ke


Bendahara Pengeluaran untuk dilakukan pembayaran

9) Atas dasar SPBy tersebut Bendahara Pengeluaran melakukan


pembayaran ke PUMK untuk diserahkan ke Penanggung
Jawab kegiatan.

Berikut alur pencairan anggaran pada satuan kerja BRPBAPPP Maros


Gambar . 4.Alur prsosedur pencairan anggaran

Selanjutnya terkait dengan prosedur permohonan pencairan


anggaran ke KPPN dimasa pandemi ini dapat dilihat dari hasil wawancara
denan Bapak Andi Rudini, SE sebagai berikut :

Penyampaian SPM ke KPPN:

1) Alur normal: satuan kerja datang langsung ke KPPN


untuk menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM)
ke loket/ Front Office (FO) bagian seksi penciran dana.
2) Masa Covid: Satuan kerja menyampaikan SPM secara
online melalui aplikasi ESPM.

Sebelum pandemi pencairan anggaran ke KPPN Makassar II dapat di


lakukan dengan mengantarkan langsung SPM dan dokumen beserta
Arsip Data Komputernya (ADK) ke KPPN Makassar dan diterima
oleh Front Office (FO) KPPN, ADK dan dokumen di terima, diteliti
dan dikonversi oleh FO jika memenuhi syarat secara formil dan
subtansi maka SP2D bisa diterbitkan di hari yang sama, namun bila
terdapat kekurangan dokumen atau koreksian ADK oleh FO maka
dokumen di kembalikan untuk di perbaiki, biasanya memerlukan waktu
sehari untuk perbaikan dan disampaikan kembali ke KPPN. Dimasa
pandemi penyampaian SPM telah diatur berdasarkan SOP yang
disusun KPPN dimana dokumen permohonan pencaiaran anggaran
disampaikan secara online ke KPPN melalui layanan E-Lektronik Surat
Perintah Membayar ( E-SPM).

Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan tersebut


dapat disimpulkan bahwa ada dua jalur penyampaian surat permohonan
pencaiaran anggaran ke KPPN. Sebelum pandemi pencairan anggaran ke
KPPN Makassar II dapat di lakukan dengan mengantarkan langsung SPM
dan dokumen beserta Arsip Data Komputernya (ADK) ke KPPN
Makassar dan diterima oleh Front Office (FO) KPPN, ADK dan
dokumen di terima, diteliti dan dikonversi oleh FO jika memenuhi syarat
secara formil dan subtansi maka SP2D bisa diterbitkan di hari yang sama,
namun bila terdapat kekurangan dokumen atau koreksian ADK oleh FO
maka dokumen di kembalikan untuk di perbaiki, biasanya memerlukan
waktu sehari untuk perbaikan dan disampaikan kembali ke KPPN. Dimasa
pandemi penyampaian SPM telah diatur berdasarkan SOP yang disusun
KPPN dimana dokumen permohonan pencaiaran anggaran disampaikan
secara online ke KPPN melalui layanan E-Lektronik Surat Perintah
Membayar ( E-SPM).

3. Masalah yang sering dihadapi BRPBAPPP dalam pencairan


anggara.

Dalam prosedur pencairan anggaran dimasa pandemi ini


BRPBAPPP mengalami beberapa kendala yang dapat menghambat
jalannya pencairan anggaran antara lain masalah jaringan, sumber daya
manusia satuan kerja. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi
BRPBAPPP Maros dapat dilihat melalui hasil wawancara dengan bapak
Ibu Tenri Santy :

“Ada dua faktor yang menjadi kendala pada proedur pencairan


anggaran yaitu:
a. Internal

Jaringan saat ini semua aplikasi yang digunakan berbasis internet


jadi sangat bergantung dengan kondisi jaringan internet. Walaupun
selama ini cenderung stabil.

b. Eksternal

1) Sumber Daya Manusia Satker

Perkembangan yang dinamis atas pelaksanaan pencairan dana


dan berbasis teknologi, mengharuskan perjabat perbendaharaan
satker harus mengikuti update tersebut, sehingga masih terdapat
beberapa sumber daya manusai yang sering mengalami masalah
dengan aplikasi. Pergantian petugas atau pejabat perbendaharaan
yang tidak dibekali pengetahuan tentang pencairan dana dan juga
kurangnya regenerasi petugas serta tidak adanya transfer
pengetahuan menjadi permasalahan yang sering dialami
BRPBAPPP Maros hingga saat ini.

