Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
A. KONSEP KEPERAWATAN
1. Definisi
Menurut Varcarolis,2006 dalam Iyus Yoseph, Titin Sutini, 2014, Halusinasi
dapat didefenisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus.
Menurut Keliat tahun 1999 dalam Nurarif , 2015Halusinasi adalah suatu gejala
gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupan suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan. Pasien seakan stimulus yang sebenarnya tidak ada
Menurut Stuart tahun 2009 dalam Azizah Lilik, 2016 Halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata artinya klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus/rangsangan dari luar.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Varcarolis,2006 dalam Yoseph Iyus, 2014, tanda dan gejala halusinasi
penting perlu diketahui oleh perawat agar dapat menetapkan masalah halusinasi
antara lain:
a. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
b. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara .
c. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada
bayangan tersebut.
d. Membaui bau- bauan padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa
e. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun.
f. Merasakan sensasi rabaaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Varcarolis,Carson,Shoemaker ,2006 dalam Yosep Iyus,2014. Factor
predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

1
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannnya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Sepetri
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP) Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan hiperaktifasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusaan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesat dan lari dari alam
nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menujukkan
bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
 Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut (Rawlins dan Heacock, 1993
dalam Yosep Iyus, 2014) mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

2
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari haslusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggung lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi Intelektual ini menerapkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman
terhadap dirinya atau orang lain maka cenderung akan mengikuti
perintah itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melakukan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga
klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5. Dimensi Spritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kahampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering tidur

3
larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun klien merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
4. Proses terjadinya halusinasi
a. Teori Psikodinamika
Proses terjadinya halusinasi dapat disebabkan oleh fungsi biologi , antara lain
dopamine dan neurotransmitter yang berlebihan , fungsi psikologis seperti
keturunan.Respon metabolic terhadap stress yang mengakibatkan pelepasan zat
halusinogen pada system limbik otak, atau terganggunya keseimbangan
neurotransmitter di otak.
Proses terjadinya halusinasi secara teori psikodinamika berfaktor atau
mengarah pada factor prediposisi yaitu dimana proses gangguan sensori persepsi
disebabkan oleh masa perkembangan yang terganggu misalnya rendah control
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi hilangnya percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
Seseorang yang tidak diterima lingkungannya sejak sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya yang dimana hal
ini ini mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa, adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimetytranferase. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktifitasnya
neurotransmitter otak. Sehingga tipe kepribadian yang lemah bisa menyebabkan
terjadinya gangguan sensori persepsi.
b. Teori Psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar
yang di tekan yang kemungkinan mengancam untuk timbulnya halusinas

4
Pathofisiograf

Isolasi Sosial

Ketidakmampuan
mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang di
terima melalui panca indera

Gangguan presepsi sensori


halusinasi

4. Rentan Respon
Rentan respon neurobiologist menurut Stuart dan Laria tahun 2001 dalam Azizah
Lilik, 2016
Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang – kadang Waham


proses pikiran
terganggu

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten dengan Emosi berlebihan Kerusakan proses


pengalaman emosi
Perilaku cocok Perilaku yang tidak Perilaku tidak
biasa terorganisasi
Hubungan social Menarik diri Isolasi sosial

5
harmonis
Keterangan Gambar :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku cocok individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
5) Perilaku sosial/ hubungan sosial harmonis adalah sikap dan tingkah laku yang
masih dalam batas kewajaran.
b. Respon Psikologis meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Illusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (Objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosiberlebihan atau berkurang yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
4) Perilaku yang tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran .
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon Maladaptif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi :
1) Kelainan Pikiran/Waham adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur

6
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negatif mengancam.
5. Fase-fase Halusinasi
Menurut Azizah Lilik, 2016 ada 4(empat) Tahapan/ Fase-fase halusinasi yaitu :
a. Fase I : Sleep Disorder
Adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
 Karakteristik
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi dan support system yang kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Contohnya misalnya : kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianiti kekasih, PHK ditempat kerja, penyakit,
utang, dll.
 Perilaku Klien
Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal, dan menganggap menghayal awal sebagai pemecah masalah.
b. Fase II : Comforting Moderate level of anxiety
Pada fase ini halusinasi secara umum mulai diterima sebagai sesuatu yang lami
 Karakteristik
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran
pada timbulnya kecemasan. Klien beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia control bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
 Perilaku Klien
- Tersenyum, tertawa yang tidak sesuai
- Menggerakkan bibir tanpa suara
- Pergerakan mata yang cepat
- Respon verbal yang lambat
- Diam, dipenuhi rasa yang mengasyikan
c. FaseIII : Condemning Severe level of Anxiety
Pada fase ini secara umum halusinasi sering mendatangi klien.

