Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HADIST

IMAN DALAM KEHIDUPAN


SOSIAL
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist
Dosen Pengampu : Khaeron Sirin M.A.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

Ilham Baihaqi Ramdhani 11200530000052

Muhammad Rafiq 11200530000066

Shinta Azhari 11200530000074

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU

KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Hadits yanng berjudul “IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL”.
Penulis berterima kasih kepada Bapak Khaeron Sirin M.A. selaku dosen pengampu
mata kuliah Studi Islam yang telah memberikan tugas ini. Penulis sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya penulis
meminta maaf apabila terdapat kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, diharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 11 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... iv


B. Rumusan Masalah ................................................................................ iv
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. iv

BAB II PEMBAHASAN
A. Cinta sesama muslim sebagian dari iman............................................. 1
B. Ciri seorang muslim tidak mengganggu orang lain.............................. 2
C. Realisasi iman dalam menghadapi tamu............................................... 5
D. Berkurangnya iman dan islam karena maksiat..................................... 9
E. Rasa malu sebagian dari iman.............................................................. 11

BAB III KESIMPULAN…………………………………………………... 15

BAB IV DAFTAR PUSTAKA........................................................................


16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an. Dilihat dari sudut
periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat perbedaan. Untuk Al-Qur’an
semua periwayatannya berlangsung secara mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits
sebagian berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sejalan
dengan perkembangan waktu, umat manusia juga menghadapi berbagai permasalahan yang
harus di sikapi dan di jalankan dengan baik. Maka bagi umat islam, permasalahan yang
timbul kapanpun dan di manapun maka harus di kembalikan kepada pegangan hidup
mereka yang telah di tetapkan, yaitu al-Qur’an dan Hadis. Oleh sebab itu, kami sebagai
pemakalah ingin memaparkan apa-apa saja sikap yang harus kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari karena sesungguhnya begitu banyak penerapan- penerapan hadis yang di ajarkan
Rasullullah seperti mencintai sesama muslim, tidak menggangu muslim lain, realisasi iman
terhadap tamu, hal yang dapat mengurangi iman, serta pentingnya rasa malu. Kita sebagai
umat muslim tentunya patut untuk mencontoh semua jejak-jejak Rasullullah SAW semasa
hidupnya. Dengan demikian kita pantas di katakan sebagai umat Nabi SAW.

B. Rumusan Masalah
1. Kenapa cinta sesama muslim itu sebagian dari iman ?
2. Bagaimana ciri seoramg muslim yang tidak mengganggu orang lain ?
3. Bagaimana realisasi iman dalam menghadapi tamu ?
4. Apakah maksiat mengurangi iman dan islam ?
5. Apakah malu sebagian dari iman?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui cinta sesama muslim itu sebagian dari iman
2. Mengetahui ciri-ciri muslim yang tidak mengganggu orang lain
3. Mengetahui realisasi iman dalam menghadapi tamu
4. Mengetahui dampak perbuatan maksiat terhadap iman dan islam
5. Mengetahui sifat malu juga termasuk sebagian dari iman

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cinta Sesama Muslim Sebagian Dari Iman

‫ الَ يُْؤ ِم ُن َأ َح ُد ُك ْم َحتَّى ي ُِحبُّ َأِل ِخ ْي ِه‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َع ِن النَّبِ ِّي‬ ٍ ‫ع َْن َأ ْن‬
ِ ‫س َر‬
)‫والنساى‬
ٔ ‫َمايُ ِحبُّ لِنَ ْف ِس ِه ( رواه البخا رى و مسلم وأ حمد‬

“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam. Bersabda,
“tidaklah termasuk beriman seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” { H.R. Bukhari,Muslim,Ahmad,dan Nasa’i }1

Kita tidak mengetahui bahwa cinta sesama muslim merupakan hubungan horizontal
yang masih dipupuk dan dilestarikan, bahkan dalam sebuah hadist menyatakan,bila salah
seorang diantara kamu kita pun mengalami hal yang sama, kita harus yakin seberat apapun
beban yang ada dipundak akan terasa ringan bila kita saling membagi.

Seseorang mukmin yang ingin mendapat ridho Allah SWT. Harus berusaha untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya.2 Salah satunya adalah mencintai sesama
saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadist diatas.

Namun demikian, hadis di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang
tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya berarti tidak beriman. Maksud
َ ‫ الَ يُْؤ ِمنُ َأ‬Pada hadis diatas “tidak sempurna keimanan seseorang, jika tidak
pernyataan ‫ح ُد ُك ْم‬
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.3

Hadis diatas juga menggambarkan bahwa islam sangat menghargai persaudaraan


dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan
dan bukan hal-hal lain,sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci.
Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain,
persaudaraan yang didasarkan lillah, sebagaimana diterangkan dalam banyak hadis tentang

1
Sainuddin Akhmad Azzubaidi, “Terjemah Hadis Bukhari” ( Semarang: CV. Toha Putra, 1986). h 30
2
H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000).h  36.
3
H. Rachmad Syafe’i, op. Cit. Hal .37
1
keutamaan orang yang saling mencintai Karena Allah SWT. Dalam hadis lain,Rasulullah
SAW.menyatakan:

