Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PENGARUH pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

Disusun Oleh :
VINA NUR AISYAH
P07134121047
D III TLM TINGKAT I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2022/2023
I. JUDUL PRAKTIKUM
PENGARUH pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

II. HARI,TANGGAL PELAKSANAAN PRAKTIKUM


Selasa,8 Februari 2022

III. TEORI SINGKAT

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari segala macam yang ada di
alam semesta, misalnya saja hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan merupakan
makhluk hidup yang saling berhubungan dengan kehidupan manusia setiap
harinya.manusia memerlukan energi yang berasal dari hewan maupun tumbuhan itu sendiri.
Dimana terjadi hubungan timbal balik antara ketiga makhluk hidup tersebut baik yang
menguntungkan, maupun yang merugikan satu pihak.Makhluk hidup tersusun atas organ-
organ tubuh maupun sistem organ yang saling berinteraksi dan berhubungan satu sama
yang lain dalam berbagai proses dalam tubuh, misalnya saja proses metabolisme tubuh.
Proses metabolisme tubuh merupakan proses penyusunan (anabolisme) dan
pembongkaran (katabolisme) zat-zat dalam tubuh organisme.Reaksi ini berlangsung di
dalam tubuh manusia dan hewan. Metabolisme merupakan salah satu ciri kehidupan yang
merupakan bentuk transformasi tenaga atau pertukaran zat melalui serangkaian reaksi
biokimia. Dalam makhluk hidup, reaksi metabolisme berlangsung dengan melibatkan suatu
senyawa protein yang disebut enzim. Dimana enzim disintesis oleh sel hidup untuk
mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya.

Enzim meningkatkan laju reaksi sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk
dan pereaksi. Enzim dapat ditemui pada hewan maupun tumbuhan. Salah satu enzim yang
dihasilkan oleh tumbuhan yaitu enzim amilase. Enzim amilase dalam hal ini berfungsi
memecah pati sehingga menghasilkan gula sederhana. Pada setiap enzim memiliki Ph dan
suhu yang berbeda-beda untuk dapat bekerja secara optimal. Melalui praktikum unit ke lima
yaitu pengaruh pH terhadap kerja aktifitas enzim, kita dapat membuktikan pengaruh pH
terhadap aktifitas enzim amilase.Pada setiap enzim memiliki pH dan suhu yang berbeda-
beda untuk dapat bekerja secara optimal. Karena apabila suhu dan keasaman tidak sesuai
dengan sifat suatu enzim maka enzim tersebut tidak dapat bekerja secara optimal, tidak
aktif, bahkan mengalami kerusakan yang dalam istilah biologi disebut denaturasi.
Kita dapat menemukan enzim baik pada hewan maupun pada tumbuhan. Salah satu
enzim tersebut adalah enzim amilase yang terdapat pada tumbuhan. Nama lain dari amilase
adalah diastase. Enzim tersebut dapat menghidrolisis amilum menjadi gula. Amilase
dihasilkan oleh daun atau biji yang sedang berkecambah.
IV. DASAR PENGUJIAN
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan menunjukkan kerja maksimum
pada pH optimum.Di luar pH optimum aktivitas enzim dapat terganggu.
V. REAKSI

Enzim adalah protein katalik. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang
mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi itu. Dengan tidak
adanya enzim, lalu lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolism akan menjadi sangat
macet. Setiap reaksi kimiawi melibatkan pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan.
Misalnya, hidrolisis sukrosa melibatkan pertama-tama pemutusan ikatan antara
glukosa dan fruktosa dan kemudian pembentukan ikatan baru dengan suatu atom
hydrogen dan suatu gugus hidroksil air (Campbell, 2000).

    Seperti halnya reaksi-reaksi katalis pada umumnya, maka sebelum terjadi suatu
hasil reaksi terlebih dahulu akan terbentuk suatu kompleks antara katalisator dan
substrat yaitu kompleks enzim-substrat. Pembentukan kompleks enzim-substrat ini
terjadi karena enzim pada permukaannya mempunyai suatu bagian yang reaktif
sehingga dapat mengikat substrat. Setelah terbentuk kompleks enzim-substrat maka
ikatan-ikatan di dalam substrat  cenderung untuk pecah menjadi beberapa bentuk
hasil reaksi dimana enzim dilepaskan kembali untuk selanjutnya menangkap substrat
yang baru dan mengulangi reaksi seperti semula (Ristiati, 2000).

