Anda di halaman 1dari 15

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

Kelompok 4:

FIRA RAHMASARI

REYYAN VICTORA SETIANAS

WAODE PURNAMA MEGAHSARI

AHMAD BAMBANG SUNARTO

YENI SELFIAN

RINI SETIANTI JAMIL

ARIL HASAN

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya, sehingga tugas makalah dengan judul “Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah” dapat dengan segera terselesaikan.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu bentuk


pertanggungjawaban tertulis atas tugas yang telah diberikan oleh dosen mata
kuliah Hukum Pemerintahan Desa yaitu Bapak La Ode Muhammad Iman Abadi
Anantomo Uke SH, MH. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Dan tentunya makalah ini tidak luput dari kesalahan sehingga penyusun
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang bersifat
membangun untuk penyusunan makalah kedepannya sehingga menjadi lebih baik
lagi.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasca reformasi, lahirnya UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan


Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
pembagian sumber-sumber perimbangan telah bergeser kepada pembagian
beberapa sumber daya alam yang berada di daerah-daerah. Dengan lahirnya
undang-undang perimbangan keuangan pasca reformasi, menunjukkan hasil yang
signifikan bagi pelaksanaan otonomi daerah itu, karena sumber-sumber
pembiayaan daerah tidak lagi hanya didasarkan kepada hasil-hasil PAD semata
tetapi daerah-daerah juga memiliki sumber pembiayaan lainnya yang berasal dari
daerah-daerah itu sendiri yang selama ini hanya dinikmati oleh pemerintah pusat.

Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu negara, dikarenakan


pengaruhnya yang demikian menentukan terhadap kompleksitas kelangsungan
hidup negara dan masyarakatnya. Pengaruh dari aspek keuangan negara antara
lain juga mencerminkan kualitas keberadaan dari suatu pemerintahan dalam
menjalankan fungsi-fungsi kenegaraannya. Apabila sumber pendanaan dari
keuangan negara yang dimiliki semakin baik, maka kedudukan Pemerintah di
dalam menjalankan keorganisasian negara, baik dalam rangka melaksanakan
urusan-urusan pemerintah dan pembangunan maupun pelayanan terhadap
warganya akan bertambah stabil dan semakin baik serta positif di mata rakyatnya.
Sebaliknya, suatu pemerintahan dipandang akan menghadapi berbagai problema
pelik dalam memperlancar pelaksanaan segenap fungsi dan tugas kenegaraan, jika
tidak didukung kondisi keuangan negara yang baik pula. Mengingat eksistensi
keuangan demikian vital bagi suatu negara, maka segala daya upaya akan
dilakukan oleh Pemerintah untuk menciptakan dan memanfaatkan segenap
sumber keuangan yang ada. Pemanfaatan segenap potensi keuangan yang berhasil
diterima oleh Pemerintah Pusat, disalurkan dan digunakan melalui sektor-sektor
yang ditentukan dalam APBN.
B. Rumusan Masalah
1. Kebijakan Pengaturan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004
2. Hubungan antara Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
3. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Rangka
Penyelenggaraan Otonomi Daerah

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Kebijakan Pengaturan Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusan dan Daerah berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah
3. Untuk mengetahui Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
rangka Penyelenggaraan Otonomi Daerah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pengaturan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah


Pusat dan Daerah berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004

Lima bulan setelah ditandatanganinya UU Nomor 25 Tahun 1999 oleh


Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie terjadilah amandemen terhadap UUD 1945.
Terkait dengan proses amandemen konstitusi Negara ini, maka landasan yuridis
bagi pengelolaan jalannya roda pemerintahan dan kemasyarakatan yang masih
berdasarkan kepada ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945 naskah yang
lama sudah tentu tidak sesuai lagi dengan semangat amandemen UUD 1945 dan
harus mengalami perubahan selaras dengan amandemen itu sendiri.

Beberapa hal terpenting dari amandemen UUD 1945 itu adalah penegasan
pemerintahan daerah dijalankan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 (hasil
amandemen kedua tahun 2000). Sehingga dengan demikian kewenangan untuk
menjalankan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi semakin
memberikan peluang bagi masyarakat daerah untuk melaksanakan otonomi
daerahnya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah itu sendiri.
Selain itu dalam masalah keuangan, UUD 1945 pasca amandemen pun
menegaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah harus diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang seperti ditegaskan oleh Pasal 18 A ayat (2) UUD 1945 (hasil amandemen
kedua tahun 2000).

Dari hal-hal tersebut di atas yang berdasarkan ketentuan yang terdapat di


dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan, pada prinsipnya tidak mengalami perubahan yang mendasar bila
dibandingkan dengan ketentuan perimbangan keuangan yang diatur dalam UU
Nomor 25 Tahun 1999. Hanya saja terjadi pergeseran persentase bagi hasil antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan antarpemerintah propinsi dengan
pemerintah kabupaten/kota di dalam wilayah propinsi yang bersangkutan. Selain
itu yang cukup mengembirakan adalah dimasukkannya dana bagi hasil pajak
penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri
dan PPh Pasal 21 dalam undang-undang perimbangan yang terakhir ini, dimana
sebelumnya bagi hasil pajak penghasilan ini hanya dicantumkan di dalam UU PPh
yang merupakan murni pajak pemerintah pusat. Sehingga akan hilang kesan
bahwa pemerintah pusat dengan kebijakannya melalui undang-undang perpajakan
pusat memberikan bantuan berupa bagi hasil pajak penghasilan yang dipungut
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dimasukkannya dana bagi hasil
pajak penghasilan ini dalam undang-undang perimbangan akan semakin
memperkuat otonomi daerah dari sisi pandang hubungan perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah.

B. Hubungan antara Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Perimbangan keuangan adalah sistem pembagian keuangan yang adil,


proporsional, demokratis, transparan dan bertanggung jawab dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah terebut.

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai


suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara
berbagai tingkat pemerintah, serta bagimana cara mencari sumber-sumber
pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-kegiatan sektor publiknya

Instrumen yang dipergunakan dalam perimbangan keuangan antara pusat


dan daerah adalah UU No. 25 Tahun 1999:

1. Dana Perimbangan, yaitu


Dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

2. Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu

Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

3. Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu

Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan tertentu;

4. Dana Bagi Hasil, yaitu Pembagian hasil penerimaan dari:


a. SDA dari minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan
perikanan
b. Penerimaan perpajakan (tax sharring) dari pajak perseorangan (PPh),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB).

Pengaturan relasi keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang antara lain
dilaksanakan melalui dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
(PKPD) adalah
a. Dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat dan pemerintah
daerah agar tidak tertinggal di bidang pembangunan,
b. Untuk mengintensifkan aktivitas dan kreativitas perekonomian masyarakat
daerah yang berbasis pada potensi yang dimiliki setiap daerah. Pemda dan
DPRD bertindak sebagai Fasilitator dalam pembangunan ekonomi yang
dilakukan oleh rakyatnya. Artinya dalam era otda rakyat harus berperan
aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan derahnya,
c. Mendukung terwujudnya goog governance oleh Pemda melalui
perimbanhan keuangan secara transparan, dan
d. Untuk menyelenggarakan otda secara demokratis, efektif, dan efisien
dibutuhkan SDM yang profesional, memiliki moralitas yang baik. Oleh
sebab itu, desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui perimbangan
keuangan akan meningkatkan kemampuan daerah dalam membangun dan
pemberian pelayanan kepada masyarakat daerah, bukan hanya sekedar
pembagian dana, lalu terjadi “desentralisasi KKN” dari pusat ke daerah.

C. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Rangka


Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Terdapatnya perubahan-perubahan di dunia sampai pada gerakan yang


memberikan kontribusi pada dan sebagai manifestasi dari dua gejala, yaitu
globalisasi dan lokalisasi. Khusus mengenai aspek lokalisasi yang mencerminkan
tumbuhnya hasrat yang lebih besar dari penduduk setempat untuk lebih banyak
turut bersuara dalam pemerintahan, mewujudkannya dalam bentuk tuntutan akan
identitas daerah. Hal ini mendorong pemerintah nasional untuk memberikan
desentralisasi yang luas kepada pemerintah daerah dan kota sebagai cara yang
terbaik untuk mengatur dan menangani perubahan-perubahan yang mempengaruhi
politik domestik dan pola pertumbuhan.

