Anda di halaman 1dari 11

Nama : Taufik Hidayat

NIM :2001009

Kelas : 1A PAI

1. A.Ya, karena di saat mereka melakukan itu mereka meiliki akal. Sedangkan kalau dia tidak
memiliki akal (gila) tentu mereka terbebas hokum, karena mereka tidak berfikir apa yang ia
lakukan( tidak memngetahui).

B.Di ciptakannya syariat oleh allah tentu memiliki maksud, yaitu untuk memelihara dan
melindungi agama islam di setiap periode zaman. Dan juga bermanfaat untuk memberikan hak
kepada setiap orang untuk memilih beriman kepada Allah atau tidak.

C. –Wajib adalah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika
ditinggalkan akan diberi siksa. Contoh dari perbuatan yang memiliki hukum wajib adalah shalat
lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan Zakat.

-Mandud atau Sunnah ialah sesuatu perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi
tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib atau sederhananya perbuatan yang jika dikerjakan
akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak akan mendapatkan siksaan atau hukuman.
Contoh dari perbuatan yang memiliki hukum mandud atau sunnah ialah  shalat yang dikerjakan
sebelum/sesudah shalat fardhu.

-Mubah Ada yang mengartikan bahwa mubah adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan
oleh agama antara mengerjakannya atau meninggalkannya. Contoh dari mubah adalah makan,
minum, bermain yang sehat dan sebagainya.

-MakruhPerbuatan makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya


itu lebih baik dari pada mengerjakannya. Contoh dari perbuatan makruh ini adalah memakai
sutra atau cincin emas bagi laki-laki.

-MakruhPerbuatan makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya


itu lebih baik dari pada mengerjakannya. Contoh dari perbuatan makruh ini adalah memakai
sutra atau cincin emas bagi laki-laki.

D. Ketetapan :-Rezeki

-Kematian

-Kepintaran

-Jodoh
-Penampilan Fisik

-Umur

Pilihan : -Orang yang miskin. Tetapi karena ia selalu ikhtiar dan berdoa menjadi kaya.

-Orang yang bodoh. Tetapi karena ia rajin belajar dan berdoa menjadi pintar.

-Orang yang sakit. Karena ia rajin berobat menjadi sehat.

-Seorang ibu yang mengandung dan melahirkan seorang bayi.

-Seseorang yang tidak kunjung jua mendapat pekerjaan. Tetapi karena ia selalu

berusaha dan berdoa, ia mendapatkan pekerjaan yang ia inginkan.

E. Pertama:Orang yang terkena beban kewajiban (mukalaf) merupakan suatu


keharusan ketika masuk Islam dan mengamalkan dengan syareatnya adalah orang berakal balig.
Yang telah sampai kepadanya dakwah Islam dan sampai kepadanya hujjah.

Kedua:Mengucapkan dua kalimat syahadat termasuk syarat masuk agama Islam.


Bagi orang yang mampu berbicara dengan keduanya.

2. A. fikih sebagai pengetahuan diri tentang apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Kemudian
dijelaskan bahwa ada satu penekanan yang melekat pada fiqh, yaitu pencapaiannya yang
berdasarkan zann(dugaan kuat) sehingga ulama (terutama usuliyyin) menyebut fikih sebagai bab
dugaan (al-fikih min bab az-zunun).Adapun Kata “Usul al-fikih” terdiri dari dua kata, yaitu
“Usul”dan “al-Fikih” yang dipakai menjadi nama sesuatu tertentu dan kata-kata tersebut tidak
terlepas dari makna dasar setiap kata sebelum disatukan menjadi nama sesuatu tertentu itu.
Dilihat dari sudut tata bahasa Arab, rangkaian kata ushul dan fikih tersebut dinamakan tarkib
idhafi, sehingga dua kata itu memberi pengertian ushul bagi fikih, Usul‫ )) أصول‬adalah bentuk
jamak dari kata asl(‫ ) اصو‬yang menurut bahasa diartikan dengan dasar suatu bangunan atau
tempat suatu bangunan.8Aslberarti dasar, seperti dalam kalimat “Islam didirikan atas lima
usul(dasar atau fondasi)”. Masih banyak pengertian yang dapat diambil dari kata aslseperti,
cabang, yang kuat, fondasi suatu bangunan dan seterusnya.Jadi Usul fikihberarti sesuatu yang
dijadikan dasar bagi fikih. Akan tetapi pengertian yang lazim digunakan dalam ilmu usul fikih
adalah dalil, yang berarti usul fikih adalah dalil-dalil bagi fikih.