Beberapa reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup terjadi sangat cepat. Hal ini
terjadi karena adanya suatu zat yang membantu proses tersebut. Bila zat ini tidak
ada, maka proses-proses tersebut berjalan lambat atau bahkan tidak berlangsung
sama sekali. Zat tersebut dikenal dengan nama fermen atau enzim (Janice, 2003).

Di dalam tubuh makhluk hidup, berbagai enzim dibentuk dalam keadaan tidak
aktif and diberi nama zimogen. Untuk mengaktifkannya harus dibantu oleh suatu
aktivator sehingga fungsional. sebagai contoh, pada sistem pencernaan, tripsinogen
harus diaktifkan terlebih dahulu oleh enterokinase (suatu aktivator yang dihasilkan
oleh dinding usus halus) manjadi tripsin yang kemudian dapat melakukan
pemecahan protein (Janice, 2003).
VI. PEREAKSI DAN CARA PEMBUATANNYA
Saliva ( tampung dalam tabung reaksi kering kemudian encerkan 100x dengan
akuades )
 Larutan pH 1 : 50 ml KCL 0,2 M ditambah 64,5 ml HCl 0,2 M encerkan dengan
akuades hingga 200 ml
 Larutan pH 3 : 50 ml larutan kalium biftalat 0,02 M ditambah 20,32 ml HCL 0,2 M
kemudian encerkan dengan akuades hingga 200 ml.
 Larutan pH 5 : 59 ml asam asetat 0,1 N ditambah 141 ml Na-asetat 0,1 N.
 Larutan pH 7 : 61,1 ml larutan dinatrium fosfat 1/15 M ditambah 38,9 ml Kalium
biosfat 1/15 M
 Larutan pH 9 : 50 ml asam borat 0,2 M ditambah 21,3 ml larutan NaOH 0,2 N
kemudian encerkan dengan akuades hingga 200 ml.
 Larutan pH 11 : 1 gram Na-carbonat dilarutkan dengan akuades hingga 200 ml.
 Larutan amilum 0,4 mg/ml dengan berbagai pH (1,3,5,7,9 dan 11)
 Larutan Iodium
VII. ALAT PENGUJIAN

Alat :
a)    Beaker glass
b)    Tabung reaksi
c)    Pipet volume
d)    Pipet tetes
e)    Erlenmeyer
f)     Spektrofotometer
g)    Incubator
h) stopwatch
Bahan :
a)    Air liur/saliva
b)    Larutan amylum
c)    Larutan iodium
d)    Aquadest
e) Larutan pH 1,3,5,7,9 dan 11

VIII. BAHAN UJI


Saliva encer dengan penguji Larutan iodin dan larutan amilum
IX. PROSEDUR UJI
1) Sebelum melakukan percobaan diambil sampel air liur dari praktikan dan ditempatkan
pada wadah
2) Air liur diencerkan 100 kali, dengan mengambil 1ml air liur dari sample dan dilarutkan
dalam 100ml air dalam labu ukur.
3) Larutan amilum pada masing-masing pH masukkan dalam 6 tabung reaksi sebanyak
1 ml
4) Inkubasi tiap pasangan tabung (bahan dan uji ) pada suhu 37 derajat celcius selama
5 menit
5) Masukkan saliva encer sebanyak 0,2 ml kemudian campur dan inkubasi tepat selama
1 menit.
6) Setelah tepat 1 menit tambahkan larutan iodium sebanyak 1 ml
7) Tambahkan aquades sebanyak 8 ml,kemudian masukkan dalam spektro dan uji
dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 680 nm
8) Hitung kecepatan reaksi enzimatik dan buat kurva ang mengubungkan kecepatan
reaksi dengan pH

X. HASIL UJI DILENGKAPI DENGAN FOTO

pH Abs U Abs B Selisih A /menit( V )


B-U

pH 1 1,89 1,645 (-0,245)

pH 3 0,488 0,55 0,062

pH 5 1,899 1,955 0,056

pH 7 1,864 2,197 0,333

pH 9 1,2 1,314 0,114

pH 11 1,182 0,981 (-0,201)


Selisih A/menit (V) B-U
0.35

0.3

0.25

0.2 Selisih A/menit (V) B-U

0.15

0.1

0.05

0
pH 1 pH 3 pH 5 pH 7 pH 9 pH 11

Foto spektro pH 1

Foto spektro pH 3
Foto spektro pH 5

Foto spektro pH 7

Foto spektro pH 9
Foto spektro pH 11

XI. PEMBAHASAN

Pada percobaan yang dilakukan kali ini, yakni menguji aktivitas enzim amylase saliva
dengan metode Wohlgemut’s, bertujuan untuk mengetahui durasi waktu yang dibutuhkan
oleh cairan saliva untuk mencerna karbohidrat dengan bantuan pewarnaan lugol (reagen
iodium). Dalam percobaan yang dilakukan, hasil yang didapat bahwa waktu yang dibutuhkan
saliva untuk mencerna amillum (cairan kanji) secara keseluruhan adalah sekitar lima menit.

Pada menit-menit awal, percernaan amillum oleh saliva ini masih belum sempurna ditandai
dengan masih terbentuknya warna kehitaman pada plat tetes yang ditetesi lugol dan
menandakan bahwa masih ada kandungan amillum dalam objek yang diamati sekaligus
menanadakan kerja saliva yang belum sempurna. Namun, lama-kelamaan specimen dalam
plat tetes yang diamati menunjukkan perubahan warna ketika ditetesi lugol yakni bertambah
terang warnanya dan akhirnya hanya warna lugol yang terlihat (kuning karat).

Percobaan pengaruh suhu terhadap reaksi enzimatik ini juga mengamati bagaimana


aktivitas enzim diukur menurut suhu. Peningkatan suhu akan meningkatkan laju reaksi, akan
tetapi bila melewati suhu optimum (suhu dingin atau panas yang ekstrim), akan menurunkan
aktivitas enzim, yang biasanya disebabkan oleh denaturasi protein pada enzim.

Saliva mengandung enzim amilase. Amilase merupakan enzim yang bertugas sebagai
katalisator sistem pencernaan dalam proses hidrolisis amilum yang menghasilkan
glukosa/maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang polimernya berantai panjang dan
tidak bercabang, tetapi berbentuk spiral. Molekulnya terbentuk dari 300-400 monomer
glukosa yang mempunyai ikatan a-1,4. Glukosa ini larut dalam iodium sehingga menjadi
warna biru. Hal ini disebabkan adanya daya adsorbsi iodium yang masuk ke dalam uliran
spiral amilosa.. Amilopektin dikenal sebagai glukosa yang molekulnya berantai panjang.
Amilopektin jika ditambahkan iodium akan menjadi warna merah keunguan.
Larutan substrat yang digunakan adalah amilum, karena antara amilum dan amilase
memiliki hubungan dalam proses pencernaan. Amilase akan menghidrolisis amilum menjadi
maltosa. Penambahan HCl pada larutan substrat ini sebagai pemberi elektrolit Cl– agar
aktivitas dari ptialin meningkat.

Pada praktikum ini juga digunakan larutan buffer dengan pH 6,5 untuk menjaga agar
suasana tetap stabil sesuai dengan keadaan tubuh manusia secara fisiologis. Penambahan
NaCl 0,9% berperan dalam mengaktifkan atau sebagai aktivator dari enzim amilase
salivarius. Selain itu, larutan ini juga berfungsi sebagai larutan isotonis yang dapat
menciptakan kondisi fisiologis yang sesuai dengan kondisi mulut sehingga enzim a-amilase
saliva dapat bekerja optimal.

Penambahan HCl 0,05 N pada larutan berfungsi untuk menciptakan suasana asam karena
pada larutan tersebut akan ditambahkan KI-KIO3 yang berfungsi sebagai indikator warna.
KI-KIO3 pada suasana asam akan melepaskan iod dan akan memberikan warna pada
larutan.

Pada periode 0’, larutan berwarna biru dikarenakan belum adanya enzim yang
menghidrolisis substrat (amilum), sehingga amilum berikatan dengan iod.

Pada suhu 0o C enzim dapat dikatakan inaktif dan reaksi yang berlangsung bersifat
reversibel, enzim dalam keadaan tidak terdenaturasi, dan karena suhu yang rendah aktivitas
enzim berkurang bila dibandingkan aktivitas enzim suhu optimum. Sehingga warna substrat
berwarna hitam karena amilum berikatan dengan iodine.

Pada suhu 27 oC, warna kuning pada tabung 10’, 15’, dan disebabkan pada kondisi tersebut
enzim bekerja dengan menguraikan amilum menjadi maltosa, sehingga hanya sedikit iodine
yang diabsorpsi oleh amilum. Pada keadaan ini enzim telah berikatan sepenuhnya dengan
substrat yaitu amilum sehingga iodium tidak mempunyai tempat lagi untuk bereaksi dengan
enzim yaitu amilase dan warna yang dihasilkan kuning.

Semakin banyak ion iod yang terlarut, warna kuning akan semakin tua yang masing-masing
menunjukkan tahapan hidrolisis amilum oleh enzim a-amilase saliva. Enzim a-amilase saliva
menghidrolisis amilum dan menghasilkan satuan maltosa kira-kira 60-70% dari total amilum
sedangkan sisanya sedagai dekstran.

