Anda di halaman 1dari 32

BAB I

TIRATANA (TIGA PERMATA)

A. Pengrtian Tiratana

Kata Tiratana terdiri dari kata Ti, yang artinya tiga dan Ratana, yang artinya
permata/mustika; yang maknanya sangat berharga. Jadi, arti Tira-tana secara
keseluruhan adalah Tiga Permata (Tiga Mustika) yang nilainya tidak bisa diukur;
karena merupakan sesuatu yang agung, luhur, mulia, yang sangat penting untuk
dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha.

Sesuai dengan arti katanya, yaitu Tiga Mustika atau Tiga Permata, maka isi Tiratana
memang terdiri dari 3 permata atau tiga Ratana, yaitu: Buddha Ratana, Dhamma
Ratana, dan Sangha Ratana.

1).Buddha Ratana

Buddha Ratana mengacu kepada Sang Buddha.Sang Buddha adalah


perwujudan dari seluruh kebajikan-kebajikan yang agung. Di dalam Buddha
terdapat perwujudan dari moralitas tertinggi (Sîla), konsentrasi paling mendalam
(Samadhi), dan kebijaksanaan mendalam (Pañña). Sifat-sifat mulia yang tidak dapat
dilampaui dan tiada bandingannya dalam sejarah manusia. Setiap insan Buddhis di
seluruh dunia membabarkan dan merenungkan sembilan kebajikan agung dari
seorang Buddha dalam latihan puja bakti

Arti Buddha (dalam Khuddaka Nikaya) adalah:

1. Dia Sang Penemu (Bujjhita) Kebenaran.


2. Ia yang telah mencapai Penerangan Sempurna.
3. Ia yang memberikan penerangan (Bodhita) dari generasi ke generasi.
4. Ia yang telah mencapai kesempurnaan melalui ‘penembusan’, sempurna
penglihatanNya, dan mencapai kesempurnaan tanpa bantuan siapapun.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/265, disebutkan tentang sifat-sifat


mulia Sang Buddha, atau disebut Buddhaguna. Ada sembilan Buddhaguna, yaitu
sebagai berikut.
1. Araham
Manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin.

2. Sammâsambuddho
Manusia yang mencapai penerangan sempurna dengan usaha sendiri.

3. Vijjâcaranasampanno
Mempunyai penglihatan jernih yang sempurna dan tindak-tanduk bajik yang juga
sempurna.

4. Sugato
Bertindak benar, berbicara benar.

5. Lokavidû
Mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam.

6. Anuttaro purisadammasârathi
Pembimbing umat manusia yang tiada bandingnya bagi mereka yang tidak dapat
ditundukkan.

7. Sattha devamanussnam
Guru para dewa dan manusia

8. Buddho
Yang sadar dan menunjukkan jalan menuju kebenaraan

9. Bhagava
Yang patut di muliakan (dijunjung)

B. Tingkat Kebuddhaan

Tingkat kebuddhaan adalah tingkat pencapaian penerangan sempurna.


Menurut tingkat pencapaiannya, Buddha dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1). Sammâ Sambuddha

1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahaNya sendiri, tanpa


bantuan makhluk lain
2. Mampu mengajarkan ajaran yang Ia peroleh (Dhamma) kepada makhluk lain.
3. diajar tersebut bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya.
2). Pacceka Buddha

1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahaNya sendiri, tanpa


bantuan makhluk lain.
2. Tidak mengajarkan ajaran yang Ia peroleh kepada makhluk lain secara
meluas..
3. Yang diajar tersebut belum mampu mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti
diriNya.

3). Savaka Buddha

1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan karena mendengarkan dan


melaksanakan ajaran dari SammaSambuddha.
2. Mampu mengajarkan ajaran yang Ia peroleh kepada makhluk lain.
3. Yang diajar bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya.

2). Dhamma Ratana

Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan,atau bisa juga dikatakan sebagai


ajaran Sang Buddha. Istilah Dhamma ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu
mencakup tidak hanya segala sesuatu yang bersyarat saja,tetapi juga mencakup
yang tidak bersyarat/yang mutlak. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan dalam
penjelasan berikut. ini.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat


Dhamma, atau Dhammaguna. Ada 6 Dhammaguna, yakni sebagai berikut.

1. Svâkkhâto bhagavatâ dhammo


Dhamma Ajaran Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan.

2. Sanditthiko
Berada sangat dekat (kesunyataan yang dapat dilihat dan dilaksanakan dengan
kekuatan sendiri).

3. Akâliko
Tak ada jeda waktu atau tak lapuk oleh waktu.

4. Ehipassiko
Mengundang untuk dibuktikan.
5. Opanayiko
Menuntun ke dalam batin (dapat dipraktekkan).

6. Paccattam veditabbo viññûhi


Dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.

Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu Paramattha Dhamma dan


Paññatti Dhamma.

1. Paramattha Dhamma, adalah Kenyataan tertinggi, ada empat, yaitu Citta


(kesadaran),Cetasika (faktor batin), Rûpa (materi), dan Nibbâna.
2. Pannatti Dhamma, adalah Sebutan, konsep, untuk dijadikan panggilan atau
sebutan sesuai dengan keinginan manusia.

Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam,yaitu Sankhata


Dhamma dan Asankhata Dhamma.
1. Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat,yaitu:

 tertampak dilahirkan/timbulnya (uppado paññâyati)


 tertampak padamnya (vayo paññâyati)
 Selama masih ada, tertampak perubahan-perubahannya (thitassa
aññathattan paññâyati).

2. Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat,yaitu:

 tidak dilahirkan (na uppado paññâyati)


 tidak termusnah (na vayo paññâyati)
 ada dan tidak berubah (na thitassa aññathattan paññâyati)

Nibbâna disebut Asankhata Dhamma.

Untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Dhamma tersebut, maka kita harus
melaksanakan dengan tiga tahap,yaitu:

1. Pariyatti Dhamma
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun
Kitab Suci Tipitaka.

2. Patipatti Dhamma
Melaksanakan (memraktekkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pativedha Dhamma
Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan merealisasi kejadian-kejadian
hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassanâ) hingga merealisasi Kebebasan
Mutlak.

Dhamma akan melindungi mereka yang memraktekkan Dhamma. Praktek


Dhamma akan membawa kebahagiaan.Barang siapa mengikuti Dhamma, maka
tidak akan jatuh ke alam penderitaan.

3).Sangha ratana

Sangha berarti pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu.Kata Sangha pada


umumnya ditujukan untuk sekelompok Bhikkhu.
Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan para Bhikkhu),yaitu:

1. Sammuti Sangha, adalah persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum
mencapai tingkat-tingkat kesucian.

2. Ariya Sangha, adalah persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah
mencapai tingkat-tingkat kesucian.

Pengertian “Sangha” di dalam Sangha Ratana ini, berarti kumpulan para


Ariya atau kumpulan para mahluk suci. Di dalam ajaran Agama Buddha, dikenal
adanya mahluk suci,yang disebut dengan istilah Ariya Puggala.

Ariya Puggala ini ada 4 tingkat, yaitu:

1. Sotâpanna
Orang suci tingkat pertama (sotâpatti-phala) yang terlahir paling banyak tujuh kali
lagi.

2. Sakadâgâmi
Orang suci tingkat kedua (sakadâgâmi-phala) yang akan terlahir sekali lagi (di alam
nafsu).

3. Anâgâmi
Orang suci tingkat ketiga (anâgâmi-phala) yang tidak akan terlahir lagi (di alam
nafsu).
4. Arahat
Orang suci tingkat keempat (arahatta-phala) yang terbebas dari kelahiran dan
kematian.

Selain ditinjau dari ‘belenggu’ yang mengikat pada roda kehidupan yang harus
dipatahkan, pengertian mahluk suci ini juga dapat ditinjau dari segi kekotoran batin
(kilesa)- nya, yang telah berhasil mereka basmi.

Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata 20/267, disebutkan tentang sifat-sifat


mulia Sangha, yang disebut Sanghaguna.

Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu sebagai berikut.

1. Supatipanno
Bertindak/berkelakuan baik

2. Ujupatipanno
Bertindak jujur / lurus

3. Ñayapatipanno
Bertindak benar (berjalan di ‘jalan’ yang benar, yang mengarah pada perealisasian
Nibbâna)

4. Sâmîcipatipanno
Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya.

5. Âhuneyyo
Patut menerima pemberian/persembahan.

6. Pâhuneyyo
Patut menerima (diberikan) tempat bernaung.

7. Dakkhineyyo
Patut menerima persembahan/dana.

8. Añjalikaranîyo
Patut menerima penghormatan (patut dihormati).
9. Anuttaram puññakhettam lokassâ
Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang paling luhur, yang tiada bandingnya
di alam semesta.
BAB II

HUKUM ALAM (DHAMMANIYAMA)

Lima Hukum Alam atau Lima Hukum Tertib Kosmis


(pañcaniyāmadhamma) adalah salah satu konsep dalam ajaran agama Buddha
mengenai hukum-hukum yang bekerja di seluruh alam semesta.
Pañcaniyāmadhamma terdiri atas kata pañca yang artinya lima, niyāma yang
artinya ketentuan atau hukum, dan dhamma yang artinya segala sesuatu. Dengan
demikian, pañcaniyāmadhamma berarti lima hukum universal atau hukum segala
hal.

Agama Buddha tidak membenarkan bahwa alam semesta diatur oleh sesosok
dewa tertinggi atau Tuhan. Pañcaniyāmadhamma merupakan hukum abadi yang
bekerja dengan sendirinya. Hukum ini bekerja sebagai hukum sebab akibat dan
membuat segala sesuatu bergerak sebagaimana dinyatakan oleh ilmu pengetahuan
modern, seperti ilmu fisika, kimia, biologi, astronomi, psikologi, dan sebagainya.
Bulan timbul dan tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah
disebabkan oleh hukum ini. Adapun lima hukum alam itu terdiri dari:

1). Utuniyama

merupakan hukum kepastian atau hukum keteraturan musim. Hukum ini


mengatur kepastian pergantian musim dan perubahan-perubahan temperatur di
alam semesta.Bijaniyama.

2). Bijaniyama

Bijaniyama merupakan hukum kepastian atau keteraturan biji. Hukum ini


mengatur kehidupan tumbuh-tumbuhan, yaitu biji-biji tertentu akan menghasilkan
tanaman atau buah tertentu; buaah-buahan tertentu memiliki cita rasa tertentu dan
lain-lain. Contoh lainnya adalah perkembangan hewan atau tumbuhan, mutasi gen
manusia, pembuahan, pertumbuhan biji menjadi tumbuhan, pembantukan
janin,pertumbuhan sel dan lain-lain.

3). Kammaniyama

Hukum ini merupakan hukum kepastian ataau keteraturaan perbuatan


(kamma). Hukum ini memastikan bahwa kamma baik tidak akan menghasilkan
penderitaan. Perbuatan bisa di lakukan melalui pikiran,ucapan, dan tindakan.

4). Cittaniyama

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan kesadaran.


Hukum ini mengatur kepastian kemunculan dan kelenyapan kesadaran (citta).

5). Dhammaniyama

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan fenomena


(dhamma). Hukum ini mengatur fenomena-fenomena lain yang tidak termasuk di ke
empat hukum di atas. Contoh kejadian bumi bergetar saat Bodhisaatta Gotama
lahir, Turunnhya hujan panas dan dingin untuk memandikan Bodhisatta Gotama
ketika lahoir kedunia, dan muncul gempa bumi yang dahsyat ketika sang Buddha
mengambil keputusan untuk memasuki nibbana.
BAB III

EMPAT KEBENARAN MULIA (CATARI ARIYASACCANI)

Empat kebenran mulia merupakan pokok ajaran sang Buddha yang penting
yang merupakan ajaran dalam kotbah pertamanya dalam Dhammacakkapavattana
sutta.

 Kebenaran mulia penderitaan (Dukkha)


 Kebenaran tentang sebab Dukkha (Dhukka samudaya)
 Kebenaran tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
 Kebenaran tentanng jalan mulia berunsur 8 (Dhukka Niroda Gamini Patipada
Magga)

1). Dukkha

Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dibrangkum dalam
tiga bagian utama yaitu:

1. Penderitaan biada (Dukkha) misalnya sakit, flu, sakit perut, sakit gigi dan
lain-lain.
2. Penderitaan karena perbuatan (Viparinama-Dukka) misalnya tidak tercapai
apa yang di inginkan.
3. Penderitaan karena memiliki badan jasmani (Sankhara Dukkha)

2). Dukkha samudaya (sebab dukkha)

Sebab dukkha adalah karena manusia di liputi keserakahan, kebencian dan


kegelapan batin, sehingga mengekibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa
kemasa, dari satu alam kea lam berikutnya.

3). Dukkha Niroda

Kebahagiaan akan di capai manaka ia terbebas dari penderitaan itu,


kebahagian itu adalah kebahagiaan sejarti yang mana tidak akan diketahui kemana
perginya seseorang yang telah terbebas dari derita batin dan jasmani. Inilah
kebahagiaan nirwana (nibbana)

4). Dukkha Niroda Gamini Patipada Magga

Cara melenyapkan dukkha adalah dengan memperaktikkan jalan mulia


berunsur delapan yang terdiri dari:
A). Kebijaksanaan ( pali : panna, sanskerta:prajna)

1. Pengertian benar (samma ditthi)


2. Pikiran benar ((samma-sankappa)

B). kemoralan (sila)

1. Ucapan benar (samma:vaca)


2. Perbuatan benar (samma:kammanta)
3. Pencaharian benar (samma:avija)

C). konsentrasi (Samadhi)

1. Daya upaya-benar (samma:vayama)


2. Perhatian benar (samma-sati)
3. Konsentrasi benar (samma-sammadhi)

Dukkha adalah ketidak puasan mengenai kondisi batin. Adapun sebab dukkha
yaitu kilesa atau yang biasa di sebut dengan kekotoran batin.

Kekotoran batin itu terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Lobha, lobha adalah keserakahan yang terdiri dari 8 jenis


2. Dosa, dosa adalah kebencian yang terdiri dari 2 jenis
3. Moha, adalah kegelapan batin yang terdiri dari 2 jenis

A.Lobha

kesadaran yang berakal pada keserakahan (lobha-mula citta 8)

1. Suatu kesadaran yang di sertai perasaan senang , bersekutu dengan


pandangan salah ,dan muncul secara sepontan.
2. Suatu kesadaran yang di sertai perasaan senang, tidak bersekutu dengan
pandangan salah dan tidak muncul secara spontan.
3. Suatu kesadaran yang di sertai perasaan senang, tidak bersekutu dengan
pengetahuan dan muncul secara spontan.
4. Suatu kesadaran yang tidak di sertai perasaan senang tidak bersekutu
dengan pengetahuan, dan tidak muncul secara spontan.
5. Suatau kesadaran yang di sertai perasaan netral, bersekutu dengan
pandangan salah, dan muncul secara spontan.
6. Satu kesadatan yang disertai perasaan netral, bersekutu dengan
pandangansalah dan tidak muncul secara spontan.
7. Satu kesadaran yang di sertai perasaan netral, tidak bersekutu dengan
pandangan salah dan muncul secara spontan.
8. Satu kesadaran yang di sertai perasaan netral, tidak bersekutu dengan
pandangan salah, dan tidak muncul secara spontan.

Contoh Lobha

1. Egois dalam segala hal.


2. Di sekolah membawa bekal tapi tidak mau berbagi.
3. Saat makan mengambil yang berlebihan.
4. Selalu membeli makanan yang banyak tetapi tidak pernah berbagi

B.Dosa

Kesadaran yang berakar pada kebencian ( dosa-mula citta 2)

1. Satu kesadaran yang di dasari perasaan tidak menyenangkan, dan muncul


secara spontan.
2. Satu kesadaran yang di sertai perasaan tidak menyenangkan, bersekutuan
dengan kebencian, tidak muncuk secara spontan.

Contoh Dosa

1. Seseorang yang membiarkan dirinya terus di kuasai kemarahan, satu saat


dapat melakukan balas dendam dengan membunuh.
2. Seseorang yang di kuasai katamakan dapat melakukan korupsi (mencuri) jika
ada kesempatan.

C.Moha

Kesadaran yang berakar kebodohan ( moha-mula citta 2)

1. Satu kesadaran yang di sertai perasaan netral, bersekutu dengan keraguan.


2. Satu kesadarana yang di sertai perasaan netral bersekutu dengan
kegelisahan.

Contoh Moha

1. Seorang pemuda di penuhi kegelisahan sehingga tidak dapat berkonsentrasi


sama sekali pada abjek meditasinya saat melatih meditasinya.
BAB IV

KAMMA DAN KELAHIRAN BERULANG

1). Kamma

Kebahagiaan dan penderitaan, yang umum dialami sebagai nasib dari semua
makhluk hidup, terutama bagi manusia, itu menurut pandangan Agama Buddha,
tidak dianggap sebagai hadiah atau hukuman, yang diberikan oleh seorang Deva
kepada roh yang telah melakukan perbuatan yang baik atau yang buruk. Umat
Buddha mempercayai hukum alam, yang dinamai hukum ‘sebab dan akibat’, yang
umum berlaku pada semua gejala-gejala alam. Umat Buddha tidak percaya kepada
seorang Deva yang dianggap maha kuasa, dan oleh karena itu hukum ‘sebab dan
akibat’, yang merupakan hukum alam itu, berlakunya tidak dapat dihambat oleh
Deva, bahwa juga tidak dapat dihambat oleh semua Buddha, walaupun semua
Buddha itu telah memiliki cinta-kasih yang universal.

Hukum ‘sebab dan akibat’ itu dalam bahasa Sanskrit, dinamai ‘karma’ dan
didalam bahasa Pali, dinamai ‘kamma’, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan
didalam Agama Buddha. Didalam kata-katanya Sang Buddha, kita temui ajaran
yang bunyinya sebagai berikut: ” ‘Karma’ kita sendirilah, atau perbuatan kita
sendirilah, yang baik, dan yang buruk, yang menghadiahi dan menghukum kita”.
Apakah ‘karma’ itu?. ‘Karma’ adalah suatu kekuatan, yang kebajikannya,
menimbulkan reaksi yang mengikuti sesuatu aksi; ‘karma’ adalah energi yang
membuat jalan keluar; atau yang menyebabkan kita sekarang ini, hidup di alam ini;
dan kehidupan kita yang baru ini adalah merupakan suatu aliran kehidupan yang
tak habis-habis energinya, yang mengalir secara berlanjut, tanpa henti-
hentinya.Seseorang yang mempercayai hukum sebab dan akibat, mengetahui
dengan sangat baik, bahwa hanya perbuatan dirinya sendirilah, yang membuat
kehidupannya berisi penderitaan, dan sebaliknya, hanya perbuatan dirinya sendiri
pula, yang membuat kehidupannya berisi kebahagiaan.

“Karma itu secara mutlak bersifat tidak mengenal belas kasihan, dan cara
bekerjanya tidak pandang bulu. Sama keadaannya seperti sebuah cermin yang telah
dibersihkan dengan sangat baik, itu mampu memantulkan pada permukaannya,
gambar yang sebaliknya, hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, demikian juga “karma”
itu dapat memberikan kepada orang yang melakukan perbuatan, akibat yang
membalik, yang tepat sama dengan jenis perbuatan
Dalam Angutara Nikaya III, 415:

“ niat ( cetana) itulah yang di sebut kamma karena setelah berniat, seseorang
berbuat melalui tubuh, ucapan, dan pikiran”.

Kitab visuddhimagga

Ada 12 macam kamma dibagi menjadi 3 kelompok yakni berdasarkan waktu


berbuahnya,berdasarkan kekuatan karma, dan berdasarkan fungsinya.

1). Kamma berdasarkan waktu berbuahnya

A. Ditthadhamma vedania kamma, Adalah kamma yang berbuah juga di


kehidupan sekarang.
B. Upajja Vedunia Kamma, adalah perbuatan yang kita lakukan sekarang dan
hasilnya tepat di kehidupan yang akan datang.
C. Aparapara Vedania Kamma, adalah perbuatan yangnhasilnya berturut-turut
selama kehidupan itu berlangsung.
D. Ahosi Kamma, adalah yang tidak bisa berubah lagi, karena jangka waktu
berbuah dan kondisi pendukungnya sudah habis.

2). Kamma berdasarkan kekuatannya

A. Garuka Kamma, adalah kekuatan yang akibatnya paling besar atau kuat.
Yang termasuk Akusala Garuka Kamma
B. Asanna Kamma, adalah perbuatan yang di lakukan menjelang kematian yang
kekuatannya paling kuat.
C. Acinna Kamma, adalah perbuatan yang di lakukan terus menerus yang
akhirnya akan menjadi watak atau kebiasaan (karena kebiasaan yang di
lakukan).
D. Katta Kamma, adalah kekuatan yang paling ringan atau cetananya ringan.

3). Kamma berdasarkan fungsinya

A. Janaka Kamma adalah kamma yang berfungsi untuk mendorong kelahiran


suatu makhluk (potensi)
B. Upatahmbaka Kamma, adalah kamma yang fungsinya memperkuat,
menambah janaka kamma menjadi hasilnya bisa menjadi besar (kamma yang
se arah)
C. Upapilaka Kamma, adalah kamma yang mengurangi kekuatan janaka kamma
yang arahnya berlawanan.
D. Upaghataka Kamma adalah kamma yang berfungsi untuk menghancurkan
kekuatan dari janaka kamma

Samyuta Nikaya I, 227:

“sesuai benih yang di tabur, begitulah buah yang akan di tuai, pelaku kebaikan akan
menuai kebaikan,pelaku keburukan akan menuai keburukan. Begitu benih di tabur,
dan tertanam, engkau akan merasakan buahnya”.

Kamma di bagi menjadi 3 golongan:

1. Kamma Pikir (mano-kamma)


2. Kamma ucapan ( vaci-kamma)
3. Kamma perbuatan (kaya-kamma)

10 janis kamma baik

1. Gemar beramal dan bermurah hati akan berakiat dengan di perolehnya


kekayaan dalam kehidupan ini atau kehidupan yang akan datang.
2. Hidup berusia mengekibatkan terlahir kembali dalam kelurga luhur yang
keadaannya berbahagia.
3. Bermeditasi berakibat dengan terlahir kembali di alam-alam surge.
4. Berendah hati dan hormat menyebabkan terlahir kembali dalam kelurga
luhur.
5. Berbakti berbuah dengan di perolehnya penghargaan dari masyarakat.
6. Cenderug untuk membagi kebahagiaan kepada oraang lain berbuah dengan
terlahir kembali dalam dalam keadaan berlebih-lebihan dalam banyak hal.
7. Besimpati terhadap kebahagiaan orang lain menyebabkan terlahir dalam
lingkungan yang mengembirakan.
8. Sering mendengarkan dhamma berbuah dengan bertambahnya
kebijaksanaan.
9. Menyebarkan Dhamma bebruah dengan betambahnya kebijaksanaan (sama
dengan no 8).
10.Meluruskan pandangan orang lain berbuah dengan di perkuatnya keyakinan.
10 jenis kamma buruk
1. Pembunuhan akibatnya pendek umur, berpenyakitan, senantiasa dalam
kesedihan karena berpisah dari keadaan atau orang yang di cintai, dalam
hidupnya senantiasa berada dalam ketakutan, di jauhi orang.
2. Mencuri akibatnya kemiskinan, dinisfa dan di hina, di rangsang oleh
keinginan yang senantiasa tidak tercapai, penghidupan senantiasa
tergantung pada orang lain.
3. Perbuatan asusila akibatnya mempunyai banyak musuh, bristri atau besuami
yang tidak di senangi,terlahir sebagai prianatau wanita.
4. Berdusta akibatnya jadi sasaran hinaan, tidak di terima khalayak ramai.
5. Bergunjing akibatnya kehilangan sahabat-sahabat tanpa alas an yang jelas.
6. Kata-kata yang kasar dan kotor akibatnya sering di dakwayang bukan-bukan
oleh orang lain.
7. Omong kosong akibatnya bertubuh cacat, berbicara tidak tegas, tidak di
percaya khalayak ramai.
8. Keserakahan akibatnya tidak tercapai keinginan yang sangat di harap-
harapkan.
9. Dendam, kemauan jahat/niat untuk mencelakakan makhluk lain akibatnya
buruk rupa, macam-macam penyakit, perbuatan tercela.
10.Pandangan salah akibatnya tidak melihat keadaan yang sewajarnya, kurang
bijaksana, kurang cerdas, penyakit yang lama sembuhnya, pendapat yang
tercela.

Lima Bentuk Kamma Celaka (Akusala Garuka Kamma)

1. Membunuh ibu
2. Membunuh ayah
3. Membunuh seorang arahat
4. Melukai seorang Buddha
5. Menyebabkan perpecahan dalam sangha
KELAHIRAN BERULANG

Kematian dalam ajaran buddhis bisa di sebut lenyapnya indra vital terbatas
pada satu kehidupan tunggal dan bersamaan dengan fisik kesadaran proses
kehidupan. Keadaan transformasi arus kesadaran seseorang yang terus mengalir
dalam satu bentuk kehidupan berbetuk kehidupan yang lain. Hal ini dapat di
sebabkan oleh kebodohan batin ataupun kemelekatan. Pada akhir kehidupan fisik.
Pada saat bersamaan terdapat pemutusan hubungan antara proses mental dan
tubuh, yang dengan cepat fisik akan mengalami kelapukan. Tetapi kelahiran lagi
dengan cara yang tepat terjadi dengan segera pada beberapa alam kehidupan.
Dalam buddhis tidak di kenal adanya sosok entitas abadi yang tidak bertranformasi
atau sosok intitas kehidupan tunggal.

Kematian dalam pandangan buddhis bukanlah akhir dari segalanya, namun


kematiaan berarti putusnya seluruh ikatan yang mengikat kita terhadap keadaan
kita sekarang. Semakin kita dapat tidak terikat pada dunia ini denan belenggunya,
akan semakin siap kita dalam menghadapi kematian dan pada akhirnya akan
semakin dekat kita pada jalan menuju “keadaan tanpa kematia”. Dalam buddhis,
sesungguhnya kematiantidak dapat di pisahkan dari kelahiran, dan juga sebaliknya
dimana yang setiap mengalami kelahiran akan juga mengalami kematian. Dalam
literature buddhis dapat di katakan bahwa kematian otak adalah kematian
manusia.

