SKRIPSI
Oleh
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
KEKAMBUHAN PENYAKIT TB PARU PADA ANAK
DI RSIA DHIA TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
Universitas Nasional
Jakarta
Oleh:
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN SEBELUM MAJU SIDANG
i
HALAMAN PERSETUJUAN SETELAH MAJU SIDANG SKRIPSI
NPM : 194201426180
Menyetujui,
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
AHMAD FAHRUROJI
194201426180
DEWAN PENGUJI
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NPM : 194201426180
Menyatakan bahwa Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar.
Ahmad Fahruroji
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
Tuhan semua umat, Tuhan seluruh alam dan Tuhan dari segala hal yang telah
tanpa adanya Ridho Illahi, dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini dengan rendah hati dan rasa hormat yang
sebesar-besarnya kepada:
Widiowati, M.Si.
Nasional Bapak Ns. Dayan Hisni, S.Kep., M.N.S. yang sekaligus sebagai
ilmu yang berikan sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
terimakasih atas masukan, saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.
melakukan penelitian.
5. Seluruh Karyawan RSIA DHIA Tangerang Selatan yang tidak bisa saya sebut
v
6. Seluruh Dosen dan Karyawan di Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi
8. Terimakasih kepada kedua orang tua dan keluarga tercinta, berkat dukungan
Akhir kata, penulis sebagai makhluk yang tidak sempurna memohon maaf
apabila ada kesalahan baik secara teknik, format ataupun isi dari skirpsi penulis.
Ahmad Fahruroji
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL...................................................................................................ix
vii
3.4 Definisi Operasional .................................................................................... 17
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ................................................................................................................14
Gambar 2. ...............................................................................................................15
DAFTAR TABEL
Tabel 7. Rerata usia responden yang terdiagnosis TB paru (kambuh) dan TB ......28
Tabel 8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan status merokok orang tua ...29
Tabel 10. Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua responden dengan ......30
Tabel 11. Hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua responden dengan .....31
Tabel 12. Hubungan antara tingkat kepatuhan orang tua responden dengan .........32
Tabel 13. Hubungan antara pekerjaan orang tua responden dengan kekambuhan 33
Tabel 14. Hubungan antara riwayat merokok orang tua responden dengan ..........34
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit pernafasan yang bersifat menular dan
(Amallia & Karyus, 2019). TB paru tidak hanya menyerang individu dewasa. Namun,
infeksi TB paru pada anak menjadi masalah yang sangat besar dan mengkhawatirkan
karena dapat menyebabkan banyak permasalahan seperti kegagalan tumbuh kembang dan
Pada tahun 2016, secara global terdapat 10,4 juta penderita TB paru yang setara
dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima Negara dengan jumlah prevalensi TB
paru tertinggi adalah India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Sampai dengan
Tahun 2017 tercatat sebanyak 420.994 kasus TB paru di Indonesia dengan perbandingan
laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan perempuan (Kemenkes RI, 2018).
Selain menyerang orang dewasa, TB paru juga dapat menyerang anakanak. TB pada
anak merupakan komponen penting dalam pengendalian TB karena jumlah anak berusia
kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi dan terdapat sebanyak
positif pada anak diantara semua kasus TB di Indonesia hanya 9% dari perkiraan 10-15%,
sementara pada tingkat Kabupaten dan Kota lebih besar dari tingkat Nasional yaitu antara
Gejala TB paru pada anak seringkali tidak spesifik dan tidak menimbulkan gejala
yang spesifik sehingga sering dijumpai overtreatment. Salah satu permasalah TB pada
anak di Indonesia adalah pencegahan diagnosis. Ssitem skoring TB paru pada anak telah
di sosialisasikan dan direkomendasikn sejak Tahun 2005. Namun tidak semua Fasilitas
1
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas belum ada fasilitas uji tuberculin
dan pemeriksaan foto toraks yang merupakan 2 indikator uang harus dipernuhi dalam
sistem skoring untuk diagnosis TB paru pada anak. Selain hal tersebut, permasalahan lain
adalah minimnya informasi dan pengetahuan dari petugas kesehatan karena semakin
meningkatnya jumlah kasus TB resisten obat pada pasien dewasa yang dapat menjadikan
Gejala klinis TB paru pada anak dapat berupa gejala sistemik atau umum atau bahkan
tergantung dengan organ terkait. Gejala umum yang sering dijumpai adalah batuk
persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh kembang, demam lama serta lesu dan
anak tidak aktif. Namun, gejala-gejala tersebut dianggap tidak khas karena dijumpai pada
penyakit lain. Maka untuk membedakannya adalah bahwa gejala-gejala tersebut menetap
biasanya lebihda ri 2 minggu walaupun sudah diberikan terapi medis yang adekuat
(Safithri, 2017).
umum pengobatan TB paru pada anak hampir sama dengan TB pada individu dewasa.
sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) namun
kurang dari 1 bulan, yang kedua komplikasi jika terjadi kekambuhan TB pada anak akan
TB paru pada sistem saraf pusat yang sering ditemukan pada anak dengan gejala berat
adalah TB tulang/sendi yaitu bentuk TB ekstraparu yang mengenai tulang atau sendi
dimana gejalanya adalah bengkak, kaku, kemerahan, dan nyeri pada saat melakukan
2
pergerakan, selanjutnya adalah TB kelenjar yaitu biasanya mengenai kelenjar limfe yang
dengan kekambuhan TB paru pada anak. Hail studi melaporkan bahwa jenis kelamin,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, riwayat merokok orang tua, dan kepatuhan
paru pada anak di Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Selatan pada Tahun 2015-2016
(Jaya & Mediarti, 2017). Namun berdasarkan faktor-faktor tersebut, faktor kepatuhan
minum obat menjadi faktor yang paling mempengaruhi atau dominan yang berhubungan
Studi lainnya melaporkan bahwa selain jenis kelamin, kepatuhan minum obat,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, kebiasaan merokok. Faktor sosial ekonomi,
status gizi anak, kepadatan junian, dan pengetahuan orang tua menjadi faktor yang
Kekambuhan TB paru masih menjadi masalah penting yang harus dicegah terutama
pada pasien anak-anak, karena anak adalah generasi penerus Bangsa yang memiliki
banyak potensi. Pemerintah dan stakeholders harus saling membantu dalam pencegahan
kekambuhan TB paru pada anak khususnya dengan cara mengetahui faktor-faktor apa
saja yang dapat berhubungan dengan kekambuhan TB tersebut sehingga tepat dalam
Dari latar belakang tersebut, peneliti tertatik untuk meneliti “Faktor-faktor yang
3
berkaitan namun perbedaan terletak pada tempat penelitian yang tentunya mencakup
karakteristik responden, penelitian ini menggunakan desain case control jika responden
mencukupi, dan yang terakhir penelitian ini belum pernah dilaksanakan di RSIA DHIA
Tangerang Selatan, meskipun RS Swasta namun kasus TB paru pada anak masih cukup
sering ditemukan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu faktor-
faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian kekambuhan TB Paru pada anak di
b. Tujuan Khusus
Kabupaten Pandeglang.