2) Lokasi Kantor

Jarak kantor ke KPPN juga menjadi sedikit kendala dalam


penyampaian Surat Perintah Membayar (SPM) maupun jika
terdapat kesalahan dokumen yang kurang lengkap. Tetapi saat ini
dalam masa pandemi, satker sementara tidak lagi menyampaikan
langsung tetapi secara daring melalui portal yang telah disediakan
oleh KPPN Makassar I. “

Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan


tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata yang menjadi faktor
penghambat mekanisme kinerja pencairan dana anggaran
disebabkan karena adanya dua faktor yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari jaringan sedangkan faktor
eksternal terdiri dari sumber daya manusia satuan kerja dan lokasi
kantor.

4 Solusi untuk mengatasi kendala yang terjadi pada Saat


Pencairan Dana
Dalam mengatasi kendala yang terjadi di BRPBAPPP
terkait pencairan anggaran, BRPBAPPP Maros telah membuat
solusi agar kendala yang terjadi bisa teratasi, diantaranya
BRPBAPPP telah melakukan konfirmasi terhadap PT.Telkom
terkait jaringan yang bermasalah.

Selanjutnya terkait dengan permasalan yang di hadapi


satuan kerja dalam pross pencairan anggaran dapat diketahui
dengan wawancara dengan operator keuagan BRPBAPPP Andi
Rudini, SE

Selain permasalahan dari BRPBAPPP sendiri,


permasalahan yang sering di hadapai dalam pengajuan angaran ke
KPPN adalah layanan aplikasi KPPN yang biasa mengalami error
pada sisitem sehingga perlu waktu untuk maintenance . jika di hari
tersebut ada pengajuan pencairan anggaran dari satuan keja makan
memerlukan waktu untuk menunggu.

Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan


tersebut dapat disimpulkan sealin faktor dari satker BRPBAPPP itu
sendiri, aplikasi layanan KPPN yang terkadang mengalami eror
sehingga membutuhkan pemeliharaan, dan pihak KPPN telah
memberikan solusi jika hal ini terjadi.

5 Dampak yang terjadi jika pada saat melakukan pencairan


anggaran mengalami kendala
Prosedur anggaran merupakan suatu hal yang perlu
diperhatikan dalam mencairkan dana anggaran sehingga pada saat
proses pencairan dana anggaran terjadi anggaran yang akan
dicairkan bisa cair pada waktu yang telah ditetapkan. Jika pada
saat proses pencairan dana mengalami kendala hal ini akan
menimbulkan dampak terhadap pencairan dana sehingga dana
anggaran yang seharunya bisa tercairkan menjadi terhambat dan
menghasilkan retur SP2D. Untuk mengetahui dampak apa saja
yang terjadi jika terdapat kendala dalam proses pencairan dana
dapat dilihat dari hasil wawancara dengan bapak Hermansyah

“Dampak yang terjadi adalah pagu dana yang ada tidak


terserap atau tidak terealisasi menyebabkan rendahnya
belanja Negara”

Dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan


tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa akibat dari kendala yang
terjadi pada saat pencairan dana anggaran adalah tidak
terealisasinya anggaran belanja Negara yang telah ditetapkan
sebelumnya sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan
penyerapan dana anggaran.