4 jenis kematian

1. Kammakkhaya (habisnya kamma) minyak


2. Ayukkhaya (habisnya waktu kehidupan) habis sumbu
3. Ubayakkhaya (habis minyak dan sumbu)
4. Upacchedaka ( pelita padam karena angin)

4 jenis kelahiran

1. Kelahiran melalui telur (andaja)


2. Kelahiran melalui kandungan (jalabuya)
3. Kelahiran melalui kelembaban (samsedaja)
4. Kelahiran secara spontan (opapatika)

4 jenis kelhiran ini mencakup kelahiran semua makhluk hidup, burung dan ular
termasuk pada kelompok 1.
BAB VI

31 ALAM KEHIDUPAN

Dalam Agama Buddha dipercayai adanya 31 Alam Kehidupan yang secara


garis besarnyaterbagi atas:

1. Empat Alam Kemerosotan (apâyabhûmi),


2. Satu Alam Manusia (manussabhûmi),
3. Enam Alam Dewa (devabhûmi),
4. Enam Belas Alam Brahma Berbentuk (rûpabhûmi), dan
5. Empat Alam Brahma Nirbentuk (arûpabhûmi).

1). Empat Alam Kemerosotan (Apâyabhûmi)

Apâyabhûmi adalah suatu alam kehidupan yang tidak begitu ada kesempatan
untuk berbuat kebajikan. Delapan jenis suciwan tidak akan terlahirkan di alam ini,
dan tidak ada satu makhluk pun dalam alam ini yang mampu meraih kesucian
dalam kehidupan sekarang. Alam ini juga sering disebut sebagai 'dugga-tibhûmi'.
Duggatibhûmi adalah suatu alam kehidupan yang buruk, menyengsarakan.
Walaupun kerap dipakai se-bagai suatu padanan, duggatibhûmi sesungguhnya
tidaklah sama persis cakupannya dengan apâyabhûmi. Apâyabhûmi terdiri atas
empat alam, yakni:

a) Alam Neraka (Niraya),


b) Binatang (Tiracchâna),
c) Setan (Peta),
d) Iblis (Asurakâya).

Karena tidak semua binatang hidup dalam kesengsaraan, alam ini tercakup dalam
duggatibhûmi secara tidak menyeluruh dan langsung.
Empat Alam Kemerosotan, alam manusia dan enam alam dewa termasuk sebagai
Alam Nafsu Inderawi (kâmabhûmi).
a) Alam Neraka 'Niraya'

terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'ni' yang berarti 'bukan, tidak ada' dan
'aya' yang berarti 'kebajikan, kebahagiaan, perkembangan'. Niraya atau neraka
adalah suatu alam kehidupan yang penuh derita dan siksaan, tanpa kesempatan
untuk berbuat kebajikan, tanpa kebahagiaan, tanpa perkembangan. Neraka dalam
pandangan Agama Buddha bukanlah suatu alam kehidupan yang bersifat kekal.
Apabila akibat buruk dari suatu kejahatan telah terlunasi, mereka yang terjatuh ke
dalam neraka akan dapat terlahirkan kembali di alam-alam lain yang lebih tinggi
tergantung perbuatan-perbuatan lain yang pernah mereka lakukan sepanjang
kehidupan-kehidupan lampau.

Neraka terbagi menjadi dua bagian, yaitu Neraka Besar (Mahâ-niraya)


dan Neraka Kecil (Ussadaniraya).
1). Neraka besar terdiri atas delapan alam:

1. Sañjîvaalam, kehidupan bagi makhluk yang secara bertubi-tubi dibantai


dengan pelbagai senjata; begitu mati langsung terlahirkan kembali di sana
secara berulang-ulang hingga habisnya akibat kamma yang ditanggung
2. Kâïasutta, alam kehidupan bagi makhluk yang dicambuk dengan cemeti
hitam dan kemudian dipenggal-penggal dengan parang, gergaji dan
sebagainya.
3. Saõghâta, alam kehidupan bagi makhluk yang ditindas hingga luluh lantak
oleh bongkahan besi berapi.
4. Dhûmaroruva, alam kehidupan bagi makhluk yang disiksa oleh asap api
melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga menjerit-jerit kepengapan
5. Jâlaroruva alam kehidupan bagi makhluk yang diberangus dengan api
melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga meraung-raung kepanasan
6. Tâpanaalam kehidupan bagi makhluk yang dibentangkan di atas besi
membara.
7. Patâpana, alam kehidupan bagi makhluk yang digiring menuju puncak bukit
membara dan kemudian dihempaskan ke tombak-tombak terpancang di
bawah.
2). Neraka kecil terdiri atas delapan alam:

1. Angârakâsu
alam neraka yang terpenuhi oleh bara api
2. Loharasa
alam neraka yang terpenuhi oleh besi mencair
3. Kukkula:
alam neraka yang terpenuhi oleh abu bara
4. Aggisamohaka
alam neraka yang terpenuhi oleh air panas
5. Lohakhumbhî
alam neraka yang merupakan panci tembaga
6. Gûtha
alam neraka yang terpenuhi oleh tahi membusuk
7. Simpalivana
alam neraka yang merupakan hutan pohon ber-duri
8. Vettaranî
alam neraka yang merupakan air garam berisi duri rotan

b) Alam Binatang 'Tiracchâna'

Terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'tiro' yang berarti 'melintang, membujur',
dan 'acchâna' yang berarti 'pergi, berjalan'. Tiracchâna atau binatang adalah suatu
makhluk yang umumnya berjalan dengan melintang atau membujur, bukan berdiri
tegak seperti manusia.
Dengan pengertian lain, binatang disebut Tiracchâna karena merintangi
jalan menuju pencapaian Jalan dan Pahala. Binatang sesungguhnya tidak
mempunyai alam khusus milik mereka sendiri melainkan hidup di alam
manusia.

c) Alam Setan 'Peta'

Terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'pa' yang berarti 'ke depan, menyeluruh',
dan 'ita' yang berarti 'telah pergi, telah meninggal'. Berbeda dengan makhluk yang
berada di alam neraka yang menderita karena tersiksa, peta atau setan hidup
sengsara karena kelaparan, kehausan dan kekurangan. Kejahatan yang membuat
suatu makhluk terlahirkan sebagai setan ialah pencurian dsb.
Setan terbagi menjadi empat jenis, yakni:

1. yang hidup bergantung pada makanan pemberian orang lain dengan cara
penyaluran jasa dan sebagainya (paradattupajîvika),
2. yang senantiasa kelaparan, kehausan dan kekurangan (khuppîpâsika),
3. yang senantiasa terberangus (nijjhâmataóhika),
4. yang tergolong sebagai iblis atau makhluk yang suram (kâlakañcika).

Dalam Vinaya dan Lakkhaóa-samyutta, disebutkan adanya 21 macam setan,


yaitu:

1. Yang hanya bertulang tanpa daging (aööhisaõkha-sika),


2. Yang hanya berdaging tanpa tulang (maõsapesika),
3. Yang berdaging benjol (maõsapióòa),
4. Yang tak berkulit (nicchavirisa),
5. Yang berbulu seperti pisau (asiloma),
6. Yang berbulu seperti tombak (sat-tiloma),
7. Yang berbulu seperti anak panah (usuloma),
8. Yang berbulu seperti jarum (sûciloma),
9. Yang berbulu seperti jarum jenis kedua (duti-yasûciloma),
10.Yang berpelir besar (kumbhaóòa),
11.Yang terbenam dalam tahi (gûthakûpanimugga),
12.Yang makan tahi (gûthakhâdaka),
13.Yang berjenis betina tanpa kulit (nicchavitaka),
14.Yang berbau busuk (duggandha),
15.Yang bertubuh bara api (ogilinî),
16.Yang tak berkepala(asîsa),
17.Yang berperawakan seperti bhikkhu,
18.Yang berperawakan seperti bhikkhunî,
19.Yang berperawakan seperti calon bhikkhunî(sikkhamâna),
20.Yang berperawakan seperti sâmanera,
21.Yang berperawakan seperti sâmanerî.

Sementara itu, Kitab Lokapaññatti serta Chagatidîpanî menyebutkan adanya


12 macam setan, yaitu:

1. Yang makan ludah, dahak dan mun-tahan(vantâsikâ),


2. Yang makan mayat manusia atau binatang(kuópâsa),
3. Yang makan tahi (gûthakhâdaka),
4. Yang berlidah api(ag-gijâlamukha),
5. Yang bermulut sekecil lubang jarum (sûcimukha),
6. Yang terdorong keinginan tiada habis (taóhaööita),
7. Yang bertubuh hitam pekat (sunijjhâmaka),
8. Yang berkuku panjang dan runcing (satthaõga),
9. Yang bertubuh sangat besar (pabbataõga),
10.Yang bertubuh seperti ular piton (ajagaraõga),
11.Yang menderita di siang hari tetapi menikmati kesenangan surgawi di malam
hari (vemânika),
12.Yang memiliki kesak-tian(mahiddhika).

d). Alam Iblis 'Asurakâya'

Terbentuk atas tiga kosakata, yaitu 'a' yang merupakan unsur pembalik,
'sura' yang berarti 'cemerlang, gemilang', dan 'kâya' yang berarti 'tubuh'. Namun,
yang dimaksud dengan 'tak cemerlang' disini bukanlah tidak adanya cahaya yang
memancar dari tubuh, melainkan suatu kehidupan yang merana dan serba
kekurangan sehingga membuat
batin tidak berceria. Istilah 'asura' mungkin juga berasal dari kisah
kejatuhan dari Surga Tâvatimsa [terkalahkan oleh Sakka dan pengikutnya]
akibat minuman memabukkan (surâ). Sejak itu, mereka bersumpah untuk
tidak meminumnya lagi. Karena sebelumnya pernah bertinggal di alam
kedewaan, asurakâya kadangkala juga disebut sebagai 'pubbadevâ'.

Asurakâya atau iblis terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Iblis berupa dewa(deva-asurâ)


2. Iblis berupa setan (peti-asurâ)
3. Iblis berupa penghuni neraka (niraya-asurâ).

2). Satu Alam Manusia (manussabhûmi)

Manussa atau manusia adalah suatu makhluk yang berkembang serta kukuh
batinnya, yang tahu serta memahami sebab yang layak, yang tahu serta memahami
apa yang bermanfaat dan tak bermanfaat manati, yang tahu serta memahami apa
yang merupakan kebajikan dan kejahatan.Kitab Majjhima Nikâya bagian
Mûlapannâsaka memberikan penjelasan secara terinci mengapa manusia
mempunyai keadaan yang berbeda.

3). Enam Alam Dewa (devabhûmi)


Ada tiga macam deva atau dewa dalam pandangan Agama Buddha, yaitu:

1. Upattideva
dewa sebagai makhluk surgawi berdasarkan kelahirannya.
2. Sammutideva
dewa berdasarkan persepakatan atau perandaian misalnya raja, permaisuri,
pangeran dan sebagainya.
3. Visud-dhideva
dewa yang suci terbebas dari segala noda batin yang tidak lain ialah
Arahanta.
Dewa yang dimaksud dalam pembahasan ini hanyalah merujuk pada
pengertian yang pertama, Upattideva, yakni makhluk surgawi yang
mengenyam kenikmatan inderawi. Dalam pandangan Agama Buddha, alam
surga di mana para dewa-dewi bertempat tinggal dalam kurun waktu yang
berbatas (tidak kekal, tidak selamanya) terbagi menjadi enam alam, yaitu:
1. Catu-maharajika,
2. Tavatimsa,
3. Yama,
4. Tusita,
5. Nimmanarati,
6. Para-nimmitavasavatti.

4).Enam Belas Alam Brahma Berbentuk (rupabhumi)

Rupabhumi merupakan suatu alam tempat kemunculan


'rupuvacaravipukacitta' atau kesadaran akibat yang lazim berkelana dalam alam
brahma berbentuk. Dengan perkataan lain, rupabhmi adalah suatu alam tempat
kelahiran jasmaniah serta batiniah para brahma berbentuketenangan.

Alam brahma terdiri atas 16 alam, yakni:

1. tiga alam bagi peraih Jhâna pertama (paohama),


2. tiga alam bagi peraih Jhâna kedua (dutiya),
3. tiga alam bagi peraih Jhâna ketiga (tatiya),
4. dua alam bagi peraih Jhâna keempat(catuttha)
5. dan lima alam Suddhâvâsa.

Pathamajhânabhûmi, Tiga alam bagi peraih Jhâna pertama ialah:

1. Pârisajjâ: alam ke-hidupan bagi brahma pengikut, yang tidak memiliki


kekuasaan khusus,
2. Purohitâ: alam kehidupan bagi brahma penasihat, yang berkedudukan tinggi
sebagai pemimpin dalam kegiatan-kegiatan,
3. Mahâbrahmâ: alam kehidupan bagi brahma yang memiliki kebajikan khusus
yang besar.

Dutiyajhânabhûmi, Tiga alam kehidupan bagi peraih Jhâna kedua atau


Jhâna ke tiga ialah

1. Parittâbhâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya lebih sedikit


daripada brahma yang berada di atasnya,
2. Appamâóâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya cemerlang nirbatas,
3. Âbhassarâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya menyebar luas
dari tubuhnya.

