Anda di halaman 1dari 12

STRATEGI PENGURANGAN RISIKO BENCANA TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM AKIBAT GAS RUMAH KACA

KELOMPOK 3 KELAS J-6:


1. Heni Tri Purwikasari
2. Naufal Arkan
3. Andala Ilham Hatang
4. Kadek Adinda Yadnya Dewi

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

T.A 2022

ii
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Tentang Pengurangan risiko bencana dan perubahan
iklim dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Risiko Bencana.


Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Praya, 22 Maret 2022

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………… i

Daftar Isi ………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….… 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah……….……………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………. 3

2.1 Manajemen Risiko Bencana Gas Rumah Kaca ………………………………….…… 3

2.1.1 Pengertian Gas Rumah Kaca ………………………………………………………. 3


2.1.2 Penyebab Gas Rumah Kaca ………………………………………………………. 3
2.1.3 Akibat Gas Rumah Kaca ………………………………………………………. 3
2.2 Strategi pengurangan risiko bencana perubahan iklim ………………………………. 4

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….…….... 7


3.1 Keimpulan ……………………………………………………………….……… 7
3.2 Kritik dan Saran ………………………………………………………………………. 7

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………. 9


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan isu yang paling mendapat perhatian bagi semua negara di
era milenium ini. Semua negara ikut terlibat membicarakannya secara intensif, dan hal ini
belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan iklim tidak hanya melibatkan satu atau beberapa
negara tetapi semua negara. Perubahan iklim sudah menjadi kenyataan. Upaya mitigasi harus
dilakukan dengan tetap menyelaraskan implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs).Perubahan iklim sebagai akibat dari meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca
(GRK). Perubahan iklim ditandai dengan adanya kenaikan permukaan air laut, perubahan
pola curah hujan, dan kejadian iklim ekstrim. Semakin bertambahnya intensitas dan frekuensi
dari kejadian iklim ekstrim, risiko bencana banjir selama musim hujan dan kekeringan selama
musim kemarau akan semakin meningkat. Hal tersebut akan berdampak pada sektor sumber
daya air, pertanian, kehutanan, perikanan, kesehatan, serta sarana dan prasarana. Perubahan
iklim, yang dipicu oleh pemanasan global lebih diakibatkan oleh peningkatan jumlah emisi
Gas Rumah Kaca (GRK)di atmosfer.

Pemanasan global berkaitan dengan efek rumah kaca. Kehidupan kita di atas
permukaan bumi dan yang beratap lagit diibaratkan seperti dalam rumah kaca. Buku
Pendidikan Lingkungan Hidup yang saya baca menjelaskan  Rumah kaca adalah sebuah
bangunan yang dibuat oleh para ilmuwan untuk kepentingan budiaya tanaman , agar suhu
tumbuhan tetap pada waktu musim dingin di negri subtropics. Hal ini karena dengan
meletakan tanaman dalam rumah kaca, keadaan suhu tetap panas sehingga tanaman tetap
melakaukan aktifitas. Mekanisme suhu yang hangat  dalam rumah kaca terjadi karena cahaya
matahari yang menembus atap yang terbuat dari kaca tersebut. Di dalam buku yang berjudul
ilmu alam sekitar pengertian efek rumah kaca yaitu, terbentuknya lapisan CO2 di atmosfer
yang tidak dapat ditembus lagi  oleh pantulan sinar matahari.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apa penyebab dan akibat dari gas rumah kaca akibat perubahan iklim?

2. Bagaimana cara pengurangan risiko bencana terhadap perubahan iklim?

1
1.3 Tujuan

1.Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari gas rumah kaca akibat perubahan iklim.

2.Untuk mengetahui cara pengurangan risiko bencana terhadap perubahan iklim.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Risiko Bencana Gas Rumah Kaca

2.1.1 Pengertian

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas yang pada saat terakumulasi di atmosphere dan
menciptakan selubung kemudian menimbulkan gangguan pada pelepasan panas dari bumi ke
luar lapisan atmosphere. Gas rumah kaca (GRK) adalah sejumlah gas yang menimbulkan
efek rumah kaca yang terdapat di atmosfer bumi. Gas yang memungkinkan untuk hal tersebut
terjadi adalah: Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrogen oksida (N2O),
Hidrofluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (PFCs), dan Sulfur hexafluoride (SF6).

 2.1.2 Penyebab Gas Rumah Kaca

Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2)


dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang
masuk ke Bumi: 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap
awan, 45% diserap permukaan bumi, 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi
yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan
bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas
CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek
rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan
malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek
rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2)
serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas
tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.

2.1.3 Akibat Gas Rumah Kaca

Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya


perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi dan dapat mengancam masa depan planet
bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga
mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global

3
mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan
naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya
suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Menurut
perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila
kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan
peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya
konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang
dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan
mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.

Selain itu akibat adanya efek rumah kaca yang bersifat menguntungkan yaitu:

1) Bertambahnya produktifitas tanaman di daerah beriklim dingin


2) Meningkatnya debit aliran air pada daerah kekurangan air
3) Menurunya angka kematian oleh cekaman dingin
4) Berkurangnya tenaga listrik untuk pemanasan

Adapun akibat yang bersifat merugikan adanya efek rumah kaca yaitu:

1) Meningkatkan cekaman panas pada binatang dan ternak


2) Meningkatnya tenaga listrik untuk pendinginan
3) Meningkatnya resiko kebakaran hutan
4) Meningkatnya erosi pantai dan kerusakan alam sekitar pantai
5) Meningkatnya kejadian kekeringan dan kebanjiran

2.3 Strategi pengurangan risiko bencana perubahan iklim

Isu lingkungan menjadi agenda dunia dalam upaya pengurangan risiko bencana dari
perubahan iklim. Salah satu upaya nyata adalah menerapkan konsep pembangunan
berkelanjutan seperti digariskan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Iding
Achmad Haidir, D. Phil menjelaskan mengenai skema Sustainable Development Goals
(SDGs) pada poin konservasi keanekaragaman hayati.Para pemimpin dunia berjanji,
bersumpah bahwa mereka akan mendukung upaya konservasi dan mempercepat upaya
restorasi atau pemulihan hutan. Konservasi alam memang menjadi bahasan penting bersama
dengan poin-poin SDGs lain sebagai upaya mengontrol perubahan iklim. Manusia,
hutan/lingkungan dan satwa liar kemudian menjadi saling bergantungan dalam proses
4
konservasi. Indonesia sebagai negara dengan mega biodiversity terbesar ke dua setelah Brazil
tentu menjadi sorotan dunia sebagai aset panjang paru-paru dunia.

Pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab semua lapisan mulai dari


pemerintah, masyarakat, hingga dunia usaha. Alternatif pengolahan sampah dari rumah
sendiri bisa dilakukan dengan memilah sampah organik dan anorganik. Selain itu, inisiasi
bank sampah dan penggunaan lubang resapan biopori bisa menjadi cara efektif dalam
menanggulangi permasalahan sampah rumah tangga. Pada skala yang lebih besar, teknologi
biogas yang menjadi tanggung jawab PTL BRIN. Biogas sendiri merupakan gas yang
dihasilkan dari aktivitas anaerobik atau fermentasi bahan organik seperti limbah domestik,
limbah industri, hingga kotoran manusia dan hewan. Pemanfaatan biogas sebagai alternatif
bahan bakar rumah tangga tentunya dapat mengurangi emisi rumah kaca karena pada proses
biodigester tidak terjadi proses pembakaran yang menimbulkan polusi. (IAA/ESP).

Sedangkan dalam analisis kerentanan iklim, sekalipun juga ada beberapa refrensi
yang juga menggunakan lima aset penghidupan dalam menilai kerenanan namun jika melihat
dari variabel yang digunakan untuk mendapatkan nilai tersebut berbeda. exposure atau
keterpaparan misalnya dimaknai sebagai penerimaan; manusia atau infrastruktur terhadap
terpaan suatu bahaya menurut lokasi serta pertahanan fisiknya. atau bisa dimaknai jenis aset
yang bernilai yang berada pada risiko untuk terkena dampak dari sistem perubahan iklim. aset
disini adalah aset sosial (manusia, kesehatan, pendidikan), ekonomi (properti, infrastuktur,
pendapatan), dan aset ekologis (SDA dan jasa  ekologis). sedangkan sensitivitas dimaknai
sebagai dampak. atau lebih lengkapnya adalah derajat atau tingkatan dimana sistem terkena
dampak, baik negatif atau positif karena stimulan perubahan iklim.  atau bisa dimaknai
sebagai tingaktan kerugian seseorang/kelompok atau ketegasan suatu
infrastruktur/lingkungan terhadap terpaan suatu bahaya. sedangkan kapasitas adaptif
dimaknai sebagai kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan dengan perubahan iklim
(MercyCorps, 2012)
Jika melihat dari komponen-komponen yang ada, seharusnya kerentanan yang ada
dalam kajian kerantanan iklim secara langsung sudah dapat digunakan dalam kajian risiko
bencana dengan satu catatan, hazard atau ancaman bencana telah terindentifikasi atau
digunakan dalam kajian kerentanan tersebut. Ini penting menjadi catatan, karena dalam kajian
risiko bencana, kerentanan seseorang atau kelompok terhadap ancaman bencana yang ada
bisa berbeda-beda. seseorang/kelompok memiliki kerentanan rendah pada satu ancaman

