Anda di halaman 1dari 24

KESEHATAN DAERAH MILITER III/SILIWANGI

RUMKIT TK II 03.05.01 DUSTIRA

LAPORAN

WORKSHOP PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA)


TANGGAL 11-13 NOVEMBER 2021
HOTEL PULLMAN JAKARTA CENTRAL PARK

OLEH:

dr. Ahmad. D., Sudrajat, MMRS.


Regita Ayu Lestari., S.Farm., Apt.
Dini Hardiani., Amd.K.

RUMAH SAKIT TK. II 03.05.01 DUSTIRA


CIMAHI
2021
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba,


antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu
pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba
terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat
berhubungan dengan penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba
resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara
menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat dihambat
dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.

Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap


antimikroba yang efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
jamur, virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka
penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah penggunaan antibiotik.

Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya masalah resistensi


antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui
program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat,
perusahaan farmasi, dan pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah
pusat melalui kementerian kesehatan. Gerakan penanggulangan dan
pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut dengan
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA).

Pelaksanaan PPRA yang baik dapat ditingkatkan melalui pelatihan –


pelatihan khususnya terkait Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS) yang baru di tahun 2018.

Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) pengendalian terhadap


penggunaan antibiotika juga berperan besar dalam menurunkan resistensi
mikroba. Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) merupakan
upaya pengendalian resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di
fasilitas pelayanan kesehatan. Implementasi program ini di rumah sakit dapat
berjalan baik apabila mendapat dukungan penuh dari pimpinan/direktur RS
berupa penetapan regulasi pengendalian resistensi antimikroba,
pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan
dukungan finansial untuk mendukung pelaksanaan PPRA.

Pimpinan rumah sakit harus membentuk komite atau tim PPRA sesuai
Permenkes No.8 tahun 2015 dan Permenkes No. 28 Tahun 2021. Untuk
dapat melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit (SNARS), calon – calon anggota PPRA yang
nantinya akan dibentuk perlu diikutkan dalam pelatihan khusus mengenai
PPRA.

II. Tujuan
2.1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mengetahui dan dapat
menerapkan pengendalian resistensi antimikroba melalui PPRA sesuai
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS).

2.2. Tujuan Khusus


Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Mengetahui Peran PPRA dalam pengendalian resistensi antimikroba
2. Mengetahui gambaran umum mengenai perubahan dan elemen baru
terkait Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1.
3. Mengetahui standar PPRA terkait SNARS Edisi 1.
4. Mampu membangun dan mengembangkan PPRA sesuai Peraturan
perundang – undangan.
5. Mampu menerapkan penggunaan antibiotik terapi dan profilaksis yang
bijak untuk mencegah resistensi antimikroba.
6. Mengetahui dasar penyusunan Kebijakan dan Panduan Penggunaan
Antibiotika di Rumah Sakit.
7. Mengetahui sistem pelaporan PPRA di rumah sakit.
8. Mengetahui unsur PPRA dan fungsi dari tiap bagiannya.
9. Mampu melakukan audit terhadap penggunaan antibiotik rumah sakit.
10. Mengetahui cara membuat dan melaporkan pola kuman dan antibiogram
rumah sakit.
11. Mengetahui cara pengambilan spesimen yang benar untuk kultur
resistensi antimikroba.

III. PESERTA
Jumlah peserta sebanyak 60 orang yang terdiri dari berbagai rumah sakit di
Indonesia baik itu rumah sakit pemerintah maupun swasta.

IV. WAKTU / TEMPAT

Workshop Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)


dilaksanakan dari tanggal 11-13 November 2021 di Hotel Pullman Jakarta
Central Park, Jakarta
MATERI
WORKSHOP PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA)
TANGGAL 11-13 NOVEMBER 2021
HOTEL PULLMAN JAKARTA CENTRAL PARK

I. Peran PPRA dalam Pengendalian resistensi Antimikroba


Peran PPRA adalah Mencegah selection pressure melalui penggunaan
antimikroba yang bijak dengan cara :
• Penyusunan Panduan Penggunaan Antibiotik Rumah Sakit
• Ikut serta dalam penyusunan Guidelines/PPK
• Audit penggunaan Antibiotik Rumah Sakit

II. Elemen Baru dalam SNARS Edisi 1


• Standar Pengelolaan Pengendalian Resistensi Antimikroba (Ppra)
• Standar Pelayanan Geriatri
• Standar Integrasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pelayanan (Untuk
Rumah Sakit Yang Melaksanakan Proses Pendidikan).
III. Standar PPRA terkait SNARS Edisi 1
 Standar 4-PPRA :
1. Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat
sertifikat pelatihan PPRA.
2. Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit terdiri dari :
- peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,
pasien dan keluarga tentang masalah resistensi antimikroba.
- pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit.
- surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit.
- surveilans pola resistensi antimikroba.
- forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
3. Rumah sakit membuat laporan pelaksanaan program/ kegiatan
PRA meliputi :
- kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan
tentang pengendalian resistensi antimikroba.
- surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuk
laporan pelaksanaan pengendalian antibiotik).
- surveilans pola resistensi antimikroba.
- forum kajian penyakit infeksi terintegrasi.
 Standar 4.1-PPRA :
1. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan analisis
indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan
meliputi :
- perbaikan kuantitas penggunaan antibiotic
- perbaikan kualitas penggunaan antibiotic
- peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara
multidisiplin dan terintegrasi
- penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh
mikroba resisten
- indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
2. Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan
penurunan mikroba resisten sesuai indikator bakteri multi-drug
resistant organism (MDRO), antara lain :
- extended spectrum beta-lactamase (ESBL)
- Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
- Carbapenemase resistant enterobacteriaceae (CRE)
- bakteri pan-resisten lainnya

IV. Membangun dan Mengembangkan PPRA Sesuai Peraturan Perundang –


Undangan
Pembentukan PPRA di Rumah Sakit Sesuai perundang – undangan dan
SNARS Edisi 1 hendaknya mengacu pada Permenkes No.8 Tahun 2015.
Beberapa hal yang harus dilaksanakan mengenai PPRA pada Permenkes
No.8 tahun 2015 yaitu :
 Pasal 6 :
1. Setiap Rumah Sakit harus melaksanakan Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba.
2. Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
• Pembentukan Tim pelaksana pengendalian resistensi
antimikroba
• Penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik
• Melaksanakan penggunaan antibiotik secara bijak
• Melaksanakan prinsip pencegahan pengendalian infeksi
 Pasal 7 :
1. Susunan tim pelaksana PRA terdiri dari Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris, dan Anggota
2. Kualifikasi ketua tim PRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi.
3. Dalam melaksanakan tugasnya tim pelaksana PRA bertanggung
jawab langsung kepada kepala/direktur rumah sakit.

V. Penatagunaan Antibiotika di Rumah Sakit


Penatagunaan antimikroba (PGA), atau antimicrobial stewardship (AMS):
kegiatan strategis dan sistematis, yang terpadu dan terorganisasi di Rumah
Sakit. Tujuan: mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara bijak,
baik kuantitas maupun kualitasnya. Penggunaan antimikroba secara bijak
ini diharapkan dapat menurunkan tekanan selektif terhadap mikroba,
sehingga dapat mengendalikan resistensi antimikroba.

Kegiatan PGA :
1. Penegakan Diagnosis Penyakit Infeksi,
2. Penetapan Terapi Berdasarkan Indikasi,
3. Pemilihan Jenis Antimikroba Yang Tepat: Dosis, Rute, Saat, Dan
Lama Pemberian.
4. Pemantauan Keberhasilan / Kegagalan Terapi,
5. Pencatatan Dan /Atau Penghentian Reaksi Yang Tidak
Dikehendaki Terhadap Antimikroba,
6. Interaksi Antimikroba Dengan Obat Lain, Dengan Makanan,
Dengan Pemeriksaan Laboratorium, Dan Reaksi Alergi.

Laporan dari berbagai penelitian terkait PGA :

1. Kegiatan PGA Di Rumah Sakit Terbukti Meningkatkan


Kualitas Penggunaan Antimikroba,
2. Menurunkan Angka Kejadian Infeksi Dan Kolonisasi Mikroba
Resisten,
3. Meningkatkan Keberhasilan Terapi Pasien,
4. Memperpendek Lama Perawatan,
5. Menurunkan Biaya Perawatan,
6. Menurunkan Jumlah Pemakaian Antimikroba,
7. Menurunkan Biaya Pembelian Antimikroba Oleh Rumah
Sakit.

Tujuan kegiatan PGA :

1. Mencegah dan mengendalikan resistensi antimikroba


2. Meningkatkan kualitas penggunaan antimikroba
3. Menurunkan angka kejadian HAIs di rumah sakit
4. Meningkatkan kesembuhan pasien (patient’s outcome),
serta
5. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
(patient’s safety),
6. Menurunkan lama perawatan pasien (LOS) dan biaya,
7. Menurunkan kuantitas penggunaan antimikroba sehingga
8. Menurunkan biaya pembelian antimikroba.

Tugas dan Fungsi Tim PGA :


1. Membantu Tim Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit
Dalam Menerapkan Penggunaan Antimikroba Secara
Bijak.
2. Mendampingi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) Dalam:
3. Menetapkan Diagnosis Penyakit Infeksi,
4. Memilih Jenis Antimikroba, Dosis, Rute, Saat, Dan Lama
Pemberian.

Keanggotaan Tim PGA :


Anggota tim PGA adalah tenaga kesehatan dari unsur:
1. Klinisi à Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
2. Farmasi Klinik,
3. Mikrobiologi Klinik, dan Farmakologi Klinik.
4. Dalam hal terdapat keterbatasan tenaga pelayanan
kesehatan yang kompeten, dapat dilakukan penyesuaian
anggota tim PGA berdasarkan tenaga pelayanan
kesehatan yang tersedia;

Anggota tim PGA sudah mendapat pelatihan khusus:


1. Tata Laksana Penyakit Infeksi,
2. Pengendalian Resistensi Antimikroba,
3. Penggunaan Antimikroba Secara Bijak, Dan
4. Penatagunaan Antimikroba;

Tim PGA dipimpin oleh seorang dokter klinisi : yang memiliki


kompetensi dan minat di bidang penyakit infeksi dan telah
mendapat pelatihan:
1. Pengendalian Resistensi Antimikroba,
2. Penggunaan Antimikroba Secara Bijak, Dan
3. Penatagunaan Antimikroba.
5.1 Diagram Kedudukan dan tanggungjawab Tim PGA didalam
struktur organisasi Komite Pengendali Resistensi
Antimikroba

Struktur Organisasi Tim PGA serta tugas dan fungsinya :


1. Ketua Tim PGA :
• Dokter Klinisi Spesialis Yang Memiliki Kompetensi Dan
Minat Di Bidang Penyakit Infeksi, Mendapat Pelatihan
Pengendalian Resistensi Antimikroba, Penggunaan
Antimikroba Secara Bijak, Dan Penatagunaan Antimikroba.
• Memberikan Persetujuan Penggunaan Antimikroba
Kelompok Reserve.
• Menelaah Tata Cara Dan Pemberian Antimikroba
Kelompok Watch Dan Reserve, Dan Memberikan Reviu
Prospektif Dan Umpan Balik (Prospective Review And
Feedback) Kepada Dpjp Sesuai Dengan Kebutuhan Untuk
Menegakkan Penggunaan Antimikroba Secara Bijak.
• Memberikan Konsultasi Tentang Pengelolaan Penyakit
Infeksi.
• Memimpin Forum Kajian Kasus Pengelolaan Penyakit
Infeksi Secara Terintegrasi (Forkit)

2. Farmasis Klinik
• Seorang Farmasis Yang Telah Mendapat Pendidikan
Farmasi Klinik, Atau Seorang Farmasis Yang Telah
Mendapat Pelatihan Tentang Penyakit Infeksi, Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba, Penggunaan
Antimikroba Secara Bijak, Penatagunaan Antimikroba, Dan
Sehari-Hari Bertugas Di Ruang Perawatan Pasien.
• Melakukan Pengkajian Resep Antimikroba Secara
Administratif, Farmasetik, Dan Klinis Sebelum Disiapkan
Obatnya Untuk Diberikan Kepada Pasien, Dan Memberikan
Reviu Prospektif Dan Umpan Balik Kepada DPJP Sesuai
Dengan Kebutuhan Untuk Menegakkan Penggunaan
Antimikroba Secara Bijak.
• Melaksanakan Penghentian Otomatis (Automatic Stop
Order).
• Melaksanakan Pelayanan Informasi Antimikroba Kepada
Tenaga Kesehatan.
• Memberikan Informasi Dan Edukasi Tentang Antimikroba
Kepada Pasien.
• Memberikan Konseling Kepada Pasien Yang Mendapatkan
Terapi Antimikroba Untuk Meningkatkan Kepatuhan
• Melaksanakan Pemantauan Manfaat Dan Keamanan
Penggunaan Antimikroba Setelah Diberikan Kepada Pasien.
• Memantau, Mencatat, Dan Mendiskusikan Dengan DPJP
Reaksi Antimikroba Yang Tidak Diinginkan, Interaksi
Antimikroba Dengan Obat Lain, Dengan Makanan, Dan
Dengan Pemeriksaan Laboratorium, Serta Timbulnya Reaksi
Alergi.
• Menginformasikan Penggunaan Antimikroba Yang Tidak
Bijak Kepada Ketua Tim PGA.
• Melakukan Evaluasi Penggunaan Antimikroba Secara
Kuantitatif Atau Kualitatif.

3. Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik

 Seorang dokter spesialis yang telah mendapat pendidikan


mikrobiologi klinik,
 atau dokter umum yang telah mendapat pelatihan tentang
penyakit infeksi, program pengendalian resistensi
antimikroba, penggunaan antimikroba secara bijak,
penatagunaan antimikroba, dan sehari-hari bertugas di
laboratorium mikrobiologi klinik.
 Memberikan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi untuk
tujuan diagnosis infeksi yang meliputi uji biakan mikroba
patogen, uji kepekaan terhadap antimikroba, uji molekuler,
deteksi antigen dan antibodi.
 Memberikan konsultasi hasil pengujian, atau kelayakan
spesimen yang tepat dalam upaya menegakkan diagnosis
(darah, sputum, pus, jaringan infeksi, urin, feces, cairan
otak/pungsi lumbal, cairan atau jaringan tubuh lainnya),
serta metoda pemeriksaan mikrobiologi yang tepat (kultur,
serologi, molekular, dan metoda lainnya sesuai
perkembangan) dalam upaya menegakkan diagnosis serta
pengelolaan pasien infeksi.
 Memberikan konsultasi dan rekomendasi, serta terlibat
dalam pengelolaan pasien infeksi melalui kunjungan ke
ruang perawatan pasien (ward round).
 Pembuatan antibiogram secara berkala, setiap 6-12
bulan,
 dan melakukan upaya peningkatan kualitas dan
pemanfaatan antibiogram dalam penatagunaan
antimikroba.
 Melakukan pemeriksaan untuk diagnosis dan evaluasi
tatalaksana pasien.

4. Dokter Spesialis Farmakologi Klinik

 Seorang dokter spesialis yang telah mendapat pendidikan


farmakologi klinik,
 atau dokter umum telah mendapat pelatihan tentang
penyakit infeksi, program pengendalian resistensi
antimikroba, penggunaan antimikroba secara bijak,
penatagunaan antimikroba, dan sehari-hari bertugas di
laboratorium farmakologi klinik.
 Memberikan layanan informasi obat, khususnya
antimikroba.
 Memberikan konsultasi dan rekomendasi dalam pilihan
antimikroba, serta terlibat dalam pengelolaan pasien infeksi
à kunjungan ke ruang perawatan pasien (ward round).
 Terlibat dalam menegakkan tata laksana infeksi pasien
penyakit infeksi dengan gangguan organ, khususnya
menetapkan dosis antimikroba yang akan digunakan.
 Terlibat dalam monitoring efek samping obat, khususnya
antimikroba.

Pelaksanaan PGA
1. Langkah pertama sebelum melaksanakan kegiatan PGA,
KPRA melaksanakan analisis situasi tentang ketersediaan
unsur utama yang diperlukan sebagai berikut:
2. kebijakan rumah sakit menyangkut pengendalian resistensi
antimikroba;
3. Pedoman Pengendalian Resistensi Antimikroba;
4. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi;
5. PPK (Panduan Praktek Klinik) dan CP (Clinical Pathway)
untuk penyakit infeksi;
6. FRS (Formularium RS) dan PPAB (Pedoman Penggunaan
Antibiotik) ;
7. Pelayanan laboratorium mikrobiologi klinik;
8. Laporan Penggunaan Antimikroba Kuantitatif Dan
Kualitatif;
9. Laporan Resistensi Mikroba Dan Antibiogram;
10. Data Kuantitas Dan Kualitas Tenaga Kesehatan Yang
Telah Mendapat Pelatihan Pengendalian Resistensi
Antimikroba;
11. Sistem Teknologi Informasi Untuk Mendukung
Pelaksanaan Program Pga;
12. Fasilitas Dan Dana Yang Disediakan Untuk Melaksanakan
Program Pga.

Tim PGA melaksanakan tugas dan fungsinya dengan dilengkapi


perangkat:

1. Kebijakan pimpinan rumah sakit tentang pengendalian


penggunaan antimikroba di rumah sakit.
2. Surat keputusan pimpinan rumah sakit tentang
keanggotaan KPRA.
3. PPK dan CP untuk penyakit infeksi.
4. Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk pemeriksaan
mikrobiologi di Laboratorium Mikrobiologi Klinik.
5. Formularium Rumah Sakit (FRS).
6. Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB).
7. Formulir permintaan pra-otorisasi penggunaan antimikroba
AWaRe.
8. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit.
9. Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk pelayanan
antimikroba kelompok access, watch, reserve.
10. Laporan surveilans PPI di rumah sakit (dari Komite PPI).
11. Laporan surveilans resistensi mikroba dan antibiogram
(dari KPRA).
12. Laporan surveilans penggunaan antimikroba kuantitatif dan
kualitatif (dari KPRA).
13. Laporan surveilans biaya penggunaan antimikroba (dari
KPRA).
14. Seandainya rumah sakit belum mempunyai unsur-unsur
utama tersebut di atas secara lengkap, kegiatan Tim PGA
dapat dimulai dengan menggunakan unsur yang telah ada
dengan ketetapan pimpinan rumah sakit.

Pemilihan target pelaksanaan kegiatan PGA:


1. Kegiatan PGA dianjurkan mulai dengan proyek
percontohan (pilot project) di salah satu ruang perawatan
pasien,
2. dengan periode waktu tertentu,
3. dikembangkan tahap demi tahap ke ruang perawatan
pasien lain,
4. agar terjadi proses pembelajaran dan
5. pembiasaan bagi seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit
tersebut.

Pra-otorisasi peresepan antimikroba :


1. Meresepkan antimikroba kelompok watch dan reserve
diperlukan pra- otorisasi berdasarkan kelompok
antimikroba dan penulis resep.
2. Peresepan antimikroba harus berdasarkan indikasi adanya
penyakit infeksi mikroba untuk terapi empiris dan terapi
definitif, atau indikasi untuk profilaksis.
3. Sebelum meresepkan antimikroba perhatikan bahwa
antimikroba dikelompokkan ke dalam kelompok AWaRe
yaitu access, watch dan reserve.
4. Tujuan: mengendalikan penggunaan antimikroba
berdasarkan kewenangan yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit.
5. Pengelompokan ini selalu ditinjau dan dimutakhirkan
sesuai dengan data antibiogram terbaru di rumah sakit
terlibat.
6. Untuk sementara pada saat ini pengelompokan
antimikroba AWaRe terbatas pada golongan antibiotik.

Antibiotik kelompok Access :


1. Tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai
dengan
2. ketentuan tingkat pelayanan kesehatan untuk
3. pengobatan infeksi bakteri.
4. Diresepkan oleh dokter, dokter gigi, dokter spesialis,
dan
5. direview oleh apoteker.
6. Penggunaan sesuai dengan Panduan Praktik Klinik dan
7. Panduan Penggunaan Antibiotik yang berlaku.

Golongan antibiotika kelompok Acess :


1. Amoksisilin, Ampisilin
2. Amoksisilin-asam klavulanat
3. Ampisilin-sulbaktam
4. Benzatin benzilpenisilin
5. Doksisiklin
6. Eritromisin
7. Gentamisin
8. Klindamisin (oral)
9. Kloksasilin
10. Kloramfenikol
11. Metronidazol
12. Nitrofurantoin
13. Tetrasiklin, Netilmicin
14. Prokain penisilin
15. Sefadroksil
16. Sefaleksin
17. Sefazolin *
18. Siprofloksasin (oral)
19. Tiamfenikol
20. Trimethoprim+sulfametoksazol (kotrimoksazol oral)

Antibiotik kelompok Watch :


1. Tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai
ketentuan tingkat pelayanan kesehatan untuk
pengobatan infeksi bakteri.
2. Digunakan untuk indikasi khusus atau ketika antibiotik
Watch tidak efektif.
3. Kelompok ini potensi resistensi lebih tinggi,
diprioritaskan Target Utama Program Pengawasan
Dan Pemantauan. Iresepkan Dokter Spesialis, Direview
Apoteker; Disetujui Dokter Konsultan Infeksi.
4. Apabila Tidak Tersedia Dokter Konsultan Infeksi
Persetujuan Dokter Yang Ditetapkan Pimpinan Rumah
Sakit.
5. Penggunaan Sesuai Panduan Praktik Klinik Dan
Panduan Penggunaan Antibiotik Yang Berlaku

Golongan antibiotika kelompok Watch :


1. Amikasin
2. Azitromisin
3. Fosfomisin (oral)
4. Klaritromisin
5. Levofloksasin
6. Moksifloksasin
7. Sefiksim
8. Sefoperazon- sulbaktam
9. Sefotaksim
10. Seftazidim
11. Seftriakson
12. Siprofloksasin (inj)
13. Polimiksin E (oral)

Antibiotik kelompok Reserve :


1. Pilihan terakhir pada infeksi berat yang mengancam
jiwa, disebabkan MDRO.
2. Dicadangkan mengatasi munculnya MDRO.
3. Prioritas program pengendalian resistensi
antimikroba nasional dan internasional, dipantau dan
dilaporkan penggunaannya
4. Diresepkan dokter spesialis ® indikasi tertentu,
direview apoteker, disetujui oleh tim Antibiotic
Stewardship Programme (tim Penatagunaan
antibiotik) ® PPRA - RS

Golongan antibiotika kelompok Reserve :


1. Aztreonam
2. Daptomisin**
3. Fosfomisin (inj)
4. Kotrimoxazol (inj)
5. Linezolid
6. Meropenem
7. Piperasilin-tazobaktam
8. Polimiksin B**
9. Polimiksin E (injeksi)**
10. Sefepim
11. Seftarolin
12. Teikoplanin
13. Tigesiklin
14. Vankomisin

Alur Pra-Otorisasi untuk Penggunaan Antimikroba AWaRe :

Persetujuan Peresepan Antibiotik


Melaksanakan reviu prospektif dan umpan balik : KPRA
menetapkan antimikroba target sebagai indikator untuk
melaksanakan reviu prospektif dan umpan balik,misalnya
penggunaan antimikroba kelompok antibiotik watch atau
reverse di ruang perawatan pasien yang dipilih

Alur reviu prospektif dan umpan balik

Pelaksanaan reviu prospektif dan umpan balik oleh


Tim PGA :

1. DPJP menegakkan diagnosis penyakit infeksi.

2. Ambil sampel pemeriksaan mikrobiologi biakan dan uji

a. kepekaan bakteri.

3. DPJP ® terapi antimikroba empirik berdasarkan


antibiogram

a. rumah sakit atau bukti (evidence).

4. Farmasis di ruangan ® reviu permintaan antimikroba


empiric :

a. kelompok antibiotik access, watch, atau reserve,


sesuai SPO
b. pra-otorisasi.
5. Terapi antimikroba empirik selama 3- 5 hari. DPJP
memantau perbaikan klinis pasien sambil menunggu hasil
biakan bakteri.

6. Farmasis di ruangan ® evaluasi antimikroba empirik hari


ke 3-5, Ingatkan DPJP ® penghentian otomatis atau
diteruskan.

7. Hasil biakan bakteri: tidak terdapat pertumbuhan bakteri


® antimikroba pertimbangkan dihentikan atau dilanjutkan
sesuai kondisi klinis pasien. Jika perburukan klinis ®
diajukan ke dalam forum kajian kasus sulit.

8. Hasil biakan bakteri dan uji kepekaannya diterima ®


DPJP ambil keputusan :

 Apakah terapi antimikroba empirik dilanjutkan


 Atau diganti antimikroba definitive:

 De-eskalasi

 Ubah dosis

 Ubah cara pemberiannya dari IV ke oral

 Ubah lama pemberian.

Terapi Definitif :

1. Hari ke-7 atau sesuai dengan PPK dan/atau CP


penyakit infeksi :

 Farmasis di ruangan lakukan penghentian otomatis


terapi antimikroba definitif

 Ingatkan DPJP ® evaluasi ulang terapi definitif.

 Bisa dilanjutkan jika didukung kondisi klinis pasien


dan/atau hasil pemeriksaan mikrobiologi yang sesuai.

2. Farmasis di ruangan memantau kemungkinan


timbulnya ROTD

 Potensi interaksi antimikroba dengan obat lain,


makanan, dan pemeriksaan laboratorium ® hasilnya
didiskusikan dengan DPJP dan Tim PGA.
3. Proses reviu prospektif dan umpan balik ini terus
dilaksanakan setiap hari sampai pasien keluar rumah
sakit

 Hasil kegiatan Tim PGA ini dilaporkan ke KPRA.

Alur reviu prospektif dan umpan balik

Pelaksanakan audit kuantitas dan kualitas serta


umpan balik oleh KPRA

1. Tetapkan antimikroba sebagai target untuk audit


kuantitas dan kualitas serta umpan balik misal
antimikroba kelompok antibiotik watch atau reverse di
tempat perawatan pasien yang dipilih.

2. Pilih rekam medik pasien penyakit infeksi à


konfirmasi apakah diagnosis benar penyakit infeksi
berdasarkan : anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
radiologi.

3. Jika benar penyakit infeksi ® konfirmasi apakah


karena bakteri.

4. Jika penyakit infeksinya karena bakteri ® apakah


gunakan antimikroba yang telah ditetapkan sebagai
target, contoh : antibiotik kelompok reserve.

5. Jika menggunakan antibiotik kelompok reserve,


direviu apakah telah digunakan secara bijak
berdasarkan metoda Gyssens tentang pemilihan jenis
antimikroba: dosis, rute, saat dan lama pemberian.

6. Jika penggunaannya tidak tepat à KPRA


mengumpan- balikkan hasil temuan kepada KSM
melalui diskusi bersama.

7. Audit kuantitas dilaksanakan dengan menggunakan


metoda perhitungan jumlah unit DDD/100 hari
perawatan.

8. KPRA melaporkan kegiatan audit kuantitatif dan


kualitatif setiap 3-6 bulan kepada pimpinan rumah
sakit.

Alur audit kuantitas dan kualitas serta umpan


balik oleh KPRA
Alur audit kuantitas dan kualitas serta umpan
balik oleh KPRA

Anda mungkin juga menyukai