B. Ushul fikih (bahasa Arab: ‫ )أصول الفقه‬adalah ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari
kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan
hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.
Menurut Ensiklopedi Islam, perbedaannya terlihat pada objek kedua ilmu tersebut. Objek
ushul fikih adalah dalil-dalil, sedangkan objek fikih adalah per buatan seseorang yang telah mu
kalaf (dewasa dalam menjalankan hukum).

C. Objek pembahasan ilmu ushul fiqh adalah dalil syari' yang bersifat umum ditinjau dari segi
ketetapan-ketetapan hukum yang bersifat umum pula. Jadi seorang pakar ilmu ushul membahas
tentang qiyas dan kehujjahannya,tentang dalil 'Amm dan yang membatasinya,dan tentang
perintah (amr) dan dalalahnya,demikian seterusnya.

D. Kata fiqh adalah bahasa Arab yang berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang bermakna
mengerti atau memahami. Hal ini merupakan su-atu suruhan Allah SWT supaya di antara orang-
orang beriman ada suatu kelompok yang berkenan mempelajari agama.Sekalipun ditinjau dari
segi kekhususan makna, ayat itu tidak me-nuju kekhususan ilmu fiqh, tetapi pernyataan ayat itu
telah menjaring pengertian ilmu fiqh itu sendiri. Artinya, perintah mempelajari agama sudah
mencakup suruhan mempelajari hukum-hukum yang ada dalam ketentuan agama.

-Fiqh adalah proses pembelajaran untuk mengetahui hukum-hukum (syariat) Islam, ushul fiqh
dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum dan
perbuatan-perbuatan manusia yang dikehendaki oleh fiqh. Hubungan antar fiqh dan Ushul Fiqh
sangat erat, hingga tidak dapat dipisahkan.

E. perbedaannya terlihat pada objek kedua ilmu tersebut. Objek ushul fikih adalah dalil-dalil,
sedangkan objek fikih adalah per buatan seseorang yang telah mu kalaf (dewasa dalam
menjalankan hukum).

"Jika ushuli (ahli ushul fikih) mem bahas dalil-dalil dan kaidah-kaidah yang bersifat umum,
fukaha (ahli fikih) mengkaji bagaimana dalil-dalil juz'i (sebagian) dapat diterapkan pada
peristiwa-peristiwa yang khusus. Ilmu usul fikih hadir dengan tujuan untuk mengetahui dalil-
dalil syariat, baik yang menyangkut bidang akidah, ibadah, muamalah, akhlak, maupun sanksi
(hukum yang berkaitan dengan masalah pelanggaran atau kejahatan). Dengan demikian, menurut
Ensiklopedi Islam, hukum-hukum Allah SWT dapat dipahami dan diamalkan.

Dengan begitu, ushul fikih bukanlah sebuah tujuan, melainkan sarana untuk mengetahui hukum-
hukum Allah SWT terhadap suatu peristiwa yang me merlukan penanganan hukum. Dengan
adanya ilmu ushul fikih, agama akan terpelihara dari penyalahgunaan dalil.

3. A. Periodisasi perkembangan ushul fiqh di mulai sejak zaman Rasulullah SAW sumber
hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan Assunnah, semenjak masa sahabat telah timbul
persoalan-persoalan baru yang menuntut ketetapan hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad,
mencari ketetapan hukumnya. Selanjutnya pada masa tabi’in, tabi’it-tabi’in dan para imam
mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas,
sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak
berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya Dengan semakin
tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan
semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul, yang tidak didapati ketetapan
hukumnya dalam Alquran dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah
itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.

B. Pada zaman sahabat dan tabi’in, pengetahuan mereka sempurna tentang hukum-hukum yang
terrdapat di dalam Al-Quran dan mengetahui pula sebab-sebab turunnya, serta rahasia syariat dan
tujuan karena pergaulan mereka pada zaman nabi saw. Karena itu mereka tidak memerlukan
peraturan-peraturan dalam mengambil suatu hukum. Mereka tidak menggunakan pengetahuan
Ushul Fiqh dalam teori, tetapi dalam praktek sesungguhnya ilmu ini telah diterapkan dan
menjadi teladan bagi umat sesudahnya.

