Anda di halaman 1dari 12

Urgensi Kedokteran Islam

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pengobatan dan


Terapi Ala Nabi

Dosen Pengampu : M. Hikamudin Sayuti, S.S., M.S.I

Disusun Oleh :

Khasfi Maulana A 1817101067

Khopipah 1817101110

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PURWOKERTO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah,
“Pengobatan dan Terapi Ala Nabi” sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan
baik.
Sholawat serta salah semoga tetap tercurah pada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW, yang selalu kita nantikan barokahnya didunia dan syafa’atnya
diYaumul Qiyamah Amin..
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang mampu membangkitkan jiwa kami, sangat diharapkan. Mudah-
mudahan makalah ini mampu memberi manfaat serta menunjang ilmu pengetahuan bagi
penulis khususnya dan bagi para generasi yang akan datang.

Purwokerto, 14 Oktober 2021


BAB I

PENDAHULUAN

Muslim di dunia mempraktekkan dan mengembangkan kedokteran dengan berbagai


variasi sejak beberapa abad lalu, dari yang berdasar pada teks-teks hadits seperti bekam
dan beberapa obat dari tumbuhan, hingga berdasar pada eksperimentasi sains seperti ilmu
bedah, urologi, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, Al-Razi memperkenalkan
penggunaan zat kimia dan obat-obatan dalam pengobatan. Zat kimia meliputi belerang,
tembaga, merkuri dan garam arsenik, sal ammoniac, gold scoria, zat kapur, tanah liat,
karang, mutiara, teraspal dan alkohol16 yang bahkan tidak ditemukan dalam hadits. Al-
Zahrawi mengembangkan ilmu bedah sehingga menjadi amat terkanal bahkan hingga ke
dunia Eropa, dinobatkan sebagai mahaguru dokter bedah sedunia.17 Artinya para
cendekiawan Muslim telah melampaui apa yang ada di zaman Nabi yang terlacak dalam
hadits-hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Urgensi Kedokteran Islam
lmu kedokteran dalam tradisi Islam adalah ilmu yang terus dan harus
berkembang agar bermanfaat sebesar-besarnya untuk kemanusiaan dan
peradaban, yang kita sempat singgung tadi sebagai rahmatan li al-‘alamin.18
Secara hierarki keilmuwan, dalam Ihya Ulum al-Din, al-Ghazali meletakkan
kedokteran sebagai cabang ilmu“ Fardlu kifayah, non-syariah, terpuji”.
Sedangkan dalam al-Risalah al-Laduniyah, ia meletakkan kedokteran sebagai
cabang ilmu “ilmu ‘aqli, alam”.19 Jadi bukan digolongkan ke dalam cabang
syariah, tapi masuk dalam sistem muammalah di mana bila di bawa dalam kaidah
ushul berlaku hukum semua boleh, kecuali yang dilarang 20. Dengan demikian,
sangat sah bagi Muslim untuk mengembangkan ilmu kedokteran dengan berbagai
epistemologi, filsafat ilmu dan metode yang bervariasi. Melandaskan ilmu
kedokteran pada satu epistmologi saja, misal bayani, sungguh merugikan karena
dapat mengerdilkan khasanah keilmuan Islam.
Ilmu Kedokteran Islam didefinisikan sebagai ilmu pengobatan yang model
dasar, konsep, nilai, dan prosedur- prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prosedur medis atau alat pengobatan yang
digunakan tidak spesifik pada tempat atau waktu tertentu. Ilmu Kedokteran Islam
itu universal, mencakup semua aspek, fleksibel, mengizinkan pertumbuhan serta
perkembangan berbagai metode investigasi dan pengobatan penyakit. (Professor
Dr Omar Hasan Kasule MB ChB (MUK), MPH, DrPH. concept of Islamic
medicine International Medical Journal Vol 4 No 1 June 2015) Bahkan lifestyle
dan pedoman hidup sehat yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah kebenaran
hakiki yang lambat laun diketahui manfaat medisnya melalui berbagai penelitian
dan menjadi dasar pengembangan kedokteran Islam.
Pengembangan integrasi Kedokteran Islam pada era kedokteran modern ini
diawali pada konferensi tanggal 11 Desember 2004, yang diselenggarakan oleh
FIMA bekerjasama dengan organisasi budaya, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Islam (ISESCO), Dewan Organisasi Internasional Ilmu Kedokteran(CIOMS),
Ajman University Network dan Organisasi Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan PBB (UNESCO). Konferensi itu dihadiri oleh tokoh-tokoh Islam
terkemuka seperti Syekh Yusuf AlQardawi dan Haytham Al-Khayat. Dalam
acara penutupan, para peserta konferensi menyepakati 14 Collaborative Medical
Journal (CMJ) Vol 2 No 1 Januari 2019 5

Rekomendasi untuk mengembangkan dan memungkinkan dalam bidang


Kedokteran Islam untuk direalisasikan. Menteri-menteri pendidikan, rektor di
sekolah-sekolah kedokteran di negara Arab dan negara Islam diminta untuk
mulai memasukkan dan mengenalkan.

B. PENGERTIAN THIBBUN NABAWI


Klinik Pengobatan Thibbun Nabawi adalah sebuah klinik alternatif dengan
konsep pengobatan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan bahan-bahan yang alami. Klinik Pengobatan Thibbun Nabawi di
rancang sebagai tempat pengobatan Islam sehingga masyarakat tidak ragu dalam
melakukan pengobatan alternatif yang di ajarkan Rasulullah. Perancangan Klinik
Pengobatan Thibbun Nabawi berlandaskan dari hadist shahih agar masyarakat
muslim lebih yakin untuk melakukan pengobatan tersebut. Penerapan konsep
spiritual dengan memusatkan tatanan kawasan agar suasana tenang dapat
dirasakan saat pengobatan maupun beraktivitas. Pusat kawasan Klinik Thibbun
Nabawi tersebut berada bangunan mushallah. Bangunan pengobatan berada di
sisi mushallah dipisah antara laki-laki dan perempuan agar suasana islami dapat
tercipta. Bangunan informasi berada dibagian depan agar memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan informasi. Bangunan penginapan berada
dibagian belakang agar pengunjung dari luar kota dapat beristirahat. Jalur
sirkulasi yang berada di tengah site menggunakan jalur pedestrian agar
pengunjung dapat merasakan suasana islami yang tenang. Penempatan Utilitas di
setiap bangunan menggunakan sistem yang sederhana agar lebih mudah
perawatannya. Penggunaan sistem struktur menyesuaikan dengan fungsi dan
kondisi kawasan klinik Thibbun Nabawi. Adapun jenis Thibbun Nabawi
adalahpengobatan herbal, bekam, gurah dan ruqyah. Tujuan dari perancangan
klinik Thibbun Nabawi agar masyarakat khususnya yang beragama Islam dapat
melakukan pengobatan yang merupakan sunnah Rasulullah.

1. Jenis-jenis pengobatan
Pengobatan alternatif banyak berkembang di kalangan masyarakat, salah
satunya adalah pengobatan ala Nabi atau sering disebut dengan Thibun Nabawi.
Thibbun Nabawi mengacu terhadap semua perkataan, pengajaran, dan tindakan
Rasul yang berkaitan dengan pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit.2
Adapun jenis-jenis pengobatan dalamThibun Nabawi yang dijelaskan oleh hadits
nabi:
a. Pengobatan herbal (madu, habbatussauda (jintan hitam), Kurma).
Pengobatan Herbal adalah sebuah pegobatan dengan menggunakan
bahan-bahan alami seperti madu, Habbahtussauda` (Jintan Hitam), dan
kurma. Madu adalah salah salah satu bahan alam berasal dari hewan
yang memiliki banyak manfaat. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia”{An-Nahl:69}. Habbahtussauda` merupakan salah satu
pengobatan yang dianjurkan Rasulullah, sesuai sabda Nabi yang artinya:
“Sesungguhnya habbahtsauda` ini merupakan obat dari semua penyakit,
kecuali dari penyakit assamu”.Aku (yakni`Aisyah radhiallahu'anha)
bertanya: “Apakah assamu itu?” Beliau menjawab: “Kematian” (Al-
Bukhari, 1969). Menurut Rinanto (2015) salah satu manfaat
Habbahtussauda’ dapat menghentikan dahak, mengusir angin, mencegah
terjadinya sesak nafas dan lain-lain. Buah kurma dan minyak zaitun juga
memiliki banyak manfaat, seperti hadist nabi yang artinya: “Siapapun
yang pagi-pagi makan tujuh buah kurma ajwah maka pada hari itu iya
tidak mudah keracunan dan terserang penyakit” (Al-Bukhari, 1969).
b. Gurah.
Gurah adalah sebuah nama metode pengobatan kuno yang digunakanan
untuk mengeluarkan lendir-lendir dalam tubuh. Sistem pengobatannya
dengan cara menggunakan ramuan-ramuan tradisional atau herbal.
Seperti hadist nabi sebagai berikut: ”Sebaik-baik obat yang kalian
gunakan adalah gurah, Laduud (obat yg diteteskan disisi mulut orang yg
sakit), berbekam & Al Masyiy (obat untuk mengosongkan isi perut).
Maka, tatkala Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sakit para sahabat
memberinya laduud. Setelah mereka selesai beliau bersabda: Berilah
mereka laduud. Lantas mereka pun memakai laduud selain Abbas (HR.
Tirmidzi No.1970 dalam Rinanto, 2015).
c. Ruqyah.
Ruqyah adalah sebuah terapi dengan membacakan jampi-jampi. Seperti
hadist nabi sebagai berikut: “Sesungguhnya ruqyah (mantera), tamimah
(jimat) dan tiwalah (pelet) adalah kemusyrikan” (Al-Bukhari, 1969).
Hadist tersebut menjelaskan bahwa ruqyah itu menggunakan mantra-
mantra baik berupa jimat maupun pelet. Ruqyah Syari’ah yaitu sebuah
terapi syar’i dengan cara membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan doa-
doa perlindungan yang bersumber dari sunnah Rasul Shalallahu ‘Alaihi
Wa Sallam sehingga tidak mengandung syirik. Hal ini dapat dilihat dari
hadist berikut “Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami
bertanya: ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?’
Beliau menjawab: ‘Tunjukkan kepadaku ruqyah ruqyah kalian. Ruqyah
ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik’ ” (Hajjaj-al-
Qusyairi al-Naisaburi, 1992).
C. Tauhid dan Pengobatan
1. Tauhid
Esensi Islam adalah mengesakan Tuhan (tauhid). Di samping itu, tauhid
berkedudukan sebagai inti pengalaman agama, prinsip sejarah,
prinsip pengetahuan, metafisik, etika, prinsip umah, tata sosial dan tata
dunia. Tauhid merupakan pondasi iman. Ibarat sebuah bangunan, pondasi
yang kuat maka akan menjadikan bangunan itu kuat pula.
Tauhid berasal dari bahasa Arab “wahhada- yuwahhidu” yang artinya
menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa. Secara istilah syar’i, tauhid berarti
meng-Esakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan
mengikhlaskan atau memurnikan peribadatan hanya kepada Allah,
meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya, serta menetapkan Asma al-
Husna dan Sifat al-Ulya bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan
cacad.1
Dapat kita pahami pula bahwa tauhid itu bukan hanya mengenal dan
mengerti bahwa pencipta alam semesta adalah Allah, juga bukan sekedar
mengetahui bukti- bukti rasional tentang kebenaran wujud keberadaan Allah

1
Muhammad bin Abdul Wahab, Tafsir al-Azizi al _Khamid fi Syarkhi Kitab al-Tauhid, Juz 1 Riyad : Maktabah
al-Riyadl al-Khaditsah, hlm. 17.
dan wahdaniyah Allah serta bukan pula sekedar mengenal asma dan sifat-
Nya, namun tauhid disertai dengan amal perbuatan nyata dan dalam bentuk
amal salih atau tingkah laku yang baik.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz membagi tauhid menjadi tiga lingkup, yaitu ;
a) Tauhid rububiyah, yaitu mengimani bahwa Allah SWT adalah
pencipta segala sesuatu dan mengurus kesemuanya dan tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam hal tersebut.
b) Tauhid uluhiyah, yaitu mengimani bahwa Allah SWT adalah yang
berhak disembah secara hak, tidak sekutu bagi-Nya dalam hal
tersebut.
c) Tauhid asma was sifat, yaitu mengimani semua apa yang disebutkan
dalam al- Quran dan hadis-hadis shahih tentang nama Allah SWT
dan sifat-Nya.2

Salah satu wujud implementasi dari keyakinan tauhid adalah lahirnya


perilaku jujur baik dalam pikiran, sikap, ucapan, maupun tindakan dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Jujur
adalah karakter diri yang secara universal telah diterima sebagai karakter luhur
dan dikendaki oleh setiap manusia.
Pemahaman dan penghayatan atas ajaran di atas semestinya menjadi performa
dan citra diri seorang muslim- mukmin dalam kehidupannya, sehingga dengan
sendirinya mampu menghindarkan dirinya dari perilaku yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip tauhid. Di sisi lain, setiap orang yang mengaku beriman
dan muslim harus menempatkan al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW
sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjalankan kehidupan ini. Dalam hal ini,
al Quran surat al Hadīd ayat 1-6 mengajarkan kepada manusia secara lugas
tentang kedudukan Allah terhadap alam semesta, manusia, perbuatan manusia,
dan kembalinya segala urusan. Kepunyaan Allah seluruh kerajaan langit dan
bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin,
dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dia yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, Dia bersemayam di atas arsy, Dia mengetahui apa
saja yang masuk dan keluar dari bumi, dan Dia mengetahui apa saja yang turun
2
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Inti Ajaran Islam, (Jakarta : Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI, tahun
2002), hlm. 5-6.
dan naik ke langit, dan Dia bersama manusia di manapun dia berada, dan
Dia Maha Melihat apapun yang dikerjakan oleh manusia. Kepunyaan Allah
seluruh kerajaan langit dan bumi, dan kepada-Nya akan dikembalikan segala
urusan. Dia-lah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan
siang ke dalam malam, dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.
Lima Peranan tauhid dalam memberikan ketenangan dan ketenteraman jiwa
yaitu;
a) Perasaan ingin dikasihi dan disayangi merupakan hal yang sangat
dibutuhkan oleh setiap insan dalam hidup dan ke hidupannya.
b) Perasaan aman merupakan kebutuhan setiap orang dalam dirinya, baik
lahir maupun batin.
c) Rasa harga diri artinya setiap orang memiliki, agar dirinya dihargai orang
lain.
d) Rasa ingin tahu atau mengenal sesuatu, seseorang mempunyai naluri ingin
tahu.
e) Rasa ingin sukses, setiap orang ingin dalam kehidupannya mengalami
keberhasilan yang akan membawa kebahagiaan.3

2. Pengobatan
Berbicara masalah pengobatan, tentunya hal tersebut merupakan aspek
yang sangat urgen dalam kehidupan masyarakat, baik di perkotaan
maupun pedesaan. Dalam masyarakat perkotaan praktek-praktek pengobatan
tentunya banyak ditemukan dan ditawarkan terutama oleh dokter-dokter, baik
umum maupun spesialis yang menangani berbagai penyakit. Sehingga
masyarakat perkotaan lebih banyak berkunsultasi kepada dokter.
Lain halnya dengan masyarakat pedesaan yang jauh dari praktek- praktek
kesehatan modern. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya faktor
ekonomi yang minim, kurangnya keimanan, keputusasaan dan pengetahuan
yang terbatas membuat masyarakat pedesaan berfikir ulang untuk berobat
ke klinik pengobatan atau Rumah Sakit, maka tidak heran jika masyarakat
pedesaan masih menggunakan jasa pengobatan yang berasal dari tradisi
turun-temurun. Allah SWT. memang menyuruh makhluknya untuk berusaha,

3
Kastolani, Internalisasi Nilai-Nilai Tauhid dalam Kesehatan Mental, Interdisciplinary Journal of
Communication, Malaysia : 2016, Vol. 1, No. 1.
karena tanpa usaha mustahil sesuatu bisa diraih, begitu juga dalam hal
pengobatan, tiap penyakit ada obatnya, apabila diobati dengan izin Allah
akan sembuh. Namun, kadang kala di dalam melakukan pengobatan sering
terjadi penyimpangan dan bertentangan dengan akidah Islam. Adapun
berobat yang dibenarkan yaitu yang tidak menyimpang dari akidah yang
benar.4

4
Ali Abri, Virus Tauhid, (Pekanbaru: CV. Wisfer Multiguna, 2006), hal. 22.
BAB III
KESIMPULAN
Thibbun Nabawi Merupakan semua perkataan, pengajaran, dan tindakan Rasulullah SAW
yang berkaitan dengan pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit. Adapun jenis
pengobatan dari Thibbun Nabawi, beberapa diantaranya yang dianjurkan Nabi Muhammad
SAW adalah pengobatan herbal (madu, habbatussauda [jintan hitam], kurma, minyak
zaitun), hijamah (bekam), gurah dan ruqyah.
DAFTAR PUSAKA
Al-Bukhari, Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. 1969. Shahih al-Bukhari
diterjemahkan oleh Zainuddin. Wijaya Jakarta. Jakarta
Ali Abri, Virus Tauhid, (Pekanbaru: CV. Wisfer Multiguna, 2006), hal. 22.
Cita Sari Dian, Utomo Feriandri, 2019, Pengembangan Integrasi Pendidikan
Kedokteran Islam ( Studi PSPD ABDURRAB), Collaborative Medical Journal (CMJ), Vol
2 no 1.
Fatahillah Muhammad, 2016, Klinik Pengobatan THIBBUN NABAWI di Kota
Pontianak, Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura, vol 4 no 2.
Kastolani, Internalisasi Nilai-Nilai Tauhid dalam Kesehatan Mental, Interdisciplinary
Journal of Communication, Malaysia : 2016, Vol. 1, No. 1.
Rinanto, Joko.2015. Keajaiban Resep Obat Nabi menurut Sains Klasik & Modern.
Qisthi Press. Jakarta
Muhammad bin Abdul Wahab, Tafsir al-Azizi al _Khamid fi Syarkhi Kitab al-
Tauhid, Juz 1 Riyad : Maktabah al-Riyadl al-Khaditsah, hlm. 17.
Mutaqin Ahmad Halim, 2020, Rekonstruksi Filsafat Kedokteran Islam:
Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi, Ma’arif, vol 15 no 1.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Inti Ajaran Islam, (Jakarta : Ditjen Kelembagaan
Agama Islam Depag RI, tahun 2002), hlm. 5-6.

Anda mungkin juga menyukai