2. Untuk melakukan analisis hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan orang tua, kebiasaan merokok orang tua,
4
sehingga pelayanan kesehatan dapat memberikan pilihan intervensi untuk mencegah
kekambuhan TB paru pada anak dengan didukung oleh evidence based yang bagus.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Tuberkulosis paru ialah suatu infeksi kronik jaringan paru, yang disebabkan
dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh. TB paru adalah penyakit
merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama (Nurhayati, 2011). Sedangkan
berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm (Nastiti, 2016).
Proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB di Indonesia pada Tahun 2010
adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011, 8,2 pada tahun 2012, 7,9%
pada tahun 2013, 7,16% pada tahun 2014, dan 9% pada tahun 2015. Proporsi tersebut
bervariasi antar provinsi, dari 1,2% sampai 17,3%. Variasi proporsi ini mungkin
menunjukkan endemisitas yang berbeda antara provinsi, tetapi bisa juga karena
2. Etiologi
Tuberkulosis (TB) Paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
tubuh manusia, tetapi sebagian besar menyerang organ paru. TB paru diperkirakan
telah menginfeksi sekitar sepertiga penduduk dunia.Sebanyak 95% kasus dan 98%
kematian akibat penyakit ini terjadi di negara-negara berkembang (Jaya & Mediarti,
2017).
6
Faktor risiko penularan TB pada anak sama halnya dnegan TB pada umumnya,
tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh. Pasien TB
dengan BTA (bakteri tahan asam) positif memberikan kemungkinan riisko penularan
lebih besar daripada pasien TB dengan BTS negative. Pasien TB dengan BTA
pasien TB dengan BTA positif adalah 65%, pasien TB dengan BTA negative dengan
hasil kultur positif adalah 26% sedangan pasien TB dengan hasil kultur negative dan
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik atau umum atau juga
sesuai dengan organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering dijumpai adalah
batuk persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu dan
tidak aktif. Gejala-gejala tersebut sering dianggap tidak khas karena juga dijumpai
pada penyakit lain. Namun, sebenarnya gejala TB bersifat khas yaitu menetap (lebih
dari 2 minggu) walaupun sudah diberikan terapi adekuat misalnya antibiotic atau
antimalaria untuk demam, antibiotic atau obat asma untuk batuk lama, dan pemberian
nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan (Nuriyanto, 2018). Gejala sistemik
meliputi berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu
1-2 bulan, demam lama lebih dari 2 minggu dan atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi, keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada
anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik lain, batuk lama lebih dari 2
minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama
7
semakin parah). Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika atau obat asma,
lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain (Kemenkes RI, 2018).
4. Patofisiologi
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Safithri (2017) melaporkan bahwa Paru
merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil akan terhirup dan dapat mencapai
spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan
terus berkembang biak di dalam makrofag, dan pada akhirnya menyebabkan lisis
focus primer Ghon. Dari focus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran
limfe menujuk kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saliran
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
focus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe akan terlihat adalah
kelenjar limfe parahilus (parihiler), sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru
yang akan terlihat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara focus primer,
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
8
TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung 4-8 minggu. Selama masa
inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terjadap TB terbentuk yang
tuberculin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negative. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem
imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas
selular spesifik.
Setelah imunitas selular terbentuk, focus primer dijaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara semprna membentuk fibrosis atau klasifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat focus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Focus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan emncair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga
di jaringan paru. Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran
normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial apda bronkus akibat tekanan
9
eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil.
dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
pneumonitis dan atelectasis yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps
konsolidasi.(Nastiti, 2016).
5. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2018) tatalaksana TB pada anak terdiri dari terapi
pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak
sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi
menyembuhkan pasien TB. Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah.
a. Obat TB diberikan dalam paduan obat, tidak boleh diberikan sebagai monoterapi
d. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditata laksana secara bersamaan. Tatalaksana
c) Nutrisi
10
6. Faktor-Faktor Kekambuhan TB
TB Paru Relaps atau TB Paru kambuh adalah penderita TB Paru yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan TB Paru dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
apusan atau kultur. Kasus Relaps terjadi di beberapa Negara di dunia, antara lain di
India dengan jumlah kasus Relaps sebanyak 106.463 kasus, korea dengan jumlah
kasus Relaps sebanyak 6.701 kasus, Myanmar dengan jumlah kasus Relaps sebanyak
4.558 kasus, dan Bangladesh dengan jumlah kasus Relaps sebanyak 3.065 kasus
(WHO, 2013).
harus ada infeksi, jumlah basil penyebab infeksi harus cukup, virulensi yang tinggi
dari basil tuberculosis, daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil
berkembang biak dan keadaan ini menyebabkan timbulnya kembali penyakit TB paru,
beberapa faktor terutama faktor perilaku kepatuhan dalam minum obat dan dukungan
dari orang-orang sekitar, Apabila berhenti minum obat sebelum waktunya, penyakit
yang sudah menghilang dapat timbul kembali, kambuh dan kemungkinan bakteri akan
2.2 Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008) kata tahu memiliki arti antara lain mengerti sesudah melihat (menyaksikan,
11
pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman
manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan proses
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan
hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas
pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal.
Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. 15 Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif
seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula
tidakmutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
12
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu (Usman, Budi,
b. Informasi/Media Massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan
juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan
13
2.3 Kerangka Teori
Faktor Perilaku
Kuman Mycobacterium
Tuberculosis pada anak Riwayat orang tua
merokok
Infeksi parenkim paru
Budaya atau kultur
Sembuh Faktor Personal
OAT (obat anti TB) Kepatuhan
Pengetahuan
Relaps / kambuh
Manajemen diri medikasi
obat
Jenis kelamin
Usia
variabel yang akan diteliti, atau memiliki arti hasil sebuah sintesisi dari proses berfikir
dedukatif maupun induktif kemudian dengan kemampuan kreatif dan inovatif diakhiri
konsep atau ide baru (Heryana, 2015). Adapun kerangka konsep penelitian ini sebagai
berikut.
14
Variabel independent Variabel dependent
1. Jenis kelamin
2. Usia
Kejadian kekambuhan
3. Pendidikan orang tua TB paru pada Anak
4. Pekerjaan orang tua
5. Pengetahuan
6. Kepatuhan minum obat
7. Kebiasaan merokok orang tua
2.5 Hipotesis
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Dugaan jawaban tersebut
merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan
data yang dikumpulkan melalui penelitian (Heryana, 2015). Hipotesis pada penelitian ini
Ha : Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
pengetahuan orang tua, dan kepatuhan minum obat dengan kejadian kekambuhan TB
Ho: Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan
orang tua, pengetahuan orang tua, dan kepatuhan minum obat dengan kejadian
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis penelitian case control yaitu
suatu penelitian dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok
a. Lokasi
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak dengan TB paru yang datang ke
RSIA DHIA yang tercatat dalam buku register TB paru pada tahun 2021. Adapun
populasi pada penelitian ini adalah penderita dengan BTA (+) sebanyak 20 orang (case)
dan penderita BTA (-) sebanyak 20 orang (control), sehingga secara keseluruhan
berjumlah 40 orang.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kasus kontrol berdasarkan sumber dari Rekam
Medis RSIA DHIA Tangerang Selatan pada tahun 2021 dengan kriteria sebagai berikut:
rumus penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling artinya
16
Kriteria Kasus:
Kasus adalah semua anak dengan TB paru yang berusia 1-10 tahun dan tercatat
dalam buku register paru pada tahun 2021 dan pada pemeriksaan sputum oleh petugas
Kriteria Kontrol:
Kontrol adalah semua anak dengan TB paru yang berusia 1-10 tahun yang tercatat
dalam buku register paru pada tahun 2021 dan pada pemeriksaan sputum oleh petugas
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini melalui total sampling, Karena jumlah
kasus kejadian Tuberkulosis adalah 20 orang maka bahan sampel penelitian yang
17
Pendidikan Merupakan jenjang Data Wawancara 0: tidak bersekolah Ordinal
sekolah formal demografi
1: SD
yang pernah responden
ditempuh orang tua 2: SMP
responden dan
3: SMA
berijazah
4: PT
dalam penelitian ini terdiri dari data laporan TB, data demografi responden, kuesioner
18
a. Data Demografi dan lembar ceklist
Data demografi dan lembar ceklist adalah suatu instrument penelitian yang
digunakan oleh peneliti yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dan kebiasan merokok orang tua. Data demografi dan lembar ceklist ini dibuat oleh
b. Kuesioner pengetahuan
Kuesioner pengetahuan adalah instrument penelitian yang digunakan peneliti
Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan dengan jawaban apabila benar nilai 1 dan
apabila salah nilai 0. Skor total dari kuesioner ini adalah 10, sementara skor terendah
10, sementara rentang skor 0-5 responden mempunyai pengetahuan kurang baik.
(Wahyudin, 2017). Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan yang setiap pertanyaan
dinilai berdasarkan Likert Scale yaitu; 0 (pasien tidak pernah mematuhi minum obat
dalam satu minggu), 1 (pasien mematuhi minum obat 1 kali dalam seminggu), 2
(pasien mematuhi obat 1-3 kali dalam seminggu), 3 (pasien mematuhi minum obat
ukur yang digunakan untuk mengukur apa yang diukur. Suatu alat ukur yang valid
dapat menunjukkan fungsi ukurannya yang tepat. Hasl uji validitas dikatakan valid
19
apabila r hitung lebih besar dari r tabel (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas pada
penelitian ini dilakukan kepada 20 orang pasien TB yang bukan termasuk ke dalam
didapatkan r hitung > r tabel, dimana r tabel menunjukkan 0,446 (lampiran 5).
dengan membandingkan nilai r hitung dan r tabel (lampiran 6). Berdasarkan hasil uji
validitas kedua kuesioner tersebut didapatkan bahwa kedua kuesioner tersebut valid.
b. Uji Reliabilitas
tinggi jika nilai koefisien cronbach’s alpha yang diperoleh > 0.6 (Pollit & Beck,
2012). Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan melihat nilai Cronbach alpha
didapatkan bahwa nilai Cronbach alpha untuk kuesioner tingkat pengetahuan adalah
0,821 (lampiran 5). Sementara untuk kuesionar tingkat kepatuhan memiliki nilai
Cronbach alpha sebesar 0,810 (lampiran 6). Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa kedua kuesioner tersebut reliabilitas yang tinggi sehingga kedua
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Variabel independent dalam penelitian ini
adalah jenis kelamin, usia, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan,
kepatuhan minum obat, dan kebiasaan merokok orang tua, sedangkan variabel dependent
20
3.8 Prosedur Pengumpulan Data
a. Mempersiapkan materi dan konsep teori yang mendukung
dan jurnal agar dapat dijadikan landasan teori yang berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti.
mengenai masalah yang akan diteliti kepada Diklat RSIA DHIA Tangerang Selatan.
penelitian.