ِ َ‫ِإ َّن ْالمـُــْؤ ِمنَ لِ ْل ُمْؤ ِم ِن َك ْالبُ ْني‬


ُ ‫ان يَ ُش ُّدبَ ْع‬
‫ضهُ ْم بَ ْعضًا‬
Artinya :“ sesungguhnya antara seorang mukmin dengan mukmin lainya bagaikan bangunan
yang saling melengkapi (memperkokoh)satu sama lainnya.” (H. R. Bukhari dan Muslim )

Sebaiknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara


seiman yang betul-betul taat kepada Allah SWT. Rasulullah SAW. memberikan contoh siapa
saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka,
orang-orang yang suku berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadis:

‫ لِ ْيلَّيَنِ ْى ِم ْن ُك ْم‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ لُوْ هلل‬:‫ضيَاهللُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫َــــن ِع ْندَا هللِ اب ِْن َم ْسعُوْ ا ٍد َر‬ ْ ‫ع‬
ِ ‫ت اَْأل ْس َو‬
‫اق‬ ِ ‫َأوْ لُوْ ااَْألحْ الَ ِم َوالنُّ ٰهى ثُ َّم يَلُوْ نَهُ ْم ثَالَ ثًا َوِإيَـــــا ُك ْم َو ِه ْي َشا‬
( ‫)رواه مسلم‬

Artinya : “Abdullah Ibn Mas’ud R.A., Ia Berkata Rasulullah SAW.Bersabda , Hendaknya Mendekat
Kepadaku Orang-Orang Dewasa Dan Yang Pandai,Ahli-Ahli Pikir. Kemudian Berikutnya Lagi.
Awaslah! Janganlah Berdesak-Desakan Seperti Orang-Orang Pasar.” ( H. R.Muslim)

Hal itu tidak berarti diskriminatif karena islam pun memerintahkan umatnya untuk
mendekati orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka
atau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.4

B. Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain

.‫ اَ ْل ُم ْسلِ ُم ِم ْن َسلِ َم ْالمـُـ ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسا نِ ِه َويَ ِد ِه‬:‫ال‬


َ َ‫ ق‬.‫م‬.‫َـــــن ِع ْن ِدهللاِ ب ِْن ُع َم َر َع ِن النَّبِ ِّي ص‬
ْ ‫ع‬
)‫والنساى‬
ٔ ‫َو ْل ُمـــهَا ِج ُر َم ْن ه ََج َر َما نَهَى هللاُ َع ْنهُ ( رواه الجخا رى وأ بوداود‬
Artinya : “Abdullah bin Umar berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : “Seorang muslim
adalah orang yang menyebabkan orang-orang Islam (yang lain selamat dari lisan dan tangannya
dan orang yang hijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang telah dilarang Alah SWT.” (H.R.
Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa’i)5

Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang
muslim, dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupan sehari-hari, dan

4
Goresan Qalbu, “Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman,” https://engkauyangterindah.blogspot.com/2014/12/cinta-
sesama-muslim-sebagian-dari-iman.html, (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 12.03).
5
Sulaiman Noor, Hadist-hadist Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta:Gaung Persada Pres,2010), halaman
27.
2
juga menjelaskan hakikat hijrah dalam pandangan Islam.
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa seorang Muslim adalah orang yang membuat
kaum Muslim lain selamat dari lisan dan tangannya. Artinya, Muslim diajarkan untuk menjaga
hubungan baik dengan Allah dan manusia dengan menjaga lisan dan tangannya. 6 Orang yang
mengucapkan dua kalimah syahadat telah tergolong muslim. Akan tetapi, untuk dikatakan
muslim yang sebenarnya (haqiqi), ia harus memiliki tingkah laku yang sesuai dengan
ketentuan Islam, tanpa memilih atau membedakan syari’at yang disukai atau tidak disukai
olehnya.

Tidaklah dikatakan sempurna keIslaman seseorang jika ia hanya memperhatikan


ibadah ritual yang berhubungan dengan Allah SWT, tetapi melupakan atau meremehkan
hubungannya dengan manusia. Dalam hadits di atas dinyatakan bahwa seorang muslim
adalah orang yang mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezaliman atau
perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar
saudaranya sesame muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan
memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.

Adapun menyakiti orang lain dengan ucapan atau lisannya, misalnya dengan fitnah,
cacian, umpatan, hinaan, dan lain-lain. Perasaan sakit yang disebabkan oleh ucapan lebih sulit
dihilangkan daripada sakit akibat pukulan fisik. Tidak jarang terjadinya perpecahan,
perkelahian, bahkan peperangan di berbagai daerah akibat tidak dapat mengatur lisan
sehingga menyebabkan orang lain sakit hati. Salah satu pepatah arab menyatakan :

ِ ‫َسالَ َمةُ اِإْل ْن َسا ِن فِى ِح ْف ِظ ْاللِّ َس‬


‫ان‬
Artinya : “Keselamatan seseorang adalah dengan menjaga lisannya.”7

Dengan demikian, seseorang harus berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya


dengan cara apapun dan kapan pun. Sebaliknya, ia selalu berusaha menolong dan
menyayangi saudaranya seiman dengan kemampuan yang dimilikinya.
Hal itu karena menjaga orang lain, baik fisik maupun perasaannya sangat penting
dalam Islam. Tidak heran kalau amalan sedekah akan batal jika disertai dengan sikap yang
dapat menyakiti mereka yang diberi sedekah. Allah SWT berfirman.

‫هّٰلل‬ ۤ ُ ِ‫صد َٰقتِ ُك ْم بِ ْال َمنِّ َوااْل َ ٰذ ۙى َكالَّ ِذيْ يُ ْنف‬


ِ َّ‫ق َمالَهٗ ِرَئا َء الن‬
ِ ‫اس َواَل يُْؤ ِم ُن بِا‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تُب ِْطلُوْ ا‬
6
Fuji E Permana/ Nashih Nasrullah, “Diantara Berislam yang Paling Utama Menurut Rasulullah,”
https://www.republika.co.id/berita/qah03x320/di-antara-berislam-yang-paling-utama-menurut-rasulullah-saw, (diakses
pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 12.15)
7
(Software Bulughul Maram versi 2,0. 1429 H/2008 M Dani Hidayat hadist ke 1523)
3
‫ص ْلدًا ۗ اَل يَ ْق ِدرُوْ نَ ع َٰلى َش ْي ٍء‬ َ َ ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َرابٌ فَا‬
َ ٗ‫صابَهٗ َوابِ ٌل فَتَ َركَه‬ َ ‫َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر فَ َمثَلُهٗ َك َمثَ ِل‬
َ‫ِّم َّما َك َسبُوْ ا ۗ َوهّٰللا ُ اَل يَ ْه ِدى ْالقَوْ َم ْال ٰكفِ ِر ْين‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan
hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir.
Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu
itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu
apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
kafir.” (QS. Al-Baqarah:264)

Oleh karena itu, setiap muslim harus berhati-hati dalam bertingkah laku. Jangan asal
berbicara bila tidak ada manfaatnya. Jangan berbuat sesuatu bila hanya menyebabkan
penderitaan orang lain. Karena segala tindakan dan perbuatan akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak di akhirat sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya

ٰۤ ُ
‫ك َكانَ َع ْنهُ َم ْسـُٔوْ اًل‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ص َر َو ْالفَُؤا َد ُكلُّ ا‬
َ َ‫ْس لَكَ بِ ٖه ِع ْل ٌم ۗاِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ ُ ‫َواَل تَ ْق‬
َ ‫ف َما لَي‬
Artinya : ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya.” (Q.S Al-Isra’ : 36)8

Di samping itu, jika seseorang berbuat dosa kepada sesama manusia, Allah SWT
tidak akan mengampuni dosanya sebelum orang yang pernah disakitinya itu memaafkannya.

Dalam hadits di atas juga diterangkan tentang hijrah, yaitu bahwa hijrah yang
sebenarnya bukanlah berpindah tempat sebagaimana banyak dipahami orang, melainkan
berpindah dari kejelekan menuju kebaikan.

Memang sangat berat bagi orang yang terbiasa melakukan sesuatu yang dilarang
agama atau terbiasa tidak melakukan sesuatu yang telah diperintahkan agama untuk
mengubah perilakunya,padahal dia mengakui bahwa dirinya beriman. Dalam hati kecilnya, ia
mengakui bahwa perbuatan yang selama dilakukannya adalah salah. Akan tetapi, kalau
didasari niat yang betul, semuanya akan mudah. Ia akan berpindah dari jalan yang dimurkai
Allah SWT menuju jalan yang diridhai-Nya. Alah SWT pasti akan menyertai orang-orang
8
Al-qur`an Digital, Merdeka.com, 2022, https://www.merdeka.com/quran/al-isra/ayat-36, (diakses pada tanggal 12
Maret 2022, pukul 12.26)
4
yang ingin taat kepada-Nya dan memberikan pahala dan kebahagiaan kepada mereka.
Sebagaimana firman-Nya :

ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
‫ول ِٕىكَ هُ ُم‬ ‫َاجرُوْ ا َو َجاهَ ُدوْ ا فِ ْي َسبِي ِْل هّٰللا ِ بِا َ ْم َوالِ ِه ْم َواَ ْنفُ ِس ِه ۙ ْم اَ ْعظَ ُم َد َر َجةً ِع ْن َد ِ َۗوا‬
َ ‫اَلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َوه‬
َ‫ْالفَ ۤا ِٕى ُزوْ ن‬

Artinya : ”Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta
mereka dan jiwa mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang yang
mendapat kemenangan.” (Q.S At-Taubah : 20)
Hijrah juga dapat diartikan sebagai perjalanan panjang untuk meraih masa depan
yang lebih cerah. Dapat juga diartikan sebagai perjalanan panjang untuk mendapatkan ridha-
Nya. Untuk menempuh suatu perjalanan diperlukan bekal yang cukup. Bekal tersebut dalam
Islam adalah aqidah yang kuat. Orang yang kuat imannya tidak akan mudah tergelincir pada
perbuatan yang menyimpang perintah-Nya. Jika tergelincir kepada perbuatan salah, ia segera
berhijrah dari perbuatan jelek tersebut kepada perbuatan-perbuatan baik, sesuai perintah-Nya.

Di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah tidak mau menyakiti saudaranya
seiman. Selain itu, ia pun berusaha untuk berhijrah (pindah) dari melakukan perbuatan-
perbuatan yang dilarang Allah kepada perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya.

C. Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu (AN: 47)

ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكانَ يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل‬


َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬
َ َ‫ال ق‬
َ‫ت َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَاَل يُْؤ ِذ َجا َرهُ َو َم ْن َكان‬ْ ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا َأوْ لِيَصْ ُم‬
َ ‫يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
ُ‫ض ْيفَه‬
Artinya :
Dari Abū Hurairah raḍiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah ṣallaLlāhu ‘alaihi
Wasallam bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berkata
yang baik-baik atau hendaknya ia diam. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya." (Ṣaḥīḥ al-Bukhāriy ḥadīṡ no. 5994)9

Dalam hadis diatas, ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan kepada Allah dan
hari akhir, yakni berbicara baik atau diam, memuliakan tetangga, dan memuliakan tamu.
9
Hadits.id, Hadits Indonesia, https://www.hadits.id/?ref=logo, (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 17.05)
5
Keimanan itu tidak hanya sebatas pengakuan saja, tetapi harus diaplikasikan dalam bentuk-
bentuk nyata. Hadis di atas hanya menyebutkan tiga indikator yang menggambarkan sikap
seorang yang beriman, dan tidak berarti bahwa segala indikator keberimanan seseorang sudah
tercakup dalam hadis tersebut. Seandainya manusia betul-betul beriman kepada allah dan hari
akhir, ia akan berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemunkaran dan kemaksiatan. Namun
demikian, tidak berarti bahwa orang yang tidak memuliakan tamu dan tetangga, serta tidak
berkata yang baik dianggap tidak beriman kepadaAllah dan Rasulnya, maksud beriman
kepada Allah dan hari akhir adalah sebagai penyempurnaan iman. Ketiga hal di atas sangat
penting dalam kehidupan sosial.

1. Berbicara baik atau diam

Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar
dari dosa dan kejelekan, dari pada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal
yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Karena, Ucapan dapat
membuat seseorang bahagia, dan dapat juga menyebabkan orang sengsara, bahkan binasa.
Imam Al-Jalil Abu Muhammad bin Abi Zaid mengatakan bahwa berkata baik atau diam
termasuk satu dari empat etika kebaikan yang sangat utama dalam Islam, selain
meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat, menahan marah, dan mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya.10 Oleh sebab itulah sehingga Rasulullah memerintahkan
untuk berkata baik, dan jika tidak mampu mengucapkan yang baik maka diam merupakan
pilihan terbaik. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:

‫ت ِح ْك َمةٌ َوقَلِي ٌل‬ ُ ‫ص ْم‬َّ ‫ال َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( اَل‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫س رضي هللا عنه ق‬ ٍ َ‫َوع َْن َأن‬
‫وف ِم ْن قَوْ ِل لُ ْق َمانَ اَ ْل َح ِك ِيم‬
ٌ ُ‫َّح َأنَّهُ َموْ ق‬
َ ‫صح‬َ ‫يف َو‬ ِ ‫اعلُهُ ) َأ ْخ َر َجهُ اَ ْلبَ ْيهَقِ ُّي ِفي اَل ُّش َع‬
َ ‫ب بِ َسنَ ٍد‬
ٍ ‫ض ِع‬ ِ َ‫ف‬

Artinya : Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Diam itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya”. Riwayat Baihaqi
dalam kitabSyu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman
Hakim.11

Namun, tidaklah berarti bahwa sikap diam itu selamanya baik, sebab hadis di atas
10
Nashih Nasrullah, “Hikmah di Balik Sabda Rasulullah untuk Biasakan Diam,”
https://www.republika.co.id/berita/qc55pl320/hikmah-di-balik-sabda-rasulullah-saw-untuk-biasakan-diam (diakses
pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 17.20).
11
Blog Cari Hadits, Cari Hadis Versi Command Line Interface (CLI),
https://www.carihadis.com/Bulughul_Maram/1507, (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 17.25).
6
bukanlah memerintahkan untuk diam, tetapi hanya menyarankan untuk memilih diam jika
ucapan yang benar sudah tidak mampu diwujudkan. Yang paling bijaksana adalah
menempatkan kedua kondisi tersebut sesuai dengan porsinya dan sejauhmana memberikan
kemanfaatan. Dalam sebuah pepatah Arab dikatakan:

ٍ َ‫لِ ُك ِّل َمقَ ٍام َماقَا ٌل َولِ ُك ِّل َمق‬


‫ال َمقَا ٌم‬

Artinya : “Tiap-tiap kondisi ada perkataan yang tepat, dan tiap-tiap ucapan ada tempatnya.”

Demikian pentingnya ucapan yang baik sehingga Allah swt. mensinyalir bahwa ucapan
yang baik jauh lebih berharga daripada perbuatan yang tidak didasari oleh keikhlasan. Dalam
QS.Al-Baqarah (2): 263 Allah swt. berfirman:

‫ص َدقَ ٍة يَّ ْتبَ ُعهَٓا اَ ًذى ۗ َوهّٰللا ُ َغنِ ٌّي َحلِيْم‬


َ ‫ف َّو َم ْغفِ َرةٌ َخ ْي ٌر ِّم ْن‬
ٌ ْ‫قَوْ ٌل َّم ْعرُو‬
Artinya : “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi
tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun.”

Ayat tersebut memberikan motivasi untuk senantiasa berkata yang baik kepada orang
lain, meskipun tidak mampu memberikan sesuatu yang bersifat materil kepada mereka. Ayat itu
pula menuntun agar tidak menghardik orang yang meminta bantuan dan pertolongan kepada
kita, sebab tidak memenuhi permintaan mereka tetapi dengan kata-kata yang baik, akan lebih
menyenangkan hati mereka dari pada permintaannya dipenuhi tetap disertai dengan caci maki.

2. Memuliakan tetangga

Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, baik yang dekat maupun yang jauh,
muslim, kafir dan lain-lain. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya
merekalah orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk
dimintai pertolongan di kala kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus
senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan
terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya. Berbuat
baik kepada tetangga itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan
pertolongan, menengoknya saat sakit, melayat saat ada keluarganya yang meninggal dan lain-
lain.

Selain itu, sebagai tetangga kita juga harus senantiasa melindungi mereka dari
gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang. Di antara akhlak yang terpenting kepada
tetangga adalah:

7
1) Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira

2) Menjenguknya tatkala sakit

3) Berta’ziyah ketika ada keluarganya yang meninggal

4) Menolongnya ketika memohon pertolongan

5) Memberikan nasehat dalam berbagai urusan dengan cara yang ma’ruf, dan lain-lain.

Kenyataan historis menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang sangat


menghormati hak-hak tetangga dalam perspektif Hak Asasi Manusia. Dalam hubungan ini,
kehadiran Muhammad sebagai pembawa ajaran Islam merupakan pembebasan manusia dari
berbagai bentuk penindasan manusia atas manusia. Dalam Piagam Madinah dinyatakan
sebagai berikut: “(40) Segala tetangga yang berdampingan rumah harus diperlakukan sebagai
diri sendiri, tidak boleh diganggu ketentramannya, dan tidak diperlakukan salah. (41) Tidak
seorangpun tetangga wanita boleh diganggu ketentraman atau kehormatannya, melainkan
setiap kunjungan harus dengan izin suaminya”.12

3. Memualiakan Tamu

Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap


mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan
dan tidak memaksakan di luar dari kemapuan.
Diantara hal-hal yang harus diperhatikan dalam memuliakan tamu adalah memberikan
sambutan yang hangat. Hal ini akan lebih baik daripada disambut hidangan yang mahal-
mahal, tetapi dengan muka masam dan kecut. Namun, dalam menjamu tamunya ini haruslah
sesuai dengan kemampuannya. Seandainya kedatangan tamu yang bermaksud meminta
tolong tentang suatu masalah atau kesulitan, sebagai orang muslim kita harus memberinya
bantuan semampunya. Apabila tamunya tidak mengatakan suatu kebutuhan, tetapi kita
mengetahui bahwa tamu tersebut dalm keadaan fakir, sedangkan kita mampu, berilah bantuan
apalagi kalau tamu tersebut masih kerabat. Dan sebaliknya pihak tamu pun harus
mengertiketentuan bertamu dalam islam. Adapun etika bertamu yang harus diperhatikan
antara lain:
12
Sukadi, “Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu Dan Tetangga”,
https://suka-suka-dimana.blogspot.com/2013/06/realisasi-iman-dalam-menghadapi-tamu.html, (diakses pada tanggal 12
Maret 2022, pukul 17.52).
8
a) Masuk ke rumah orang lain atau tempat perjamuan, harus memberi salam, dan atau
memberi hormat menurut adat dan tata cara masing-masing masyarakat.

b) Masuk ke dalam rumah melalui pintu depan, dan diperjamuan melalui pintu gerbang
yang sengaja disediakan untuk jalan masuk bagi tamu.

c) Ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan dalam suatu perjamuan, selama
kegiatan itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

d) Duduk setelah dipersilahkan, kecuali di rumah sahabat karib atau keluarga sendiri.

e) Duduk dengan sopan.13

D. Berkurangnya Iman dan Islam karena Maksiat

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اَل يَ ْزنِي ال َّزانِي ِحينَ يَ ْزنِي َوهُ َو‬ ِ ‫ال َأبُو هُ َري َْرةَ َر‬
َّ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ِإ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ َ َ‫ق‬
‫ق َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن وزاد‬ُ ‫ْر‬
ِ ‫ق ِحينَ يَس‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق الس‬ ُ ‫ْر‬ ِ ‫ُمْؤ ِم ٌن َواَل يَ ْش َربُ ْال َخ ْم َر ِحينَ يَ ْش َربُهَا َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن َواَل يَس‬
َ ‫ف يَرْ فَ ُع النَّاسُ ِإلَ ْي ِه َأ ْب‬
‫صا َرهُ ْم فِيهَا ِحينَ يَ ْنتَ ِهبُهَا َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن‬ ٍ ‫ َواَل يَ ْنتَ ِهبُ نُ ْهبَةً َذاتَ َش َر‬:‫في رواية‬
)‫(أخرجه البخاري‬

Artinya : Ḥadīṡ riwayat Abū Hurairah raḍiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Nabi ṣallaLlāhu ‘alaihi
wasallam bersabda: "Seorang pezina tidak akan berzina di mana ketika sedang berzina ia
dalam keimanan yang prima. Dan seseorang tidak akan meminum khamar di mana ketika
sedang minum-minum ia dalam keimanan yang prima. Dan seorang pencuri tidak akan
mencuri di mana ketika sedang mencuri ia dalam keimanan yang prima. Dan seorang mulia
yang terpandang tidak akan merampas hak orang di mana ketika sedang merampas ia
dalam keimanan yang prima.” (Ṣaḥīḥ al-Bukhāriy ḥadīṡ no. 2295).14
Orang yang beriman akan merasa bahwa segala tingkah lakunya senantiasa diawasi
oleh Allah SWT. Tidak ada suatu perbuatan yang ia lakukan luput dari diawasi oleh Allah
swt. Di samping itu, ia selalu sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukannya harus
dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya, baik ataupun buruk, sekecil apapun akan menerima

13
Sulaiman Noor, Hadist-hadist Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta:Gaung Persada Pres,2010), halaman
37-38.
14
Kanal Sembilan, “Hilangnya Kesempurnaan Iman”, https://kanalsembilan.net/detailpost/hilangnya-kesempurnaan-
iman, (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pada pukul 18.02).
9
akibat dari perbuatannya itu.
Hal disinyalir Allah dalam QS. ah dalam QS. az-Zalzalah (99): 7-8:

‫فَ َم ْن يَّ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َخ ْيرًا يَّ َر ٗۚه‬

َ َ‫ࣖ و َم ْن يَّ ْع َملْ ِم ْثق‬


‫ال َذ َّر ٍة َش ًّرا ي ََّر ٗه‬ َ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Landasan umum berakhlak terhadap Allah Swt. adalah pengakuan bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu yang semua makhluk
tidak dapat mengetahui dengan baik dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah
swt. Oleh karena itu, mereka sebelum memuji-Nya, bertasbih terlebih dahulu dalam arti
menyucikan-Nya. Jadi jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan
kebesaran-Nya.15 Atas dasar kesadaran tersebut, maka orang yang benar-benar beriman
senantiasa berusaha mengerjakan perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan yang
dilarang oleh Allah swt. Seorang yang beriman tidak mungkin dengan sengaja melakukan
maksiat kepada Allah, karena ia merasa malu dan takut menghadapi azab - Nya serta takut
tidak mendapatkan ridha-Nya. Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Allah swt. akan
merasa bahwa hidupnya di dunia tidak memiliki beban apa-apa. Ia hidup semaunya, dan yang
penting baginya adalah ia merasa senang dan bahagia. Ia tidak memikirkan kehidupan setelah
mati kelak karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian, perbuatannya pun tidak
terlalu dipusingkan oleh masalah baik ataupun buruk. Kalaupun ia melakukan suatu
perbuatan baik, maka perbuatannya tersebut bukan karena mengharapkan ridha Allah swt.
karena ia tidak percaya kepada-Nya.
Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya beriman, tetapi sering melakukan
perbuatan dosa atau maksiat, mereka merasa dan mengetahui bahwa perbuatan yang
dilakukannya adalah perbuatan dosa, tetapi mereka tidak berusaha untuk mencegah dirinya
dari perbuatan tersebut. Hal itu antara lain karena kuatnya godaan setan dan besarnya
dorongan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam keadaan seperti ini, ia tetap
beriman, hanya saja keimanannya lemah (berkurang). Semakin sering melakukan perbuatan
dosa, semakin lemah pula imannya. Keimanan seseorang adakalanya bertambah dan
adakalanya berkurang. Oleh sebab itu, seyogyanya setiap orang beriman berusaha untuk

15
Unisba.ac.id, “Peranan Akhlak Dalam Kehidupan Seorang Muslim”, https://www.unisba.ac.id/peranan-akhlak-dalam-
kehidupan-seorang-muslim/, (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 18.09).
10
senantiasa memperbaharui keimanan dan ke-Islamannya. Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan selalu mengingat Allah dan mengerjakan perbuatan baik yang dan diridhai-Nya.
Dengan demikian, keimanannya relatif akan stabil. Selain itu, ia pun harus selalu ingat bahwa
sekecil apapun perbuatan maksiat itu, maka ia akan mendapatkan balasan-Nya. Meskipun di
dunia dapat selamat dari akibat kemaksiatan yang dilakukannya, tapi ia tidak dapat mengelak
dari balasan di akhirat kelak. Allah berfirman dah berfirman dalam QS. an-Nisa(4): 14:

‫ْص هّٰللا َ َو َرسُوْ لَهٗ َويَتَ َع َّد ُح ُدوْ د َٗه يُ ْد ِخ ْلهُ نَارًا خَ الِدًا فِ ْيهَ ۖا َولَهٗ َع َذابٌ ُّم ِهي ٌْن‬
ِ ‫ࣖ و َم ْن يَّع‬
َ
Artinya: Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di
dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.

Namun demikian, jika seorang hamba mau bertobat, selain ia kan mendapat ampunan
Allah, juga dipastikan imannya akan kembali utuh. Allah berfirman dalam QS. al-A’raf (7):
153:

‫ت ثُ َّم تَابُوْ ا ِم ۢ ْن بَ ْع ِدهَا َو ٰا َمنُ ْٓوا اِ َّن َربَّكَ ِم ۢ ْن بَ ْع ِدهَا لَ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم‬
ِ ‫َوالَّ ِذ ْينَ َع ِملُوا ال َّسي ِّٰا‬
Artinya: Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, Kemudian bertaubat sesudah itu dan
beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tobat yang akan mendapat ampunan Allah swt. tentu saja tobat yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh, yang dalam istilah al-Qur’an tobat nasuha. Segala dosa yang pernah
diperbuat oleh manusia tentu saja bisa diampuni oleh Tuhan asalkan kamu mau bertaubat.16

E. Rasa Malu Sebagian dari Iman (LM: 22)

ُ‫ار َوهُ َو يَ ِعظ‬ِ ‫ص‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّر َعلَى َر ُج ٍل ِمنَ اَأل ْن‬ َ ِ ‫ َأ َّن َرسُوْ َل هّللا‬،‫ْث ا ْب ِن ُع َم َر‬
ُ ‫َح ِدي‬
ُ‫ (َأ ْخ َر َجه‬.‫ َد ْعهُ فَِإ َّن ْال َحيَا َء ِمنَ اِإْل ْي َما ِن‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ فَقَا َل َرسُوْ ُل هَّللا‬،‫َأخَاهُ فِي ْال َحيَا ِء‬
ِ َ‫ْالبُخ‬
‫اري‬
Artinya : “Ḥadīṡ riwayat Ibnu ‘Umar raḍiyaLlāhu ‘anhu, bahwa Rasulullah ṣallaLlāhu ‘alaihi
wasallam berjalan melewati seorang sahabat dari Anṣār yang saat itu sedang memberi
pengarahan kepada saudaranya tentang malu. Maka Rasulullah ṣallaLlāhu ‘alaihi wasallam

16
Novita Ayuningtyas, “Cara Bertaubat Yang Benar Sesuai Ajaran Agama Islam”,
https://www.liputan6.com/citizen6/read/3906092/cara-bertaubat-yang-benar-sesuai-ajaran-agama-islam, (diakses pada
tanggal 12 Maret 2022, pukul 18.14).
11
bersabda: "Biarkan ia begitu, karena sesungguhnya malu adalah bagian dari iman.” (Ṣaḥīḥ al-
Bukhāriy hadīṡ no. 23)
Rasa malu merupakan salah satu sifat yang dianugerahkan Allah kepada manusia dan
sekaligus merupakan salah satu sifat yang membedakan manusia dengan binatang. Kadar rasa
malu pada tiap-tiap orang berbeda-beda, dan motif yang menyebabkan orang malu juga
sangat variatif. Dengan demikian, malu kadang yang dapat dikategorikan sebagai sifat yang
baik, dan adapula kalanya dapat dikategorikan sebagai sifat tercela. Oleh sebab itu, sifat ini
harus ditempatkan secara proporsional. Malu bukan hanya merupakan sifat dasar manusia,
akan tetapi lebih dari itu termasuk dalam salah satu ciri orang yang beriman dan simbol
keberimanan seseorang. Oleh sebab itulah sehingga Rasulullah dalam hadis di atas
menjadikan rasa malu sebagai bagian dari iman.
Namun demikian, malu yang dimaksud dalam hadis di atas bukan dalam arti bahasa,
tetapi arti malu di sini adalah malu dalam mengerjakan hal-hal yang jelek dan dan
bertentangan dengan syariat maupun norma-norma etika Islam. Hal itu dipertegasoleh hadis
lain: Adam telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dari
Abi al-Sawwar al-‘Adawiy ia berkata bahwa ia telah mendengar Imran bin Husain r.a berkata
bahwa Rasulullah SAW telah telah bersabda : “Malu itu tidak aka menimbulkan sesuatu
kecuali kebaikan semata.” (H.R. Bukhari danMuslim)

Sehubungan dengan makna malu sebagaimana yang disebutkan di atas, ulama


merumuskan definisi malu sebagai berikut: Hakikat malu adalah sifat atau perasaan yang
mendorong untuk meninggalkan perbuatan jelek dan menghalangi mengurangi hak orang
lain.

Menurut Abu al-Qasim (Junaid), perasaan malu akan timbul bila memandang budi
kebaikan dan melihat kekurangan diri. Hampir senada dengan itu, al-Hulaimy berpendapat
bahwa hakikat malu adalah rasa takut untuk melaksanakan kejelekan. Diantara ulama, ada pula
yang berpendapat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathu al-
Barya bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan haram adalah wajib; dalam
mengerjakan pekerjaan makruh adalah sunnah; dan dalam mengerjakan perbuatan yang mubah
adalah kebiasaan atau adat. Perasaan malu seperti itulah yang merupakan salah satu cabang
iman.17
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan ulama sebagaimana disebutkan

Dwi Andika, “Keimanan”, https://dwiandikaword.wordpress.com/2016/06/13/keimanan/, (diakses pada tanggal 12


17

Maret 2022, pukul 18.40).


12
di atas, dapat dipahami bahwa malu dalam melakukan perbuatan baik tidak termasuk dalam
kategori malu pada hadis ini. Demikian pula, tidak termasuk dalam kategori ini jika malu
untuk melarang orang lain berbuat kejelekan, karena Allah swt. sendiri tidak malu
menerangkan kebenaran. Sehubungan dengan hal iniAllah swt. berfirman dalam QS. al-
Ahzab (33): 53:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ْد ُخلُوْ ا بُيُوْ تَ النَّبِ ِّي آِاَّل اَ ْن يُّْؤ َذنَ لَ ُك ْم اِ ٰلى طَ َع ٍام َغي َْر ٰن ِظ ِر ْينَ اِ ٰنىهُ َو ٰل ِك ْن اِ َذا‬
‫ي فَيَ ْستَحْ ٖي‬ َّ ِ‫ث اِ َّن ٰذلِ ُك ْم َكانَ يُْؤ ِذى النَّب‬ ٍ ۗ ‫ُد ِع ْيتُ ْم فَا ْد ُخلُوْ ا فَا ِ َذا طَ ِع ْمتُ ْم فَا ْنت َِشرُوْ ا َواَل ُم ْستَْأنِ ِس ْينَ لِ َح ِد ْي‬
‫طهَ ُر‬ْ َ‫ب ٰذلِ ُك ْم ا‬ ِّ ۗ ‫ِم ْن ُك ْم ۖ َوهّٰللا ُ اَل يَ ْستَحْ ٖي ِمنَ ْال َح‬
ٍ ۗ ‫ق َواِ َذا َسا َ ْلتُ ُموْ هُ َّن َمتَاعًا فَا ْسـَٔلُوْ هُ َّن ِم ْن َّو َر ۤا ِء ِح َجا‬
‫هّٰللا‬
َ ‫لِقُلُوْ بِ ُك ْم َوقُلُوْ بِ ِه ۗ َّن َو َما َكانَ لَ ُك ْم اَ ْن تُْؤ ُذوْ ا َرسُوْ َل ِ َوٓاَل اَ ْن تَ ْن ِكح ُْٓوا اَ ْز َو‬
‫اجهٗ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ٖ ٓه اَبَد ًۗا اِ َّن ٰذلِ ُك ْم‬
‫َكانَ ِع ْن َد هّٰللا ِ َع ِظ ْي ًما‬

Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi
kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi
jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi
sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-
istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu
dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula)
menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu
sangat besar (dosanya) di sisi Allah.”

Al-Faqih Abu Laits al-Samarqandi mengklasifikasin malu dalam syari’at Islam menjadi dua,
yaitu:
1. Malu kepada Allah swt., maksudnya ialah malu melakukan maksiat kepadaAllah karena
menyadari besarnya nikmat Allah swt. yang dianugerahkan kepadanya.
2. Malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yang tidak berguna.
Malu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Oleh sebab itu, jika
manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak ada lagi bedanya dengan binatang.
Kehilangan rasa malu akan menyebabkan orang menjadi permissif, sehingga membenarkan
segala cara demi untuk kepuasan naluri.kemanusiaannya dan bahkan naluri dan kebinatangan
yang ada pada diri.

13
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Iman merupakan salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah hadis Nabi Shalallahu
alaihi wassalam. Dan iman ini berkenaan dengan hati dan tentunya tidak satupun yang tau
14
akan sesuatu yang ada didalam hati kecuali Allah SWT. Namun, sebagai orang yang lemah
manusia dapat menilai apakah seorang itu benar-benar beriman yang baik atau tidak
tentunya dapat dinilai dari perbuatan baik maupun buruk yang nyata dalam kehidupannya.
Karena iman tidak hanya cukup dengan pengakuan hati tetapi harus terealisasi dalam
kehidupannya. Bila baik perilakunya itu adalah indikasi bahwa imannya bagus, sebaliknya
bila jelak berarti imannya rusak

B. Kritik dan Kesimpulan

Kami menyadari bahwa makalah kami bukanlah makalah yang sempurna maka dari itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat serta membangun agar kelak
dikemudia hari kami dapat membuat makalah yang lebih baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sainuddin Akhmad Azzubaidi, “Terjemah Hadis Bukhari” ( Semarang: CV. Toha Putra,
1986). Halaman 30.

Rachmad Syafe’i, “Al-Hadis”, ( Bandung:Pustaka Setia,2000). halaman  36.

Goresan Qalbu, “Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman,”


https://engkauyangterindah.blogspot.com/2014/12/cinta-sesama-muslim-
sebagian-dari-iman.html , (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 12.03).

Sulaiman Noor, Hadist-hadist Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta:Gaung


Persada Pres,2010), halaman 27.

Fuji E Permana/ Nashih Nasrullah, “Diantara Berislam yang Paling Utama Menurut
Rasulullah, https://www.republika.co.id/berita/qah03x320/di-antara-berislam-
yang-paling-utama-menurut-rasulullah-saw , (diakses pada tanggal 12 Maret
2022, pukul 12.15)

(Software Bulughul Maram versi 2,0. 1429 H/2008 M Dani Hidayat hadist ke 1523)

Al-qur`an Digital, Merdeka.com, 2022, https://www.merdeka.com/quran/al-isra/ayat-36 ,


(diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 12.26)

Hadits.id, Hadits Indonesia, https://www.hadits.id/?ref=logo , (diakses pada tanggal 12


Maret 2022, pukul 17.05)

Nashih Nasrullah, “Hikmah di Balik Sabda Rasulullah untuk Biasakan Diam,”


https://www.republika.co.id/berita/qc55pl320/hikmah-di-balik-sabda-rasulullah-
saw-untuk-biasakan-diam , (diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 17.20).

Blog Cari Hadits, Cari Hadis Versi Command Line Interface (CLI),
https://www.carihadis.com/Bulughul_Maram/1507 , (diakses pada tanggal 12
Maret 2022, pukul 17.25).

Sukadi, “Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu Dan Tetangga, https://suka-suka-


dimana.blogspot.com/2013/06/realisasi-iman-dalam-menghadapi-tamu.html ,
(diakses pada tanggal 12 Maret 2022, pukul 17.52).

Sulaiman Noor, Hadist-hadist Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta:Gaung


Persada Pres,2010), halaman 37-38.

16

Anda mungkin juga menyukai