HIPERTENSI
oleh :
VANIYASTI
NIM : 01.2018.122
PALOPO
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.Dalam makalah ini kami
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B..Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C..Tujuan .................................................................................................. 2
A. Konsep Lansia....................................................................................... 3
B..Konsep Hipertensi ................................................................................ 8
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 35
B. Penutup ............................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang
biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh
menurun dan mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh
terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada
lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di
samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara
sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.
Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda
dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga
Hipertensi adalah suatu kondisi medis denganterjadi peningkatan tekanan
darah. Tinggi-rendahnyatekanan darah ditentukan oleh tekanan darah
sistolikdan tekanan darah diastolik. Berbagaifaktor dapat memicu terjadinya
hipertensi, walaupunsebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidakdiketahui
(hipertensi esensial). Di Indonesiahipertensi merupakan masalah nasional
yang seriussehingga perlu upaya pencegahan pada tingkatpelayanan
kesehatan terbawah yaitu PusatKesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Angkaprevalensi pasien hipertensi di Indonesia antara 12%- 22%.4 Berbagai
penelitian epidemiologis yangdilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa
1,8% -28,6% penduduk Indonesia yang berusia di atas 20tahun adalah
penderita hipertensi. (Nugraheni, 2008).
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat
sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan
bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka
menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien
yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien
serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure
4
(CHF) menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg.
Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan
51% kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Laporan Pendahuluan dari Hipertensi?
2. Apa saja asuhan keperawatan dari Hipertensi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Laporan Pendahuluan dari Hipertensi
2. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan kasus Hipertensi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
1. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi
lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa
vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai
berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal
1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90
tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities)
ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun,
keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof.
Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65
tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
6
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old
(75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervasiasi
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, penglaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho,
2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
7
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
8
Gejala depresi pada lansia, yaitu :
Gejala utama:
Afek depresi
Kehilangan minat
Berkurangnya energi (mudah lelah)
Gejala lain:
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Kurang percaya diri
Sering merasa bersala
Pesimis
Ide bunuh diri
Gangguan pada tidur
Gangguan nafsu makan
9
c. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering
berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur.
Fenomena yang sering dikeluhkan lansia dari pada usia dewasa
muda adalah :
Gangguan tidu
Ngantuk siang hari
Tidur sejenak di siang hari
Pemakaian obat hipnotik
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang
berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat
medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping
perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur
primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental
lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan
tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement
(REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk
adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak
terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam
tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan
konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada
lansia. Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis
yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak
lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku,
psikomotor, gangguan daya ingat, dan insomnia.
d. Paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam
mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau
mencuri barang miliknya.
Bila kondisi ini berlangsung lama dan tidak ada dasarnya, hal
ini merupakan kondisi yang disebut paranoid.
10
Gejala-gejalanya antara lain:
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-
teman, atau orang-orang disekelilingnya;
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian
menuduh orang-orang disekelilingnya mencuri atau
menyembunyikan barang miliknya;
Paranoid dapat merupakan manisfestasi dari masalah lain,
seperti depresi dan rasa marah yang ditahan.
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid
adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan
memberikan alasan yang jelas dalam setiap kegiatan.Konsultasikan
dengan dokter bila gejala bertambah berat.
B. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan
intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas
kesehatan. Pedoman Praktis klinis ini disusun untuk memudahkan para
tenaga kesehatan di Indonesia dalam menangani hipertensi terutama yang
berkaitan dengan kelainan jantung dan pembuluh darah. Komplikasi
hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung (penyakit
jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke)
ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio
inter miten) . Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya
tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak
terkontrol dan tidak diobati. (Guideline Joint National Committee 2016).
2. Etiologi Hipertensi
a. Penyebab sekunder hipertensi, seperti:
Renal arteri stenosis
Penyakit parenkim ginjal
11
Pheochromocytoma
Aldosteronisme primer
Tumor sistem saraf pusat
Koarktasio aorta
Penyakit tiroid
b. Volume overload
Insufisiensi ginjal progresif
Asupan garam berlebihan
Terapi diuretik tidak adekuat
c. Hipertensi diinduksi obat
Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), kokain, amfetamin, obat
terlarang lainnya
Agen-agen simpatomimetik, hormon kontrasepsi oral, siklosporin,
takrolimus
Erythropoietin, kortikosteroid, liquorice, senyawa herbal (ephedra,
mahuang)
d. Kondisi terkait gaya hidup
Obesitas
Asupan alkohol berlebihan
(Robert, 2012).