7
 Karakteristik
Pengalaman sensori klien menjadi sering dating dan mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan obyek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri
dari orang dengan intensitas waktu yang lama.
 Perilaku Klien
- Meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas (Nadi, RR,
TD) meningkat
- Penyempitan kemampuan untuk konsentrasi
- Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita
d. Fase IV : Controlling Severe level of Anxiety
Pada fase ini fungsi sensorimenjadi tidak relevan dengan kenyataan.
 Karakteristik
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang dating.
Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasi berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan Psychotic.
 Perilaku Klien
- Lebih cenderung mengikuti petunjuk halusinasinya
- Kesulitan berhubungan dengan orang lain
- Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit atau detik
- Gejala fisik, ansietas berat, berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti
petunjuk
e. Fase V : Conquering Panic level of Anxiety
Pada fase ini klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
 Karakteristik
Pengalaman sensori terganggu, klien mulai merasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau
perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
 Perilaku Klien
- Perilaku terror akibat panic

8
- Potensi suicide atau hocide
- Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti kekerasan, agitasi,
menarik diri, katatonia
- Tidak mampu merespon > 1 orang.
6. Jenis – Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa
klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. (Azizah
Lilik, 2016).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan music dalam keadaan sadar tanpa adanya
rangsangan apapun (Maramis, 2005 dalam Azizah Lilik, 2016). Hakusinasi
pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi (Stuart, 2007 dalam Azizah Lilik, 2016)
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster. (Azizah Lilik, 2016).
c. Halusinasi Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia. (Azizah Lilik, 2016).
d. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses sehingga sering
meludah dan muntah. ( Azizah Lilik, 2016).
e. Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain, dan merasa
ada serangga dipermukan kulit. ( Azizah Lilik, 2016).

9
f. Halusinasi Viseral
Yaitu badannya dianggap berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya
seperti Merasakan fungsi dari bagian tubuhnya yang sedang berproses atau
sedang berlangsung seperti klien merasakan aliran darah yang terjadi dalam
tubuhnya, jika secara normal manusia tidak bisa merasakan proses aliran darah
yang terjadi dalam tubuh manusia, contoh lainnya klien merasakan proses
pembentukan urine dalam tubuhnya. ( Azizah Lilik, 2016).
g. Kinestetik
Merasakan pergerakan di tubuhnya sementara jika di lihat pada kondisi nyata
klien tersebut tidak bergerak, contoh ketika pasien mengatakan bahwa tubuhnya
sedang melayang laying di atas bumi.( Azizah lilik,2016)
h. Halusinasi Histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
i. Halusinasi Hipnogogik
Terdapat adakalanya pada orang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi
sensori bekerja salah. Persepsi sensori yang salah yang terjadi pada saat tertidur ,
biasanya di anggap fenomena yang tidak patologis.
j. Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun dari
tidurnya. Selain itu adapula impian yang halusinatorik dalam impian normal.
k. Halusinasi Perintah
Halusinasi perintah isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti
membunuh dirinya, mencabut tanaman, dan lain-lain. ( Azizah Lilik, 2016).
7. Perilaku Halusinasi
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,ketakutan, rasa
tidak aman,gelisah,bingung,perilaku memuat diri, kurang pengetahuan,tidak mampu
mengambil,tidak membedakan yang nyata dan yang tidak nyata. Klien yang
mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika
mencoba menceritakan halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk
dibicarakan dengan orang lain. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya.
8. Mekanisme Koping
Biasanya klien dengan halusinasi cenderung berperilaku maladaptif, seperti
menciderai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. Malas beraktivitas, perubahan

