MAKALAH
Disusun Oleh:
TANJUNGPINANG
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi penulis kesehatan, kesempatan
dan pengetahuan sehingga dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Sholawat beserta salam dilafazkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
mengucapkan „‟Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad wa‟alaa aalihi sayyidina
muhammad‟‟.
Kami sebagai penulis berharap agar makalah ini dapat digunakan seperlunya dan
sebaik-baiknya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai materi yang akan dibahas nanti.
Terimakasih penulis ucapkan kepada orangtua, dosen dan teman-teman yang telah turut
berkontribusi memberikan semangat, dukungan dan ide-ide dalam proses penulisan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Demikian kata pengantar ini ditulis, mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan kata.
Wassalamu‟alaikum wr.wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Simpulan.............................................................................................................. 15
B. Saran .................................................................................................................... 15
ii
BAB IB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan Islam pada umumnya masih dihadapkan pada berbagai
persoalan, mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan
masyarakat, sampai pada persoalan metode, kurikulum dan lain sebagainya. Selain itu
kenyataan juga menunjukkan ada kiblat pendidikan Islam yang belum jelas. Pendidikan
Islam masih belum menemukan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan tuntunan
ajaran Islam.
Hoodbhoy (1996:202) menilai bahwa yang paling bertanggung jawab atas keadaan
yang menyedihkan di dunia Islam adalah ortodoksi dan fundamentalisme. Ia mencatat
sekurangnya ada enam hal yang menjadi penyebab kelemahan etos keilmuan tersebut,
yakni sikap dan pandangan filsafat, konsep pendidikan, konsekuensi dari sifat khusus
hukum Islam, kelemahan formasi sosio-ekonomi, serta sebab-sebab yang berasal dari
karakter khusus politik Islam.
Upaya pembangunan kembali etos keilmuan umat melalui sektor pendidikan dapat
dilakukan dengan perumusan konsep-konsep pendidikan dengan berlandaskan filsafat yang
menjamin perkembangan dinamika dan kreatifitas. Hal ini dimungkinkan mengingat
pendidikan bukan semata-mata persoalan didaktik-metodik. Permasalahan pendidikan jauh
lebih luas dari pada sekedar teknik belajar mengajar di sekolah. Pemahaman dasar-dasar
pemikiran yang melandasi penyelenggaraan aktifitas pendidikan sangat diperlukan dalam
rangka penjernihan konsep dan ilmu pendidikan. Di samping itu pendidikan sendiri tidak
dapat dilepaskan dari filsafat yang melandasinya.
Upaya untuk memperbaiki kondisi pendidikan yang demikian tampaknya perlu
dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui
bahwa secara umum, filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakekat dari segala yang ada,
dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Ada dua pola yang biasa dilakukan dalam membangun konsep pendidikan di dunia
Islam. Pertama, dengan mengkaji kembali warisan pemikiran tokoh-tokoh muslim masa
silam, dan kedua, mengadopsi konsep-konsep baru yang sudah berkembang saat ini,
khususnya di Barat (Husain, 1994:12). Tanpa bermaksud mengabaikan kelebihan dan
1
2
kekurangan masing-masing pola tersebut, kajian pada makalah ini menekankan pada pola
yang pertama, dengan harapan dapat mengaktualisasikan kembali gagasan pemikir muslim
terdahulu yang hampir tersisih dari percaturan intelektual umat Islam
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakariya Al-Razi, yang selanjutnya disebut dengan Al-
Razi adalah seorang ilmuwan muslim yang memiliki profesi sebagai seorang dokter,
dosen, fisikawan, kimiawan, sekaligus seorang filosof (Supriyadi, 2009:68). Di bidang
filsafat ar-Razi memiliki pemikiran yang sangat orisinil dan mandiri, yang dalam beberapa
hal berbeda dari alur pemikiran kebanyakan ulama muslim pada masanya. Para filosof dan
pemikir muslim pada umumnya berusaha menyelaraskan pemikirannya dengan agama,
sementara ar-Razi dikenal sebagai sosok yang memilih jalan filsafat untuk mendekati
berbagai persoalan, termasuk persoalan keagamaan (Amien, 1983:46).
Secara teoritis, filsafat Al-Razi memungkinkan untuk dikembangkan sebagai
landasan yang dapat melahirkan pemikiran-pemikiran baru di bidang pendidikan. Pola
yang dapat ditempuh adalah dengan menjadikannya sebagai pijakan dalam memahami
persoalan-persoalan mendasar dalam pendidikan, mengingat ada kenyataan bahwa
problem-problem utama filsafat juga merupakan problem utama pendidikan. Dalam hal ini
filsafat Al-Razi harus diposisikan sebagai pandangan hidup (way of life) atau pandangan
dunia (world view) yang memuat konsep-konsep pemikiran tentang dasar realitas atau
kebenaran yang diyakini dan ditempatkan sebagai realitas yang senyatanya. Pemahaman
atas realitas mendasari rumusan tentang cita-cita ideal kehidupan sebagai bagian dari
tujuan hidup yang diharapkan adanya. Nilai-nilai kebenaran yang diyakini diupayakan
dapat ditanamkan dalam kehidupan kemasyarakatan, baik dalam tatanan sosial, budaya,
politik, ekonomi, hukum, maupun berbagai aspek kehidupan lainnya melalui berbagai cara,
di antaranya melalui proses pendidikan
Secara fungsional filsafat Al-Razi juga dapat dijadikan dasar perumusan teori-teori
pendidikan yang lebih spesifik. Pemikiran Al-Razi yang mengkaji hal-hal di balik dunia
fisik memberikan bekal pemahaman tentang hakekat, makna dan tujuan hidup, yang
menjadi bagian integral dari tujuan pendidikan. Filsafat Al-Razi juga memberikan bekal
pemahaman tentang hakekat manusia, yang membantu pemahaman potensi-potensi psikis.
Di dunia pendidikan, pemahaman kejiwaan penting artinya untuk dapat memberi perlakuan
yang tepat terhadap subyek didik dalam proses pendidikan.
3
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasikan pada permasalahan berikut:
1. Penjelasan mengenai Al- Razi.
2. Biogarafi tentang Al-Razi.
3. Karya-Karya Al-Razi.
4. Filsafat Al- Razi.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas maka dapat kami batasi masalah berikut :
1. Biografi Al-Razi.
2. Karya-Karya Al-Razi.
3. Filsafat Al-Razi.
D. Rumusan Masalah
Setelah dilakukan pembatasan masalah,maka dapat ditentukan rumusan masalah yang akan
dibahas yaitu:
1. Bagaimana tentang biografi Al-Razi ?
2. Bagaimana karya- karya Al-Razi ?
3. Bagaimana tentang filsafat Al-Razi ?
E. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan diatas adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana tentang biografi Al-Razi.
4
F. Manfaat
Manfaat dari pembahasan diatas adalah :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana tentang biografi ar-razi.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana tentang karya-karya ar-razi.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana macam-macam fiksafat ar-razi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Razi
Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi
(Dahlan, 2002:182). Al-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas
(250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M), oleh orang Latin dipanggil Rhazes, dilahirkan
di Rayy, dekat Teheran (pen: Iran) sekarang (Supriyadi, 2009:68). Al-Razi mempunyai
hubungan darah dengan bangsa Parsi (Iran) dan lahir di zaman kejayaan Abbasiyah
(Amien, 1983:46)
Al-Razi belajar ilmu kedokteran kepada Ali ibn Rabban Ath-Thabari. Al-Razi
belajar filsafat kepada Al-Balkhi. Al-Balkhi adalah orang yang banyak melakukan
perjalanan, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Beberapa orang mengatakan bahwa Al-
Razi menghubungkan dengan dirinya sendiri buku-buku filsafat Al-Balkhi (Syarif,
1993:34).
Di kota kelahirannya, Al-Razi terkenal sebagai dokter. Karena itu, ia memimpin
sebuah rumah sakit di Rayy, ketika Manshur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn Azad menjadi
Gubernur Rayy, dari tahun 290-296H/902-908M (Hadi, 2003:13)
Al-Razi merupakan seorang dokter yang memiliki jiwa dan pikiran yang didasarkan
pada filsafat. Perpaduan filsafat dan kedokteran menjadikan kualitas keilmuan Al-Razi
memiliki nilai plus dibanding para pendahulunya (Supriyadi, 2009:71)
B. Karya-Karya Al-Razi
Al-Razi banyak menulis buku tentang materi, ruang, nutrisi, waktu, gerak, optik,
iklim, dan alkemi (Hadi, 2003:14) Buku-buku Al-Razi menurut Ibn An-Nadim (dalam
Syarif, 1993:36) adalah 118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu makalah, jumlah
seluruhnya 148 buah. Ibn Abi Usaibi‟ah menyebutkan 236 karyanya, tetapi beberapa di
antaranya tidak jelas pengarangnya.
Buku-buku Al-Razi yang banyak jumlahnya dikolompokkan menjadi:
1. ilmu kedokteran,
2. ilmu fisika,
3. logika,
4. matematika dan astronomi,
5. komentar, ringkasan, dan ikhtisar,
5
6
Menurut Supriyadi (2009:72) di antara buku Al-Razi yang dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Ath-Thib Ar-Ruhani,
2. Ash-Shirat Al-Falsafiyyah,
3. Amarat Iqbal Ad-Daulah,
4. Kitab Al-Ladzdzah,
5. Kitab Al-Ilm Al-Ilahi,
6. Maqalah fi Ma‟bad Ath-Thabi‟ah
7. Al-Hawi fi Ath-Thibb,
8. Manshiri
9. Kitab Sirr Al-Asrar,
10. Muluki, dan
11. Kitab Al-Jami Al-Kabir.
7
Filsafat lima yang kekal Al-Razi tersebut mengisyaratkan bahwa di balik dunia
fana terdapat jiwa tak terbatas yaitu Tuhan sebagai Pencipta kosmos, Jiwa Yang
Mutlak yakni ruh tersebut menjelma pada alam, di mana ruh mempunyai inti yang
disebut ide atau berpikir, berupa kekuatan akal yang dipandang sebagai pancaran Jiwa
Universal (an-Nafs al-Kulliyah) Ilahi. Karena itu kekuatan akal memungkinkan
manusia mencapai kebenaran Ilahiyah.
material yag kasat mata, dan manusia harus menuju ke tujuan ini. Wahyu juga
memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan sosialnya.
Pandangan Al-Razi yang mengutuskan kekuatan akal tersebut menjadikan ia
tidak percaya pada wahyu dan adanya nabi sebagaimana diutarakan dalam bukunya
Naqd Al-Adyan au Fi An-Nubuwwah (Kritik terhadap agama-agama atau terhadap
kenabian). Sementara Berkaitan dengan sanggahan terhadap wahyu dan nabi sebagai
pembawa berita eskatologis (alam keakhiratan), seperti kematian, bagi Ar-Razi,
kematian bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti, karena bila tubuh hancur, roh juga
hancur. Setelah mati, tak sesuatupun terjadi pada manusia karena ia tidak merasakan
apa-apa lagi. Selama hiidupnya, manusia selalu merasa sakit, tetapi setelah mati, ia
tidak akan pernah merasa sakit selamanya. Sebaiknya orang yang menggunakan nalar
menghindari rasa takut mati, karena bila ia mempercayai kehidupan lain, ia tentu
gembira sebab melalui mati ia pergi ke dunia lain yang lebih baik. Bila ia percaya
bahwa tiada sesuatu pun setelah mati, ia tak perlu cemas. Betapaun orang tidak perlu
merasa cemas akan kematian, karena tidak ada alasan untuk merasa cemas.
Al-Razi adalah seorang yang bertuhan, dan mengaku Tuhan Maha Bijak, tetapi
ia tidak mengakui adanya wahyu/ajarannya (agama).5 Sehubungan dengan
penolakannya terhadap wahyu dan kenabian, serta tidak mengakui semua agama,
maka dipandang dari theologi Islam adalah belum muslim karena keimanan yang yang
diperlukannya tidak konsekuen dalam pengertian tidak utuh.
Al-Razi lebih terkenal sebagai ahli dalam ilmu kedokteran (sains) ketimbang
ilmu spekulatif (filsafat). Oleh karena itu dalam penjelasannya tentang akal
berdasarkan semangat rasional dan empiris eksperimental, hal yang menegaskan ialah
bahwa ia hanya percaya pada akal semata dan tidak lagi percaya dengan wahyu.
3. Kenabian
a. Pengertian Kenabian
Nabi adalah seorang yang dianugrahi bakat intelektual luar biasa sehingga
dengan bakat tersebut, ia mampu mengetahui sendiri semua hal tanpa melalui
pengajaran oleh sumber-sumber eksternal. Meskipun Al-Farabi dan Ibnu Sina
sepakat dalam hal ini, nampaknya Al-Farabi mengannggap perlu adanya pemikiran
filosofis yang biasa sebelum datangnya wahyu kenabian. Akal kenabian harus
bergerak melalui tahap-tahap perkembangan yang dilewati oleh pikiran biasa, baru
11
setelah itu wahyu datang. Satusatunya perbedaan antara kualitas kenabian dan
manusia biasa adalah kualitas kenabian bersifat mandiri atau diajari oleh dirinya
sendiri.
Sementara itu, Al-Razi adalah seorang rasioanlis murni, menurut Al-Razi,
para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki
keistimewaan khusus, baik pikiran maupun ruhani, karena semua orang itu adalah
sama, dan keadilan Tuhan serta hikmahnya mengharuskan tidak membeda-
bedakan antara seseorang dengan yang lainnya. Perbedaan antara manusia timbul
karena berlainan pendidikan dan berbedanya suasana perkembangannya. Lebih
lanjut dikatakannya, tidaklah masuk akal bahwa Tuhan menciptakan para nabi,
padahal mereka tidak luput dari banyak kekeliruan. Setiap bangsa hanya percaya
kepada nabinya dan tidak mengakui nabi bangsa lain.
b. Dasar Kenabian
Secara umum Pemikiran para filosof muslim tentang wahyu kenabian
dibangun atas dasar teori-teori Yunani tentang sifat dan kekuatan kognitif jiwa
manusia. Sumber utama pemikiran mereka adalah pemikiran Ariestoteles dalam
bukunya De Anima, tentang kemampuan intelektual jiwa
Al-Razi pada garis besarnya tidak banyak berbeda dengan Ibnu Ar-
Rawandi, seolah-olah kedua tokoh tersebut bersumber satu, atau seolah-olah ajaran
Hindu dan Manu tersembunyi di belakangnya. Al-Razi menyanggah anggapan
bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi. Pendapat yang
kontroversial ini harus dipahami bahwa ia adalah seorang rasionalis murni. Akal
menurutnya adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal
manusia dapat memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, bahkan dapat
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh
menyia-nyiakan dan mengekang ruang gerak akal, tetapi memberi kebebasan
sepenunya dalam segala hal. Jika akal tidak ada, sama halnya manusia dengan
binatang, anak-anak dan orang gila.
Di sini, Ar-Razi mengatakan bahwa dalam fenomenea kenabian tidak ada
sesuatupun yang secara rasional mengharuskan kemunculannya dalam suatu
masyarakat tertentu. Sebab, pemberian secara khusus semacam itumerupakan
bentuk pemberian kelebihan kepada sebagian masyarakat atas sebagian lainnya.
12
Hal seperti ini merupakan sesuatu yang ditolak dan tidak diakui oleh akal. Terlebih
lagi, pemberian secara khusus ini dapat menimbulkan pertentangan diantara
masyarakat sebab setiap kelompok masyarakat yang diberi kanabian secara khusus
akan beranggapan bahwa kebenaran bersama mereka dan kelompok yang lain
adalah salah. Sebagai keonsekwensinya, mereka juga akan beranggapan bahwa
sebagai bentuk tugas menyempurnakan agama mereka memiliki kewajiban untuk
menyebarkan kebenaran. Dengan cara demikian timbullah permusuhan diantara
manusia dan banyak peperangan bermunculan.
Ini berkaitan dengan manusia. Mengenai para nabi, Al-Razi mengatakan:
“Isa beranggapan bahwa ia adalah putra Allah, Musa beranggapan bahwa Ia tidak
punya putra, sementara Muhammad beranggapan bahwa dia adalah makhluk
sebagaimana manusia lainnya. Mana dan Zoroaster berbeda pendapat dengan
Musa, Isa dan Muhammad tentang persoalam qadim (eternal). Eksistensi alam,
dan penyebab baik dan buruk. Mana berbenda pendapat dengan Zoroaster
mengenai dua eksistensi (cahaya dan kegelapan) dan kedua alam tersebut.
Muhammad beranggapan bahwa Isa tidak terbunuh, sementara Yahudi dan
Nasrani menolak hal tersebut, dan beranggapan bahwa ia terbunuh dan disalib.”
Semua ini mungkin kontradiksi yang nyata diantara para nabi sendiri. Dalam
pandangan Al-Razi, itu semua merupakan salah satu pertanda ketidakbenaran
kenabian. Sebab kenabian didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah, dan
karena Allah itu tunggal dalam arti bahwa wahyu juga harus tunggal. Oleh karena
itu tidak mungkin kontradiksi, lantas bagainama mungkin para nabinya
kontradiksi? Dari sinilah muncul ketidakbenaran kenabian sebab perbedaan
diantara mereka menjadi bukti bahwa mereka tidak benar.
c. Bukti Kenabian
1. Mukjizat Kenabian
Bukti kenabian merupakan suatu hal yang sangat penting untuk di
bahas karena ini akan membuktikan ada tidaknya kenabian. Salah satu bukti
kenabian adalah mukjizat yang tidak dimiliki oleh makhluk lain selain nabi.
Mukjizat adalah suatu perbuatan di luar kewajaran yang terjadi dari sebab-
sebab tidak biasa dan tenaga manusia tidak akan mampu melakukannya.
Setiap nabi yang diangkat oleh Allah memiliki kekuatan supernatural. Dengan
13
15
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Yusril. t-th. Perkembangan Pemikiran Filsafat Dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Amien, Miska Muhammad. 1983. Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam.
Jakarta: UI-Press.
Dahlan, Abdul Aziz. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Hadi, Saiful. 2003. 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah. Jakarta: Insan Cemerlang.
Hoodbhoy, Pervez. 1996. Ikhtiar Menegakkan Rasionalisme, antara Sains dan Ortodoksi
Islam, Terjemahan Sari Meutia. Bandung: Mizan.
16