PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua
sisi kulumna vertebralis (Wilson, 2006). Ginjal membuang produksi sampah
hasil ekskresi berupa urine tersebut sehingga jumlahnya menjadi normal atau
rendah dalam tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagai mana mestinya maka
akan timbul masalah kesehatan seperti Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
(Cahyaningsih, 2008:11 dalam Rantini, 2012).
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah
kematian global di dunia pada tahun 2012 adalah 56 juta jiwa, sebanyak 38
juta jiwa disebabkan oleh penyakit tidak menular (WHO, 2015). Di Indonesia
kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat dari 41,7%
menjadi 59,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008).
Penyakit tidak menular yang perkembangannya perlu mendapatkan
perhatian adalah PGK. PGK adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi dan gangguan struktur, dalam waktu lebih dari tiga bulan.
Klasifikasi PGK dibagi menjadi lima stadium yang ditentukan berdasarkan
tingkat penurunan Laju Firtrasi Glomerulus (LFR) (Damay, 2013).
Terdapat dua jenis terapi pengganti ginjal yaitu dialisis dan transplantasi
ginjal. Terapi pengganti ginjal jenis dialisis terdiri dari terapi Hemodialisis
(HD) dan terapi peritoneal dialisis. Terapi pengganti ginjal jenis HD lebih
banyak dipilih dibandingkan dengan terapi peritoneal dialisis karena proses
yang lebih singkat dan lebih efisien terhadap pengeluaran zat-zat dengan
berat molekul rendah (Ignatavicius & Workman 2006 dalam Sukariani,
2016). Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK stadium V atau End
Stage Renal Dysease (ESRD). HD merupakan suatu proses yang digunakan
1
2
oleh pasien dengan pengganti ginjal stadium akhir (ESRD) yang memerlukan
terapi jangka panjang atau permanen (Sudoyo 2009 dalam Sukariani, 2016).
Menurut data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia tahun 2011, tercatat
sekitar 12 ribu pasien PGK yang menjalani terapi pengganti ginjal di seluruh
Indonesia dan meningkat menjadi sekitar 16 ribu pasien PGK pada tahun
2012. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) melaporkan setiap
tahunnya terdapat 200.000 kasus baru PGK stadium akhir (DepkesRI, 2016).
Di Bali pada tahun 2012 tercatat sekitar 1.847 pasien yang menjalani terapi
pengganti ginjal (Registry, 2013). Data dinas kesehatan Provinsi Bali dan
BRSU Tabanan, angka kejadian PGK tertinggi di Provinsi Bali dengan
jumlah penderita 489 orang pada tahun 2014 yaitu di BRSU Tabanan dan
yang menjalani program HD rutin sebanyak 240 orang (Budiarsa, 2016).
Secara umum permasalahan yang dialami oleh pasien PGK meliputi
permasalahan psikologis dan fisik. Permasalahan psikologis yang banyak
dialami antara lain depresi, perilaku bunuh diri, delirium, gejala panik dan
kecemasan (Sousa 2008, dalam Rakhmawati, 2016), sedangkan permasalahan
fisik yang sering dialami oleh pasien hemodialisis meliputi kelelahan,
gangguan tidur, disfungsi seksual, hipertensi, penurunan nafsu makan,
anemia, sulit berkonsentrasi, gangguan kulit, nyeri otot dan tulang, infeksi
pada fistula (Heidarzadeh 2010 dalam Rakhmawati, 2016).
Permasalahan psikologis yang dialami pasien PGK ditunjukkan dari
semenjak pertama kali pasien divonis mengalami gagal ginjal (Iskandarsyah
2006 dalam Permana, 2014). Salah satu bentuknya adalah kecemasan (Stuart
2002 dalam Permana, 2014). Bahkan ada seseorng pasien marah pada dokter,
bahwa dirinya harus menjalani hemodialisa. Mereka menilai bahwa dari
semenjak menderita penyakit, hidupnya selalu dalam keadaan ketidak
beruntungan, tidak memiliki harapan dan sangat sensitif terhadap kritik dan
saran (Iskandarsyah 2006 dalam Permana, 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan Royani (2014) tentang gambaran
tingkat kecemasan pada pasien PGK yang menjalani proses HD sebanyak 50
responden menunjukan bahwa pasien yang mengalami kecemasan dengan
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan
antara kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien PGK yang menjalani
terapi HD di Ruang HD Nyitdah BRSU Tabanan?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas
tidur pada pasien PGK yang menjalani terapi Hemodialisa di ruang HD
Nyitdah BRSU Tabanan.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi kecemasan pada pasien PGK yang menjalani terapi
HD di Ruang HD BRSU Tabanan.
b. Mengidentifikasi kualitas tidur pada pasien PGK yang menjalani
terapi HD di Ruang HD Nyitdah BRSU Tabanan.
c. Menganalisis hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur pada
pasien PGK yang menjalani terapi HD di Ruang HD Nyitdah BRSU
Tabanan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memepunyai beberapa
manfaat antara lain:
1. Manfaat dari segi teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang keperawatan penyakit dalam khususnya pada
penyakit ginjal kronik yang nantinya juga dapat dipakai sebagai bahan
informasi bagi penelitian lain dan praktisi yang ingin mengadakan
penelitian selanjutnya.
6
TINJAUAN PUSTAKA
B. Hemodialisa
1. Pengertian
Dialysis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh. Tujuan dialysis adalah untuk
mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisa, hemofiltrasi dan
peritoneal dialysis (Smeltzer, Suzane C. & Bare, 2001).
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat – zat sisa metabolisme, zat
toksik lainnya melalui membrane semi permeable sebagai pemisah antara
darah dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dialyzer (Hundak dan
Gallo, 1996 dalam Wijaya & Putri, 2013)
Hemodialisa adalah terapi pengganti pada gagal ginjal terminal dengan
mengalirkan darah ke dalam suatu zat yang terdiri dari 2 kompartemen,
yaitu:
a. Kelompok darah yang didalamnya mengalir darah dibatasi oleh selaput
semipermiabel buatan.
Kompartemen yang berisi cairan dialisat bebas pirogen berisi larutan dengan
komposisi elektrolit mirip serum normal (Soeparman 1993 dalam Wijaya &
Putri, 2013).
2. Tujuan
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat – zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih (Smeltzer,
Suzane C. & Bare, 2001).
Selain itu tujuan hemodialisa yang lain adalah:
9
C. Kecemasaan
1. Pengertian Kecemasaan
Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak
disadari mngenai keyakinan, nilai krisis situasional, maturasi, ancaman
10
b. Fobia sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap,
biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu
menghindari situasi dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang
membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukan
tanda-tanda kecemaan atau menampilkan perilaku lain yang
memalukan.
c. Gangguan panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik
yang sepontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul
pada gangguan panik antara lain sulit bernafas, jantung berdetak
kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal
ini yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa
individu merasa setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya
kematian atau kecacatan.
d. Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorde)
GAD adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif,
disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan
gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada
penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.
2. Dampak dari kecemasan
a. Fisik (fisiologis) antara lain perubahan denyut jantung, suhu tubuh,
pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala, kehilangan nafsu
makan, berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang luar biasa.
b. Gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik
bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar
tidur, gerakan yang aneh-aneh.
c. Gejala gangguan mental, antar lain kurang konsentrasi, pikiran
meloncat-loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan,
phobia, ilusi dan halusinasi.
14
D. Tidur
1. Pengertian Tidur
Menurut Pieter (2011) dalam Dwijayanti (2015) tidur merupakan
salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan
homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh),
serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal
dalam keadaan badan segar dan normal, hipotalamus bekerja baik
16
4) Sleep Apnea
Sleep apnea merupakan salah satu bentuk gangguan tidur
yang umum bisa berpotensi sangat serius, bahkan dapat juga
mengancam jiwa. Dalam sleep apnea, pernapasan seseorang
akan berhenti sejenak dan akan sangat sedikit saat sedang tidur.
Menurut American Asociation Psychiatry (APA, 2000) dalam
Pieter dkk (2011) orang yang menderita gangguan sleep apnea
ditandai dengan mendengkur sekeras-kerasnya, beberapa kali
napasnya terhenti pada saat tidur dan bangun di pagi hari dengan
mulut yang kering dan rasa sakit kepala.
5) Ritme Sirkadian
Gangguan ritme sirkadian adalah gangguan tidur yang
menyebabkan perasaan mengantuk atau insomnia yang
diakibatkan ketidakmampuan tubuh untuk menyinkronkan pola
tidurnya dengan pola tidur siang dan malam. Artinya ada
ketidaksesuaian timbul diantara pola bangun dan tidur yang
normal dan siklus tidur bangun yang dibutuhkan oleh
lingkungan seseorang.
b. Parasomnia
Gangguan parasomnia ditandai dengan adanya peristiwa yang
tidak wajar selama orang itu tidur. Gangguan tidur parasomnia
berhubungan dengan sistem saraf otonom, sistem motorik, atau
perubahan kognitif yang terjadi selama siklus tidur. Gangguan tidur
parasomnia antar lain:
1) Gangguan Mimpi Buruk
Menurut American Sleep Association (ASA) dalam Pieter
(2011) beberapa obat juga memicu mimpi buruk, seperti obat
penenang. Orang dengan gangguan mimpi buruk sering terbangun
dengan keringat dingin akibat adanya mimpi yang mengerikan
yang akan membuat takut untuk tidur lagi.
20
8) Seksomnia
Seksomnia atau Sexual Behaviour in Sleep (SBS) adalah
kebiasaan seksual yang terjadi ketika seseorang sedang tidur.
Seksomnia bisa mengganggu karena ada serangan seks yang keras,
berbahaya (masturbasi) atau bahkan kriminal (kekerasan seksual
atau pemerkosaan).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
a. Usia
Ketika seseorang masih bayi membutuhkan waktu tidur sekitar 13
sampai 16 jam, tetapi ketika telah tumbuh menjadi seorang anak
kebutuhan tidur sedikit menurun sekitar delapan sampai 12 jam.
Kebutuhan waktu dan lama tidurnya akan terus menurun atau
berkurang seiring dengan berjalannya waktu atau usianya hingga
dewasa hanya sekitar tujuh sampai delapan jam. Begitu juga bila
seseorang menjadi semakin tua, umumnya kemampuan untuk tetap
tidur akan menjadi semakin berkurang menjadi enam jam (Potter,
2012).
b. Penyakit Fisik
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik
(mis. kesulitan bernafas) atau masalah suasana hati, seperti kecemasan
atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur (Potter, 2012).
c. Obat-Obatan dan Substansi
Potter (2012) menerangkan bahwa dari daftar obat di Physicians
Desk Reference (PDR) 1990, dengan 584 obat resep atau obat bebas
menuliskan mengantuk sebagai salah satu efek samping, 486 menulis
gangguan tidur, dan 281 menyebabkan kelelahan mempengaruhi
kualitas tidur seseorang.
d. Gaya Hidup
Rutinitas harian seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Selain
pengaturan jam kerja yang tidak menentu (mis. dari siang ke malam
atau sebaliknya), perubahan lain dalam rutinitas yang dapat
22
mengganggu pola tidur meliputi kerja berat yang tidak biasa, terlibat
dalam aktivitas sosial pada larut malam, dan perubahan waktu makan
malam (Potter, 2012).
e. Mengantuk Berlebihan pada Siang Hari
Mengantuk menjadi patologis ketika mengantuk terjadi pada
waktu ketika individu harus atau ingin terjaga. Mengantuk berlebihan
pada siang hari disebabkan karena seseorang mengalami kehilangan
waktu tidur di malam hari ketika harus mengikuti kegiatan sosial
malam yang aktif atau jadwal kerja yang memanjang. Lebih lanjut
dinyatakan dalam Potter (2012) bahwa kondisi mengantuk yang
berlebihan pada siang hari seringkali menyebabkan kerusakan pada
fungsi terjaga, penampilan kerja yang buruk, kecelakaan saat
mengemudi atau menggunakan peralatan, dan masalah perilaku atau
emosional.
f. Kecemasan dan Stres Emosional
Kecemasan dapat meningkatkan saraf simpatis yang dapat
menimbulkan gangguan tidur (Maryunani, 2015). Kecemasan
meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulus sistem
saraf simpatis. Perubahan kimia ini menyebabkan kurangnya waktu
tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih banyak perubahan
dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun (Kozier et.al, 2010
dalam Budayani, 2015).
Menurut Bliwise (1993) dalam Potter (2012) menyebutkan
kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu
tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk
tertidur, sering terbangun selama siklus tidur sehingga dapat
mengganggu tidur. Gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan
kehilangan keamanan ekonomi merupakan situasi yang
mempredisposisi untuk cemas dan depresi. Keadaan dapat tersebut
menyebabkan mengalami perlambatan untuk jatuh tertidur,
23
E. Penelitian Terkait
1. Hasil penelitian oleh Ida Royani (2014) tentang gambaran tingkat
kecemasan pada pasien PGK yang menjalani proses HD di RSUD Dr.
Hardjono Ponogoro. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling yaitu dari 50 responden didapatkan
hasil bahwa pasien yang mengalami kecemasan dengan distribusi hasil
penelitian diperoleh sebanyak 40% responden memiliki tingkat kecemasan
sedang, 32% responden tingkat kecemasan berat, 20% responden tingkat
kecemasan ringan, dan 8% responden mengalami panik. Kesimpulan dari
penelitian ini menyatakan bahwa pasien PGK yang menjalani terapi HD
masih mengalami tingkat kecemasan yang sedang dan berat.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ardian Indra Permana (2014) tentang
hubungan antara lama menjalani HD dengan tingkat kecemasan pada
pasien PGK yang menjalani terapi HD di PKU Muhammadiyah Gombong.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling yaitu sebanyak 69 responden, jenis data menggunakan
31
BAB III
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya. Kerangka ini didapatkan dari konsep
ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang dihubungkan
dengan garis sesuai variabel yang diteliti (Setiadi, 2013).
Penjelasan :
Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kecemasan dan kualitas
tidur. Kecemasan pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan
variabel independen (bebas) yang mempengaruhi variabel dependen (terikat)
yaitu kualitas tidur. Pemenuhan kualitas tidur yang baik akan meningkatan
derajat kesehatan pasien PGK.
A. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat penelitian (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian, dikenal dua jenis hipotesis, yaitu (Thomas et al., 2010
dalam Swarjana, 2015):
1. Hipotesis Alternatif (alternative hipothesis)
Hipotesis alternatif disebut juga hipotesis kerja. Hipotesis ini menyatakan
adanya hubungan diantara satu variabel dengan variabel yang lainnya.
Hipotesis alternatif ini ditulis dengan ”Ha”.
2. Hipotesis Nol (null hypothesis)
Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan
di antara variabel penelitian. Hipotesis nol ini ditulis dengan ”Ho”
Pada penelitian ini peneliti menyatakan hipotesis alternatif (Ha)
yaitu ada hubungan antara kecemasan dengan kulitas tidur pada pasien
PGK yang menjalani terapi HD di ruang HD Nyitdah BRSU Tabanan
2017.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
penelitian yang merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat
oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan
(Nursalam, 2013). Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan desain
analitik korelasi yaitu desain yang menjelaskan suatu hubungan,
memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2013).
Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional. Pendekatan cross sectional adalah jenis penelitian dimana
pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen dilakukan
hanya satu kali pada satu saat dan tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2013).
Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan intervensi, melainkan hanya
untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan kulitas tidur pada
pasien PGK yang menjalani terapi HD di ruang HD Nyitdah BRSU Tabanan
2017 tiap subjek dilakukan pengukuran hanya sekali yaitu ketika dilakukan
penelitian.
D. Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa
lembar kuesioner untuk mengidentifikasi tingkat kecemasana serta kualitas
tidur pada pasien PGK yang menjalani terapi HD di ruang Nyitdah BRSU
Tabanan. Peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk
42
dan asisten peneliti. Hasil uji Kppa menunjukan bahwa terdapat nilai
koefisien kppa yaitu 1,000 dan p velue ≥ 0,05 (lampiran 5). Hal ini
berarti ada persamaan persepsi antara peneliti dengan asisten peneliti.
b. Tahap pelaksanaan
Setelah ijin penelitian diperoleh, akan dilanjutkan ke tahap pelaksanaan.
1) Sebelum melakukan penelitian peneliti sudah mendapatkan ijin dari
Direktur BRSU Tabanan
2) Peneliti dan asisten menuju Ruang Hemodialisa (HD) Nyitdah BRSU
Tabanan untuk melaksanakan penelitian dengan menggunakan teknik
sampling jenuh, sampai sampel terpenuhi (182 responden).
Pengambilan sampel dilakukan dalam rentang waktu tiga bulan
dengan mengambil sampel sesuai dengan jumlah pasien yang
mengikuti terapi HD.
3) Pada hari penelitian yang telah ditentukan, peneliti dan asisten
mengumpulkan data sesuai dengan jadwal HD yang ada yaitu senin,
selasa dan rabu yaitu pada pagi, siang, sore, dan malam hari.
4) Pengambilan sampel
5) Pengambilan sampel dibantu oleh dua orang asisten saat pengumpulan
data. Karena ada 4 shif yaitu pada shif pagi, shif siang, shif sore, shif
malam dan setiap shif yang menjalani terapi HD sebanyak 17 orang.
Maka setiap asisten diberi 5 orang responden untuk menjelaskan
kuesioner dan peneliti sendiri akan menjelaskan kuesioner kepada
responden sebanyak 7 orang.
6) Setelah mendapatkan calon responden yang sesuai dengan kriteria
inklusi peneliti dan asisten memberikan salam dan memperkenalkan
diri kepada calon responden.
7) Peneliti atau asisten memberikan lembar informasi yang berisi
penjelasan mengenai tujuan dan manfaat penelitian serta tata cara
pengisian 2 kuesioner. Calon responden juga diberikan kesempatan
atau waktu ±5 menit untuk membaca isi dari informed consent.
Apabila calon responden bersedia menjadi responden, wajib untuk
47
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini editing dilakukan
pada tahap pengumpulan data dan setelah data terkumpul dengan
melihat atau memeriksa kembali kelengkapan kuesioner, yaitu
kelengkapan data umum (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan) dan memastikan bahwa setiap pernyataan
dalam kuesioner telah terisi semua. Dalam melakukan pemeriksaan
tersebut, peneliti tidak melakukan penggantian atau penafsiran
jawaban.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode angka terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam
pemberian kode juga dibuat daftar kode dan artinya dalam satu buku
(code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti dari
suatu kode dari suatu variabel. Dalam penelitian ini coding dilakukan
setelah melakukan penelitian, peneliti melakukan coding sesuai dengan
karakteristik responden dalam kuisioner untuk memudahkan proses
pengolahan data. Peneliti melakukan coding, yaitu
1) Pada karakteristik responden :
a) Karakteristik responden berdasarkan umur diisi secara manual
dan diketik langsung pada kolom yang tersedia.
b) Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
diberi kode 1, sedangkan untuk perempuan diberi kode 2.
c) Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir, pada responden yang tidak bersekolah diberi kode 1,
SD diberi kode 2, SMP diberi kode 3, SMA diberi kode 4 dan
Perguruan Tinggi diberi kode 5.
49
Selain itu, hasil akan dilihat dari arah korelasi yang dihasilkan. Tipe
korelasi ada dua, yakni korelasi positif dan korelasi negatif (Hidayat,
2010). Adapun arah korelasi yang dimaksud adalah:
a) Korelasi positif artinya hubungan searah yakni X naik maka Y naik
(Hidayat, 2010). Arah korelasi positif apabila nilai dari tingkat
kecemasan pasien PGK baik maka nilai pemenuhan kualitas tidur pada
pasiem PGK juga baik, begitu pula sebaliknya apabila nilai tingkat
kecemasan lansia kurang maka nilai dari pemenuhan kualitas tidur juga
kurang. Ini menunjukan bahwa variabel dalam penelitian ini bersifat
satu arah atau paralel.
b) Korelasi negatif menunjukkan hubungan terbalik yakni X naik, maka Y
turun (Hidayat, 2010). Arah korelasi negatif apabila nilai dari tingkat
kecemasn pasien PGK baik sedangkan nilai dari pemenuhan kualitas
pada pasien PGK tidur kurang, atau sebaliknya apabila nilai dari tingkat
52
kecemasan pada pasien PGK kurang akan tetapi nilai dari pemenuhan
kualitas tidur pada pasien PGK baik.
F. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian dimana penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia. Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan
menurut Nursalam (2013), antara lain.
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Dalam penelitian ini peneliti tidak ada melakukan tindakan khusus.
Peneliti hanya menyebarkan kuesioner saja.
b. Bebas dari eksploitasi
Dalam penelitian ini peneliti menjaga informasi yang telah diberikan
responden. Peneliti menjaga identitas yang diberikan responden dan
tidak mempublikasikan kepada orang lain.
c. Risiko
Peneliti berhati-hati dalam mempertimbangkan segala risiko dan
keuntungan yang didapatkan dari penelitian ini.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden.
Peneliti memperlakukan responden secara manusiawi. Responden
diberikan hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden
atau tidak.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan.
Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab
terhadap sesuatu yang terjadi kepada responden.
c. Inform consent
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti memberikan
informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang dilaksanakan.
53