10
suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain, mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
9. Penatalaksanaan Medis
Halusinsi termasuk kedalam kelompok penyakit skizofrenia maka jenis
penatalaksanaan medis yang biasa di lakukan adalah:
a. Psikofarmako
Psikofarmako adalah terapi dengan menggunakan obat,tujuannya untuk
mengurangi/menghilangkan gejala gangguan jiwa.Berdasarkan khasiat obat yang
tergolong dalam pengobatan psikofarmako antara lain:
 Clorpomazine (CPZ) adalah obat yang termasuk golongan antipsikotik
fenotiazina yang bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak. Obat ini
dapat digunakan untuk menangani berbagai gangguan mental, seperti
skizofrenia dan gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang
membahayakan pasien atau orang lain, kecemasan dan kegelisahan yang
parah, serta autisme pada anak-anak.
a) Aturan pakai
Aturan pakai : 3 x 100 mg/ hari
b) Indikasi :
Untuk menangani berbagai gangguan mental, seperti skizofrenia dan
gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang membahayakan
pasien atau orang lain, kecemasan dan kegelisahan yang parah, serta
autisme pada anak-anak.
c) Efek samping
Yang dapat terjadi pada pemakaian CPZ meliputi efek sedasi, pusing,
pingsan, hipotensi orthostatik, palpitasi, takikardi, sindroma pada mulut,
kemerahan pada mukosa, vesikel lidah kotor, gigi tanggal, pandangan
kabur, konstipasi, retensi urine, ejakulasi tertahan. CPZ juga
menyebabkan efek samping ekstra pyramidal yang meliputai
parkinsonisme, dystonia, diskinesia. Gangguan hormonal dapat terjadi
yaitu menstruasi tidak teratur, gynecomastia, penurunan libido,
peningkatan nafsu makan, berat badan meningkat, edema, glikosuria,
hiperglikemia atau hipoglikemia. Reaksi hipersensitif pada beberapa
orang menimbulkan efek/ gejala-gejala jaundice, gatal-gatal pada kulit,
ptechiae dermatitis, fotosensitis, dan reaksi anafilaksit.

11
 Haloperidol adalah obat golongan anti psikotik yang berfungsi untuk
meredakan gejala skizofrenia dan masalah perilaku, atau emosional, serta
masalah kejiwaan lainnya. Haloperidol untuk mengatasi skizofrenia
biasanya akan diberikan untuk jangka waktu panjang, kecuali ada efek yang
merugikan atau berlawanan. Sedangkan jika untuk meredakan gangguan
kecemasan atau agitation, haloperidol hanya dikonsumsi hingga gejala
mereda.
a) Aturan Pakai :
Aturan Pakai : 3 x 5 mg/ hari
b) Indikasi :
Meredakan gejala skizofrenia dan masalah perilaku, atau emosional,
serta masalah kejiwaan lainnya.
c) Efek samping
Haloperidol serupa dengan efek samping CPZ. Perbedaannya terletak
pada efek samping hipothensiorthostatik lebih ringan, sedang efek
samping reaksi ekstra lebih berat. Efek samping pada SSP meliputi
parkinsonisme, gelisah, akatisia, hiperefleksi, tortikolis, dan tardive
diskinesia. Efek otonomi dapat terjadi ; mulut kering (atau hipersalivasi).
Konstipasi (atau diare ), reaksi urine deaporesi (dosis berlebihan ). Pada
darah ; leukopenia, leukositosis, enemia. Pada saluran napas ;
laringospasme, bronkhospasme, peningkatan kedalaman napas,
brokopneumonia, depresi pernafasan. Pada endokrin ; menstruasi tidak
teratur, payudara nyeri, gynecomastia, impotensi. Pada kulit ;
kemerahan, fotosintesis, rambut rontok, lain-lain ; anoreksia, mual,
muntah, jaundice, penurunan, kadar kolesterol darah.
 Trihexyphenidil (THP) adalah obat yang sering dipakai sebagai penyerta
pemberian obat anti psikotik jenis fenotiazin dan butirofenon karena
khasiatnya merelaksasi otot polos dan anti spasmodik
a) Aturan Pakai :
Aturan pakai : 3 x 2 mg/ hari
b) Indikasi :
Merelaksasi otot polos dan anti spasmodic