Kemudian setelah disetujui oleh Pembimbing I dan II, peneliti mengajukan surat
Pengambilan data dilakukan kepada pasien dengan TB paru pada anak dan
g. Mengolah data dari hasil penelitian dengna melakukan editing dan coding
Memasukan data yang diperoleh ke master table menggunakan ms. Excel agar
lebih mudah dipindahkan ke SPSS untuk di olah dan memberikan coding sesuai
21
3.9 Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisis univariat pada penelitian adalah tahap awal pengolahan data dengan
populasi yang lebih luas sehingga analisis univariat juga dianggap menerangkan
menurut variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independent.
b. Analisa Bivariat
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat. Analisis
bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel dengan menggunakan uji
independen dan variabel dependen. Analisis ini menggunakan uji chi square karena
Dalam uji ini kemaknaan α = 0,05, pada dasarnya uji ini digunakan untuk melihat
antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan dengan rumus:
Keterangan :
: Jumlah
O : Nilai Observasi
E : Nilai Ekspektatif
22
Untuk melihat kemaknaan hubungan secara statistik digunakan batas kemaknaan
1) Ha diterima dan Ho ditolak: jika P value < 0,05 artinya ada hubungan antara
2) Ha ditolak dan Ho diterima: jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara
Aturan yang berlaku untuk uji Chi Square untuk program komputerisasi seperti
1) Bila pada tabel kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil
2) Bila pada tabel kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka
3) Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain,
4) Bila pada tabel kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan € kurang dari
Penelitian harus menjunjung tinggi etika penelitian yang merupakan standar etika dalam
melakukan penelitian.Bagi penelitian yang melibatkan manusia dan hewan mohon untuk
1) Prinsip Manfaat
secara spesifik. Bagian=bagian dari prinsip Beneficence antara lain: Bebas dari
23
membahayakan jiwa dan membahayakan responden/partisipan. Apabila ada
perlakuan yang dilakukan maka tuliskan bahwa perlakuan tersebut sudah melewati uji
etik sehingga telah dinilai untuk aman dilakukan. Selanjutnya adalah bebas dan
manfaat penelitian.
dalam penelitian, termasuk diantaranya; hak untuk membuat keputusan untuk terlibat
atau tidak terlibat dalam penelitian dan hak untuk dijaga kerahasiaannya berkaitan
24
BAB IV
4.1 Hasil
Di dalam bab ini akan dibahas tentang hasil dan pembahasan dari penelitian baik
univariat maupun bivariat. Adapun hasil univariat dan bivariat dijelaskan pada tabel
berikut.
n % N %
25
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat Pendidikan
N % n %
Tingkat pendidikan
SD-SMP-SMA 14 70 2 10
Perguruan tinggi 6 30 18 90
dibawah ini.
n % N %
Pekerjaan
ASN 4 20 8 40
Swasta 7 35 7 35
Wiraswasta 9 45 5 25
26
Berdasarkan tabel 4 dijelaskan bahwa respoonden yang terdiagnosis TB Paru
(kambuh) di RSIA DHIA mayoritas pekerjaan orang tua adalah sebagai wiraswasta
dan ASN sebanyak 4 responden (20%). Sebaliknya pada kelompok responden yang
terdiagnosis TB Paru (tidak kambuh) mayoritas pekerjaan orang tua adalah sebagai
N % N %
Pengetahuan
Kurang 14 70 2 10
Baik 6 30 18 90
pengetahuan orang tuanya adalah baik dengan jumlah 18 responden (90%), dan
27
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kepatuhan dijelaskan pada
n % N %
Tingkat kepatuhan
minum obat
Kurang
14 70 6 30
Baik
6 30 14 70
sebanyak 6 responden (30%) dan yang memiliki tingkat kepatuhan yang kurang
sejumlah 14 responden (70%), dan yang memiliki tingkat kepatuhan kurang baik
M SD M SD
28
Berdasarkan table 7 dijelaskan bahwa rerata responden yang memiliki riwayat
TB paru (kambuh) adalah 4,3 tahun (SD = 1,78), sementara rerata responden yang
memiliki riwayat TB paru (tidak kambuh) adalah 5,3 tahun (SD = 3,43).
N % n %
(kambuh) di RSIA DHIA mayoritas orang tua responden memiliki riwayat perokok
kambuh) mayoritas orang tua responden memiliki riwayat perokok aktif sebanyak
a. Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kekambuhan TB paru pada anak di
RS Dhia
Kekambuhan TB paru
Jenis Total p-value OR
29
Ya Tidak
kelamin
N % n % n %
Laki-laki 14 35 2 5 16 40 0,01 21,000
Perempuan 6 15 18 45 24 60
Total 20 50 20 50 40 100
Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki
responden (45%), dan laki-laki sebanyak 2 responden (5%). Berdasarkan hasil uji
antara jenis kelamin dengan kekambuhan TB paru pada Anak di RSIA DHIA (p<
0,005) dengan nilai odd ratio sebesar 21,000 yang artinya responden berjenis kelami
Tabel 10. Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua responden dengan
kekambuhan TB paru
Kekambuhan TB paru
Tingkat Total p-value OR
Ya Tidak
Pendidikan
n % n % n %
SD-SMP-SMA 10 25 2 5 12 30 0,01 9,000
PT 10 25 18 45 28 70
30
Total 20 50 20 50 40 100
Tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas orang tua responden dengan tingkat
berjumlah 2 responden (5%), dan mayoritas orang tua responden dengan pendidikan
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua responden dengan
riwayat kekambuhan TB paru pada anak usia 1-10 tahun di RSIA DHIA (p < 0,05)
dengan nilai odd ratio sebesar 9,000 artinya orang tua responden yang memiliki
pada anak sebanyak 9 kali dibandingkan dengan orang tua responden yang memiliki
tingkat pendidikan akhir SD-SMP-SMA pada anak usia 1-10 tahun di RSIA DHIA.