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


1. Pencairan anggaran sebelum pandemi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Riset


Perikanan Budidaya Air Payau Penyuluhan Perikanan (BRPBAPPP)
Maros melalui wawancara dengan informan, maka dapat dinyatakan
bahwa BRPBAPPPP Maros saat ini mengelola anggaran pendapatan
belanja negara sebesar Rp. Rp.103.348.700,00 yang di pergunakan
dalam rangka mendukung program kerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan , dimana anggaran inilah nantinya akan menjadi tangung
jawab bagian keuangan untuk dapat di cairkan melalui KPPN Makssar
II, meskipun masih dalam situasi pandemi pencairan anggaran tetap
dilakukan. Prosedur pencaiaran anggaran belanja negara harus di
laksanakan sesuai dengan prosedur dan pedoman keuangan negara
yang telah ditentukan sebagaiman diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor PMK- 190/PMK.05/2012 tentang pedoman
pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan belanja
negara. Berdasarkan pedoman tersebut BRPBAPPP Maros sebelum
pelakanaan kegiatan diawal tahun anggaran telah menyiapkan standar
operasional prosedur dan pedoman teknis pelaksanaan kegiatan,
kedua pedoman tersebut yang dipedomani dalam rangka pengelolaan
dan pencaiaran anggaran melalui KPPN Makassar II.

Adapun mekanisme kinerja pencairan anggaran di BRPBAPPP


Maros dapat di lihat pada alur sebagai berikut :
Gambar Alur Pencairan Anggaran
Tahapan pelaksanaan kegiatan dan anggaran di BRPBAPP Maros di
awali degan proses administrasi yang terdiri :
1.Proses Administrasi
Tahapan awal pelaksanaan kegiatan dan anggaran satker
a) Menetapkan pejabat perendaharaan ( KPA, PPK,PPSM,
bendahara,dst) pada satker dengan menerbitka Surat
Keputusan
b) Meneliti DIPA untuk memastikan kebenaran baik
jumlah dana atau akun yang digunakan, jika ada yang
salah dan tidak sesuai segera di lakukan revisi DIPA
c) Menyusun POK beserta jaseal kegiatan
d) Menyusun rencana penarikan dana berdasarkan Pok
yang telah disusun
e) Menunjuk petugas pengantar SPM dan pengambilan
SP2D
f) Menyampaikan dokumen syarat-syarat awal tahun
anggaran ke KPPN
g) Menyampaikan dokumen syarat-syarat awal tahun
anggaran ke KPPN, antara lain sebagai berikut :
 Salinan SK Pengelola perbendaharaan pada satuan
kerja
 Menyampaikan surat pernyataan bahwa KPA akan
segera menyelesaikanrekonsiliasi laporan
keuangan tahun sebelumnya
 Menyampaikan spesimen tanda tangan
 Penyampaia surat permohonan penerbitan KIPS
dan
Tahapan awal pencairan anggaran
Persyaratan administrasi untuk pegajuan SPM awal tahun
setiap satker sebelum pengajuan SPM awal tahun dan atau
SPM pertama adalah :
a) KPA menyampaikan surat keputusan penetapan pejabat
perbendaharaan kepada kepala KPPN selaku kuasa
BUN beserta spesimen tanda tangan dan cap/stempel
satker, apbila belum ada penunjukkan dapat
memepergunakan pejabat yang lama dengan
memberitahukan kepada KPPN
