Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease (CKD)
yaitu merupakan kehilangan atau penurunan fungsi ginjal yang sudah lanjut
dan bertahap serta bersifat menahun sehingga ginjal tidak dapat berfungsi
dengan baik dan perlu dilakukan perawatan dan pengobatan yang serius.
Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu
dan tingkat fisiologis flitrasi. Berdasarkan Mc Clellan (2006) dijelaskan
bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan:
1. Kerusakan ginjal; dan
2. Kerusakan Glomerulus Filtration Rae (GFR) dengan angka GFR ≤ 60
ml/menit/1,73 m2.

Berdasarkan analisa definisi di atas, jelas bahwa gagal ginjal kronis


merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga
mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang bersifat kontinu.
Sedangkan National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan dampak dari
kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/over proteinuria,
abnormalitas sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu,
perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui
tingkat prognosanya.

Stage Deskripsi GFR


(ml/menit/1,73 m2)
1 Kidnet damage with normal or increase of ≥90
GFR
2 Kidney damaege eith mild decrease of GFR 60-89
3 Moderate decrease of GFR 30-59
4 Severe decrease of GFR 15-29
5 Kidney failure < 15 (or dialysis)
(Prabowo & Pranata, 2019; (tanto, liwang, hanifan, & pradipta, 2018)
B. Etiologi
1. Gangguan pembuluh darah ginjal : berbagai jenis lesi vaskular dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal.lesi yang paling
sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,dengan
konstriksi skleratik progresif padapembuluh darah.hiperplasi
fibromuskular pada suatu atau lebih arteril besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati,dikarakteristikkan oleh
penebalan hilangnya elastisitas sistem,perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Ganguan imunologis: seperti glomerulonefritis & SLE
3. Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.bakteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bagi.bawah lewat ureter keginjal sehingga
dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
plenlonefritis.
4. Gangguan metabolik: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan diginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau
logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal,hipertrofi prostat,dan
konstriksi uretra.
Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain,serta tidak adanya jaringan ginjal yang
bersifat kongenital (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis(wijaya &
Putri, 2020)
Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya,sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary
illness).penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan
hipertensi.selain itu,ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal
kronis,yaitu (Robinson, 2020)
1. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis)
2. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis,tuberkulosis)
3. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
4. Penyakit vaskuler ( renal nephrosclerosis)
5. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis)
6. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
7. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida) (prabowo & pranata, 2019)
C. Manifestasi
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam pesan sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan
kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang
ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis.
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian
terjadi enurunan kesadaran (somnolen), dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
2. Kardiovaskular
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic
pericarditis, efflusi pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade
jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratory System
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic
lung, dan sesak napas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/usus besar,colitis, dan pankreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpula,
ekimosis,petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan denagn adanya neuropathy perifer , nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan
reflex kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma,dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolic encephalophaty.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi
sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunaan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan
platelet.Biasanya masalah yang serius pada sistem hematologi
ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis,
dan kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard) (prabowo & pranata,
2019)
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glemorulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diluresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80
– 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml.menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya dikeskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialysis (wijaya & Putri, 2020)
E. Pathway

Infeksi saluran kemih Penyakit metabolik (DM) Nefropatik


Penyakit vaskuler hipertensi gangguan jaringan ikat gangguan kongenital

CKD

Renin meningkat Penurunan laju


glomerulus Penurunan Peningkatan kadar creatinin
fungsi ginjal dan BUN serum
Angiostensi I Angiostensi II
meningkat meningkat Ginjal tak mampu
mengencerkan urin
secra maksimal Penurunan fungsi ginjal
(produksi eritprotein Uremia
Vasikonutrisi menurun
Peningkatan Na&K
pembuluh darah

Masuk ke vaskuler Penurunan pembentukan Perfusi Perifer Tidak


Tekanan darah Efektif
eritrosit
meningkat
Beban jantung
meningkat
Anemia
Penurunan Curah
Jantung
Pola Napas Tidak Intoleransi Aktivitas
Efektif
F. Klasifikasi
- Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
2. Staidum 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
- K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
stadium dari tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73
m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 mL/menit/1,73
m2
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73 m2 atau
gagal ginjal terminal.
- Untuk menilai GFR (glomeluler filtration rate) / CCT (clearance creatinin
test) dapat digunakan dengan rumus :
ml ( 140−umur ) x berat badan(kg)
clearance creatinin( )=
menit 72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal, ditandai dengan kehilangan fungsi
nefron 40-75%. Pasien biasanya tidak mempunyai gejala, karena sisa
nefron yang ada dapat membawa fungsi-sungsi normal ginjal.
2. Stadium II = insufisiensi ginjal
Kehilangan fungsi ginjal 75-90%. Pada tingkat ini terjadi kreatinin
serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mengembangkan urin pekat dan azotemia.
3. Stadium III = payah gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Tingkat renal dari GGK yaitu sisa nefron yang berfungsi < 10%.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan mrnyolok sekali sebagai respon terhadap GFR yang
mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar
ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan untuk
dialisis (wijaya & Putri, 2020)
G. Penatalaksanaan
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis
adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien.
Sebagai peyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan
penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir
komplikasi meningkatkan harapan hidup klien.
Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik:
1. Perawatan kulit yang baik
Perhatikan hygiene kulit pasien dengan dengan baik melalui personal
hygiene (mandi/seka) secara rutin, Gunakan sabun yang mengandug
lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan
gunakan gliserin/sabun yang mengandung gliserin karena akan
mengakibatkan kulit tambah kering.
2. Jaga kebersihan oral
Lakukan perawat oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang
lembut/spon. Kurangi konsumsi gula(bahan makanan manis) untuk
mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
3. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan
favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori,
rendah natrium dan kalium.
4. Pantau adanya hyperkalemia
Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/ kram pada
lengan dan abdomen, dan diarea. Selain itu pemantauan hyperkalemia
dengan hasil ECG. Hiperkalemia bisa diatasi dengan dialisis.
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan pemberian
antasida (kandungan alumunium/kalsium karbonat).
6. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Dilakukan dengan memeriksa ada/ tidaknya distensi vena jugularis, ada/
tidaknya crackles Pada auskultasi paru. Selain itu, status hidrasi bisa
dilihat dari keringat berlebih pada aksila, lidah yang kering,
hipertensi,dan edema perifer,Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah
500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam.
7. Kontrol tekanan darah
Tekanan diupayakan dalam kondisi normal, Hipertensi dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan antihipertensi.
8. Pantau adanya/ tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi.
9. Latihan klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan napas akibat obstruksi.
10. Jaga kondisi septik dan aseptic setiap prosedur perawatan(pada
perawatan luka operasi).
11. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan
Pantau kadar hemoglobin dan hematocrit klien, Pemberian heparin
selama klien menjalani dialysis harus sesuai dengan kebutuhan.
12. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium,
dan kejang otot. Berikan diazepam/ fenitoin jika dijumpai kejang.
13. Atasi komplikasi dari penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah
natrium,diuretic, preparat inotropic (digitalis/ dobutamin) dan lakukan
dialysis jika perlu. Kondisi asidosis metabolic bisa diatasi dengan
pemberian natrium bikarbonat atau dialysis.
14. Laporkan segera jika ditemui tanda-tanda pericarditis (friction rub dan
nyeri dada)
15. Tata laksana dialysis/transplantasi ginjal
Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialysis.
Jika memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal
(prabowo & pranata, 2019)
H. Kompllikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah:
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekisfungiip alsifikasi matriks tulang, sehingga tulang
akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.
2. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistematik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri)
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (enokrin). Sekresi etirooetin yang megalami defisiensi d ginjal
akan mengakibatkan penrunan haemoglobin
4. Disfungsi seksual
Dalam gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia (prabowo & pranata, 2019)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hamper sama
dengan klien gagal ginjal akut , namun disini pengkajian lebih penekanan
pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam
tubuh (hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya
fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam
batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka
akan meimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan
sisem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien
dengan gagal ginjal kronis:
a. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-
laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan
pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari
insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.
b. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada
sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah,diaforesis,
fatingue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena
penumpukan (akumulasi) zat sisa metaboliisme/toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien degan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penrunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi
dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau
urea pada napas. Selain itu, karena berampak pada proses metabolisme
(sekuder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksi, nausea dan
vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi.
d. Riwayat penyakit Dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (mutikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat
penyakit ISK. Payah jantung, pengunaan obat berlebihan (overdosis)
khususnya oba yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagai yang
mampu mempegaruhi kerja ginja. Selain itu, ada bebearapa penyakit
yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular. Namun, Pencetus secunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota
keluarrga yang sakit, misalya minum jamu saa sakit.
f. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien mengalami koping
adapitf yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami peubahan struktur
fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri
dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi inii juga
dipicu oleh biaya yang dikelurkan selama proses pengobatan, sehingga
klien mengalami kecemasan.
2. Pengkajian Sistem
a. Sistem Pernapasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi penapasan akan mengalami
patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dalam sebagai
bentuk kompensasi tubuh mempertahankan venntilasi (kussmaull).
b. Sistem Hematologi
Ditemukan adanya fiction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi
jantung, chest pain, dispneu, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam
eksresinya, selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan
anemia karena peurunan eritropoetin.
c. Sistem Neuromuskular
Penurunan kesadaran menurun setelah mengalami hiperkabic dan
sirkulasi celebral terganggu.oleh karena itu, penurunan kognitif dan
terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
d. Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubunngan langsung dengan kejadian gagal ginjal
kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di
atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagasi
ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan
bebang jantung.
e. Sistem Endokrin
Berhubung dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis
akan mengalami disfungsi sesksualitas karena penurunan hormone
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubung
dengan penyakit DM, maka aka nada gangguan dalam sekresi insulin
yang berdampak pada proses metabolisme.
f. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrsi,sekresi,reabsorsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling
menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai
pada anuria (tidak adanya urine output).
g. Sistem Pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea,, vomit, dan diare.
h. Sistem Maskulokletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang. Sehingga terjadinya
resiko osteoporosis tinggi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap: ureum meningkat, kreatinin serum
meningkat. Dari kadar kreatinin serum dapat dilakukan perhitungan
estimasi LFG dengan rumus Cockrof-Gaulf atau studi MDRD;
b. Pemeriksaan elektrolit: hiperkelemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hipermagnesemia;
c. Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid (hiperkolesterolemia),
hipertrigliseridemia, LDL.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas ditandai dengan penggunaan
otot bantu nafas
2. Penurunan curah jantung b/d perubahan irama jantung ditandai dengan takikardi
3. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi haemoglobin ditandai
dengan edema
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan ditandai dengan merasa lemah
C. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Intervensi Keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi
hambatan upaya nafas ditandai keperawatan selama …..x24 jam 1. Monitor pola napas (frekuensi dan usaha napas)
dengan penggunaan otot bantu diharapkan pola nnafas membaik 2. Monitor bunyi napas tambahan ( mis. Gardline,
nafas ditandai dengan kriteria hasil : mengi, whezing, ronchki kering)
 Pengunaan otot bantu nafas 3. Monitor secret (jumlah, warna dan aroma)
menurun Terapeutik
 Ventilasi semenit menurun 4. Posisikan semi fowler atau fowler
frekuensi nafas membaik 5. Berikan minum hangat
6. Keluarkan sumbatan benda padat dengan torsep
mcgiil
7. Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi
8. Anjurkan asupan cairan 2000 ml /hari, jika tidak
kontraindikasi
9. Anjarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator, espektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Penurunan curah jantung b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi
perubahan irama jantung keperawatan selama …..x24 jam 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
ditandai dengan takikardi diharapkan curah jantung membaik jantung (kelelahan, edema)
ditandai dengan kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output cairan
 Edema menurun 3. Monitor saturasi oksigen
 Takikardi menurun 4. Monitor EKG 12 ssadapan
 Kekuatan nadi perifer 5. Monitor aritmea (kelainan irma dan frekuensi)
menurun
Terapeutik
6. Posisikan pasien semi fowler atau fowler
7. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, koletrol, dan makanan
tinggi lemak)
8. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
9. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress, jika perlu
Edukasi
10. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai teloransi
11. Anjurkan beraktivitas secara bertahap
12. Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian anti aritmea, jika perlu
14. Rujuk keprogram rehabilitas jantung
3 Perfusi perifer tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi
penurunan konsentrasi keperawatan selama …..x24 jam 1. Periksa serkulasi perifer (mis, nadi pwrifer,
haemoglobin ditandai dengan diharapkan keadekuatan aliran edema dan pengisian kapiler)
edema darah membaik ditandai dengan 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
kriteria hasil : (mis. Hipertensi dan kadar kolestrol tinggi).
 Warna kulit pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
 Edema perifer menurun pada ekstremita
 Denyut nadi perifer menurun Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran TD pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
6. Lakukan pencegahan infeksi
Edukasi
7. Anjurkan berolahraga rutin
8. Ajarkan program diet untuk memperbaiki
serkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega tiga).
9. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis. Rasa sakit tidak hilang
pada saat istirahat)
4 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kelemahan ditandai dengan keperawatan selama …..x24 jam 1. Identifikasi gangguan tubuh yang megakibatkan
merasa lemah diharapkan respon fisiologis kelelahan
terhadap aktifitas membaik 2. Monitor pola jam tidur
ditandai dengan kriteria hasil : 3. Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama
 Kemudahan dalam melakukan melakukan aktivitas
aktivitas sehari-hari Terapeutik
menungkat 4. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
 Frekuensi nafas membaik stimulus
 Perasaan lemah menurun (mis. Cahaya, suara, dan kunjungan)
5. Berikan aktivitas distraksi menenangkan
6. Fasilitasi duduk di samping tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
8. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
9. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

NANDA International, I. (2017). Nursing Diagnoses: Definitions and


Classification 2018-2020. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2019). buku ajar asuhan keperawatan sistem
perkemihan. yogyakarta: nuha medika.

Robinson, Z. (2020). Sinopsis Organ Sistem Ginjal. pamulang-Tangerang


selatang: karisma publishing group.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2020). Keperawtan medikal bedah keperwatan


dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai