Anda di halaman 1dari 28

MALNUTRISI

Definisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau


ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi pada tubuh1 . Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian
yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari
marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor.

Epidemiologi

Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.


Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita
mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi
balita gizi buruk sebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah
kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi
yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005,
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk
yang terjadi di NTT sebagai KLB2.
Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS
menununjukan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan
pada tahun 1989 didapatkan 4,6% lelaki dan 5,6% perempuan. Pada tahun 1992
didapatkan 6,3% lelaki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995
di 27 propinsi adalah 4,6%. Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan
bertambahnya umur. Pada umur 6 – 12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada
anak remaja 12 – 18 tahun ditemukan 6,2 % dan pada umur 17 – 18 tahun11,4%.
Kasus obesitas pada remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%)
dibanding lelaki (3,1%)3.

Klasifikasi

Penentuan status gizi secara klinis dan antropometri:


KLINIS ANTROPOMETRI
(BB/TB-PB)
Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau <-3 SD **)
edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh.
Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD - <-2 SD
Gizi Baik Tampak sehat -2 SD sampai 2 SD
Gizi Lebih Tampak gemuk >2 SD
Tabel 1. Tabel penentuan status gizi secara klinis dan antropometri (BB/TB-PB)
**) Mungkin BB/TB-PB >-3SD bila terdapat edema berat ( seluruh tubuh)

Klasifikasi dan Cara Penilaian PEM:

MEP RINGAN MILD PEM PEM 1


MEP SEDANG MODERATE PEM PEM 2
MEP BERAT SEVERE PEM PEM 3
- Marasmus Malnutrisi kalori
- Kwasiorkor Malnutrisi protein
- Marasmic kwasiorkor Keduanya
Tabel 2. Klasifikasi dan Cara Penilaian PEM

Etiologi

 Marasmus
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si
anak.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang
mempunyai hubungan orang tua – anak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,
micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pankreas.
 Kwashiorkor5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara
lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung
protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya,
namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber
lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil  ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-
turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.
Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
 Marasmic – kwashiorkor6
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua
penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi
primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi
yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi
dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh.

Patofisiologi

Kekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya


asupan  protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari
beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat
kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial
ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi
sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya
penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan
pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,
penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan
yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan
akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein
yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-
2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi  sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition).  Dengan demikian pada malnutrisi
dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin
serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesa enzim6
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis,  yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi
laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,
usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan
rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.  Sinyal pendek mempengaruhi porsi
makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan
peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-
derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan  energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan
adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran
darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar
menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu
makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan
energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada
sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan. 7

Manifestasi Klinik

Marasmus8 Kwshiorkor8 Obesitas7


 Pertumbuhan  Perubahan mental  wajah bulat dengan
berkurang atau sampai apatis pipi tembem dan
berhenti  Anemia dagu rangkap
 Terlihat sangat  Perubahan warna  leher relatif pendek
kurus dan tekstur rambut,  dada membusung
 Penampilan wajah mudah dicabut / dengan payudara
seperti orangtua rontok membesar
 Perubahan mental  Gangguan sistem -   perut membuncit dan
 Cengeng gastrointestinal striae abdomen
 Kulit kering, dingin,  Pembesaran hati -   pada anak laki-laki :
mengendor, keriput  Perubahan kulit Burried penis,
 Lemak subkutan  Atrofi otot gynaecomastia
menghilang hingga  Edema simetris -  pubertas dini
turgor kulit pada kedua - genu valgum (tungkai
berkurang punggung kaki, berbentuk X) dengan
 Otot atrofi sehingga dapat sampai kedua pangkal paha
kontur tulang seluruh tubuh. bagian dalam
terlihat jelas saling  menempel dan
 Vena superfisialis bergesekan yang
tampak jelas dapat menyebabkan
 Ubun – ubun besar laserasi kulit
cekung
 tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol
 mata tampak besar
dan dalam
 Kadang terdapat
bradikardi
 Tekanan darah lebih
rendah
dibandingkan anak
sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran
gejala marasmus dan kwashiorkor

Diagnosis

Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.5,7
1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta
penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang
umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula
satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya. 5,7
Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan
lamanya deplesi protein dan energy, umur penderita, modifikasi disebabakan
oleh karena adanya defisiensi vitamin dan mineral yang menyertainya. 5,7
Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang sepeti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan
pada anak-anak dari 9 bulan-2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula anak
yang lebih besar.Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang
berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan
keadaan penduduk. Pengukuran antropometrik lebih ditujukan untuk
menemukan gizi buruk ringan dan sedang.8
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.8
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah
seperti orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya
sebagian besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant,
perut cekung, wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah
menangis, walapun setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang
berat. Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan
mengendor disebabkankehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-
ototnya. Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak sering seperti pada
penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan
mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.
Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran
pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi.
Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah penderita
lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat pula frekuensi
pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang agak
rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.7
Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang
gemuk (sugar baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping
kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya
terlihat adanya atrofi. Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari
baku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi
badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama. Perubahan mental
sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak menangis, dan pada stadium
lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental tersebut menandakan
suksesnya pengobatan. Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan
pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat
mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan
berbaring terus-menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian
sudah dapat berjalan-jalan. Gejala saluran pencernaan merupakan gejala
penting. Pada anoreksia yang berat penderita menolak segala macam
makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde
lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair
dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya produksi laktase
dan enzim disacharidase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula
oleh cacing dan parasit lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture) maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita
kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan di
daerah temporal menghasilkan tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si
penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang
hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih. Rambut aslipun
menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan rambut
matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter
wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi
namacrazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi
penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah
menyerupai petechie, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam.
Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagianbagian yang merah
dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering
membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus
mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti
di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun
dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam,
luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus
yang sangat lanjut ditemui petechie tanpa trombositopenia dengan prognosis
yang buruk bagi si penderita.7

Gambar 1. Crazy Pavement Dermatosis


Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan.
Kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar
dengan mudah dapat dirabah dan terasa kenyal pada rabaan dengan
permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika
dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan
lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat
terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hati
yang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakan
terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya
fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama
ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada
kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik
hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia
pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang
mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12,
vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemia
yang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan
sumsum tulang sering-sering ditemukan mengurangnya sel sistem eripoitik.
Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan terutama oleh
kekurangan protein dan infeksi menahun.7

Marasmus Kwshiorkor
 Pertumbuhan berkurang atau berhenti  Perubahan mental sampai
 Terlihat sangat kurus apatis
 Penampilan wajah seperti orangtua  Anemia
 Perubahan mental  Perubahan warna dan tekstur
 Cengeng rambut, mudah dicabut /
 Kulit kering, dingin, mengendor, keriput rontok
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor  Gangguan sistem
kulit berkurang gastrointestinal
 Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat  Pembesaran hati
jelas  Perubahan kulit
 Vena superfisialis tampak jelas  Atrofi otot
 Ubun – ubun besar cekung  Edema simetris pada kedua
 tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol punggung kaki, dapat sampai
 mata tampak besar dan dalam seluruh tubuh.
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan
anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran
gejala marasmus dan kwashiorkor
Tabel 3. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor
Gambar 2. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor

2.Pemeriksaan penunjang8,9
-Pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb memperlihatkan anemia ringan
sampai sedang.
-Pada pemeriksaan faal hepar, kadar albumin serum sedikit menurun.
-Kadar elektrolit seperti Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin
sangat rendah, sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau
menurun.
-Kadar glukosa darah umumnya rendah
-Asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah
ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah.
-Kadar asam amino esensial plasma menurun.
-Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar
normal, rendah, maupun tinggi.
-Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus
dengan perlemakan yang berat.
-Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat
dan terdapat osteoporosis ringan.
3.Antropometrik
Ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang/tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat
badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar
lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan
antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party,
klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI.9,10

Tabel 4. Klasifikasi Welcome Trust Party

Tabel 5. Klasifikasi Jelliffe


KLINIS ANTROPOMETR
I (BB/TB-PB)
Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau <-3 SD **)
edema pada kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh.
Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD - <-2 SD
Gizi Baik Tampak sehat -2 SD – 2 SD
Gizi Lebih Tampak gemuk >2 SD
Tabel 6. Klasifikasi Depkes RI

Tabel 7. Klasifikasi WHO

Penatalaksanaan

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:


 Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada
anak
dengan gizi buruk
 Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang
telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri
obat mata yang mengandung steroid.
- Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera (lampiran 2)
- Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu:
fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar
gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi
buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera
setelah masuk rumah sakit.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa
kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap
menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana
- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50
ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml
air) secara oral atau melalui NGT.
- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan
glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.
- Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit.
- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa atau gula 10%.
- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk,
mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan
(hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau
jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur
setiap 2-3 jam siang malam.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia


Diagnosis
Suhu aksilar < 35.5° C
Tatalaksana
- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup
dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah
langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak
langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode
kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 60
W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.
- Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat
menjadi 36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu
tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C
- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama
pada malam hari
- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan
- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang
bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut
- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat
tidur tetap kering
- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah
mandi, atau selama pemeriksaan medis)
- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,
terutama di malam hari
- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera
mungkin, sepanjang hari, siang dan malam.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan
estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak
dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status
dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan
menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair,
bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.
Tatalaksana
- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi
berat dengan syok.
- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
disbanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-
seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama
10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja
yang keluar dan apakah anak muntah.
- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th:
50-100ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap
buang air besar.
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis
setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai
10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang
sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.
Periksalah:
- frekuensi napas
- frekuensi nadi
- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
- frekuensi buang air besar dan muntah
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang
dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata
dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda
membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak
memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi,
sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat
5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian
cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan
pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal
sebagai pengganti larutan oralit standar.
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
- Pemberian F-75 sesegera mungkin
- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.
Tatalaksana
- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan
Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix
yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal
- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
5. Mengobati infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti
demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal
yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi
buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera
tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan
tanda infeksi berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah
pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
- Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas
- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri
Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12
jam selama 5 hari
- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
 Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),
dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8
jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin,
beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5
hari) sehingga total selama 7 hari
DITAMBAH:
 Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7
hari.
- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan
dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10
hari
- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia,
tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak),
beri antibiotik yang sesuai.
- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit
malaria.
- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat,
obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau
sangat diduga menderita tuberkulosis.
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum
membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase
awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik
dan mulai bertambah berat adannya (biasanya pada minggu kedua,
mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah
diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :
Umur dosis
<6 bulan 50 000 (1/2 kapsul biru)
6 – 12 bulan 100 000 (1 kapsul biru)
1 – 5 tahun 200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,
2, dan 15.

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi


Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara
hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh.
Tatalaksana
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah
osmolaritas maupun rendah laktosa
- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan
parenteral
- Energi: 100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100
ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa
jumlah
- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:

Hari Frekuens Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari


ke : i
1–2 2 jam 11 ml 130 ml
3–5 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst 4 jam 22 ml 130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di
atas dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas,
beri prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus
yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling
tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau
penunggu pasien.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak
tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan
risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal
tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan
sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase
awal ini.
Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka
anak perlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
 Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
 Muntah
 Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
 Berat badan.

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang.
Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula
tumbuh-kejar (F-100) (fase transisi):
• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan
F-75 selama 2 hari berturutan.
• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali
pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa
sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai
200 ml/kgBB/hari.
• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang
dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding
dengan F-100.
• Setelah transisi bertahap, beri anak:
- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas
(sesuai kemampuan anak)
- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
- protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi
pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI
tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar.
Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF)
yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92g dapat
digunakan pada fase rehabilitasi.
Pemantauan
Hindari terjadinya gagal jantung.
Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi
maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan
nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali
pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini
merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).
Lakukan segera:
- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24
jam
- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya
- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml
sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
- atasi penyebab
Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah
taha ptransisi dan mendapat F-100:
 Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
 Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam
gram/kgBB/hari
 Jika kenaikan berat badan:
- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang
lengkap
- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan
terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
- baik (> 10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang


- Ungkapan kasih sayang
- lingkungan yang ceria
- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari
- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi
makan, memandikan, bermain)
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat
dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U
rendah karena anak berperawakan pendek. Pola pemberian makan
yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.
Berikan contoh kepada orang tua:
- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta
frekuensi pemberian makan yang sering.
- Terapi bermain yang terstruktur
Sarankan:
- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)
Pemulangan sebelum sembuh total
Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh.
Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor
risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan
perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase
rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.
Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:
Anak seharusnya:
• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik
• mempunyai nafsu makan baik
• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik
• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.
Ibu atau pengasuh seharusnya:
• mempunyai waktu untuk mengasuh anak
• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,
jumlah dan frekuensi)
• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak
mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia.
Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh
Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut
sampai anak sembuh:
• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local
untuk melakukan supervisi dan pendampingan.
• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan
kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi
penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

Komplikasi

Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara
lain :
 Masalah pada mata
 Anemia berat
 Lesi kulit pada kwashiorkor
 Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi
laktosa, diare osmotik)

Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:

- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler


- Diabetes Mellitus tipe-2
- Obstruktive sleep apnea
- Gangguan ortopedik
- Pseudotumor serebri

Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,
kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat
dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan.
Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan
perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition
maupun overnutrition.

DAFTAR PUSTAKA
1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I,
Simbadibrata M, Setiadi S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009;355 – 65
2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi
Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1
3. Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi
Berbasis Komunitas. Dalam: Syarif D, Lestari E, Mexitalia M, Nasar S,
penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik jilid 1
cetakan I. Jakarta: IDAI.2011;128 – 45
4. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)
http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html
5. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Obesitas Pada Anak
http://www.pediatrik.com/isi03.php
6. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et
al. Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 – 87
7. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia. 2009. 193 – 221
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis
Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan.2009.
3
9. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179 – 232
10. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC. 2005;258 – 66
11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta:
FKUI.2007;360 – 69
12. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri
Volume 5. 2003; 99 – 102
13. Lubis N, Marsida A. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita. Aceh
Timur: Bagian IKA RSU Langsa.2002;12

Anda mungkin juga menyukai