12
c) Efek Samping
Efek samping yang umum terjadi ; mulut kering, pusing, pandangan
kabur, midrasis, fotofobia, mual, nervous, konstipasi, mengantuk, retensi
urine. Pada SSP dapat terjadi ; bingung, gitasi, delirium, manifestasi
psikotik, euphoria. Reaksi hipersensitif ; Glaucoma parotitis.
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengkajian data focus
1) Persepsi Sensori
 Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang
tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
 Waktu munculnya halusinasi
Dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan halusinasi muncul :
apakah pagi hari, sore hari atau malam hari. Informasi ini sangat
penting untuk menentukan bilamana perlu perhatian saat klien
mengalami halusinasi.
 Frekuensi halusinasi
Dikaji dengan menanyakan kepada klien seberapa sering klien
mengalami halusinasi : apakah terus menerus, kadang-kadang, jarang
atau sudah tidak muncul lagi.
 Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul : Apakah ketika klien sendiri atau setelah terjadinya kejadian
tertentu. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan
klien.
 Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien
bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami

13
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
2) Pembicaraan : Klien dengan halusinasi cemderung suka bicara sendiri, tidak
focus ketika diajak berbicara, dan yang dibicarakan sering tidak masuk
akal.
3) Aktivitas Motorik : Klien dengan halusinasi tampak gelisah, tegang, agitasi,
sering menutup telinga, sering menunjuk kerah tertentu, menggaruk-garuk
permukaan kulit, sering meludah, sering menutup hidung.
4) Afek emosi : Labil. Pada klien dengan halusinasi tingkat emosi lebih tinggi
dan cenderung berperilaku agresif.
5) Tingkat kesadaran : pada klien dengan halusinasi sering mengalami Apatis
atau acuh tak acuh.
2. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
b. Isolasi sosial : Menarik diri
c. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Analisa data

NO DATA MASALAH

1. 1. Data Subjektif Gangguan sensori persepsi


 Klien mengatakan sering halusinasi : pendengaran
mendengar suara suara aneh
di sekitarnya.
2. Data Objektif
 Klien nampak sering mondar
mandir .
 Klien sering menutup telinga
 Klien nampak sering
berbicara sendiri.
 Klien sering berbicara tidak
jelas
2. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan sering halusinasi :penglihatan

14
melihat sesuatu
2. Data objektif
 Klien nampak focus melihat
sesuatu
 Klien nampak sering
menunjuk sesuatu pada arah
tertentu
 Klien nampak sering
menutup mata dengan
tangan
 Ekspresi wajah sering
menunjukkan ketakutan.
3. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan sering halusinasi penghidu
mencium sesuatu bau yang
khas dan busuk .
2. Data objektif
 Klien nampak sering
menutup hidungnya
4. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan sering halusinasi: pengecapan
mengecap rasa tidak enak
pada mulutnya
2. Data objektif
 Klien nampak sering
mengecap pada mulutnya
 Klien nampak sering
meludah dan muntah
5. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan badannya halusinasi perabaan
sering terasa seperti di
setrum.
 Klien mengatakan

15
merasakan sesuatu pada
permukaaan kulitnya
 Klien mengatakan badannya
seperti di tusuk tusuk dengan
jarum
 Klien mengatakan tubuhnya
sering di hinggapi serangga
2. Data objektif
 Badan klien nampak sering
bergetar
 Klien nampak tegang
 Klien nampak sering
mengusap badannya.
 Klien nampak sering
menggaruk garuk tubuhnya
6. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan dapat halusinasi viseeral
merasakan pergerakan
makanan dalam ususnya
2. Data objektif
 Klien sering diam
 Klien sering bicara tidak
jelas
 Klien nampak gelisah.
7. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan badannya halusinasi kinestetik
terasa seperti bergerak
sendiri pada saat berdiri.
 Klien mengatakan badannya
terasa melayang diatas bumi.
 Klien mengatakan badannya
terasa diam dan kaku saat
tubuhnya ingin di gerakkan

16
 Klien mengatakan merasa
anggota tubuhnya akan
terlepas dari tubuhnya
2. Data objektif
 Sikap tubuh klien nampak
kaku.
 Klien nampak sulit
mengikuti perintah
8. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan ada halusinasi perintah
seseorang yang
menyuruhnya melakukan
sesuatu seperti : memukul,
membunuh, dan merusak
barang
2. Data objektif
 Klien nampak bingung
 Perilaku agitasi
 Klien nampak tidak mampu
mengenal orang , waktu
dan tempat.
 Tingkah laku klien nampak
agresif
9. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan halusinasi histerik
membenci seseorang atau
sesuatu benda
2. Data objektif
 Klien nampak tegang
 Afek emosi labil
 Klien sering berteriak-
berteriak keras
10. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi

17
 Klien merasa melihat dan halusinasi hipnogogik
berbicara pada seseorang
ketika akan tidur.
2. Data objektif .
 Nampak bibir klien
bergerak tanpa suara
11. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan masih halusinasi hipnopompik
bermimpi
2. Data objektif
 Klien nampak bingung
kurang konsentrasi
 Pembicaraan tidak jelas
 Disorientasi

4. Pohon masalah
Effect Resiko perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi

Cause Isolasi Sosial


5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori :halusinasi
6. Intervensi
INTERVENSI HALUSINASI
NO SP I P SP I K
1. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
waktu terjadinya, factor pencetus, dalam merawat klien
respon saat halusinasi.
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi : 2. Jelaskan pengertian tanda, gejala proses
yaitu dengan cara menghardik terjadinya halusinasi

18
halusinasi.
3. Latih cara mengontrol halusinasi 3. Latih cara menghardik halusinasi
dengan menghardik.
4. Menganjurkan klien memasukkan cara 4. Ajarkan klien sesuai jadwal dan
menghardik halusinasi dalam kegiatan memberi pujian
harian.

NO SP II P SP II K
1. Evaluasi kegiatan menghardikdan beri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pujian. merawat/ melatih pasien dalam
menghardik dan beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi 2. Jelaskan cara memberikan obat kepada
dengan minum obat : dengan prinsip 6 keluarga dengan prinsip 6 benar
benar yaitu : (Jelaskan jenis, guna,
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas
minum obat)
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk 3. Latih cara memberikan / membimbing
latihan menghardik dan minum obat minum obat
4. Anjurkan pasien sesuai jadwal dan
memberi pujian

N SP III P SP III K
O
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dan minum obat dan beri pujian. merawat/ melatih klien menghardik
dan memberikan obat dan beri pujian.
2. Latihan cara mengontrol halusinasi 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
dengan bercakap-cakap saat terjadi melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi. halusinasi
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk 3. Latih dan sediakan waktu untuk
latihan menghardik, minum obat dan bercakap-cakap dengan klien terutama

19
bercakap-cakap. saat halusinasi
4. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal berikutnya.

N SP IV P SP IV K
O
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
minum obat, dan bercakap-cakap, beri merawat / melatih klien menghardik,
pujian. memberikan obat, bercakap-cakap dan
beri pujian.

2. Latih cara mengontrol halusinasi dalam 2. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
melakukan kegiatan harian. dan berikan pujian

3. Memasukakan pada jadwal kegiatan 3. Jelaskan follow up ke Puskesmas, RSJ,


untuk latihan menghardik, minum obat, tanda kambuh dan rujukan
bercakap-cakap dan kegiatan harian. 4. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
dan berikan pujian

N SP V P SP V K
O
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
obat, becakap-cakap, kegiatan harian, merawat / melatih klien menghardik,
berikan pujian. memberikan obat, bercakap-cakap,
melakukan kegiatan harian dan follow
up, beri pujian

20
2. Latih kegiatan harian 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
klien
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol kontrol ke RSJ/ Puskesmas