b) KPA mengajukan permohonan persetujua pembukaan
rekening pengeluaran sebagai penampungan dana
DIPA kepada KPPN selaku kuasa BUN
c) KPA menunjuk petugas pengantar SPM dan
pengambilan SP2D (maksimal 3 orang) petuggas yang
ditunjuk adalah pejabat perbendaharaan atau PNS yang
memahami prosedur pencaiaran dana
d) Menyampaikan surat penunjukan KIPS kepada KPPN
e) Menyampaikan pakta integritas tahun anggaran
berjalan (diperbaharui setiap awal tahun)
f) Melaksanakan penyamaian laporan keuangan ke KPPN
( LPJ Bendahara) dan rekonsiliasi.
2.Proses Pembayaran
Pelaksanaan Pembayaran APBN
Pelaksanaan pembayaran anggaran pendapatan
belanja negara pada kementerian /lembaga terdiri dari
pembayaran melalui Uang Persediaan ( TUP), Tambahan
Uang Persediaan (TUP) dan pembayaran secara langsung
(LS) dengan tahapan :
a) Pengajuan SPP oleh pejabat Pembuat Komitmen ke
PPSPM
b) Penerbitan SPM oleh PPSPM untuk diajukan ke KPPN
setempat
3. Jenis Pembayaran
Pemberian Uang Persediaan dari alokasi nilai DIPA
a) Maksimal Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk
pagu sampai dengan Rp.2.400.000.000 (dua milyar
empat ratus juta rupiah)
b) Maksimal Rp.200.000.000 (Dua ratus juta rupiah)
untuk pagu diatas Rp.2.400.000.000 (Dua milyar
empat ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.6.000.000
(Enam milyar rupiah) dan
c) Maksimal Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
untuk pagu diatas Rp.6.000.000.000 (Enam milyar
rupiah)
d) Setiap satuan kerja dapat mengajukan UP/TUP yang
di bayarkan oleh Bendahara Pengeluaran untuk
pengeluaran –pengelaran dengan UP/TUP tunai :
1. Belanja barang (52) dengna nilai tagihan
sampai dengan Rp.50.000.000 termasuk untuk
pembelajaran honorarium dan perjalanan dinas
kecuali untuk kebutuhan dalam rangka
penangan Covid 19 tidak dibatasi nilai
nominalnya
2. Belanja modal (53) untuk pengeluaran honor
tim ,ATK, Perjalanan dinas, biaya pengumuman
lelang, pengurusan surat perijinan dan
pengeluaran lain yang tidak dapat dilakuakn
dengan pembayaran lagsung dalam rangka
perolehan aset.
Dalam mekanisme pencairan anggaran di BRPBAPPP
Maros tentu saja ada masalah yang terjadi sehingga bisa
menghambat jalannya pencairan anggaran . Adapun hal yang
dapat menghambat mekanisme pencairan dana yaitu jaringan,
SDM satuan kerja dan lokasi antara satuan kerja dengan KPPN
Makassar II yang cukup jauh. Jaringan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam keberhasilan proses pencairan
dana karena saat ini semua aplikasi yang digunakan berbasis
internet jadi sangat bergantung dengan kondisi jaringan internet.
Kondisi jaringan yang tidak stabil dapat membuat pekerjaan
menjadi terkendala karena semua bergantung pada sistem jaringan.
Dalam kondisi jaringan yang tidak stabil BRPBAPPP telah
mengupayakan cara untuk mengatasi masalah jaringan ini yaitu
dengan cara berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Telkom
dalam hal jika terjadi gangguan jaringan.