C. Pada masa tabiin, tabi’ al-tabiin, dan para imam mujtahid kekuasaan Islam meluas ke daerah
daerah yang di huni oleh orang-orang yang bukan berbahasa Arab atau bukan bangsa Arab,
kondisi budayanya cukup berbeda-beda. Banyak di antara ulama yang bertebaran ke daerah-
daerah tersebut dan tidak sedikit pula penduduk daerah tersebut yang masuk Islam. Semakin
kompleksnya persoalan-persoalan hukum yang ketetapannya tidak di jumpai di dalam al-quran
dan hadis. Karena itu ulama-ulama yang tinggal di daerah tersebut melakukan ijtihad, mencari
ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka terhadap ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi.
Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidangnya pada
masa itu, kegiatan ijtihad menjadi maju pesat.

D. Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu menyusun ilmu fikih sesuai dengan Alquran,
hadis, dan ijtihad para Sahabat. Setelah Islam semakin berkembang, dan mulai banyak negara
yang masuk kedalam daulah Islamiyah, maka semakin banyak kebudayaan yang masuk, dan
menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru ini yang tidak ada di zaman Rosulullah. Maka
para Ulama ahli Usul Fiqh menyusun kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai
dengan dalil yang digunakan oleh Ulama penyusun ilmu fikih.[2]

Usaha pertama dilakukan oleh Imam Syafi'i dalam kitabnya Arrisalah. Dalam kitab ini ia
membicarakan tentang Alquran, kedudukan hadis, ijma, qiyas, dan pokok-pokok peraturan
mengambil hukum. Usaha Imam Syafi'i ini merupakan batu pertama dari ilmu ushul fiqih yang
kemudian dilanjutkan oleh para ahli ushul fiqih sesudahnya. Para ulama ushul fiqih dalam
pembahasannya mengenai ushul fiqih tidak selalu sama, baik tentang istilah-istilah maupun
tentang jalan pembicaraannya

E. Aliran Syafi’iyah (Aliran Mutakallimin)

Aliran Syafi’iyah atau sering dikenal dengan Aliran Mutakallimin (Ahli Kalam). Aliran ini
disebut syafi’iyah karena imam syafi’I adalah tokoh pertama yang menyusun ushul fiqih dengan
menggunakan system ini. Dan aliran ini disebut aliran mutakallimin karena dalam metode
pembahasannya didasarkan pada nazari,falsafah dan mantiq serta tidak terikat pada mazhab
tertentu dan mereka yang banyak memakai metode ini berasal dari ulama’ mutakallimin (ahli
kalam).
Aliran Hanafiyah (Fuqaha)

Aliran ini banyak dianut oleh ulama’ mazhab hanafi. Dalam menyusun ushul fiqih, aliran ini
banyak mempertimbangkan masalah-masalah furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka.
Tegasnya, mereka menyusun ushul fiqih sengaja untuk memperkuat mazhab yang mereka anut.
Oleh sebab itu, sebelum menyusun setiap teori dalam ushul fiqih, mereka terlebih dahaulu
melakukan analisis mendalam terhadap hukum furu’ yang ada dalam mazhab mereka.

Aliran Muta’akhirin

Aliran yang menggabungkan kedua system yng dipakai dalam menyusun ushul fiqih oleh
aliran Syafi’iyah dan aliran Hanafiyyah. Ulama’-ulama’ muta’akhirin
melakukan tahqiq terahadap kaidah-kaidah ushuliyah yang dirumuskan kedua alirn tersebut.
Lalu mereka meletakkan dalil-dalil dan argumentasi untuk pendukungnya serta menerapkan
pada furu’ fiqhiyyah.

4. A. Kata-kata “Sumber Hukum Islam' merupakan terjemahan dari lafal Mashâdir al-
Ahkâm. ... Kemudian, yang dimaksud dengan Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum
syariat yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menentukan sebuah hukum.
B. stilah dalil menurut pengertian bahasa mengandung beberapa makna, yakni: penunjuk,
buku petunjuk, tanda atau alamat, bukti, dan saksi. Ringkasnya, dalil ialah penunjuk (petunjuk)
kepada sesuatu, baik yang material (hissi) maupun yang non material (ma’nawi). Sedangkan
secara istilah,  para ulama mengemukakan beberapa definisi, di antaranya adalah; Menurut Abd
al-Wahhab al-Subki, dalil adalah sesuatu yang mungkin dapat mengantarkan (orang) dengan
menggunakan pikiran yang benar untuk mencapai objek informatif yang diinginkannya. Menurut
Al-Amidi, para ahli Ushul Fiqih biasa memberi definisi dalil dengan “sesuatu yang mungkin
dapat mengantarkan [orang] kepada pengetahuan yang pasti menyangkut objek informatif”.
sedangkan Wahbah al-Zuhaili dan Abd al-Wahhab Khallaf, menyatakan bahwa, dalil adalah
sesuatu yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara yang
bersifat praktis.

C. Kehujjahan al qur'an sebagai sumber hukum islam adalah yang pertama. Al qur'an
merupakan dalil paling kuat bagi umat islam dalam berhujjah. Karena isi dari al qur'an sudah
pasti benar dan tidak ada keraguan dalam seluruh isi al qur'an. Sebagaimana firman Allah dalam
surah al baqarah ayat 2.
D. Qath'i al-Dalalah adalah nas yang jelas dan tertentu yang hanya memiliki satu makna, dan
tidak terbuka untuk makna lain. Sedangkan zhanni al-Dalalah adalah kebalikan dari qath'i al-
Dalalah, ia terbuka untuk pemaknaan, penakwilan dan penafsiran.

a. Ayat tentang perintah mendirikan shalat; َ‫صلُ ْميِقَأ‬


َّ ‫وةَوا ال‬Artinya; Laksanakanlah shalat.

ayat ini belum pasti menunjuk kewajiban shalat dan belum pasti juga yang dimaksud dengan
shalat adalah kegiatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, karena shalat
menurut bahasa adalah do’a.

ِ ‫د ََل َّونُهَّن لُ َكم يَّن لِم اُ ُكا َجوْ زَ َأ َك َرا تَ ُم ْف‬Artinya; “Dan bagimu
b. Q.,s. al-Nisa (4): 12; ‫ص ْن ُم َكلَو‬
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu jika mereka tidak
mempunyai anak”.

Penunjukkan makna (al-dalalah) ayat tersebut adalah qath’i, yaitu jelas dan pasti, sehingga tidak
boleh dita’wil dan dipahami selain yang ditunjukkan oleh ayat tersebut. Dengan demikian,
bagian seorang suami dalam mewarisiharta peninggalan istrinya yang meninggal dengan tanpa
ada anak adalah setengah dari harta peninggalannya.

َ ‫الزةَ ْد َل َجةَْئاِا َم ُم ْه ِن ٍم ِدا َح َّل ُووا ُك ِداْل‬


c.Q.,s. an-Nur (24): 2; َ‫جى فِنَّالزَ ُوة‬ ٍ َّ‫يِان‬Artinya; “Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduannya seratus kali
dera”.

Kata “seratus kali”tidak mengandung kemungkinan ta’wil atau pemahaman lain. Dengan
demikian ayat ini bersifat qath’i al-dalalah maksudnya bahwa had zina itu seratus kali dera, tidak
lebih, dan tidak kurang.

E. Adapun ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafadz lafadz yang dalam al-Qur’an
mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk di ta’wilkan. dalil yang
menunjukkan arti yang dapat dipahami dengan jelas, tidak mengandung ta’wil dan tidak ada
lapangan untuk memahamkan artinya itu selain dari itu. Sedangkan nash dalil zhanni yaitu apa
yang menunjukkan makna tapi mengandung hal-hal untuk menta’wilkan dan menyimpang dari
arti ini yang dimaksud olehnya adalah arti lain.

QS. Al Baqarah : 228


‫ات يَتَر بصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَلَثَةَ قُرُوْ ٍء‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”.
(Q.S. Al Baqarah : 228).
     
Lafadz quru dalam bahasa arab adalah musytarak (satu kata dua artinya atau lebih).  Di
dalam ayat tersebut bisa berarti bersih (suci) dan kotor (masa haidh) pada nash tersebut
memberitahukan bahwa wanita-wanita yang ditalak harus menunggu tiga kali quru’. dengan
demikian, akan timbul dua pengertian yaitu tiga kali bersih atau tiga kali kotor. jadi adanya
kemungkinan itu, maka ayat tersebut tidak dikatakan qath’i. karena itu dalam hal ini para imam
mujtahid berbeda pendapat tentang masa menunggu  (‘iddah) bagi wanita yang dicerai, ada yang
mengatakan tiga kali bersih dan ada yang mengatakan tiga kali haidh.

5. A. Sunah (‫ سنة‬sunnah, plural ‫ سنن‬sunan) adalah kata Arab yang berarti "kebiasaan" atau
"biasa dilakukan". Secara istilah sunah adalah jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para
sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan.

B. -Para ushuliyyin mendefinisikan sunnah dengan sabda, perbuatan, ketetapan, sifat yang
dapat dijadikan sebagai sumber syariat. Adapun sunnah menurut para fuqaha adalah suatu sifat
hukum atas suatu perbuatan yang apabila dikerjakan memperoleh pahala, sementara jika
ditinggalkan maka tidaklah berdosa.

-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya
sunnah.

C. Sunnah Qauliyah, adalah sunnah berupa perkataan, ucapan ataupun sabda yang datang
dari Rasulullah SAW yang isinya adalah tuntunan, petuntuk syara, kisah-kisah dan
sebagainya.

Sunnah Fi’liyah, adalah semua perbuatan dari Rasulullah yang kemudian menjadi hukum
dalam islam.
Sunnah Taqririyah, adalah semua ketetapan Rasulullah SAW atas apa-apa yang datang
atau pun dilakukan oleh sahabat yang kemudian menjadi hukum dalam islam.

Sunah hammiyah, adalah segala sesuatu yang dihendaki oleh Rasulullah SAW namun
belum sempat beliau kerjakan.

D. Semantara fungsi sunnah terhadap al Qur'an adalah pertama, sunnah berfungsi sebagai
penguat (ta'qid) atas apa yang dibawa al Qur'an. Kedua, fungsi sunnah sebagai penjelas (tabyin)
atas apa yang terdapat dalam al Qur'an.

E. Sunah Ghoiru Tasyri’iyah

1. Sunah yang tidak harus untuk diikuti dan hukumnya tidak mengikat, dan sunah ini ada
tiga macam yaitu;
 Ucapan dan perbuatan Nabi yang ditimbul dari hajat insane dalam kehidupan
keseharian Nabi dalam pergaulan seperti: makan, tidur, kunjungan, cara
berpakaian dan ucapan serta perbuatan nabi sebagai seorang manusia biasa.
 Ucapan dan perbuatan Nabi yang timbul dari pengalaman pribadi, kebiasaan
dalam pergaulan, seperti;urusan pertanian dan kesehatan Nabi.
 Ucapan dan perbuatan Nabi yang timbul dari tindakan pribadi dalam keadaan dan
lingkungan yang tertentu, seperti: penempatan pasukan, pengaturan barisan,dan
penentuan tempat dalam peperangan.
2. Semua yang dinukil dari Nabi dalam bentuk tiga bentuk tersebut tidak     mempunyai
daya     hukum yang mengandung untuk tuntutan dan larangan. 

Sunah Tasyri’
Sunah yang berdaya hukum untuk diikuti , sunah dalam bentuk ini ada tiga macam:
 Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi dalam bentuk penyampaian Risalah dan
penjelasan terhadap Al-Quran, seperti: menjelaskan apa-apa yang ada dalam Al-Quran yang
masih bersifat belum jelas, menjelaskan ibadat, halal dan haram, akidah dan akhlak.
   Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi dalam kedudukannya sebagai imam dan
pemimpin umat islam , dan tindakan yang lainnya dalam bentuk sifatnya sebagai pemimpin.
  Ucapan dan perbutannya yang muncul dalam kedudukannya sebagai hakim dan Qadhi yang
menyelesaikan persengketaan umat islam.
Sunah berdaya hukum tersebut secara garis besarnya mengandung beberapa bidang antara
lain Akidah, Akhlak, dan hukum-hukum Amaliyah.

6 A. Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang


sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk
memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat
menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun, pada perkembangan selanjutnya
diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Dalam negara Islam hubungan antara sesama warga negara, yang Muslim dan yang non-
Muslim, sepenuhnya ditegakkan atas asas-asas toleransi, keadilan, kebajikan, dan kasih sayang.
Setiap Muslim dituntut agar memperlakukan semua manusia dengan kebajikan dan keadilan,
walaupun mereka itu tidak mengakui agama Islam. Para penganut agama selain Islam (non-
Muslim) di negara Islam biasa disebut dengan Ahludz Dzimmah, karena mereka memiliki
jaminan perjanjian Allah dan Rasul-Nya serta semua kaum Muslim untuk hidup dengan aman
dan tenteram di bawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Dengan
demikian, kaum non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban
semua warga negara.

B. Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam
beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu. Orang yang
melakukan ijtihad disebut mujtahid.

C. 1. Memiliki pemahaman dan penguasaan mendalam tentang Alquran dan Sunnah, tentang
asbabun nuzul dan asbabul wurud, kaidah tafsir dan kaidah hadith, serta pemahaman -
pemahaman lainnya tentang Alquran dan As Sunnah

2. Memahami hadist dan ilmu musthalahnya

3. Menguasai Bahasa Arab dan segala cabang ilmunya

4. Memiliki pemahaman tentang ilmu fiqh dan ushulnya

5. Memahami Syariat Islam

6. Memiliki pemahaman tentang qawaid kulliyyah dan qawaid fiqhiyyah.

Tingkatan Mujtahid

-Mujtahid Mustaqil
Adalah seseorang yang mampu membuat kaidah sendiri dalam menyimpulkan hukum fikih.

-Mujtahid Muthlaq Ghairu Mustaqil

Adalah seseorang yang memenuhi kriteria sebagai seorang mujahid mustaqil, akan tetapi ia tidak
membuat kaidah-kaidah sendiri dalam menyimpulkan masalah-masalah fikihnya.

-Mujtahid Muqayyad 

Adalah seseorang yang berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak ada nashnya
(keterangannya) dalam kitab-kitab mazhab, seperti, Al-Hashafi, Al-Thahawi, Al- Kurhi, Al-
Halwani, Al-Srakhosi, Al-Bazdawi dan Qadli Khan dari kalangan Mazhab Al-Hanafiyah. Al-
Abhari, Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani dari kalangan Mazhab Al-Malikiyah. Abi Ishaq Al-Syiraji,
Al-Marwadzi, Muhammad bin Jarir, Abi Nashr, Ibnu Khuzaimah dari kalangan Mazhab Al-
Syafi’iyah. Al-Qadli Abu Ya’la, Al-Qadli Abi Ali bin abi Musa dari kalangan Mazhab Al-
Hanabilah.

-Mujtahid Tarjih 

Adalah mereka yang mampu mentarjih (menguatkan) salah satu pendapat dari satu imam mazhab
dari pendapat-pendapat mazhab imam lain, atau dapat mentarjih pendapat salah satu imam
mazhab dari pendapat para muridnya atau pendapat imam lainnya.

-Mujtahid Fatwa 

Adalah seseorang yang senantiasa mengikuti salah satu mazhab, mengambil dan memahami
masalah-masalah yang sulit ataupun yang mudah, dapat membedakan mana pendapat yang kuat
dari yang lemah, mana pendapat yang rajih dari yang marjuh, akan tetapi mereka lemah dalam
menetapkan dalil dan mengedit dalil-dalil qiyasnya.

-Muqallid 

Adalah mereka yang tidak mampu melakukan hal-hal di atas, seperti membedakan mana yang
kuat mana yang lemah. Ia hanya bisa mengikuti pendapat-pendapat ulama yang ada.

D. Anggapan bahwa cukup kembali kepada al-Qur’an dan sunnah dan tidak perlu akan adanya
ijtihad adalah anggapan yang tidak tepat. Kenapa? Karena walaupun sudah kembali kepada al-
Qur’an dan sunnah tetap dibutuhkan ijtihad untuk mengistinbathkan hukum-hukum yang
terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah.

Ayat-ayat al-Qur’an yang jumlahnya sekitar enam ribuan ayat lebih dan juga hadits-hadits Nabi
SAW yang terdapat dalam kitab-kitab hadits adalah panduan utama kaum muslimin dalam
beragama sampai hari kiamat nanti.

Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW yang terbatas jumlahnya dituntut untuk
menjadi solusi untuk menyelesaikan semua permasalaahan umat Islam baik dari zaman
diturunkannya al-Qur’an di zaman Nabi SAW sampai hari kiamat nanti. Dari sinilah kita ketahui
fungsi dari ijtihad yang berlandaskan al-Qur’an dan sunnah untuk menyelesaikan semua
problematika umat dan menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam keduanya.

Anda mungkin juga menyukai