3. Patofisiologi Hipertensi
Sejumlah mekanisme fisiologisterlibat dalam pengaturan
tekanandarah, dan gangguan mekanisme inimungkin memainkan peran
kunciterjadinya hipertensi. Di antara faktor-faktor lain, seperti faktor
genetik,aktivasi sistem sarafsimpatik/ sympathetic nervous system(SNS)
dan sistem renin angio tensional dosteron, asupan garam berlebihserta
gangguan antara vasokonstriktordan vasodilator telah terlibat
dalampatofisiologi hipertensi. Walaupunperan faktor di atas dalam
pathogenesishipertensi telah diketahui, keterlibatanfaktor-faktor ini
dalam menyebabkanHR belum begitu diketahui secaramenyeluruh
(Vasilios et al., 2011; Costas et al., 2011).
12
Faktor prediktor terkuatkurangnya kontrol tekanan darahadalah usia
tua, tekanan darah awalyang tinggi, obesitas, konsumsi garamberlebihan
dan PGK. Telah diketahuihubungan antara penuaan dan aktivasiSNS,
sejumlah penelitian menunjukkanbahwa seluruh aktivitas saraf
simpatiktubuh meningkat dengan penuaan danindeks aktivitas simpatis
terutamamuscle sympathetic nerve activity lebihterkait dengan tekanan
darah padaorang tua (Vasilios et al., 2011; Costas et al., 2011).
Selain penuaan, obesitas,hiperaldosteronisme dan OSAmerupakan
karakteristik HR. Studikohort pasien dengan HR, indeksmassa tubuh
rata-rata lebih dari 32kg/m2 dan prevalensi hiperaldosteronisme sekitar
20%, sedangkan HRmemiliki prevalensi yang sangat tinggipada pasien-
pasien dengan OSA. Selain itu, diantara subyekHR, hiperaldosteronisme
lebih seringterjadi pada pasien yang didiagnosisdengan OSA
dibandingkan pasienyang berisiko rendah untuk OSA. (Costas et al.,
2011).
Data-data yang ada bahwa OSA,hiperaldosteronisme dan obesitas
tidakhanya merupakan komorbiditas umumpada HR tetapi kondisi ini
jugaberinteraksi dalam proses terjadinyaHR. Meskipun mekanisme
yangmenghubungkan kondisi ini denganHR tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan,peningkatan aktivitas SNS mungkinmerupakan kondisi
terpenting yangmendasari terjadinya HR (Costas et al.,2011).
Jalur patofisiologi yangdiusulkan untuk aktivasi SNS dan
pengembangan RH. Kelebihan obesitas,OSA dan aldosteron yang
meliputisuatu wilayah besar dari mosaicfenotip RH dan yang
berhubungandengan peningkatan aktivitas SNS,melalui beberapa
mekanisme. ALDO:Aldosterone excess/ aldosteron berlebih,OSA:
Obstructive sleep apnea / apnea tidur obstruktif, RAA: Renin
Angiostenin Aldosteron System activation,RH: Resistant
hypertension/hipertensiresisten, SNS: Sympathetic nervoussystem
hyperactivity/ Sistem sarafsimpatik hiperaktif.(Costas et al., 2011).
Data klinis dan eksperimen saatini menunjukkan dampak dari
aktivasiSNS, yaitu resistensi insulin,adipokines, disfungsi endotel,
13
siklikhipoksemia intermiten, efek aldosteronepada sistem saraf pusat,
kemoreseptor,dan disregulasi baroreseptor.(Vasilioset al., 2011).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. (Vasilios et al.,
2011; Costas et al., 2011).
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis. (Vasilios et al., 2011; Costas et al.,
2011).
5. Penatalaksanaan
a. Diuretic{Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran
cairan tubuh via urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan
terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium
harus dilakukan.
b. Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}.Merupakan
obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui
prose memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi)
pembuluh darah.
c. Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine),
Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat
yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi
14
melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar
pembuluh darah.
6. Komplikasi
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena
tekanan darah.
b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut.
c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya
glomelurus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
interstisium di seluruh susunan saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma
H, 2015).
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Ny. S
b. Tempat/tgl lahir : Palopo, 31 Desember1969
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Status : Menikah
e. Agama : Islam
f. Suku : Bugis
16
j. Risiko injuri : Tidak ada
4. Riwayat Kesehatan
a. Status Kesehatan saat in
Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir :
Sering merasakan sakit kepala, tegang pada tengkuk dan sering
merasa lemah
Gejala yang dirasakan :
Nyeri kepala, tegang atau nyeri pada tengkuk
Faktor pencetus :
Pola makan yang tidak baik
Timbulnya keluhan : () Mendadak (√ ) Bertahap
Upaya mengatasi :
Dengan meminum air sari perasan timun
Pergi ke RS/Klinik pengobatan/dokter praktek/bidan/perawat ?
Ny. S mengatakan jarang pergi memeriksakan kesehatannya ke
instansi kesehatan.
Mengkomsumsi obat-obatan sendiri ?Obat tradisional ?
Ny. S mengatakan hanya mengonsumsi air sari timun yang diparut
sendiri jika gejalanya muncul.
17
5. Pola Fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan misal merokok,
minumankeras, ketergantungan terhadap obat ( jenis/frekuensi/jumlah/
lamapakai ) : Ny. S mengatakan Tidak pernah
merokok ataupunmenggunakan obat-
obatan.
b. Nutrisi metabolic
Frekuensi makan : 3x sehari secara teratur
Nafsu makan : Baik
Jenis makanan : 4 sehat 5 sempurna
Makanan yang tidak disukai : Tidak ada
Alergi terhadap makanan : Tidak ada
Pantangan makanan : Makanan yg tidak berlebihan garam
Keluhan yang berhubungan dengan makan : tidak ada
c. Eliminasi
BAK : Frekuensi & waktu : 3-5x sehari semalam
Keluhan yg berhubungan dgn BAK : Tidak ada
BAB : Frekuensi & waktu : 1x sehari di pagi hari
Konsistensi : normal
Pengalaman memakai pencahar : Belum pernah
18
Aktifitas seharihari : membersihkan rumah,
memasak sendiri
Apakah ada masalah dengan aktifitas : Tidak ada
Kemampuan : baik
Kemandirian : mandiri
h. Pola Peran-Hubungan
Peran ikatan : Ny. S berperan sebagai istri
Pekerjaan/ sosial/hubungan perkawinan : Ny. S menikah
i. Sexualitas
Riwayat reproduksi : Ny. S memiliki anak 2
Kepuasan sexual, masalah : Tidak ada masalah
19
j. Koping-Pola Toleransi Stress
Apa yang menyebabkan stress pada lansia?
Isolasi social menjadi penyebab utamanya karena klien sering merasa
kesepian sebab tidak ada yang dapat menemaninya di usia tuanya
karena anaknya sudah menikah
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :Baik
b. TTV : 160/100 mmHg
c. BB/TB : 59 kg / 168cm
d. Kepala
Rambut : Hitam dan sedikit beruban
Mata : Simetris, keruh dan kecoklatan
Telinga : Bersih dan simetris
Mulut, gigi,bibir : Mulut bersih, bibir lembab, dan beberapa gigi
sudah ompong.
e. Dada : Pergerakan dada terlihat simetris, suara jantung S1
dan S2 tunggal,tidak terdapat palpitasi, suara mur-
mur (-), ronchi (-), wheezing (-)
f. Abdomen : Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan
20
adanya pembesaran hepar, tidak kembung,
pergerakan peristaltik usus 35x/mnt, tidak ada
bekas luka operasi
g. Kulit : Sawo matang, tidak kering
h. Ekstremitas : Ekstremitas baik
7. Pengkajian Khusus
a. Fungsi kongnitif (SPMSQ)
Nama klien : Ny. S
Umur : 51 tahun
Tanggal : 22-09-2020
Nama pewawancara : Vaniyesti
Interpretasi
21
Salah 6-8 : Fungsi Intelektual Kerusakan Sedang
22
menyiram)
6 Mandi 5
7 Jalan 5
dipermuka
an datar
8 Naik turun 3
tangga
9 Mengguna 5
kan
pakaian
10 Kontrol 4 Frekuensi 2x sehari
Bowel Konsistensi lembek
(BAB)
13 Rekreasi/ 6
pemanfaata
n waktu
luang
Keterangan:
23
c. Mini-Mental State Exam ( MMSE )
Nama : Ny. S
Umur : 51 tahun
24
ketiga onjek pada nomor 2
(registrasi) tadi bila benar 1 point
untuk masing-masing objek.
o Meja
o Kursi
o Gelas
5 Bahasa 9 5 Tunjukan pada klien suatu benda
dan tanyakan namanya pada klien
(missal jam tangan atau pensil).