5
bencana tertentu, tapi bisa tinggi pada ancaman bencana yang lain. demikian juga dengan
kapasitasnya.
Hal positif yang bisa kita tarik adalah kemungkinan untuk mengintegrasikan kajian antara
risiko bencana dan iklim jelas sangat mungkin. tinggal kembali pada pelaksana atau penggiat
apakah cukup terbuka atau memiliki niat untuk mengintegrasikannya? Hal di atas baru untuk
tipe atau jenis ancaman bencana hidrometeorologis dan biologis, bagaimana dengan jenis
kelamin geologis dan teknologi?
Jika kita melihat variabel risiko bencana tidak hanya melihat dan menilai tingkat
hazard atau ancaman bencana. tentu kita harus terbuka untuk melihat secara jeli tingkat
kerentanan dan kapasitas yang dipengaruhi iklim. dalam menghadapi erupsi gunungapi,
apakah kerentanan dari sisi sosial budaya yang ada, terpengaruh dengan perubahan iklim.
begitu juga dalam kontek ekonomi, infrastruktur maupun lingkungan. Jika ya sekalipun jenis
ancaman bencana geologis atau industri, namun karena variabel risiko lainnya terpengaruh
sudah seharusnya kajian iklim menjadi hal mendasar untuk digunakan. karena pendapatan
seseorang dari sektor pertanian, sekalipun ancamannya geologis menentukan tingkat ekonomi
sebagai salah satu komponen kerentanan.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca
perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.Selain gas CO2,
yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida
(NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan
klorofluorokarbon (CFC).

Selain itu akibat adanya efek rumah kaca yang bersifat menguntungkan yaitu:

1) Bertambahnya produktifitas tanaman di daerah beriklim dingin

2) Meningkatnya debit aliran air pada daerah kekurangan air

3) Menurunya angka kematian oleh cekaman dingin

4) Berkurangnya tenaga listrik untuk pemanasan

Adapun akibat yang bersifat merugikan adanya efek rumah kaca yaitu:

1) Meningkatkan cekaman panas pada binatang dan ternak

2) Meningkatnya tenaga listrik untuk pendinginan

3) Meningkatnya resiko kebakaran hutan

4) Meningkatnya erosi pantai dan kerusakan alam sekitar pantai

5) Meningkatnya kejadian kekeringan dan kebanjiran

3.2 Kritik dan Saran

Kontribusi negara terhadap SDGs (Sustainable Development Goals) menjadi tolak


ukur. Program Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia telah diterapkan untuk
menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan
iklim. Fokus tambahan dari NDC Indonesia yakni dari aspek adaptasi. Adaptasi tersebut
diharapkan memiliki sinergi dengan berbagai program lingkungan lainnya. Komitmen dan
partisipasi aktif dari masyarakat juga sangat berperan penting. Langkah sederhana yang
dilakukan seperti mengolah sampah menjadi pupuk kompos sederhana melaluih metode

7
SABDO (Sebelas-detik Aja Bio-Degradasi Organik). Upaya ini dapat dilakukan dalam skala
rumahan yang realistis.

Peranan hutan kota sebagai penyerap karbon kurang tepat. Pasalnya, emisi gas karbon
terbesar adalah metana, sehingga tidak akan seimbang secara ekologis. Oleh karena itu, perlu
pendekatan pembangunan Green Building lebih tepat untuk diterapkan.

8
Daftar Pustaka

https://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00M52S.pdf

https://www.menlhk.go.id/site/single_post/2580/aksi-perubahan-iklim-selaras-dengan-
agenda-pembangunan-berkelanjutan

http://lingkarlsm.com/perubahan-iklim-dan-pengurangan-resiko-bencana/

https://www.google.com/search?
q=pembangunan+berkelanjutan+terhadap+perubahan+iklim&sxsrf=APq-
WBvfKNZsnJOklt5klbM_DrlJFFIqow
%3A1647912231808&ei=JyU5Ypj0MIvB3LUPpOm6kAw&ved=0ahUKEwjYo8q5x9j2Ah
WLILcAHaS0DsIQ4dUDCA0&uact=5&oq=pembangunan+berkelanjutan+terhadap+peruba
han+iklim&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyCAghEBYQHRAeOgQIABBHOgQIIxAnOgUIA
BCABDoECAAQQzoGCAAQFhAeOgUIIRCgAToICAAQCBANEB46CAgAEBYQChAe
OgcIIRAKEKABSgQIQRgASgQIRhgAUN8HWMFyYIJ2aAZwAngBgAGRA4gB3B-
SAQsxMi4xNi4yLjAuMZgBAKABAcgBCMABAQ&sclient=gws-wiz#

Anda mungkin juga menyukai