2. Pencairan anggaran dimasa pandemi

Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada sektor


kesehatan semata, tapi juga berdampak pada banyak sektor, salah
satunya adalah sektor pelaksanaan anggaran, khususnya
mekanisme pencairan anggaran. Pemerintah melalui Kementerian
Pendayaan Aparatur Negara telah mengeluarkan aturan kebijakan
layanan untuk semua kementerian agar pembiayaan disemua
sektor dapat terbayarkan . termasuk di dalamnya Kementerian
Keuangan dalam hal ini Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN). sebagai lembaga pengelola kas negara.
Mekanisme pelaksanaan pencairan dana di KPPN kini jauh
berubah. Banyak regulasi dalam pelaksanaan anggaran yang
mengalami simplifikasi dan/atau relaksasi, yang dilakukan untuk
memperlancar proses pelaksanaan anggaran di tengah pandemi.
Simplifikasi artinya penyederhanaan atau pemangkasan prosedur
administrasi tertentu dalam proses pelaksanaan anggaran yang
dianggap “memperpanjang birokrasi”.

Beberapa regulasi pelaksanaan anggaran yang mengalami


simplifikasi dan/atau relaksasi dimaksud meliputi: mekanisme
penyampaian Surat Perintah Membayar (SPM), penggunaan Uang
Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP), jangka
waktu penyelesaian tagihan, pendaftaran data kontrak dan
penyampaian Rencana Penarikan Dana (RPD) Harian
sebagaimana yang akan penulis bahas lebih lanjut berikut ini.
 

a. Penyampaian SPM

Sebelum adanya pandemi, penyampaian SPM ke KPPN


dilakukan oleh Petugas Satker yang memegang Kartu
Identitas Petugas Satker (KIPS) secara langsung ke
KPPN. Artinya Petugas Satker harus datang langsung
ke KPPN mitra kerjanya dan bertatap muka dengan
Petugas Front Office KPPN. Jam layanan penerimaan
SPM pun dibatasi mulai jam 08.00 – 15.00 waktu
setempat. Kondisi ini tentu saja cukup merepotkan
karena lokasi Satker cukup banyak yang tidak sekota
dengan KPPN atau berada di Kabupaten/Kota lain
dengan jarak tempuh yang lumayan jauh. Di tambah
lagi dalam kondisi pandemi, ASN dilarang untuk ke
luar kota. KPPN juga harus menjaga diri dengan
menerapkan protokol kesehatan secara ketat, misalnya
menghindari kerumunan dan membatasi kontak
langsung dengan Petugas Satker.

Untuk mengatasi situasi tersebut, Kantor Pusat DJPb


mengeluarkan kebijakan yang dituangkan pada Surat
Edaran (SE) Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor
SE-25/PB/2020 tentang Tindak Lanjut Implementasi
Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor
SE-5/MK.1/2020 di Lingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan. Dalam SE dimaksud diatur  
penyampaian SPM oleh Satker ke KPPN dilakukan
secara elektronik dengan menyampaikan Arsip Data
Komputer (ADK) SPM dan scan pdf SPM yang sudah
ditandatangani dari email resmi Satker ke email resmi
KPPN.  Kebijakan ini kemudian disempurnakan
kembali dengan terbitnya SE Direktur Jenderal
Perbendaharaan nomor SE-31/PB/2020 tentang
Mekanisme Pengiriman Dokumen Tagihan Secara
Elektronik Pada Masa Keadaan Darurat Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19). Melalui SE ini,
penyampaian SPM yang semula dilakukan
melalui email, disempurnakan menjadi dilakukan
melalui Aplikasi e-SPM. Sedangkan hardcopy SPM
dan dokumen pendukungnya disampaikan kemudian
setelah kondisi normal kembali sesuai dengan
keputusan Pejabat yang berwenang. Dengan
mekanisme ini, Petugas Satker tidak perlu lagi datang
langsung ke KPPN dan dapat mengirimkan SPM dari
manapun secara cepat mulai pukul 08.00 – 17.00 waktu
setempat, asalkan tersedia jaringan internet.

b. Penggunaan UP dan TUP

Sebelum adanya pandemi, UP (diberikan maksimal


Rp500 juta untuk 1 Satker) hanya boleh digunakan
untuk membiayai belanja operasional sehari-hari Satker
atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan
tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme
pembayaran langsung. Dan TUP (tidak dibatasi
jumlahnya) hanya boleh digunakan untuk membiayai
kebutuhan yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
sesuai dengan kebutuhan Satker. Pembayaran kepada
satu penerima/penyedia barang jasa menggunakan
UP/TUP juga dibatasi maksimal Rp50 juta, kecuali
untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
Kondisi ini menyebabkan Satker harus tetap
menyampaikan SPM Langsung (SPM LS) ke KPPN
untuk pembayaran kegiatan non operasional, atau untuk
kegiatan yang tidak mendesak, atau yang bernilai di
atas Rp50 juta kepada satu penerima. Di sisi lain, dalam
suasana pandemi, SDM Satker maupun KPPN banyak
yang bekerja dari rumah (Work From Home) sehingga
proses penerbitan SPM maupun Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) sedikit terkendala.