Tabel 11. Hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua responden dengan
kekambuhan TB paru
Kekambuhan TB paru
Tingkat Total p-value OR
Ya Tidak
pengetahuan
n % n % n %
Kurang baik 14 35 2 5 16 40 0,01 21,000
Baik 6 15 18 45 24 60
Total 20 50 20 50 40 100
31
Tabel 11 menunjukkan bahwa mayoritas orang tua responden dengan tingkat
pengetahuan yang baik dan tidak memiliki riwayat kekambuhan TB paru sebanyak
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan orang tua responden dengan
riwayat kekambuhan TB paru pada anak usia 1-10 tahun di RSIA DHIA (p < 0,05)
dengan nilai odd ratio sebesar 21,000 artinya orang tua responden yang memiliki
paru pada anak sebanyak 21 kali dibandingkan dengan orang tua responden yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang pada anak usia 1-10 tahun di RSIA
DHIA.
Tabel 12. Hubungan antara tingkat kepatuhan orang tua responden dengan
kekambuhan TB paru
Kekambuhan TB paru
Tingkat Total p-value OR
Ya Tidak
kepatuhan
n % n % n %
Kurang baik 14 35 6 15 20 50 0,02 5,444
Baik 6 15 14 35 20 50
Total 20 50 20 50 40 100
Total 20 50 20 50 40 100
Tabel 12 menunjukkan bahwa mayoritas orang tua responden dengan tingkat
32
paru yaitu sebanyak 14 responden (35%), sementara orang tua responden memiliki
tingkat kepatuhan yang kurang baik dan tidak memiliki riwayat kekambuhan TB
bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan orang tua responden
dengan riwayat kekambuhan TB paru pada anak usia 1-10 tahun di RS DHIA (p <
0,05) dengan nilai odd ratio sebesar 5,444 artinya orang tua responden yang
memiliki tingkat kepatuhan kurang akan memiliki risiko untuk terjadi kekambuhan
TB paru pada anak sebanyak 5,444 kali dibandingkan dengan orang tua responden
yang memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik pada anak usia 1-10 tahun di
RSIA DHIA.
RSIA DHIA
Tabel 13. Hubungan antara pekerjaan orang tua responden dengan kekambuhan
TB paru
Kekambuhan TB paru
Total p-value OR
Pekerjaan
Ya Tidak
N % n % n %
ASN 8 20 4 10 12 30 0,29 -
Swasta 7 17,5 7 17,5 14 35
Wiraswasta 5 12,5 9 22,5 14 35
Total 20 50 20 50 40 100
sementara pekerjaan orang tua swasta adalah sebanyak 7 responden (17,5%), dan
33
wiraswasta sebanyak 5 responden (12,5%). Sebaliknya jenis pekerjaan orang tua
responden (22,5%). Berdasrkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan orang tua responden dengan
riwayat kekambuhan TB paru pada anak usia 1-10 tahun di RSIA DHIA (p> 0,05).
Tabel 14. Hubungan antara riwayat merokok orang tua responden dengan
kekambuhan TB paru
Kekambuhan TB paru
Riwayat Total p-value OR
Ya Tidak
merokok
n % n % n %
Perokok aktif 14 35 3 7,5 17 42,5 0,01 13,222
Perokok pasif 6 15 17 42,5 23 57,5
Total 20 50 20 50 40 100
Tabel 14 menunjukkan bahwa mayoritas orang tua responden dengan riwayat
responden (35%), sementara orang tua yang memiliki riwayat perokok pasif dan
(42,5%). Berdasrkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara riwayat status merokok orang tua responden dengan riwayat
kekambuhan TB paru pada anak usia 1-10 tahun di RSIA DHIA (p < 0,05) dengan
nilai odd ratio sebesar 13,222 artinya orang tua responden yang memiliki riwayat
perokok akftig akan memiliki risiko untuk terjadi kekambuhan TB paru pada anak
34
sebanyak 13,222 kali dibandingkan dengan orang tua responden yang memiliki
4.2 Pembahasan
1. Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kekambuhan TB paru pada anak di
RSIA DHIA
antara jenis kelamin dengan kejadian kekambuhan TB Paru di RSIA DHIA dengan
melihat nilai odd ratio disimpulkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marleni, Syafei,
dan Saputra (2020) yang meneliti tentang hubungan antara pengetahuan dan jenis
kelamin dengan kejadian tuberculosis paru didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian TB Paru. Jenis kelamin laki-laki
perilaku dan gaya hidup seperti contoh laki-laki lebih banyak merokok baik perokok
aktif maupun pasif dibandingkan dengan perempuan. Kondisi seperti ini yang
penelitian dari Samsugito (2020) yang meneliti tentang hubungan jenis kelamin dan
lama kontak dengan kejadian tuberculosis paru di Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie
Samarinda, melaporkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian TB Paru. Jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi
35
Selanjutnya hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Sutarto, Susiyanti, dan Soleha (2019) yang meneliti tentang hubungan antara
karakteristik Pengawas Minum Obat (PMO) dan jenis kelamin dengan konversi TB
Paru kasus baru di Puskesmas Panjang Bandar Lampung. Dilaporkan bahwa laki-laki
yang perokok aktif akan lebih mudah untuk terinfeksi kuman TB Paru dibandingkan
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andayani
(2020) yang meneliti tentang prediksi kejadian penyakit tuberculosis paru berdasarkan
jenis kelamin. Hasil penelitian tersebut bahwa jenis kelamin merupakan bukan satu-
satunya prediktor untuk seseorang terinfeksi kuman TB Paru. Jika orang tersebut
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat dan tidak merokok serta tidak minum
2. Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan kejadian kekambuhan TB paru
SMA. Pada tahap tingkat pendidikan tersebut, pengetahuan dan pemahaman terkait TB
Paru masih belum maksimal, sehingga pasien tidak mengetahui dan memahami
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Absor, et
al. (2020) tentang hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan berobat penderita
36
TB Paru di wilayah Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian tersebut melaporkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan
berobat pada pasien TB Paru. Di dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa semakin
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Apriliasari,
et al. (2018) yang meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru
salah satu faktor pencetus terjadinya TB Paru aktif pada masyarakat tersebut adalah
tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah, hal ini didukung dengan hasil
univariat bahwa sebagian besar masyarakat didalam penelitian tersebut lulus dari
kepada orang lain. Melalui proses pendidikan, seseorang akan mempelajari berbagai
ilmu yang berujung akan menjadi tahu tentang banyak hal. Masyarakat yang memiliki
tingkat pendidikan tinggi, akan mudah dalam menyerap berbagai informasi dan juga
seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah juga
3. Hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan kejadian kekambuhan TB paru
antara pengetahuan dengan kejadian kekambuhan TB Paru pada anak usia 1-10 tahun
37
di RSIA DHIA. Penelitian ini signifikan dengan tingkat pendidikan responden bahwa
sebagian besar responden yang mempunyai riwayat kambuh TB Paru, orang tuanya
SD, SMP dan SMA. Namun sebaliknya, orang tua responden yang tidak memiliki
riwayat TB Paru kambuh pada anaknya, memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu
mayoritas di PT.