Tatiyajhânabhûmi, Tiga alam bagi peraih Jhâna keempat ialah:

1. Parittasubhâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya indah tapi


lebihsedikit daripada brahma yang berada di atasnya
2. Appamâóasubhâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya indah
nirbatas,
3. Subhakióhâ: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya indah di sekujur
tubuhnya.

Dua alam bagi peraih Jhâna kelima ialah:

1. Vehapphalâ: alam kehidupan bagi brahma yang berpahala sempurna,


yang terbebas dari se-gala bahaya,
2. Asaññasatta: alam kehidupan bagi brahma yang bertumimbal lahir dalam
wujud materi berasal dari perbuatan saja(kammajarûpa).
3. Suddhâvâsabhûmi adalah suatu alam kehidupan bagi mereka yang telah
terbebas dari nafsu birahi (kâmarâga) dan sebagainya, yaitu para Anâgâmî
yang berhasil meraih pencerapan Jhâna kelima. Makhluk-makhluk lain yang
belum mencapai kesucian tingkat Anâgâmî, meskipun berhasil meraih
pencerapan Jhâna kelima, tidak akan terlahirkan di alam ini. Di sinilah para
Anâgâmî akan meraih kesucian tingkat Arahatta. Para Bodhisatta tidaklah
pernah terlahirkan di alam ini sebab makhluk-makhluk yang terlahirkan di
alam ini tidak akan terlahirkan kembali di
alam-alam lain yang lebih rendah. Kadangkala, ketika tidak ada Buddha
yang muncul dalam kurun waktu yang lama, alam ini kosong melompong
tanpa penghuni.

Alam ini terbagi menjadi lima tingkat, yaitu:

1. Avihâ: alam kehidupan bagi brahma yang tidak meninggalkan tempat


tinggalnya hingga habisnya usia,
2. Atappâ: alam kehidupan bagi brahma yang se-nantiasa berada dalam
ketenangan yang menyejukkan,
3. Sudassâ alam kehidupan bagi brahma yang tubuhnya bercahaya sangat
indah menawan hati,
4. Sudassî: alam kehidupan yang lebih sempurna dalam penglihatan daripada
alam Sudassâ,
5. Akanitthâ: alam kehidupan bagi brahma yang terlengkapi dengan harta
surgawi serta kebahagiaan yang tak ter-tandingi oleh alam mana pun. Ini
merupakan alam tertinggi bagi para suciwan.

5. Empat Alam Brahma Nirbentuk (arûpabhûmi)

Arûpabhûmi merupakan suatu alam tempat kemunculan empat unsur


batiniah yakni kesadaran akibat yang lazim berkelana dalam alam brahma
nirbentuk (arûpâvacaravipâkacitta). Dengan perkataan lain, arûpabhûmi adalah
suatu alam tempat kelahiran batiniah para brahma nirbentuk. Meskipun disebut
sebagai suatu 'alam' yang mengacu pada tempat atau bentuk, di sini sesungguhnya
sama sekali tidak ada unsure jasmaniah sehalus apa pun dan dalam wujud apa
pun. Sebutan ini terpaksa dipakai untuk dapat mengacu pada kemunculan serta
keberadaan unsur-unsur batiniah tersebut. Kelahiran di alam brahma nirbentuk ini
terjadi karena pengembangan perenungan yang memacak terhadap unsur
jasmaniah yang menjijikkan sehingga tak menghasratinya (rûpavirâgabhâvanâ).
Arûpabhûmi terbagi menjadi empat alam, yakni:

1. Âkâsânañcâyatanabhûmi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang


berhasil meraih meditasi tingkat pathama-arûpajhâna yang berobjek pada
angkasa yang nirbatas,
2. Viññânañcâyatanabhûmi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang
berhasil meraih meditasi tingkat dutiya-arûpajhâna yang berobjek pada
kesadaran yang nirbatas,
3. Âkiñcaññâyatanabhûmi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang
berhasil meraih meditasi tingkat tatiya-arûpajhâna yang berobjek pada
kehampaan
BAB VII

MAKHLUK SUCI DAN BODHISATVA

A. MAKHLUK SUCI

Agama Buddha merupakan suatu agama yang dalam mencapai suatu


tujuannya menekankan pada praktek moral. Dewasa ini banyak yang beranggapan
bahwa agama buddha merupakan suatu agama yang bersifat religius yang
menyembah berhala. Namun sebenarnya tidaklah demikian, karena setiap agama
mempunyai cara-cara tersendiri untuk mencapai tujuannya. Buddha menganjurkan
kepada setiap umatnya untuk selalu tekun menjalankan praktek sila dalam
kehidupan sehari-hari. didalam agama Buddha terdapat suatu jalan yang
digunakan oleh sang Buddha dalam mencapai suatu pencerahan yang membawa
setiap manusia kepada ketenangan abadi.

Didalam agama Buddha terdapat 4 (empat) tingkatan makhluk suci berdasarkan


pada praktek jalan mulia berunsur delapan, yang terdiri dari Sotapati,Sakadagami,
Anagami dan tingkat kesucian yang sempurna yaitu Arahat.

Empat tingkat kesucian


1). Sotapanna: tingkatan Sotapanna

Dimana kata ini secara harafiah berarti “Pemasuk Arus”: Orang suci yang
paling banyak akan terlahir tujuh kali lagi. Sotapanna telah melenyapkan tiga
belenggu (samyojana),yaitu:

1.sakkaya-ditthi
2.vicikiccha
3.silabbata-paramasa.

Ada tiga macam Sotapanna:

a. Ekabiji Sotapanna, adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali sekali lagi.
b. Kolamkola Sotapanna, adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali dua
atau tiga kali lagi.
c. Sattakkhattuparana Sotapanna, adalah Sotapanna yang akan terlahir
kembali tujuh kali lagi.
2). Sakadagami

Orang suci yang paling banyak akan terlahir sekali lagi. Sakadagami telah
melenyapkan tiga belenggu (samyojana) yaitu:

1.sakkaya-ditthi,
2.vicikiccha,
3.silabbata-paramasa, dan telah melemahkan belenggu
4. kama-raga
5. vyapada.

3). Anagami

Orang suci yang tidak akan terlahir lagi di alam manusia, tetapi langsung
terlahir kembali di salah sebuah dari lima alam Suddhavasa. Dari salah sebuah
alam Suddhavasa ini Anagami itu akan mencapai tingkat kesucian tertinggi sebagai
Arahat dan akhirnya ia mencapai parinibbana.Anagami telah melenyapkan lima
belenggu (samyojana) yaitu (1) sampai dengan (5).

