Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes
yang mendinginkan merkuri hingga 4 K. Pada temperatur tersebut, merkuri sama sekali
mengantarkan arus tanpa ada hambatan. Logam lain dan campurannya kemudian diketahui
dapat bersifat superkonduktif pada suhu dibawah 23 K. Penemuan superkonduktor
mempengaruhi perkembangan teknologi seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI),
akselerator partikel dan sensor geologi.
Beberapa abad setelah penemuan Onnes, yaitu sekitar tahun 1980, K. Alexander Muller dan
J. Georg Bednorz dari Lab IBM menemukan substansi keramik oksida lanthanum barium
tembaga yang dapat bersifat superkonduktif pada suhu 35 K. Penemuan yang lebih dramatis
lagi terjadi pada awal tahun 1987 dimana Maw-Kuen Wu dan Paul C.W Chu berhasil
mendemonstrasikan superkonduktifitas pada suhu 93 K pada oksida yttrium barium tembaga
(yttrium barium copper oxide-YBCO). Pada suhu tersebut, YBCO bersifat superkonduktif
ketika dicelupkan ke nitrogen cair yang lebih murah daripada helium cair. Penemuan tersebut
memicu penemuan oksida tembaga lain sebagai superkonduktor dengan suhu kritis yang
semakin meningkat. Superkonduktor secara eksperimental sudah jauh meninggalkan
superkonduktor secara teori.
Bagan 1 Jalan Konduksi Elektron Pada YBCO. Jalan ini seperti jalan bebas hambatan.
Meskipun penemuan superkonduktor semakin menjanjikan masa depan yang lebih baik,
tetapi pada kenyataannya eksperimen tidak semudah yang dibayangkan. Para ilmuwan
menghadapi berbagai masalah terkait pencarian material superkonduktor bersuhu tinggi dan
relatif stabil terhadapa perubahan lingkungan. Beberapa masalah tersebut misalnya :
Keterbatasan ini terjadi akibat tidak sempurnanya lapisan pembentuk oksida tersebut.
Lapisan oksida cenderung saling tumpang tindih sehingga elektron semakin
berpotensi menumbuk lapisan tumpang tindih tersebut. Akibatnya, elektron bergerak
lebih lambat dan panas akan terjadi.
Medan magnet selanjutnya juga diketahui memberi pengaruh besar pada sifat
superkonduktor. Medan magnet ternyata dapat memberikan penetrasi secara
signifikan pada lapisan tumpang tindih sehingga memperburuk aliran arus. Fakta lain
juga menunjukkan bahwa lapisan material yang sempurna sekalipun (tidak ada
tumpang tindih lapisan) dapat mengalami penetrasi oleh medan magnet yang sangat
besar.
Untuk mengatasi masalah di atas, ilmuwan menemukan salah satu jalan keluar yaitu
meletakkan lapisan mikro tipis pada material dengan susunan yang sangat rapi bersama
substansi tertentu. Lapisan mikro tipis tersebut sangat baik meluruskan susunan lapisan yang
selama ini kurang memuaskan. Kelemahan dari lapisan tipis ini adalah kemampuan
mengantar arus sangat kecil. Meskipun demikian, teknik lapisan tipis sudah mulai diproduksi
untuk tujuan komersil, militer, dan penelitian. Teknologi yang menggunakan lapisan tipis
misalnya SQUID (Superconducting Quantum Interference Devices). Alat ini bekerja dengan
baik pada temperatur 77 K, jauh lebih baik dibandingkan SQUID tanpa lapisan tipis yang
bekerja di titik 4,2 K.
Selain metode lapisan tipis, para peneliti terus meningkatkan kemampuan penyusunan yang
sangat teliti dan sempurna di tingkat lapisan tembaga oksida untuk meningkatkan
kemampuan mengantar arus jauh lebih baik. Mereka juga melakukan investigasi struktural
untuk menemukan dan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari struktur yang terpengaruh
oleh gangguan medan magnetik.
Modifikasi tersebut menghasilkan YBCO yang lebih baik. Kapasitas arus maksimum yang
dapat dihantarkan oleh YBCO menjadi 1 juta ampere per cm2 pada 77 K hanya turun menuju
400.000 ampere ketika medan magnet 9 tesla diberikan. Hasil ini jauh lebih baik dari YBCO
sebelumnya yang hanya mampu mengantarkan 10 ampere saja untuk 0,01 tesla.
Selain masalah-masalah di atas, tembaga oksida merupakan keramik yang tentu saja sulit
untuk dibentuk menjadi kabel listrik. Melalui serangkaian teknik, para peneliti membuat
keramik tersebut berupa serbuk dan kemudian dibungkus dengan tabung perak yang dipilin
dan ditegangkan menjadi kabel. Teknik pemanggangan dapat mengubah keramik menjadi
serbuk oksida tembaga bismuth. Bahan tersebut dapat menghantarkan arus 200.000 ampere
per cm2 pada 4,2 K (sekitar 200 kali kemampuan tembaga biasa) dan 35.000 ampere pada 77
K. Dengan menggunakan tembakan ionik, fisikawan di Los Alamos National Lab mampu
memproduksi pita YBCO fleksibel yang lebih baik terhadap gangguan medan magnetik
daripada kabel bismuth.
Superkonduktor juga sangat berperan dalam teknologi magnetik. Intermagnetics General and
Texas Center for Superconductivity mampu menciptakan magnet superkonduktor yang terdiri
dari berbagai oksida tembaga. Magnet tersebut memiliki kekuatan diatas 2 T, sekitar 5 kali
medan magnet yang mampu dihasilkan oleh magnet permanen sekalipun. Kabel
superkonduktor dapat digunakan untuk memproduksi motor bertenaga 5 HP.
Konsep ini tidak cukup untuk menerangkan superkonduktor berbahan oksida tembaga.
Tingginya temperatur transisi pada oksida tembaga menghasilkan vibrasi yang relatif besar
sehingga elektron tidak cukup stabil membentuk pasangan. Suatu substansi lain mungkin
menjadi pasangan elektron meskipun kita belum mengetahuinya.
Pada tahun 2008, varian lain dari superkonduktor suhu tinggi ditemukan. Selain
superkonduktor berbasis oksida tembaga, ada juga superkonduktor berbasis oksida besi.
Penemuan ini memberikan sedikit angin segar terhadap pencarian teori superkonduktor suhu
tinggi. Beberapa ilmuwan meyakini hal ini berhubungan erat dengan fluktuasi kuantum
elektron pada oksida besi. Fluktuasi ini juga memiliki titik kritis yang ditandai perubahan
sifat bahan salah satunya superkonduktifitas. Fluktuasi kuantum dapat dianalogikan seperti
fluktuasi termal yang terjadi ketika es berubah menjadi air pada suhu tertentu. Meskipun
demikian, teori fluktuasi kuantum ini juga tidak sepernuhnya dapat diterapkan pada oksida
tembaga karena adanya beberapa perbedaan sturuktur superkonduktor berbasis besi dan
tembaga.