Hasil penlitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari dan
Wijayanti (2018) yang meneliti tentang hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap,
terjadi TB Paru, artinya apabila seseorang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah
maka risiko terjadinya kambuh TB Paru akan tinggi, sebaliknya jika tingkat
juga baik.
Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Febriansyah dan Rosyid (2017) yang melaporkan bahwa hubungan
paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Nguter Sukoharjo. Hasil penelitian
tersebut menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hal penting yang harus diberikan
oleh petugas kesehatan kepada masyarakat melalui kegiatan edukasi berkala tentang
kekambuhan TB Paru.
38
Pengetahuan merupakan hasil dari “Tahu” yang terjadi setelah orang melakukan
merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk
konsisten denga napa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali dan
pengetahuan, maka sikap dan perilaku yang ditimbulkan juga semakin baik, begitu
pula sebaliknya semakin kurang pengetahuan yang dimiliki maka perilaku yang
antara tingkat kepatuhan minum obat dengan kejadian kekambuhan TB paru pada
anak usia 1-10 tahun di RSIA DHIA. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kurniasih dan Triyantoro (2017) yang melaporkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan minum obat TB paru dengan
semakin sedikit potensi pasien TB paru untuk kambuh, karena rutin minum obat.
bulan sampai 8 bulan jika pasien tersebut patuh dalam minum obat.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Marleni et al. (2020) yang
melaporkan bahwa kepatuhan minum obat pada pasien TB paru dapat meningkatkan
paru. Kekambuhan TB paru pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
39
dukungan orang tua, perilaku orang tua seperti merokok, pekerjaan, dan juga tingkat
kepatuhan minum obat. Pasien TB paru khususnya usia anak-anak sangat rentan
imunitasnya masih terus berkembang dan dipengaruhi oleh faktor psikologis anak
dalam hal perspektif obat, dimana dalam pola pikir anak-anak adalah obat itu pahit
5. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kekambuhan TB paru pada anak di
RSIA DHIA
signifikan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kekambuhan TB paru pada anak
usia 1-10 tahun di RSIA DHIA. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jenis
memiliki riwayat kekambuhan TB paru di RS DHIA. Hal ini terjadi karena mayoritas
ASN memiliki pengetahuan yang baik terkait dengan informasi kesehatan termasuk
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Amallia dan Karyus (2019) yang melaporkan bahwa jenis pekerjaan
orang tua berhubungan secara signifikan dengan riwayat kekambuhan TB paru pada
anak. Hal ini dikarenakan kesibukan orang tua dapat memicu anak untuk berkurang
rasa percaya diri dan kemauan untuk mengkonsumsi obat TB Paru. Selain itu,
kesibukan orang tua karena pekerjaan menjadikan anak tidak diperhatikan dalam
jadwal mengkonsumi obat dimana obat tersebut wajib diminum setiap hari selama 6
bulan.
40
Penelitian yang dilakukan oleh Jaya dan Mediarti (2017) juga melaporkan bahwa
jenis pekerjaan dapat berpengaruh terhadap kondisi relaps TB paru khususnya pada
anak, karena pada anak sangat diperlukan motivasi dan sentuhan terapeutik dari orang
tua untuk patuh terhadap konsumsi minum obat TB. Jadi jenis pekerjaan orang tua
6. Hubungan antara riwayat merokok orang tua dengan kejadian kekambuhan TB paru
antara riwayat merokok orang tua dengan kejadian kekambuhan TB paru pada anak di
RSIA DHIA. Semakin sering intensitas merokok orang tua maka semakin sering
terpapar asap rokok semua anggota keluarga yang satu rumah termasuk anak-anak
yang rentan terhadap asap rokok dan terlebih mempunyai riwayat TB paru. Sebuah
studi membuktikan bahwa perokok pasif lebih bahaya dibandingkan dengan perokok
aktif, karena perokok pasif dapat menghirup asap rokok lebih banyak dibandingkan
dengan perokok aktif yang dapat menjadi racun bagi paru-paru perokok pasif.
Apabila ini terjadi pada anak-anak maka proses penyembuhan TB paru pada anak
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari
(2010) yang meneliti tentang hubungan merokok dengan angka kejadian tuberculosis
paru di RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang
salah satu pencetus faktor kekambuhan TB paru karena merokok dapat merusak
sebagai efek langsung dari kerusakan sel-sel respon imun untuk melawan
41
mikroorganisme. Asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran
pernafasan. Partikel yang terdapat dalam asap rokok dan udara yang terpolusi
Sebagian besar partikel tersebut mengendap pada lapisan mucus yang melapisi
pajanan rokok bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh kuantitas rokok yang dihisap
baik perkok aktif dan perokok pasif khususnya pada asap yang dihirup.
hasil. Penelitian ini memiliki keterbatasan khususnya dalam jumlah sampel yang
minimal, karena cukup sulit mencari pasien TB Paru yang mempunyai riwayat kambuh di
RSIA DHIA terlebih pada masa pandemi yang jumlah kunjungan pasien berkurang.
