Definisi
Epidemiologi
Klasifikasi
Etiologi
Marasmus
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si
anak.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang
mempunyai hubungan orang tua – anak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,
micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pankreas.
Kwashiorkor5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara
lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung
protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya,
namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber
lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-
turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.
Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Marasmic – kwashiorkor6
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua
penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi
primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi
yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi
dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh.
Patofisiologi
Manifestasi Klinik
Diagnosis
Marasmus Kwshiorkor
Pertumbuhan berkurang atau berhenti Perubahan mental sampai
Terlihat sangat kurus apatis
Penampilan wajah seperti orangtua Anemia
Perubahan mental Perubahan warna dan tekstur
Cengeng rambut, mudah dicabut /
Kulit kering, dingin, mengendor, keriput rontok
Lemak subkutan menghilang hingga turgor Gangguan sistem
kulit berkurang gastrointestinal
Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat Pembesaran hati
jelas Perubahan kulit
Vena superfisialis tampak jelas Atrofi otot
Ubun – ubun besar cekung Edema simetris pada kedua
tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol punggung kaki, dapat sampai
mata tampak besar dan dalam seluruh tubuh.
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan
anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran
gejala marasmus dan kwashiorkor
Tabel 3. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor
Gambar 2. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor
2.Pemeriksaan penunjang8,9
-Pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb memperlihatkan anemia ringan
sampai sedang.
-Pada pemeriksaan faal hepar, kadar albumin serum sedikit menurun.
-Kadar elektrolit seperti Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin
sangat rendah, sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau
menurun.
-Kadar glukosa darah umumnya rendah
-Asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah
ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah.
-Kadar asam amino esensial plasma menurun.
-Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar
normal, rendah, maupun tinggi.
-Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus
dengan perlemakan yang berat.
-Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat
dan terdapat osteoporosis ringan.
3.Antropometrik
Ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang/tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat
badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar
lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan
antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party,
klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI.9,10
Penatalaksanaan
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,
2, dan 15.
Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di
atas dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas,
beri prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus
yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling
tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau
penunggu pasien.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak
tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan
risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal
tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan
sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase
awal ini.
Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka
anak perlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
Muntah
Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Berat badan.
Komplikasi
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara
lain :
Masalah pada mata
Anemia berat
Lesi kulit pada kwashiorkor
Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi
laktosa, diare osmotik)
Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:
Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,
kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat
dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan.
Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan
perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition
maupun overnutrition.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I,
Simbadibrata M, Setiadi S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009;355 – 65
2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi
Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1
3. Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi
Berbasis Komunitas. Dalam: Syarif D, Lestari E, Mexitalia M, Nasar S,
penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik jilid 1
cetakan I. Jakarta: IDAI.2011;128 – 45
4. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)
http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html
5. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Obesitas Pada Anak
http://www.pediatrik.com/isi03.php
6. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et
al. Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 – 87
7. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia. 2009. 193 – 221
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis
Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan.2009.
3
9. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179 – 232
10. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC. 2005;258 – 66
11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta:
FKUI.2007;360 – 69
12. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri
Volume 5. 2003; 99 – 102
13. Lubis N, Marsida A. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita. Aceh
Timur: Bagian IKA RSU Langsa.2002;12