Dalam hubungan ini, lokalisasi dipandang tepat untuk menaikkan tingkat


partisipasi masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan dan untuk
memberikan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat untuk membentuk
keadaan kehidupan mereka sendiri yang lebih baik. Dengan mendesentralisasikan
pemerintahan akan menjadikan banyak pengambilan keputusan dibuat pada
tingkat-tingkat sub-nasional, lebih dekat pada para pemilih, dan terciptanya
pemerintahan yang responsif dan efisien. Namun demikian gerakan lokalisasi itu
juga dapat membahayakan stabilitas makroekonomi. Misalnya, pemerintah
setempat yang melakukan pinjaman (daerah) dalam jumlah yang besar dan
melakukan pengeluaran dengan tidak bijaksana, yang mungkin telah memperoleh
jaminan sebelumnya dari pemerintah pusat.
Sehubungan dengan perkembangan dan gerakan lokalisasi tersebut di atas,
maka tampak adanya gerakan dan kecenderungan pada banyak negara di dunia ke
arah pemerintahan dengan sistem otonomi daerah disertai dengan desentralisasi
wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan dari pemerintah pusat ke pada
daerah bawahannya. Bahkan gerakan dan gejala perjuangan daerah atau negara
bagian ke arah otonomi daerah itu lebih lanjut berkembang menjadi gerakan
disintegrasi negara dan bangsa seperti yang terjadi di Uni Soviet, Yugoslavia,
Chekoslovakia, dan lain-lain. Di Indonesia juga selain perjuangan dan gerakan ke
arah otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab itu pada tahun-tahun
belakangan ini berkembang pula menjadi tuntutan disintegrasi bangsa dengan
memperjuangkan kemerdekaan bagi wilayahnya, lepas dari negara kesatuan
Republik Indonesia, seperti yang terjadi di Timor Timur, Aceh, Irian Jaya, dan
Riau.

Pada beberapa tahun belakangan ini, sebagai akibat dari perkembangan


dan gerakan tersebut di atas, baik yang terjadi di luar negeri maupun yang di tanah
air, telah lebih membuka mata dan hati para pemimpin bangsa dan perwakilan
rakyat kita untuk memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab
kepada daerah. Ini antara lain tercermin pertama-tama dari Ketetapan MPR-RI
Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dan sebagai kelanjutannya kemudian diundangkan dan
disahkan dua Undang-undang yaitu UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah pada tanggal 4 Mei 1999 dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada tanggal 19 Mei 1999, yang
menurut rencananya pelaksanaan UU ini akan dilakukan sepenuhnya pada tahun
2001. Dengan demikian, otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya
nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dan ini dilaksanakan
sesuai dengan prinsipprinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah, yang dilaksanakan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

a. Kondisi Hasil Pembangunan dan Terjadinya Ketimpangan


Antardaerah

Berdasarkan data Neraca SNSE Indonesia 1999 (BPS, 2000), tampak


bahwa perbedaan tingkat pendapatan kelompok yang “terkaya” dalam masyarakat
dengan kelompok “termiskin” relatif tinggi dan makin meningkat. Dari data yang
ada itu tampaknya salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadinya
peningkatan perbedaan pendapatan antarkelompok masyarakat ini adalah
kepemilikan aset, khususnya modal. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
kelompok yang terkaya menguasai aset produktif permodalan yang jauh lebih
besar. Dan dari sekitar 60% pendapatan yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat
pada dasarnya berasal dari pendapatan yang berhubungan dengan permodalan.

Dalam hubungan dengan ketimpangan pendapatan ditinjau secara


interpersonal di Indonesia dalam periode 1981-1996 dengan ukuran Rasio Gini
ternyata bahwa pemerataan distribusi pendapatan masyarakat tidaklah dalam
posisi yang baik, tetapi sudah termasuk dalam kategori yang moderat meskipun
masih pada angka yang relatif masih rendah.

b. Alokasi Dana Pembangunan Untuk Daerah-daerah

Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya bahwa sebagai salah satu


sumber utama yang menyebabkan kesenjangan atau peningkatan perbedaan
pendapatan baik interpersonal maupun antardaerah adalah dari segi kepemilikan
atau perolehan faktor produksi khususnya permodalan. Dan khusus mengenai
permodalan bagi daerah untuk investasi dan pembangunannya, di samping dari
sumber daerah sendiri serta sumber penanaman modal dalam negeri dan asing,
terutama adalah berasal dari sumber dana pemerintah atau melalui pengaturan
alokasi penganggarannya.
Dengan rencana akan diberlakukannya pada tahun 2001 dua buah UU
yaitu tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, maka akan terjadi perubahan yang besar dalam
alokasi anggaran untuk daerahdaerah otonom. Dengan adanya peruntukan bagian
hasil daerah dari SDA (sektor-sektor pertambangan, kehutanan dan perikanan)
yang baru, di samping peruntukan bagian hasil daerah yang telah ada sebelumnya,
maka diperkirakan daerah-daerah tertetu yang memiliki SDA yang besar akan
beroleh alokasi dana yang jauh lebih besar daripada sebelumnya. Sedangkan
daerah-daerah lainnya diperkirakan akan beroleh alokasi dana yang kira-kira tetap
saja, bahkan mungkin bisa relatif lebih kecil dari pada sebelumnya.

