PERTEMUAN 6
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN HUKUM ACARA DI LINGKUNGAN
PERADILAN UMUM DAN PERADILAN AGAMA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Perbedaan dan Persamaan
Hukum Acara di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama
1.1 Mempelajari Hukum Acara Perdata Peradilan Umum
1.2 Mempelajari Hukum Acara Peradilan Agama
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Hukum Acara Perdata Peradilan Umum
mengikat dan memaksa, ini mengandung arti bahwa kalau tidak ditaati
akan berakibat merugikan bagi pihak itu sendiri, atau kalau peraturan itu
dilanggar oleh hakim, mislanya putusan tidak diucapkan dimuka umum,
maka putusan itu dinyatakan tidak sah menurut hukum. Sebgai contoh
lainnya misalnya, alam hal pengajuan banding dalam undang-undang
dinyatakan bahwa banding dapat diajukan dalam jangka waktu 14 hari
setelah keputusan itu diketahui. Maka jika waktu pengajuannya telah
melewati batas waktu tersebut, permohonan banding tidak akan diterima.
Dengan demikian jelaslah di sini bahwa hukum acara perdata
mempunyai sifat mengikat dan memaksa, karena dianggap
menyelenggarakan kepentingan umum, sehingga peraturan Hukum Acara
Perdata ini tidak bisa dikesampingkan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan atau yang bersengketa serta merta harus tunduk dan
mentaatinya.
Meskipun demikian, ada juga bagian dari peraturan Hukum Acara
Perdata yang bersifat pelengkap (aanvullend recht) karena dianggap
mengatur penyelenggaraan kepentingan khusus dari yang bersangkutan,
sehingga dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Misalnya mengenai alat bukti yang dipakai dalam pembuktian suatu
perkara, pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengadakan perjanjian
yang menetapkan bagi mereka hanya dapat mempergunakan 1 (satu)
macam alat bukti, umpamanya tulisan, sedangkan pembuktian dengan alat
bukti lain tidak diperkenankan. Perjanjian yang mengatur tentang
pembuktian yang berlaku bagi orang-orang yang mengadakan perjanjian
tersebut "perjanjian pembuktian", yang menurut hukum memang
dibolehkan dalam batas-batas tertentu.
Sedangkan tujuan hukum acara perdata adalah supaya masyarakat
bisa mempertahankan hak keperdataanya, dan juga agar penyelesaian
perkara perdata atau pemulihan hak perdatanya tidak dengan cara main
hakim sendiri (eigenrichting), akan tetapi harus menurut ketentuan yang
yang diperbaharui : Stbl. 1848 No. 16 Stbl. 1941 N. 44 untuk daerah Jawa
dan Madura ;
b. Rechts Reglement Buitenngewesten (Rbg. Atau Reglement daerah
seberang : Stb 1927 No. 227 ) untuk luar Jawa san Madura) ;
c. Reglement op de Burgerlijk Rechtsvoerdering (RV atau Reglement
Hukum Acara Perdata untuk golongan Eropa : Stb. 1847 No. 52 , dan
Stb.1849 No. 63)
d. Burgerlijke Wetboek (BW) atau disebut juga Kitab Undang-undang
Dalam asas ini terdapat sebuah aturan yang dikenal dengan (Nemo Judex
Sine Actore) yang artinya apabila gugatan tidak diajukan oleh para
pihak, maka tidak ada hakim yang mengadili perkara bersangkutan.
c. Mendengar Kedua belah pihak.
d. Pemeriksaan dalam dua instansi (Onderzoek In Tween Instanties)
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.
Hukum Acara Peradilan Agama sekarang secara garis besar
bersumber kepada dua aturan yaitu:
a. Yang terdapat dalam UU No. 7 tahun 1989
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M.Yahya. 1993. Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan
Agama UU No.7 Tahun 1989. Jakarta: Pustaka Kartini.
Mertokusumo, Sudikno.1981. Hukum Acara Perdata di Indonesia.Yogyakarta:
Liberty.
Purwono, Joko. 1995. Metode Penelitian Hukum. Surakarta: UNS Press.
Rasyid, Roihan A. 2000. Hukum Acara Peradilan Agama (Ed.2 Cetakan ke-7).
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sadzali, Munawir. 1993. Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam,
dalam Mahfud, Moh. M.D., dkk (Editor), Peradilan Agama dan
Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta:
UII Press.
HIR
RBg
SOAL/TUGAS
1. Jelaskan Perbedaan dan Persamaan Sistem Beracara di
Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama!