Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya
Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan,
lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli
ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak
diketahui orang. Menikah merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

ِ ‫ َوبِنِ ْع َم‬  َ‫يُْؤ ِمنُون‬ ‫َأفَبِ ْالبَا ِط ِل‬  ۚ‫ت‬


ُ‫ه‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫ت‬ ِ ‫الطَّيِّبَا‬  َ‫ ِمن‬ ‫ َو َر َزقَ ُك ْم‬ ً‫ َو َحفَ َدة‬  َ‫بَنِين‬ ‫َأ ْز َوا ِج ُك ْم‬ ‫ ِم ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫ َو َج َع َل‬ ‫َأ ْز َواجًا‬ ‫َأ ْنفُ ِس ُك ْم‬ ‫ ِم ْن‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫ َج َع َل‬ ُ ‫َوهَّللا‬
َ‫رُون‬OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOُ‫يَ ْكف‬ ‫ْم‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum, serta
hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari
pernikahan:
ِ ‫النِّ َك‬ ‫فِي‬ ‫ت‬
‫اح‬ ُّ ‫ال ُّد‬ ‫ َو ْال َح َر ِام‬ ‫ ْال َحالَ ِل‬  َ‫بَ ْين‬ ‫ َما‬ ‫فَصْ ُل‬
ُ ْ‫ َوالصَّو‬ ‫ف‬
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam
pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa
permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh
Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat
memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah
Swt.

B. Rumusan Masalah

Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa Pengertian Pernikahan ?
2. Bagaiamana Hukum Pernikahan ?
3. Apa Saja Syarat Pernikahan ?
4. Apa Tujuan Pernikahan ?
5. Bagaimana Kriteria Calon suami/istri ?
6. Apa Yang Dimaksud Thalak (Perceraian) ?
7. Apa Itu Iddah ?
8. Apa Saja Jenis Pernikahan Terlarang ?

1|Page
C.      Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Memahami Apa Pengertian Pernikahan.
2. Mengetahui Bagaiamana Hukum Pernikahan.
3. Memahami Apa Saja Syarat Pernikahan.
4. Mengetahui Apa Tujuan Pernikahan.
5. Memahami Bagaimana Kriteria Calon suami/istri.
6. Mengetahui Apa Yang Dimaksud Thalak (Perceraian).
7. Memahami Apa Itu Iddah.
8. Mengetahui Apa Saja Jenis Pernikahan Terlarang.

D.      Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:


1.       Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
2.       Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.
3.       Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara Islam.

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut
istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-
laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara
keduanya yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.
Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula
juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling
berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina

B. HUKUM PERNIKAHAN

Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak
dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad
SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan
perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah
menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah
tersebut.
1. Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah.
Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka
hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih
dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah,
hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.”  (HR. Bukhari Muslim).

2. Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan
berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah.

3. Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

3|Page
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.
4. Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut,
baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C. SYARAT PERNIKAHAN

1. Rukun nikah

 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)

2.Syarat calon suami

 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3.Syarat calon istri

 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang

4.Syarat wali

 Islam, bukan kafir dan murtad


 Lelaki dan bukannya perempuan

4|Page
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

5.Syarat-syarat saksi

 Sekurang-kurangya dua orang


 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
 Merdeka

6.Syarat ijab

 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat


 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan
suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah
muataah)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

D. TUJUAN PERNIKAHAN

1.       Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan
menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.       Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan.

5|Page
3.       Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika
suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah

4.       Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah


Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada
Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah
tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan
amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5.       Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih


Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam,

E. KRITERIA CALON SUAMI/ISTRI

1.      Ciri-ciri bakal suami

a) beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t


b) bertanggungjawab terhadap semua benda
c) memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
d) berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar
e) tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
f) rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal untuk
kebahagiaan keluarga.

2.      Ciri-ciri bakal istri

a. Wanita itu shalihah


b. Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara
perempuannya yang telah menikah.
c. Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
d. Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
e. Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta
menjaga harta suaminya,
f. Menjaga shalat yang lima waktu,
g. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
h. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan
(tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.

6|Page
i. Berakhlak mulia,
j. Selalu menjaga lisannya,
k. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya
karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
l. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
m. Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
n. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

F. THALAK (PERCERAIAN)

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi
dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud
melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan
ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan
penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari
kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang
dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

1. Hukum talak

Hukum Penjelasan

Wajib a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi


b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata
sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami

Haram a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas


b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya
daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu
tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

Sunah a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya


b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya

Makruh Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia
dan mempunyai pengetahuan agama

7|Page
2. Rukun talak

Perkara Syarat

Suami Berakal
Baligh
Dengan kerelaan sendiri

Akad nikah sah


Isteri Belum diceraikan dengan talak tiga oleh
suaminya

Lafaz Ucapan yang jelas menyatakan


penceraiannya
Dengan sengaja dan bukan paksaaan

3. Contoh lafaz talak

a. Talak sarih

Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau “Saya
ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan sebagainya.

b. Talak kinayah

Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah mak awak”
atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak” dan sebagainya. Namun,
lafaz kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat talak, maka jatuhlah talak tetapi jika
tidak berniat talak, maka tidak berlaku talak.