7. Implementasi
Implementasi adalah melakukan tindakan sesuai dengan rencana , masalah dan
kondisi klien yang bersangkutan . sebelum melakukan tindakan keperawatan yang
sudah di rencanakan perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini. Selai itu
perawat juga harus menilai kondisi dirinya, apakah sudah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan di
laksanakan , dinilai kembali apakah aman bagi klien, setelah semua tidak ada
hambatan, maka tindakan keperawatan boleh di laksanakan. Setelah itu kontrak
dengan klien dan menjelaskan apa yang akan di lakukan serta mendokumentasikan
semua tindakan yang telah dilakukan beserta respon klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan, hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar
utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
SP 1 Pasien :
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
dengan cara : Menghardik halusinasi
SP 2 Pasien :
Melatih Pasien mengontrol halusinasi dengan cara : : minum obat secara teratur
dengan prinsip 6 benar yaitu : Jenis, guna, dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas
minum obat.
SP 3 Pasien :
Melatih Pasien mengontrol halusinasi dengan cara : bercakap-cakap dengan orang lain
SP 4 Pasien :
Melatih Pasien mengontrol halusinasi dengan cara: melakukan aktivitas terjadwal
SP 5 Pasien
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara : latih kegiatan harian
SP 1 Keluarga

21
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP 2 Keluarga
Melatih Keluarga kegiatan untuk mengontrol halusinasi
SP 3 Keluarga
Menganjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal
SP 4 Keluarga
Menilai kemampuan keluarga dalam merawat pasien
SP 5 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
8. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan dan dilakukan harus terus - menerus untuk
menilai agar efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunskan pendekatan SOAP menjadi pola piker

S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Aanalisa terhadap data subjektif objektif untuk mengumpulkan apakah
masalah masih ada atau sudah teratasi atau muncul masalah baru
P : Perencanaan tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien

9. Hasil yang diharapkan


a. Klien dapat mengenal halusinasi
b. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
c. Klien mampu bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol halusinasi
d. Klien mampu mengontrol dengan cara melakukan patuh minum obat
e. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.
10. Pendokumentasian keperawatan
No Implementasi Evaluasi
1.  Tanda dan gejala S : klien mengatakan sering mendengar
a. Klien mengatakan sering suara – suara / berbisik bisik di

22
mendengar suara –suara/ bisikan di telinganya.
telinganya. O :-Klien nampak sering menutup telinga
b. Klien nampak sering berbicara -klien nampak sering berbicara sendiri
sendiri -Klien sering mondar mandir
c. Klien sering gelisah -klien sering gelisah
d. Klien sering mondar – mandir A : Halusinasi pendengaran ( + )
 Tindak lanjut P : Latihan cara menghardik halusinasi
 Strategi pelaksanaan 1 pasien sebanyak minimal 4 kali/ setiap ada
(SP 1P) waktu luang klien dengan tahapan
Membantu pasien mengenal tindakan meliputi :
halusinasi, menjelaskan cara – cara 1. Jelaskan cara menghardik halusinasi
mengontrol halusinasi , mengajarkan 2. Peragakan cara menghardik
pasien mengontrol halusinasi dengan 3. Minta klien memperagakan ulang
cara pertama : menghardik halusinasi 4. Pantau penerapan cara ini dan beri
 Rencana tindak lanjut SP 2 P penguatann perilaku klien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan
sehari hari.

11. Terapi Aktivitas kelompok yang sesuai


Menurut (Azizah Lilik, 2016), terapi aktivitas yang cocok adalah terapi aktivitas
kelompokm stimulasi persepsi (TAKSP) mengontrol halusinasi, dengan terapi
tersebut klien yang mengalami halusinasi dapat mengontrol halusinasinya. Aktivitas
digunakan untuk memberikan stimulasi perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi
muka, ucapan. TAK Stimulasi Persepsi membantu klien yang mengalami kemunduran
orientasi dalam upaya memotivasi proses pikir serta mengurangi perilaku maladapatif.
TAKSP mengontrol halusinasi dibagi menjadi 5 sesi, yaitu :
1) Sesi I : Klien mengenal Halusinasi
2) Sesi II : Mengontrol Halusinasi dengan cara menghardik
3) Sesi III : Mengontrol Halusinasi dengan cara minum obat secara teratur
4) Sesi IV : Mengontrol Halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
saat halusinasi
5) Sesi V : Mengontrol Halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal

23
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nur Arif &Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Askep Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic Noc Edisi 2.Jogjakarta : Media Action.
Lilik M, Azizah, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa -Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yokyakarta : Indomedia Pustaka
Maramis w.f. 2014. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa.Surabaya : Erlangga
Stuart g.w. 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC

24
25

Anda mungkin juga menyukai