Misalnya dalam periode peralihan menuju ke pada pelaksanaan UU


Perimbangan Keuangan tersebut yang telah memasukkan untuk perimbangan
pusatdaerah sebagai bahan pertimbangan untuk alokasi dana pembangunan,
pertama-tama dapat dilihat perimbangan antara anggaran (secara totalitas) yang
dikelola oleh daerah dan yang dikelola oleh instansi pusat. Dalam hubungan ini
dapat dilihat bagaimana perimbangan masing-masing, tentang pengeluaran
pembangunan

Dengan demikian kebijakan alokasi anggaran yang relatif meningkat besar


ke arah daerah-daerah yang memiliki potensi SDM yang besar dan
menguntungkan akan banyak merubah kemampuan daerah yang bersangkutan
untuk membangun. Namun kondisi ini perlu diimbangi dengan dana perimbangan
khususnya melalui dana alokasi umum (DAU), terutama bagi daerah yang miskin
SDA dan potensi sumber pendapatan daerahnya agar jangan timbul nantinya
kesenjangan yang baru. Sehingga selain aspek keadilan dan pemerataan dalam
sumber pembiayaan pembangunan juga diharapkan kemajuan dan pembangunan
akan berjalan dengan berimbang antar daerah, sehingga ketimpangan pendapatan
(dan pembangunan) akan menjadi semakin berkurang, dalam arti akan terjadi
pemerataan antar daerah dalam pembangunan dan hasil-hasilnya.

c. Perimbangan Keuangan: Ketentuan dan Prospek


Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan UU No.25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa dalam
rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan
pembangunan, maka pemerintah suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga
fungsi utama yaitu fungsifungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi
antara lain meliputi sumbersumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa
pelayanan masyarakat. Fungsi distribusi meliputi antara lain, pendapatan dan
kekayan masyarakat, pemerataan pembangunan. Dan fungsi stabilisasi yang
meliputi, antara lain, pertahanan-keamanan, ekonomi dan moneter.

Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif


dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Sedangkan fungsi alokasi pada umumnya
lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena Pemda pada umumnya
lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Namun dalam
pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda pada
masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi tersebut
adalah sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah secara jelas dan tegas.

Sumber-sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka


perimbangan keuangan tersebut dilaksanakan atas dasar desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas perbantuan. Khusus sumber-sumber pembiayaan
pelaksanaan desentralisasi adalah terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lainlain penerimaan yang sah. PAD
merupakan sumber keuangan dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang
terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

Disamping itu, dana alokasi umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan


pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi,
jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga
perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat
diperkecil.

Dengan demikian adanya dana perimbangan yang meliputi bagi hasil


pusatdaerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus itu mencerminkan
upaya dan asas keadilan perimbangan antara pusat dan daerah, disamping upaya
dan asas pemerataan alokasi dana untuk berbagai kegiatan dan pembangunan di
Daerah-daerah.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam berbagai


kebijakan peraturan perundang-undangan dapat dilihat bagaimana Pusat
menyerahkan beberapa sumber-sumber pajak dan retribusi yang dimiliki
pemerintah pusat yang selanjutnya menjadi sumber-sumber pendapatan asli
daerah (PAD). Hal ini merupakan konsekuensi dianutnya desentralisasi
pemerintahan yang melahirkan etonomi daerah untuk mengurus urusan-urusan
yang telah melahirkan urusan rumah tangga daerah.

Dengan diundangkan dan diberlakukannya UU No. 25/1999 tentang


perimbangan keuangan pusat-daerah, maka berarti isu dan tuntutan agar keadilan
dan pemerataan dalam dimensi daerah tampaknya telah mendapat perhatian besar
dan diperkirakan akan terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam hubungan
keuangan pusat-daerah dan antar daerah sendiri.

Di dalam perimbangan keangan tersebut mmembahas otonomi yang


dimana otonomi sendiri di jelaskan yaitu dari desentralisasi sehingga daerah
otonom adalah daerah yang mandiri dalam berprakasa yang dimana tingkat
kemandirian dan turunan dari tingkatan desentralisasi tersebut menunjukan bahwa
semakin tinggi derajat desentralisasi semakin tinggi pula tingkat otonomi daerah
itu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Elmi, Bachrul, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia,


(Jakarta, UI Press, 2002).

Huda, Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung,


2009

P. Soeria Atmadja, Arifin, Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat


dan Daerah, Makalah yang disampaikan dalam diskusi “Asosiasi Pemerintah
Kabupaten Seluruh Indonesia (AKASI)”, tanggal 6 Agustus 2002 di Jakarta.

Riwu Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik


Indonesia, Identifikasi FaktorFaktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Davey, Keneth, 1989., Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah di


Indonesia, dalam Nick Devas, dkk, Keuangan Pemerintah – Daerah di Indonesia.
Jakarta: UIPress.

Depertemen Dalam Negeri., 1999., Undang-undang RI No. 25 Tahun 1999


tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta:
Panca Usaha.

Anda mungkin juga menyukai