Ada lima macam Anagami:

1. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan pertama dari masa


kehidupan mereka/Antaraparinibbayi
2. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan kedua dari masa
kehidupanmereka/Antaraparinibbayi
3. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha keras ( Sasankhara
parinibbayi)
4. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha ringan ( Asankhara
parinibbayi)
5. Mereka yang mencapai alam kehidupan akanittha, yaitu alam kehidupan
yang tertinggi (Uddham-soto-akanitthagami)

Pertama dan kedua digolongkan berdasarkan atas masa kehidupan mereka,


sedangkan yang ketiga dan keempat berdasarkan usaha-usaha mereka, sedangkan
yang kelima ditandai melalui alam tujuan mereka.
4). Arahat

Orang suci yang telah menyelesaikan semua usahanya untuk melenyapkan


semua belenggu yang mengikatnya. Bila ia meninggal dunia, ia tidak akan terlahir di
alam mana pun. Arahat telah melenyapkan sepuluh belenggu (1 – 10).

Terdapat empat macam Arahat:

1. Sukhavipassako Arahat.
Arahat yang tidak memiliki jhana/abhinna, hanya mencapai kesucian dengan
melaksanakan vipassana bhavana.
2. Tevijjo Arahat.
Arahat yang memiliki tiga pengetahuan (vijja):
a. Pubbenivasanussati Nana; memiliki kesadaran akan kelahirannya yang
lampau
b. Dibbacakkhu Nana; memiliki “mata dewa” sehingga dapat mengetahui
kelahiran makhluk di alam dewa atau peta setelah meninggal.
c. Asavakhaya Nana; memiliki pengetahuan bagaimana cara
melenyapkan asava (kekotoran batin yang paling dalam).
3. Chalabhino Arahat:
a sampai c seperti di atas ditambah dengan tiga kemampuan lain, yaitu:
a. Cetopariya Nana (paracitta vijja Nana); dapat membaca atau
mengetahui pikiran makhluk lain.\
b. Dibbasota Nana (telinga dewa); dapat mendengar percakapan suara
dari alam dewa, brahma, dan apaya.
c. Iddhividha Nana, yang terdiri dari:
1. Adhitthana Iddhi, kekuatan kehendak mengubah tubuh dari
satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu lagi.
2. Vikubbana Iddhi, kemampuan ‘menyalin rupa’ menjadi anak
kecil, raksasa, rupa buruk, menjadi tak tampak.
3. Manomaya Iddhi. Kemampuan ‘mencipta’ dengan kekuatan
pikiran. Misalnya: mencipta istana, taman, binatang. Lamanya
ciptaan itu tergantung dari kekuatan pikiran.
4. Nana vipphara Iddhi. Pengetahuan menembus ajaran yang sulit.
5. Samadhivipphara Iddhi. Kekuatan konsentrasi untuk:
i. menembus dinding
ii. meyelam ke dalam bumi seperti di air
iii. berjalan di atas air seperti di tanah datar
iv. masuk ke dalam api tanpa hangus
v. terbang seperti burung
4. Patisambhidappatto Arahat.
Arahat yang memiliki empat patisambhida (pengetahuan sempurna):
a. Atthapatisambhida.
Pengertian mengenai arti/maksud ajaran dan dapat memberi
penerangan secara rinci, hampir seperti Sang Buddha.
b. Dhammapatisambhida.
Pengertian mengenai intisari dari ajaran dan mampu mengajukan
pertanyaan ajaran yang mendalam.
c. Niruttipatisambhida.
Pengertian mengenai bahasa dan mampu menggunakan kata-kata
yang mudah dimengerti oleh pendengar.
d. Patibhanapatisambhida.

Pengertian mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab spontan bila ada


pertanyaan mendadak.
Derajat kesucian ini didasarkan atas jumlah belenggu (samyojana) yang telah
mereka patahkan. Aliran Theravada mengenal adanya sepuluh belenggu yang
menyebabkan para makhluk terus berputar-putar dalam samsara yaitu:

1. Sakkayaditthi: Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang
kekal
2. Vicikiccha: Keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan AjaranNya.
3. Silabbataparamasa: Kepercayaan tahyul bahwa upacara agama saja dapat
membebaskan manusia dari penderitaan.
4. Kamaraga: Nafsu Indriya.
5. Vyapada: Benci, keinginan tidak baik.
6. Ruparaga: Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk. (rupa-
raga).
7. Aruparaga: Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk.
8. Mana: Ketinggian hati yang halus, Perasaan untuk membandingkan diri
sendiri dengan orang lain.
9. Uddhacca: Bathin yang belum seimbang benar.
10.Avijja: Kegelapan bathin, Suatu kondisi batin yang halus sekali karena yang 
bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).
Lima Samyojana/Belenggu pada Sotapanna dan Anagami dikenal sebagai
lima belenggu rendah atau Orambhagiya-samyojana, Lima samyojana berikutnya
pada Belenggu arahat dikenal dengan nama belenggu tinggi atau Uddhambhagiya-
samyojana. Orambhagiya-samyojana dan Uddhambhagiya-samyojana telah
dimusnahkan oleh Arahat.

B. Bodhisatwa pada ajaran Theravada

Kata Bodhisatwa digunakan oleh Buddha di kitab Pali Canon untuk menunjuk
kepada dirinya di kehidupan sebelumnya dan di kehidupannya yang sekarang
menuju pencerahan dan pada periode ketika ia masih bergerak menuju
pembebasan.

Kehidupan Siddharta Gautama sebagai seorang Bodhisatwa dicatat dalam Kitab


Jataka. Ketika Siddharta Gautama menceritakan dirinya dahulu, ia menggunakan
istilah “ketika saya masih seorang Bodhisatwa”. Seorang Bodhisatwa yang sering
kali diceritakan dalam Pali Canon adalah Buddha Maitreya, yang oleh karenanya
Ajaran Theravada tidak menceritakan Bodhisatwa lain selainnya.

Siddharta Gautama pun menggambarkan dirinya sebagai Bodhisatwa, sebagai


berikut:

“ Para bhikkhu, sebelum mencapai penerangan sempurna, sementara saya


masih seorang Bodhisatta yang belum mencapai penerangan sempurna,
Saya juga, diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian,
kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang mengalami kelahiran, usia
tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran. ”

Bodhisatwa pada ajaran Mahayana

Dalam pandangan Mahayana, seorang Bodhisatwa memiliki tekad penuh kasih guna
membantu seluruh mahluk untuk menuju pencerahan. Motivasi yang demikian
dikenal dengan sebutan bodhicitta.
PERTANYAAN DAN JAWABAN

Anda mungkin juga menyukai