42
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas pada bab 4,
lulusan SD-SMP-SMA baik pada responden yang memiliki riwayat kambuh TB paru
maupun tidak. Sementara jenis pekerjaan orang tua terbanyak adalah ASN untuk
responden yang tidak memiliki riwayat TB paru kambuh, dan wiraswasta yang
yang memiliki riwayat TB paru kambuh adalah kurang, dan mayoritas orang tua
responden memiliki riwayat perokok aktif pada anak yang memiliki riwayat kambuh
TB paru.
b. Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin, usia, tingkat pengetahuan, tingkat kepatuhan, dan
riwayat merokok dengan kejadian kekambuhan TB paru pada anak di RSIA DHIA,
sementara tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan orang tua
43
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan beberapa saran yang
a. RSIA DHIA
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tenaga kesehatan di RSIA
DHIA untuk dapat dijadikan bahan edukasi pasient tentang faktorfaktor yang
berhubungan dengan kejadian kekambuhan TB Paru pada anak usia 1-10 tahun.
b. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan analisis statistik lebih advance untuk menentukan
faktor mana yang menjadi penentu terhadap kejadian kekambuhan TB Paru dengan
44
DAFTAR PUSTAKA
Absor, S., Nurida, A., Levani, Y., & Nerly, W. S. (2020). Hubungan Tingkat
80-87.
Amallia, A., & Karyus, A. (2019). Penatalaksanaan Holistik pada Pasien TB Anak dalam
Apriliasari, R., Hestiningsih, R., Martini, M., & Udiyono, A. (2018). Faktor yang
Febriansyah, R., & Rosyid, F. N. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga dengan
Muhammadiyah Surakarta).
Jaya, H., & Mediarti, D. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tuberkulosis Paru
45
Relaps Pada Pasien di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan
www.kemenkes.go.id
Kurnia Sari, P., & Wijayanti, A. C. (2018). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap
Kurniasih, T., & Triyantoro, B. (2017). Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan
Marleni, L., Syafei, A., & Saputra, A. D. (2020). Hubungan antara Pengetahuan dan Jenis
Kelamin dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Babul Ilmi Jurnal Ilmiah Multi
Tuberkulosis Paru pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 1(2), 62–70.
http://jknamed.com/jknamed/article/view/70
Rahajoe, Nastiti N. (2016). Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. In Sari Pediatri (Vol. 3,
Rahajoe, Nastiti Noenoeng, Nawas, A., B Setyanto, D., & Kaswandani, N. (2016). Buku TB
https://doi.org/10.22219/sm.v7i2.4078
46
Samsugito, I. (2020). Hubungan Jenis Kelamin Dan Lama Kontak Dengan Kejadian
Sutarto, S., Susiyanti, E., & Soleha, T. U. (2019). Hubungan Antara Karakteristik Pengawas
Minum Obat (PMO) Dengan Konversi Tb Paru Kasus Baru Di Puskesmas Panjang
47
LAMPIRAN-LAMPIRAN
48
Lampiran 1
49
Lampiran 2
- Koreksi proposal
- Lanjut bab 1-3
3. 5 April 2021 - Pastikan definisi operasional
- Jika menggunakan kuisioner, apa kuisioner
yang digunakan
4. 8 April 2021 - Bimbingan
- Kirim bab 1-3
5. 20 April 2021 - Konsul bab 1-3
- Konsultasi ke pembimbing 2
6. 18 Mei 2021 - Kirim bab 1-3 hasil konsul ke pembimbing 2
- Kosul bab 1-3
- Koreksi judul
7. 21 Mei 2021
- Lanjut penelitian
- Buat surat ijin penelitian
- Kosul ulang bab 1-3
8. 21 Juni 2021
- Lanjut penelitian
9. 26 Agustus 2021 - Konsul bab 1-5 dan hasil penelitian
50
Lampiran 3
51
Lampiran 4
52
Lampiran 5
Instrumen 1 DATA DEMOGRAFI KUESIONER
Petunjuk Pengisian
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti
2. Jawablah semua kalimat dengan cara memberikan tanda checklist
(√) atau lingkari pada pilihan jawaban yang menurut Anda tepat
1. Nama : (inisial)
2. Jenis kelamin : L / P
3. Umur : Tahun
Pendidikan terakhir orang tua :
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. DIPLOMA
e. SARJANA
5. Pekerjaan orang tua :
a. PNS
b. Swasta
c. Tidak bekerja
6. Kebiasaan meorkok orang tua: Aktif / Pasif
53
Lampiran 6
NPM :
Pekerjaan :
Institusi :
Demikian permohonan dari saya, atas bantuan dan peran Saudara, Saya ucapkan
terimakasih.
Hormat Saya,
Ahmad Fahruroji
54
LAMPIRAN 7
Petunjuk Pengisian
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti
2. Jawablah semua pertanyaan dengan cara memberikan tanda
checklist (√) pada pilihan jawaban yang menurut Anda tepat
55
LAMPIRAN 8
TUBERCOLOSIS PARU
PETUNJUK PENGISIAN
2 Bakteri Mikrobakterium
tuberkulosa merupakan penyebab
penyakit tuberkulosis paru.
56
7 Minum obat dengan teratur bukan termasuk
kedalam pencegaha penyakit tuberkulosis paru.