Untuk mengatasi situasi tersebut, Satker perlu diberikan


fleksibilitas penggunaan UP/TUP melalui kebijakan
simplifikasi dan relaksasi regulasi penggunaan
UP/TUP. Berdasarkan Nota Dinas dari Direktur
Pelaksanaan Anggaran Nomor ND-496/PB.2/2020
tanggal 29 Mei 2020 hal Petunjuk Teknis Pelaksanaan
pengajuan SPM ke KPPN Pada Masa Keadaan Darurat
COVID-19, UP/TUP tidak hanya digunakan untuk
membiayai belanja operasional, tapi juga untuk belanja
non operasional Satker. TUP juga tidak harus
digunakan untuk kegiatan yang bersifat mendesak/tidak
dapat ditunda, tapi juga dapat digunakan untuk
pembayaran pekerjaan yang tidak mendesak dan
sebenarnya dapat dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung. Selain itu, pembayaran kepada
satu penerima yang semula dibatasi maksimal Rp50
juta, saat ini diberikan relaksasi maksimal sebesar Rp1
miliar untuk pengadaan barang/jasa selain untuk
penanganan pandemi COVID-19. Sedangkan untuk
penanganan pandemi COVID-19, tidak dibatasi nilai
pembayarannya. Artinya berapapun besaran
pembayaran kepada satu penerima tersebut, dapat
menggunakan UP/TUP tanpa harus menggunakan
SPM-LS ke KPPN sebagaimana pada kondisi normal.
Relaksasi pembayaran dengan UP/TUP dimaksud
diperbolehkan sepanjang data kontraknya belum
didaftarkan dan/atau belum direalisasikan ke KPPN.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan


Nomor 43/PMK.05/2020 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Belanja Atas Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Dalam Penanganan
Pandemi Corona Virus Disease 2019, pengajuan TUP
untuk penanganan pandemi COVID-19 dapat
melampaui alokasi anggaran Satker dalam DIPA,
asalkan telah mendapat persetujuan Penguna
Anggaran/Pejabat Eselon I yang ditunjuk oleh
Pengguna Anggaran.

Simplifikasi lainnya terkait TUP adalah dapat diberikan


kepada Satker yang belum mempertanggungjawabkan
sepenuhnya TUP sebelumnya tanpa harus mendapat
dispensasi terlebih dahulu dari Kepala Kanwil DJPb.
Sebelum adanya pandemi, pemberian TUP hanya dapat
diberikan kepada Satker yang telah
mempertanggungjawabkan sepenuhnya penggunaan
TUP sebelumnya. Dan dalam hal Satker memerlukan
kembali TUP dan TUP sebelumnya belum
dipertanggungjawabkan seluruhnya, Satker terlebih
dahulu harus mendapatkan surat dispensasi dari Kepala
Kanwil DJPb. Lalu bagaimana dengan Satker yang
tidak memiliki UP? Kepada Satker yang tidak memiliki
UP, saat ini TUP dapat diberikan tanpa perlu
mengajukan permintaan UP terlebih dahulu. Dalam
kondisi normal, TUP hanya diberikan kepada Satker
yang sebelumnya telah memiliki UP.

Kebijakan simplifikasi dan relaksasi pemberian dan


penggunaan UP/TUP ini bertujuan untuk memberikan
dukungan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementerian Negara/Lembaga/Satker melalui
pemberian TUP kepada Satker untuk keperluan satu
bulan dan sekaligus mengurangi frekuensi dan
dokumen SPM yang disampaikan ke KPPN, dimana
selama masa keadaan darurat COVID-19, KPPN
maupun Satker tidak dapat beroperasi secara optimal
seperti halnya dalam keadaan normal.

c. Jangka Waktu Penyelesaian Tagihan

Selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah,


KPPN sangat konsisten dalam upaya mendorong
kecepatan dan ketepatan waktu penyelesaian tagihan
kepada negara oleh Satker. Oleh karenanya, Satker
selalu didorong untuk segera menyelesaikan
pembayaran dan tidak menunda proses penyelesaian
tagihan terhadap pekerjaan yang sudah selesai
terminnya atau kegiatan yang telah selesai
pelaksanaannya. Di dalam regulasi yang ada, telah
diatur bahwa tagihan diajukan oleh penerima hak
kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) paling
lambat 5 hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada
negara. Selanjutnya PPK memproses tagihan tersebut
dengan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran
(SPP) dan disampaikan kepada Pejabat Penandatangan
dan Penguji Surat Perintah Membayar (PPSPM) paling
lambat 5 hari kerja setelah dokumen pendukung dari
penerima hak dinyatakan lengkap dan benar. PPSPM
selanjutnya menerbitkan SPM paling lambat 5 hari
kerja setelah SPP diterima secara lengkap dan benar
dari PPK. Kemudian SPM tersebut disampaikan kepada
KPPN paling lambat 2 hari kerja setelah SPM
diterbitkan. Dengan demikian, total waktu dalam
penyelesaian tagihan oleh Satker selambat-lambatnya
adalah 17 hari kerja.