Pada tabung reaksi 10’ terjadi kesalahan percobaan akibat KI-KIO3 pada alat dan bahan
tidak dalam keadaan baik lagi sehingga menyebabkan pengulangan penambahan KI-
KIO3. Akibatnya nilai absorbansinya menurun.
Perubahan kanji (amilopektin dan amilosa) menjadi glukosa berawal di dalam mulut.
Kelenjar liur mensekresikan sekitar 1 liter cairan per hari yang mengandung musin liur dan
amilase-α liur. Musin liur adalah suatu glikoprotein licin yang penting untuk melumasi
(lubrikasi) dan menyebarkan (dispersi) polisakarida. Amilase-α secara acak menghidrolisis
ikatan α-1,4 internal antara residu glukosil dalam amilopektin, amilosa, dan glikogen,
mengubah polisakarida yang berukuran besar menjadi polisakarida yang lebih kecil yang
disebut dekstrin. Amilase-α bekerja pada ikatan internal di tempat yang terpencar-pencar
dalam rantai polisakarida. Karena alas an ini amilase-α disebut suatu endoglikosidase.
Sebaliknya, eksoglikosidase bekerja secara berurutan dari satu ujung pada rantai
karbohidrat. Makanan bergerak dari mulut melalui esofagus masuk ke dalam lambung,
tempat kerja amilase-α dihentikan oleh pH yang asam, yang menyebabkan denaturasi
enzim.

Pada manusia, peran amilase liur mencerna sangat sedikit kanji dari kanji total yang
dimakan. Fungsi utama amilase liur mungkin adalah membersihkan remah-remah kue dan
sisa makanan lainnya yang terselip di antara gigi.

Terdapat lima cara utama aktivasi enzim dikontol sel.

Produksi enzim dapat ditingkatan metabolisme ya atau diturunkan bergantung pada respon
sel terhadap perubahan linkungan. Bentuk regulasi ini disebut induksi atau inhibisi enzim.

Enzim dapat dikompartemenkan dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang


terjadi dalm kompartemen sel yang berbeda. Contoh asam lemak di disintesis oleh
sekelompok enzim dalam sitosol.

Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator.

Enzim dapat diregulasimelalui modifikasi pasca-translasional. Hal ini dapat meliputi


fosforilasi, miristolasi dan glikosilasi.

Beberapa enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda.

Kelenjar saliva kelihatannya menjadi teka-teki kepada sebagian besar penguji terlepas dari
kemudahan pemeriksaan dan frekuensi kelainan saliva. Pasien cenderung mencari
perhatian medis ketika parotis atau kelenjar submandibula membesar atau nyeri. Sering
terjadi kebingungan tentang kemungkinan pembengkakakan terjadi pada nodus limpatik
atau kelenjar saliva. Perawatan tidak selalu harus, namus sejak para spesialis menduga
umumnya terjadi dan kondisi neuroplastik. Bahkan pada keadaan kontraksi berat pada
daerah kepala dan leher, keadaan tersebut masih berfrekuensi tidak stabil. Literatur terbaru
yang dapat membantu pasien dengan perawatan pasien dengan kondisi yang tidak umum
seringkali dapat lditemukan di text umum otolaryngology atau jurnal yang memiliki banyak
sumber. Gangguan pada kelenjar saliva menjengkali setiap menjengkali setiap leretan
kondisi yang dapat mempengaruhi jaringan saliva.

XII. KESIMPULAN

a.       pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam
atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya
beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang
dikeluarkan kelambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2
(Gaman & Sherrington, 1994).

b.      Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama
pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH
untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan
kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH
optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim
mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).

XIII. REFERENSI
https://cintawulandasari21.blogspot.com/2015/04/laporan-pengaruh-ph-terhadap-aktivitas.html
Anonymous. Modul Praktikum Biokimia Kedokteran. Banjarbaru: Bagian Biokimia
Kedokteran FK Unlam 2010.

Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC.

Aigner B, Rathkolb B, Klaften M, Sedlmeier R, Klempt M, Wagner S, et al. Generation of N-


ethyl-N-nitrosourea-induced mouse mutants with deviations in plasma enzyme activities as
novel organ-specific disease models. Experimental Physiology 2009; 4: 412–421

Richardson TH, Tan X, Frey G, Callen W, Cabell M, Lam D, et al. A Novel, High
Performance Enzyme for Starch Liquefaction. The Journal of Biological Chemistry 2002; 29:
26501–26507.

Share this:

Anda mungkin juga menyukai