57
LAMPIRAN 9
Reliability
a
Excluded 0 .0
Total 20 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.821 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
58
S7 90.50 84.56 .490 .609
59
LAMPIRAN 9
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG TB
PARU
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.810 10
Item-Total Statistics
Corrected Item- Cronbach's
Total Alpha if Item
Scale Mean if Scale Variance Correlation Deleted
Item Deleted if Item Deleted
S1 94.30 88.432 .781 .781
60
S6 92.75 88.934 .789 .854
61
Lampiran 10
HASIL ANALISIS SPSS
(UNIVARIAT DAN BIVARIAT)
Crosstabs
[DataSet1] /Users/dayanhisni/Documents/UNAS/GENAP
20:21/SKRIPSI GENAP 20:21/PUNYA AHMAD
FAHRUROJI/SPSS BOBBY copy.sav
ya
tidak (tidak
(kamb kambuh)
uh) Total
62
Kepatuhan baik Count 6 14 20
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Lower Upper
Value
63
For cohort .429 .207 .888
Kejadian_TB_Paru = tidak
(tidak kambuh)
N of Valid Cases 40
CROSSTABS
/TABLES=Pekerjaan BY KejadianTBParu
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED ROW
TOTAL /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
tidak (tidak
kambuh)
ya (kambuh) Total
Pekerjaan ASN Count 8 4 12
Swasta Count 7 7 14
64
Expected Count 7.0 7.0 14.0
Wiraswasta Count 5 9 14
Total Count 20 20 40
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance
(2sided)
Value df
N of Valid Cases 40
65
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for Pekerjaana
(ASN / Swasta)
CROSSTABS
/TABLES=KebiasaanMerokok BY KejadianTBParu
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED ROW TOTAL
/COUNT ROUND CELL
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
66
rExpect 8.5 8.5 17.0
oed
kCount
o 82.4% 17.6% 100.0%
%
k
within
Kebias
a
aan_m
k
erokok
t% of 35.0% 7.5% 42.5%
iTotal
f
pCount 6 17 23
e
rExpect 11.5 11.5 23.0
oed
kCount
o 26.1% 73.9% 100.0%
%
k
within
Kebias
p
aan_m
a
erokok
s
i% of 15.0% 42.5% 57.5%
fTotal
Total Count 20 20 40
Expect 20.0 20.0 40.0
ed
Count
% 50.0% 50.0% 100.0%
within
Kebias
aan_m
erokok
% of 50.0% 50.0% 100.0%
Total
67
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance
(2-sided) Exact Sig.
Value Df (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi- 12.379a 1 .000
Square
N of Valid Cases 40
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Lower Upper
Value
68
For cohort .239 .083 .686
Kejadian_TB_Paru = tidak
(tidak kambuh)
N of Valid Cases 40
Frequencies
Statistics
Jenis Tingkat_
_kela kepatuha
min Tingkat_Pe Pengetah n Kejadian_TB
ndidikan uan _Paru Pekerjaan
N Valid 40 40 40 40 40 40
Missin 0 0 0 0 0 0
g
Statistics
Kebiasaan_merokok
N Valid 40
Missing 0
Frequency Table
Jenis_kelamin
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
69
Perempuan 24 60.0 60.0 100.0
Tingkat_Pendidikan
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Pengetahuan
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Tingkat_kepatuhan
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
70
Kejadian_TB_Paru
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Pekerjaan
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Valid ASN 12 30.0 30.0 30.0
Kebiasaan_merokok
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
CROSSTABS
/TABLES=JK Pendidikan Pengetahuan Tingkatkepatuhan Pekerjaan
KebiasaanMerokok BY KejadianTBParu
/FORMAT=AVALUE TABLES
71
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED ROW
TOTAL /COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
Percent
Percen Percen
t
N t N
N
Jenis_kelamin 40 100.0% 0 0.0% 40 100.0%
*
Kejadian_TB_
Paru
Jenis_kelamin * Kejadian_TB_Paru
72
Crosstab
Kejadian_TB_Paru
tidak (tidak
ya kambuh)
(kambuh) Total
Jenis_ laki-laki Count 14 2 16
kelami
n Expected Count 8.0 8.0 16.0
Peremp Count 6 18 24
Total Count 20 20 40
73
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
Risk Estimate
95 % Confidence
Lower Interval
Value Upper
74
For cohort .167 .045 .622
Kejadian_TB_Paru = tidak
(tidak kambuh)
N of Valid Cases 40
Tingkat_Pendidikan * Kejadian_TB_Paru
Crosstab
Kejadian_TB_Paru
tidak (tidak
ya kambuh)
(kambuh) Total
Tingkat_ SD-SMP-SMA Count 14 2 16
Pendidik
an Expected Count 8.0 8.0 16.0
PT Count 6 18 24
Total Count 20 20 40
75
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
N of Valid Cases 40
76
Pengetahuan * Kejadian_TB_Paru
Crosstab
Kejadian_TB_Paru
tidak (tidak
kambuh)
ya (kambuh) Total
Pengetahuan Kurang Count 14 2 16
baik Count 6 18 24
Total Count 20 20 40
77
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
Risk Estimate
95 % Confidence
Lower Interval
Value Upper
N of Valid Cases 40
78
Tingkat_kepatuhan * Kejadian_TB_Paru
Crosstab
Kejadian_TB_Paru
ya tidak (tidak
(kambuh) kambuh)
Total
Tingkat_kepatuh Kepathuan kurang Count 14 6 20
an baik
Expected Count 10.0 10.0 20.0
Total Count 20 20 40
79
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2-
Value df Exact Sig. sided) sided)
(1-sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Lower Upper
Value
N of Valid Cases 40
80
Pekerjaan * Kejadian_TB_Paru
Crosstab
Kejadian_TB_Paru
tidak (tidak
kambuh)
ya (kambuh) Total
Swasta Count 7 7 14
Wiraswasta Count 5 9 14
Total Count 20 20 40
81
% within Pekerjaan 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 2.476 2 .290
N of Valid Cases 40
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for Pekerjaana
(ASN / Swasta)
82
Kebiasaan_merokok * Kejadian_TB_Paru
Crosstab
Kejadian_TB_Paru
tidak (tidak
kambuh)
ya (kambuh) Total
Kebiasaan_meroko perokok aktif Count 14 3 17
k
Expected Count 8.5 8.5 17.0
Total Count 20 20 40
83
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
Risk Estimate
95 % Confidence
Lower Interval
Value Upper
84
N of Valid Cases 40
85