Sebelum adanya pandemi, sesuai dengan Nota Dinas


Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor
ND-984/PB/2019 tanggal 4 Desember 2019 hal
Petunjuk Teknis Langkah-Langkah Strategis
Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2020, KPPN
akan memproses SPM yang diajukan Satker apabila
norma penyelesaian tagihan masih dalam jangka waktu
17 hari kerja di atas. Dalam hal penyampaian SPM
melewati batas waktu, KPPN akan menolak SPM
tersebut. Penyampaian kembali SPM yang ditolak
tersebut dapat dilakukan setelah Satker memperoleh
dispensasi dari Kepala Kanwil DJPb setempat. Untuk
memperoleh dispensasi tersebut, KPA Satker
menyampaikan permohonan dispensasi pengajuan SPM
ke Kanwil DJPb dilampiri dengan Surat Pernyataan
KPA, SPM yang ditolak dan bukti penolakan SPM dari
KPPN. Bayangkan jika Satker tersebut adanya di
Kabupaten paling jauh dari Ibukota Provinsi tempat
Kanwil DJPb berkantor, berapa waktu yang terbuang
untuk mengurus surat dispensasi tersebut.
Dalam keadaan pandemi, sesuai dengan Nota Dinas
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
ND-562/PB/2020 tanggal 5 Agustus 2020 hal
Pengaturan Penilaian IKPA Tahun 2020, mekanisme di
atas dipangkas karena sifatnya hanya memperpanjang
birokrasi, yang sesungguhnya tidak substantif dan
hanya administratif belaka.  Toh ujung-ujungnya SPM
tersebut pasti akan diproses karena menyangkut
kewajiban negara kepada penerima hak pembayaran.
Saat ini, penyampaian tagihan ke KPPN yang
melampaui 17 hari kerja sejak timbulnya hak tagih,
dapat langsung diproses oleh KPPN tanpa perlu
mendapat dispensasi terlebih dahulu dari Kepala
Kanwil DJPb.

d. Pendaftaran Data Kontrak

Kontrak yang telah ditandatangani PPK Satker bersama


dengan Penyedia Barang/Jasa yang akan dibayarkan
secara langsung melalui KPPN, harus didaftarkan
terlebih dahulu ke KPPN. Sesuai regulasi yang ada,
Satker menyampaikan data kontrak,
termasuk addendum kontrak kepada KPPN paling
lambat 5 hari kerja setelah kontrak/addendum kontrak
ditandatangani melalui media/sarana tercepat. Sebelum
pandemi, KPPN akan menolak penyampaian data
kontrak/addendum kontrak apabila penyampaiannya
lebih dari 5 hari kerja setelah
kontrak/addendum kontrak ditandatangani. Data
kontrak/addendum kontrak yang ditolak tersebut dapat
diajukan kembali ke KPPN setelah memperoleh
dispensasi dari Kepala KPPN. Untuk memperoleh
dispensasi tersebut, KPA Satker menyampaikan
permohonan dispensasi pengajuan data kontrak ke
KPPN dilampiri dengan Surat Pernyataan KPA dan
Cetakan Ringkasan Kontrak dan Kartu Pengawasan
Kontrak.

Dalam keadaan pandemi, sesuai dengan Nota Dinas


Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
ND-562/PB/2020 tanggal 5 Agustus 2020 hal
Pengaturan Penilaian IKPA Tahun 2020, mekanisme di
atas juga dipangkas karena sifatnya hanya administratif
belaka. Bagaimana pun kondisinya, terlepas dari kurang
tertibnya Satker, tentu kontrak yang sudah
ditandatangani Satker harus diterima dan didaftarkan.
Kontrak yang sudah didaftarkan tersebut selanjutnya
menjadi dasar pembayaran kepada penerima
hak/penyedia barang jasa. Penolakan pendaftaran data
kontrak, tentu akan berdampak sangat krusial karena
menyangkut pemenuhan kewajiban negara dalam
melakukan pembayaran tagihan kepada penerima
hak/penyedia barang jasa. Saat ini penyampaian data
kontrak yang terlambat didaftarkan ke KPPN, dapat
langsung diproses KPPN tanpa harus memperoleh
dispensasi terlebih dahulu dari Kepala KPPN.

e. Penyampaian RPD

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor


197/PMK.05/2017 tentang Rencana Penarikan Dana,
Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas, KPA
Satker diwajibkan untuk menyampaikan RPD Harian
sebelum menyampaikan SPM ke KPPN. Tujuan
penyampaian RPD Harian dimaksud adalah
memberikan informasi bagi Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara untuk
pengelolaan likuiditas. Artinya sebelum Satker
menyampaikan SPM, Bendahara Umum Negara telah
memiliki informasi berapa dana yang dibutuhkan untuk
waktu tertentu dan memiliki waktu yang cukup untuk
mempersiapkan dana tersebut.

RPD Harian tersebut paling sedikit memuat tanggal


penarikan dana, jenis belanja dan jumlah nominal
penarikan dan disampaikan ke KPPN paling lambat 5
hari kerja sebelum SPM disampaikan ke KPPN untuk
nilai penarikan setiap SPM dengan nilai kotor paling
sedikit Rp1 miliar. Sebelum pandemi, KPPN akan
menolak penyampaian SPM dari Satker jika tidak
dilengkapi dengan RPD Harian dimaksud, atau apabila
penyampaian SPM-nya tidak sesuai dengan rencana
tanggal penarikan dana yang sudah disampaikan
sebelumnya, kecuali jika sudah memperoleh dispensasi
dari Kepala KPPN. Dispensasi dari Kepala KPPN
tersebut dapat diberikan untuk SPM yang digunakan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang sifatnya
penting dan mendesak, yaitu: penanggulangan bencana
alam, penanggulangan kerusuhan sosial dan/atau
terorisme, operasi militer dan/atau intelijen, kegiatan
kepresidenan, atau transaksi mendesak lainnya yang
disetujui Kepala KPPN.
Kewajiban penyampaian RPD Harian ke KPPN ini
kerap menjadi kendala administratif dalam proses
pencairan dana, misalnya: SPM tidak disampaikan tepat
waktu sesuai perkiraan tanggal penarikan dana.
Akibatnya SPM ditolak KPPN dan Satker mengajukan
kembali RPD Harian, di mana tanggal penarikan
dananya paling cepat 5 hari kerja (lagi) ke depan.
Dengan demikian proses pencairan dana berarti
tertunda cukup lama. Mempertimbangkan hal
dimaksud, berdasarkan Surat Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor S-682/PB/2020 tanggal 14
Agustus 2020 hal Langkah-Langkah Percepatan
Penyerapan Anggaran Belanja dan Program Pemulihan
Ekonomi Nasional dan Nota Dinas Direktur
Pengelolaan Kas Negara Nomor ND-1039/PB.3/2020
tanggal 19 Agustus 2020 hal Penegasan Surat Perintah
Membayar (SPM) Tanpa Rencana Penarikan Dana
(RPD) Harian, penyampaian SPM ke KPPN tidak lagi
diwajibkan untuk didahului dengan penyampaian RPD
Harian ke KPPN. Konsekuensinya, Bendahara Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara harus dapat
memperkirakan sendiri (tanpa data dari Satker) dan
mempersiapkan dana yang cukup untuk menjamin
seluruh tagihan kepada negara dapat dibayarkan secara
tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan SPM yang
disampaikan ke KPPN.

Anda mungkin juga menyukai