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri dari
3 langkah : “ambil kertas
ditangan anda. Lipat dua dan
taruh dilantai”
o Ambil kertas
o Lipat dua
o Taruh dilantai
Total 28 13
Skor
d. APGAR Keluarga
25
Agama : Islam Gol Darah : O
Pendidikan : SD
Alamat : Lingkungan kampung
baru Kec Bajo
NO. URAIAN FUNGSI SKORE
PENILAIAN :
• Selalu : Skore 2
26
• Kadang-kadang : Skore 1
• Hampir Tidak Pernah : Skore 0
e. Skala Deprsi
27
keadaanya dari pada anda?
Kriteria hasil
Skor <5 :tidak depresi
Skor 5-9 :kemungkinan depresi
Skor 10 atau lebih :depresi
Interpretasi/kesimpulan
Klien mengalami depresi
f. Screening Fall
NO LANGKAH
5
Ukur jarak antara tanda tangan I & ke II
Interpretasi :
g. Skala Norton
28
Skor
No Aspek yang dikaji Tanggal Skor
pasien
1 Kondisi fisik umum 12
a. Baik 4
b. Lumayan 3 4
c. Buruk 2
d. Sangat buruk 1
2 Kesadaran 12
a. Komposmentis 4
b. Apatis 3 4
c. Sopor 2
d. Koma 1
3 Aktivitas 13
a. ambulan 4
b. ambulan dengan bantuan 3 4
c. sangat terbatas 2
d. tidak bisa gerak 1
5 Inkontensia 14
a. tidak ada 4
b. kadang – kadang 3 3
Total skor 18
Kategori skor :
29
16-20 : kecil sekali kemungkinan terjadi dikubitus / tak terjadi
12-15 : kemungkinana terjadi kecil
<12 : kemungkinan besar terjadi
Interprestasi / kesimpulan : Kemungkinan besar terjadi
B. Analisa Data
Do :
1. Wajah klien tampak meringis saat
menahan nyeri.
2. DS : Kurang Kurang
1. Ny. S mengatakan tidak mengetahui informasi pengetahu
sama sekali apa penyebabnya. Ny. S dan an
mengatakan hanya sedikit mengetahui keterbatas
tentang tanda dan gejala, serta tidak an
mengetahui apa-apa saja yang harus kemampua
30
dihindari untuk mencegah terjadinya n
penyakit padaNy. S. mencapai
2. Ny. S mengatakan tidak ada pantangan informasi
makanan
DO :
1. Ny. S tidak bisa menjawab pertanyaan
tentang pengertian penyakit,
pencegahan, perawatan dan
pengobatannya
2. Ny. S bertanya apa saja makanan yang
harus dihindari agar tidak sakit, Ny. S
tampak bingung
3. Ds: Resiko
1. Ny.S mengatakan sering mengalami Kesepian
rasa sedih ketika tidak punya teman
berbicara dirumah
Do:
1. Klien tekadang terlihat merenung
2. Klien terlihat sering melamun
C. Prioritas Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (Hipertensi).
31
Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Ny.S mengatakan
dapat diubah (bobot 2) nyerinya tidak hilang-
Skala : hilang, padahal sudah
2 : Mudah minum sari buah
1 : Sebagian timun.
0 : Tidak dapat
Potensial masalah untuk 3/3 x 1 = 1 Ny.S mengatakan
dicegah (bobot 1) sakitnya tidak
3 : Tinggi bertambah parah jika
2 : Cukup banyak beristirahat.
1 : Rendah
Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 Ny.S mengatakan
(bobot 1) sakitnya mengganggu
2 : Berat, segera aktivitasnya.
ditangani
1 : Tidak perlu segera
ditangani
0 : tidak dirasakan
Total 4
32
dapat diubah (bobot 2) sakit segera ke dokter
Skala : atau Puskesmas
2 : Mudah terdekat, namun
1 : Sebagian belum ada pertugas
0 : Tidak dapat yang menjelaskan
bagaimana
penyakitnya.
Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Ny.S mengatakan
dicegah (bobot 1) sudah mulai
3 : Tinggi mengurangi
2 : Cukup aktivitasnya agar
1 : Rendah penyakitnya tidak
bertambah parah,Ny.S
belum tahu makanan
apa yang harus
dihindari.
Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 Ny.S mengatakan
(bobot 1) penyakitnya
2 : Berat, segera mengganggu aktivitas
ditangani geraknya sehingga
1 : Tidak perlu segera menyusahkan
ditangani keluarga yang lain.
0 : tidak dirasakan
Total 3 4/3
33
1 Nyeri akut b.d agen cedera fisik (Hipertensi). 4
2 Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d 3 4/3
Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan
mencerapai informasi
D. Intervensi
No
Tujuan Kriteria Intervensi
Dx
1. Setelah dilakukan Non verbal Monitor nyeri : lokasi,
perawatan selama 3 karakteristik, durasi,
hari, Ny. S frekuensi, keparahan dan
mengalami faktor presipitasi
penurunan rasa Observasi respon non
nyeri atau dapat verbal klien saat nyeri
mentolerir rasa terjadi
nyeri dengan Gunakan komunikasi
kriteria : terapeutik untuk
Klien mengetahui pengalaman
memahami nyeri klien
mekanisme nyeri Jelaskan mekanisme
yang terjadi nyeri yang terjadi pada
klien klien
mengetahui dan Ajarkan teknik distraksi
dapat dan relaksasi untuk
memperagakan mengurangi rasa nyeri
teknik distraksi Berikan support sistem
dan relaksasi untuk mentolerir nyeri
klien tidak Libatkan orang terdekat
banyak klien(keluarga) untuk
mengeluh pemberian support
tentang nyerinya system
34
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
Identifikasi PQRST
sebelum dilakukan
pengobatan
2. Setelah dilakukan Verbal Menilai tingkat
pendidikan pengetahuan pengetahuan keluarga
kesehatan, Ny. S yang berhubungan
mengetahui tentang dengan penyakit yang
penyakit yang diderita oleh anggota
diderita, dengan keluarga
kriteria hasil : Menjelaskan pengertian
Ny. S dapat penyakit
menjelaskan Menjelaskan patofisiologi
tentang penyakit
pengertian, Menjelaskan tanda dan
penyebab, tanda gejala yang muncul dari
dan gejala, serta penyakit yang dialami
penalaksanaan Menjelaskan
pada penyakit penalaksanaan atau hal-
Ny. S dapat hal yang harus dihindari
melakukan Mengidentifikasi
perawatan dengan kemungkinan penyebab
mengontrol terjadinya penyakit
makanan yang
harus dihindari
35
Tanggal
1 Diagnosa 1 a. Mengkaji tekanan darah. S : klien mengatakan
22-09-2020 TD : 160/100 mmHg masih merasa nyeri
b. Mengurangi aktivitas pasien pada kepala dan tegang
dan menghindari keributan di pada tengkuk
dalam ruangan. O : TD : 160/100 mmHg.
c. Melakukan pijatan pada A : Masalah belum
pungung dan leher. teratasi
d. Memberikan minuman sari P : Intervensi dilanjutkan
buah timun kepada klien
-
2 Diagnosa II a. Menjelaskan pengertian S :Ny. S mengatakan
22.09.2020 penyakit Masih belum paham
b. Menjelaskan patofisiologi betul tentang penyakit
penyakit hipertensi
c. Menjelaskan tanda dan gejala O : klien tampak bingung.
yang muncul dari penyakit A : masalah belum
yang dialami teratasi.
d. Menjelaskan penalaksanaan P : intervensi dilanjutkan.
atau hal-hal yang harus
dihindari
e. Mengidentifikasi
kemungkinan penyebab
terjadinya penyakit
No Dx dan Implementasi Evaluasi
Tanggal
1 Diagnosa 1 a. Mengkaji tekanan darah. S : klien mengatakan
23.09.2020 TD : 140/100 mmHg masih merasa nyeri
b. Mengurangi aktivitas pasien pada kepala dan tegang
dan menghindari keributan pada tengkuk
di dalam ruangan. O : TD : 140/100 mmHg.
c. Melakukan pijatan pada A : Masalah teratasi
36
pungung dan leher. sebagian
d. Memberikan minuman sari P : Intervensi dilanjutkan
buah timun kepada klien
BAB IV
PENUTUP
37
A. Kesimpulan
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang
biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh
menurun dan mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh
terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada
lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di
samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara
sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.
Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda
dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga.
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang
sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan. Pedoman
Praktis klinis ini disusun untuk memudahkan para tenaga kesehatan di
Indonesia dalam menangani hipertensi terutama yang berkaitan dengan
kelainan jantung dan pembuluh darah. Komplikasi hipertensi dapat mengenai
berbagai organ target, seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertrofi
ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke) ginjal (gagal ginjal), mata
(retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio inter miten) . Kerusakan organ-
organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa
lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati.
B. Saran
Diharapkan agar mahasiswa mampu memahami terlebih dahulu tentang
suatu penyakit sebelum mengangkat sebuah diagnose dan rencana
keperawatan yang akan dilakukan kepada klien.
38
DAFTAR PUSTAKA
Edisi 10
(2015).
Vasilios et al., 2011; Costas et al., 2011). Diambil dari Jurnal Kedokteran Yarsi
39