4. Jenis talak

a. Talak raj’i

Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali
isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan
merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

b. Talak bain

Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya
tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki

8|Page
lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah
dengan suami barunya.

c. Talak sunni

Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika
dalam tempoh suci

d. Talak bid’i

Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang
disetubuhinya.

e. Talak taklik

Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat.
Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.
Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah
talak satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu
secara automatik.

G. IDDAH

Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan
suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal dunia
yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali
dengan laki-laki lain. Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah mengadakan
perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya.Lamanya
masa iddah bagi perempuan adalah sebagai berikut :

1. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali suci
2. Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum mengalami sama sekali,
iddahnya tiga bulan
3. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari
4. Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai melahirkan

9|Page
H. PERNIKAHAN TERLARANG

1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

‫ك َوُأزَ ِّوجُكَ ُأ ْختِي‬


َ َ‫ ز َِّوجْ نِي ا ْبنَتَكَ َوُأ َز ِّوجُكَ ا ْبنَتِي َأوْ ز َِّوجْ نِي ُأ ْخت‬:‫ َوال ِّشغَا ُر َأ ْن يَقُوْ َل ال َّر ُج ُل لِل َّر ُج ِل‬.

“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan
puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku
dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu.”

Dalam hadits lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َار فِي ْاِإل ْسالَ ِم‬


َ ‫الَ ِشغ‬.

“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.”

Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas kawin
ataukah tidak.

2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh suami
sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat
dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah
wanita itu selesai.

Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُم َحلِّ َل َو ْال ُم َحلَّ َل لَه‬


َ ِ‫لَ َعنَ َرسُوْ ُل هللا‬.

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil dan muhallala lahu.”

3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-
laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan, sebulan,
atau lebih.

10 | P a g e
Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah.
Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!

Telah diriwayatkan dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu ‘anhu, ia berkata,

‫ ثُ َّم لَ ْم ن َْخرُجْ ِم ْنهَا َحتَّى نَهَانَا َع ْنهَا‬،َ‫ح ِح ْينَ َدخ َْلنَا َم َّكة‬
ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ْال ُم ْت َع ِة عَا َم ْالفَ ْت‬
َ ِ‫َأ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا‬.

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah
mut’ah pada saat Fat-hul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami
mening-galkan Makkah, beliau pun telah melarang kami darinya (melakukan nikah mut’ah).”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ك ِإلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ِ ‫ت لَ ُك ْم فِي ْا ِال ْستِ ْمت‬


َ ِ‫ َوِإ َّن هللاَ قَ ْد َح َّر َم َذل‬،‫َاع ِمنَ النِّ َسا ِء‬ ُ ‫ت َأ ِذ ْن‬
ُ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ! ِإنِّي قَ ْد ُك ْن‬.

“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku pernah mengijinkan kalian untuk bersenang-
senang dengan wanita (nikah mut’ah selama tiga hari). Dan sesungguhnya Allah telah
mengharamkan hal tersebut (nikah mut’ah) selama-lamanya hingga hari Kiamat.”

4. Nikah Dalam Masa ‘Iddah.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ُ‫اح َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَابُ َأ َجلَه‬


ِ ‫ْز ُموا ُع ْق َدةَ النِّ َك‬
ِ ‫َواَل تَع‬

“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.” [Al-Baqarah :
235]

5. Nikah Dengan Wanita Kafir Selain Yahudi Dan Nasrani.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت َحتَّ ٰى يُْؤ ِم َّن ۚ َوَأَل َمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى يُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ُمْؤ ِم ٌن‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا‬
ٰ
َ ‫ك َولَوْ َأ ْع َجبَ ُك ْم ۗ ُأولَِئ‬
ِ َّ‫ِّن آيَاتِ ِه ِللن‬Oُ ‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو ِإلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِِإ ْذنِ ِه ۖ َويُبَي‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون‬ ِ َّ‫ك يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن‬ ٍ ‫خَ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر‬

“Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang
beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik
daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan
Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” [Al-Baqarah : 221]

11 | P a g e
6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab Atau Hubungan
Kekeluargaan Karena Pernikahan.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ْ‫ت َوُأ َّمهَاتُ ُك ُم الاَّل تِي َأر‬


