Anda di halaman 1dari 4

Diare diklasifikasikan berdasarkan volume tinja menjadi dua yaitu volume banyak

dan volume sedikit. Diklasifikasikan dalam volume banyak jika terdapat lebih dari 1 liter
tinja cair per hari sedangkan volume sedikit adalah pengeluaran tinja cair per hari kurang
dari 1 liter.

Diare juga diklasifikasikan berdasarkan durasinya menjadi 2 yaitu diare akut dan kronis.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 2 minggu yang biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri, parasit atau invasi virus serta dapat disebabkan oleh agen non-infeksi
seperti keracunan makanan dan pengobatan. Diare akut biasanya sembuh dengan sendirinya
dan sembuh dengan cepat. Diare kronis biasanya terjadi lebih dari 2 minggu dan dikenal
dengan diare persisten.Diare kronis biasanya sembuh lebih dari 4 minggu. Diare jenis ini
dapat disebabkan oleh penyakit, obat-obatan, kelainan genetik atau penyakit berbahaya
lainya.

Klasifikasi diare yang terakhir adalah berdasarkan patomekanisme dibagi menjadi 3 yaitu
diare sekretorik, osmotik dan gangguan motilitas. Diare sekretorik adalah kondisi dimana
terdapat jumlah

Kasus diare di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2015 hingga 2019, angka kematian balita menjadi
40/1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil laporan rutin dapat dilihat bahwa nilai
AKB pada tahun 2010 adalah 0 %, tahun 2011 naik menjadi 0,38 %, pada tahun
2012 terjadi peningkatan kematian balita berjumlah 58 jiwa atau sebesar 1,33 %,
dan pada tahun 2013 juga terjadi peningkatan kematian balita sebanyak 63 jiwa atau
sebesar 1,44 %. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan jumlah kematian
balita yaitu sebanyak 47 jiwa tetapi persentasenya meningkat menjadi 5,54 %
(Kemenkes RI, 2015)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d
2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian
anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana
yang cepat dan tepat.

Diare merupakan peningkatan keenceran tinja, jumlah tinja dan frekuensi buang air besar
(BAB). Peningkatan frekuensi buang air besar yang dianggap sebagai diare yaitu jika lebih
dari tiga kali dalam 24 jam. Jumlah tinja dikatakan meningkat jika lebih dari 200g/hari,
dimana jumlah feses yang normal yaitu 100-200gr/hari. Namun, beberapa orang yang
mengkonsumsi serat berlebih memiliki berat feses 2300 gr/hari dengan konsistensi normal.
Penyakit diare biasanya diikuti dengan dorongan BAB yang tidak bisa dikontrol, dan
ketidaknyamanan perianal.

Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Diare
telah menyerang jutaan jiwa pertahun dan menyerang semua usia. Dari keseluruhan kejadian
diare, sebagian besar penderita adalah anak-anak. Kejadian Diare pada anak, khususnya
menyerang usia 6 bulan sampai 2 tahun dan bayi di bawah usia 6 tahun yang mengkonsumsi
susu sapi atau susu formula. Faktor-faktor yang berkontribusi antara lain adalah kemiskinan,
pemukiman padat, dan kontaminasi persediaan air. Meskipun insiden diare jauh lebih rendah
dinegara-negara yang lebih maju, diare tetap menjadi alasan paling umum untuk kunjungan
ke bagian gawat darurat pediatrik.

Diare diklasifikasikan berdasarkan volume tinja menjadi dua yaitu volume banyak dan
volume sedikit. Diklasifikasikan dalam volume banyak jika terdapat lebih dari 1 liter tinja
cair perhari sedangkan volume sedikit adalah pengeluaran tinja cair perhari kurang dari 1
liter. Diare juga diklasifikasikan berdasarkan durasinya menjadi 2 yaitu diare akut dan kronis.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 2 minggu yang biasanya disebabkan
oleh

Provinsi DIY menempati urutan ke-4 dengan prevalensi diare pada balita
sebesar 7,4% (Riskesdas, 2018). Kasus diare terbanyak di provinsi DI Yogyakarta
terjadi di Kabupaten Bantul dengan prevalensi 7,30 % (berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan) dan sebesar 10,34% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
atau gejala) (Riskesdas, 2018). Sementara itu, di Kabupaten Bantul angka kesakitan
diare pada tahun 2018 sebesar 81,17 per 1000 penduduk, sedangkan pada tahun
2019 mengalami penurunan, menjadi 77,65 per 1000 penduduk.

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga


merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan
kematian. Menurut hasil Riskesdas 2013, Diare merupakan penyebab kematian nomor dua
pada golongan semua umur (7%).
DAFTAR PUSTAKA

.(2019).Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen 2019.https://kesehatan.kebumenkab.go.id ›


web.

Anda mungkin juga menyukai