َ‫ض ْعنَ ُك ْم َوَأخَ َواتُ ُك ْم ِمن‬ ِ ‫َات اُأْل ْخ‬ ِ ‫َات اَأْل‬
ُ ‫خ َوبَن‬ ُ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم ُأ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَنَاتُ ُك ْم َوَأ َخ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخااَل تُ ُك ْم َوبَن‬
ْ ‫حُرِّ َم‬
َ ‫ُور ُك ْم ِم ْن نِ َساِئ ُك ُم الاَّل تِي َدخ َْلتُ ْم بِ ِه َّن فَِإ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا َدخ َْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجن‬ ‫ُأ‬
‫َاح َعلَ ْي ُك ْم‬ ِ ‫ات نِ َساِئ ُك ْم َو َربَاِئبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج‬ ُ َ‫َّضا َع ِة َو َّمه‬ َ ‫الر‬
ُ ‫هَّللا‬ َ ْ َ ‫اَّل‬ ْ ‫ُأْل‬ ْ ‫َأ‬ ُ ‫اَل‬
‫َو َح ِئ ُل ْبنَاِئك ُم ال ِذينَ ِمن صْ بِك ْم َو ن تَجْ َمعُوا بَ ْينَ ا ختَ ْي ِن ِإ َما قد َسلفَ ۗ ِإ َّن َ َكانَ َغفورًا َر ِحي ًما‬ ‫َأ‬ ْ َّ ُ ‫َأ‬ ‫اَل‬

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara


perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-
anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perem-puanmu,
ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu
isterimu (mertua), anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu
dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah kamu
ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri
anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” [An-Nisaa’ : 23]

7. Nikah Dengan Wanita Yang Haram Dinikahi Disebabkan Sepersusuan, Berdasarkan Ayat Di
Atas.

8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya Maupun Dari
Pihak ibunya.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

‫الَ يُجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َوخَالَتِهَا‬.

“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara
wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).”

9. Nikah Dengan Isteri Yang Telah Ditalak Tiga.


Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk
menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar
(bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan
menikahi wanita itu kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ‫طلَّقَهَا فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما َأ ْن يَت ََرا َج َعا ِإ ْن ظَنَّا َأ ْن يُقِي َما حُ دُو َد هَّللا ِ ۗ َوتِ ْلك‬
َ ‫فَِإ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّ ٰى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َرهُ ۗ فَِإ ْن‬
َ‫ُحدُو ُد هَّللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون‬

12 | P a g e
“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal
lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk
menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang
berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]

Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali kepada
suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah bercampur
(bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali kepada
suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

‫ َحتَّى تَ ُذوْ قِى ُع َس ْيلَتَهُ َويَ ُذوْ قِى ُع َس ْيلَت َِك‬،َ‫ال‬.

“Tidak, hingga engkau merasakan madunya (bersetubuh) dan ia merasakan madumu.”

10. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram.


Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi
shallal-laahu ‘alaihi wa sallam:

ُ‫اَ ْل ُمحْ ِر ُم الَ يَ ْن ِك ُح َوالَ يَ ْخطُب‬.

“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.”

11. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت َأ ْي َمانُ ُك ْم‬
ْ ‫َات ِمنَ النِّ َسا ِء ِإاَّل َما َملَ َك‬
ُ ‫صن‬َ ْ‫َو ْال ُمح‬

“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami…” [An-Nisaa’ : 24]

12. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ِ‫ك ۚ َوحُرِّ َم ٰ َذل‬


َ‫ك َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِين‬ ٌ ‫ال َّزانِي اَل يَ ْن ِك ُح ِإاَّل زَ انِيَةً َأوْ ُم ْش ِر َكةً َوال َّزانِيَةُ اَل يَ ْن ِك ُحهَا ِإاَّل زَ ا ٍن َأوْ ُم ْش ِر‬

“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan
musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan
laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” [An-Nuur : 3]

13 | P a g e
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur.
Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ٌ ‫ت ۚ ُأو ٰلَِئكَ ُمبَ َّرءُونَ ِم َّما يَقُولُونَ ۖ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز‬
‫ق‬ ِ ‫ات لِلطَّيِّبِينَ َوالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَا‬
ُ َ‫ت ۖ َوالطَّيِّب‬
ِ ‫ات لِ ْل َخبِيثِينَ َو ْال َخبِيثُونَ لِ ْلخَ بِيثَا‬
ُ َ‫ْالخَ بِيث‬
‫َك ِري ٌم‬

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk
perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-
laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka
itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia
(Surga).” [An-Nuur : 26]

Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas)
dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina kemudian
hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan
yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal.”

13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َٰى َوثُاَل‬


‫ث َو ُربَا َع‬ َ َ‫وَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تُ ْق ِسطُوا فِي ْاليَتَا َم ٰى فَا ْن ِكحُوا َما ط‬

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,
atau empat…” [An-Nisaa’ : 3]

14 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya  sehingga  menimbulkan  kewajiban dan  hak  di  antara  keduanya melalui  kata-
kata  secara  lisan, sesuai  dengan  peraturan-peraturan  yang  diwajibkan  secara  Islam.
Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti
aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan
dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan,
Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian,
tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam
sebuah rumah tangga.  Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang
berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan
masa iddah bagi kaum perempuan.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai