Anda di halaman 1dari 19

AL- RAZI

Metode Penelitian Kualitatif


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu : Nely Hidayah, MA

MAKALAH

Disusun Oleh:

Anton Indra Jaya (1204.19.4885)


Futihatus Sirriyah (1.20.200.5146)
Nadia Afrilla Sari (1204.19.4992)
Zirly Chusnul Atsaqifah (1204.19.4966)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULUM

TANJUNGPINANG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi penulis kesehatan, kesempatan
dan pengetahuan sehingga dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Sholawat beserta salam dilafazkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
mengucapkan „‟Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad wa‟alaa aalihi sayyidina
muhammad‟‟.
Kami sebagai penulis berharap agar makalah ini dapat digunakan seperlunya dan
sebaik-baiknya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai materi yang akan dibahas nanti.
Terimakasih penulis ucapkan kepada orangtua, dosen dan teman-teman yang telah turut
berkontribusi memberikan semangat, dukungan dan ide-ide dalam proses penulisan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Demikian kata pengantar ini ditulis, mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan kata.
Wassalamu‟alaikum wr.wb

Tanjungpinang,07 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah .............................................................................................. 3
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................. 3
D. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
E. Tujuan.................................................................................................................... 3
F. Manfaat.................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 5

A. Biografi Al-Razi .................................................................................................... 5


B. Karya-Karya Al-Razi. ........................................................................................... 5
C. Filsafat Al-Razi. ................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 15

A. Simpulan.............................................................................................................. 15
B. Saran .................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16

ii
BAB IB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia pendidikan Islam pada umumnya masih dihadapkan pada berbagai
persoalan, mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan
masyarakat, sampai pada persoalan metode, kurikulum dan lain sebagainya. Selain itu
kenyataan juga menunjukkan ada kiblat pendidikan Islam yang belum jelas. Pendidikan
Islam masih belum menemukan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan tuntunan
ajaran Islam.
Hoodbhoy (1996:202) menilai bahwa yang paling bertanggung jawab atas keadaan
yang menyedihkan di dunia Islam adalah ortodoksi dan fundamentalisme. Ia mencatat
sekurangnya ada enam hal yang menjadi penyebab kelemahan etos keilmuan tersebut,
yakni sikap dan pandangan filsafat, konsep pendidikan, konsekuensi dari sifat khusus
hukum Islam, kelemahan formasi sosio-ekonomi, serta sebab-sebab yang berasal dari
karakter khusus politik Islam.
Upaya pembangunan kembali etos keilmuan umat melalui sektor pendidikan dapat
dilakukan dengan perumusan konsep-konsep pendidikan dengan berlandaskan filsafat yang
menjamin perkembangan dinamika dan kreatifitas. Hal ini dimungkinkan mengingat
pendidikan bukan semata-mata persoalan didaktik-metodik. Permasalahan pendidikan jauh
lebih luas dari pada sekedar teknik belajar mengajar di sekolah. Pemahaman dasar-dasar
pemikiran yang melandasi penyelenggaraan aktifitas pendidikan sangat diperlukan dalam
rangka penjernihan konsep dan ilmu pendidikan. Di samping itu pendidikan sendiri tidak
dapat dilepaskan dari filsafat yang melandasinya.
Upaya untuk memperbaiki kondisi pendidikan yang demikian tampaknya perlu
dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui
bahwa secara umum, filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakekat dari segala yang ada,
dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Ada dua pola yang biasa dilakukan dalam membangun konsep pendidikan di dunia
Islam. Pertama, dengan mengkaji kembali warisan pemikiran tokoh-tokoh muslim masa
silam, dan kedua, mengadopsi konsep-konsep baru yang sudah berkembang saat ini,
khususnya di Barat (Husain, 1994:12). Tanpa bermaksud mengabaikan kelebihan dan

1
2

kekurangan masing-masing pola tersebut, kajian pada makalah ini menekankan pada pola
yang pertama, dengan harapan dapat mengaktualisasikan kembali gagasan pemikir muslim
terdahulu yang hampir tersisih dari percaturan intelektual umat Islam
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakariya Al-Razi, yang selanjutnya disebut dengan Al-
Razi adalah seorang ilmuwan muslim yang memiliki profesi sebagai seorang dokter,
dosen, fisikawan, kimiawan, sekaligus seorang filosof (Supriyadi, 2009:68). Di bidang
filsafat ar-Razi memiliki pemikiran yang sangat orisinil dan mandiri, yang dalam beberapa
hal berbeda dari alur pemikiran kebanyakan ulama muslim pada masanya. Para filosof dan
pemikir muslim pada umumnya berusaha menyelaraskan pemikirannya dengan agama,
sementara ar-Razi dikenal sebagai sosok yang memilih jalan filsafat untuk mendekati
berbagai persoalan, termasuk persoalan keagamaan (Amien, 1983:46).
Secara teoritis, filsafat Al-Razi memungkinkan untuk dikembangkan sebagai
landasan yang dapat melahirkan pemikiran-pemikiran baru di bidang pendidikan. Pola
yang dapat ditempuh adalah dengan menjadikannya sebagai pijakan dalam memahami
persoalan-persoalan mendasar dalam pendidikan, mengingat ada kenyataan bahwa
problem-problem utama filsafat juga merupakan problem utama pendidikan. Dalam hal ini
filsafat Al-Razi harus diposisikan sebagai pandangan hidup (way of life) atau pandangan
dunia (world view) yang memuat konsep-konsep pemikiran tentang dasar realitas atau
kebenaran yang diyakini dan ditempatkan sebagai realitas yang senyatanya. Pemahaman
atas realitas mendasari rumusan tentang cita-cita ideal kehidupan sebagai bagian dari
tujuan hidup yang diharapkan adanya. Nilai-nilai kebenaran yang diyakini diupayakan
dapat ditanamkan dalam kehidupan kemasyarakatan, baik dalam tatanan sosial, budaya,
politik, ekonomi, hukum, maupun berbagai aspek kehidupan lainnya melalui berbagai cara,
di antaranya melalui proses pendidikan
Secara fungsional filsafat Al-Razi juga dapat dijadikan dasar perumusan teori-teori
pendidikan yang lebih spesifik. Pemikiran Al-Razi yang mengkaji hal-hal di balik dunia
fisik memberikan bekal pemahaman tentang hakekat, makna dan tujuan hidup, yang
menjadi bagian integral dari tujuan pendidikan. Filsafat Al-Razi juga memberikan bekal
pemahaman tentang hakekat manusia, yang membantu pemahaman potensi-potensi psikis.
Di dunia pendidikan, pemahaman kejiwaan penting artinya untuk dapat memberi perlakuan
yang tepat terhadap subyek didik dalam proses pendidikan.
3

Pemikiran epistemologi Al-Razi memberi gambaran tentang sumber, metodologi


serta jenis pengetahuan, termasuk sistem nilai yang harus diajarkan. Hakekat ilmu atau
pengetahuan yang menjadi substansi pendidikan ditentukan oleh pandangan epistemologi
yang digunakan. Karena itu pandangan ini terkait dengan filsafat moral yang menyajikan
konsep kebenaran berkenaan dengan tata nilai, sebab dalam tataran praktis ilmu tidak dapat
dilepaskan dari nilai.
Makalah ini ditulis untuk membahas dan memahami tentang biografi Al-Razi,
karya-karya Al-Razi, dan filsafat Al-Razi.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasikan pada permasalahan berikut:
1. Penjelasan mengenai Al- Razi.
2. Biogarafi tentang Al-Razi.
3. Karya-Karya Al-Razi.
4. Filsafat Al- Razi.

C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas maka dapat kami batasi masalah berikut :
1. Biografi Al-Razi.
2. Karya-Karya Al-Razi.
3. Filsafat Al-Razi.

D. Rumusan Masalah
Setelah dilakukan pembatasan masalah,maka dapat ditentukan rumusan masalah yang akan
dibahas yaitu:
1. Bagaimana tentang biografi Al-Razi ?
2. Bagaimana karya- karya Al-Razi ?
3. Bagaimana tentang filsafat Al-Razi ?

E. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan diatas adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana tentang biografi Al-Razi.
4

2. Untuk mengetahui bagaimana karya-karya Al-Razi.


3. Untuk mengetahui apa apa saja tentang filsafat Al-Razi.

F. Manfaat
Manfaat dari pembahasan diatas adalah :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana tentang biografi ar-razi.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana tentang karya-karya ar-razi.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana macam-macam fiksafat ar-razi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Razi
Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi
(Dahlan, 2002:182). Al-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas
(250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M), oleh orang Latin dipanggil Rhazes, dilahirkan
di Rayy, dekat Teheran (pen: Iran) sekarang (Supriyadi, 2009:68). Al-Razi mempunyai
hubungan darah dengan bangsa Parsi (Iran) dan lahir di zaman kejayaan Abbasiyah
(Amien, 1983:46)
Al-Razi belajar ilmu kedokteran kepada Ali ibn Rabban Ath-Thabari. Al-Razi
belajar filsafat kepada Al-Balkhi. Al-Balkhi adalah orang yang banyak melakukan
perjalanan, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Beberapa orang mengatakan bahwa Al-
Razi menghubungkan dengan dirinya sendiri buku-buku filsafat Al-Balkhi (Syarif,
1993:34).
Di kota kelahirannya, Al-Razi terkenal sebagai dokter. Karena itu, ia memimpin
sebuah rumah sakit di Rayy, ketika Manshur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn Azad menjadi
Gubernur Rayy, dari tahun 290-296H/902-908M (Hadi, 2003:13)
Al-Razi merupakan seorang dokter yang memiliki jiwa dan pikiran yang didasarkan
pada filsafat. Perpaduan filsafat dan kedokteran menjadikan kualitas keilmuan Al-Razi
memiliki nilai plus dibanding para pendahulunya (Supriyadi, 2009:71)
B. Karya-Karya Al-Razi
Al-Razi banyak menulis buku tentang materi, ruang, nutrisi, waktu, gerak, optik,
iklim, dan alkemi (Hadi, 2003:14) Buku-buku Al-Razi menurut Ibn An-Nadim (dalam
Syarif, 1993:36) adalah 118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu makalah, jumlah
seluruhnya 148 buah. Ibn Abi Usaibi‟ah menyebutkan 236 karyanya, tetapi beberapa di
antaranya tidak jelas pengarangnya.
Buku-buku Al-Razi yang banyak jumlahnya dikolompokkan menjadi:
1. ilmu kedokteran,
2. ilmu fisika,
3. logika,
4. matematika dan astronomi,
5. komentar, ringkasan, dan ikhtisar,

5
6

6. filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis,


7. metafisika,
8. teologi,
9. alkimia,
10. ateisme, dan
11. campuran (Supriyadi, 2009:72)
Adapun karya-karya Ar-Razi yang masih dapat dinikmati sampai sekarang
meskipun buku-buku tersebut dihimpun dalam satu kitab yang dikarang oleh orang lain
adalah:
1. Al-Tibb al-Ruhani,
2. Al-Shirath al-Falasafiyah,
3. Amarat Iqbal al Daulah,
4. Kitab al-ladzdzah,
5. Kitab al Ibnu al Ilahi,
6. Makalah fi mabadd altalbiah,
7. Al Syukur ‟Ala Proclas (Mustofa, 2000:117)

Menurut Supriyadi (2009:72) di antara buku Al-Razi yang dapat disebutkan sebagai
berikut:

1. Ath-Thib Ar-Ruhani,
2. Ash-Shirat Al-Falsafiyyah,
3. Amarat Iqbal Ad-Daulah,
4. Kitab Al-Ladzdzah,
5. Kitab Al-Ilm Al-Ilahi,
6. Maqalah fi Ma‟bad Ath-Thabi‟ah
7. Al-Hawi fi Ath-Thibb,
8. Manshiri
9. Kitab Sirr Al-Asrar,
10. Muluki, dan
11. Kitab Al-Jami Al-Kabir.
7

C. Filsafat Ar- Razi


Filsafat al- razi meliputi : filsafat lima kekal, Akal, Wahyu dan Kenabian.
1. Filsafat Lima Kekekal
Lima ajaran kekal Al-Razi menurut Nasution (2008:18) adalah: (1) Materi,
merupakan apa yang ditangkap dengan panca indera tentang benda, (2) Ruang, karena
materi mengambil tempat, (3) Waktu, karena materi berubah-ubah keadaannya, (4) Di
antara benda-benda ada yang hidup, karena itu perlu ada ruh, (5) Semua ini perlu pada
Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu Menurut Ali (t-th: 37) ajaran lima
kekal Al-Razi yaitu: (1) Al-Bari Ta’ala, Tuhan Pencipta Yang Maha Tinggi dan Maha
Sempurna. (2) An-Nafsul- Kulliyah, Jiwa Universal yang hidup dari jasad ke jasad
sampai suatu waktu menemukan kebebasan yang hakiki. (3) Al-Hayulal-Ula, materi
pertama yang dari padanya Tuhan menciptakan dunia. Materi ini terdiri dari atom-
atom yang mempunyai volume. Atom-atom ini mengisi ruang sesuai dengan
kepadatannya. Atom tanah adalah yang paling padat, kemudian menyusul air, hawa,
dan api. (4) Al-Makanul-Mutlaq, ruang yang absolut, abadi tanpa awal dan tanpa
akhir. (5) Az-Zamanul- Mutlaq, masa yang absolut, abadi tanpa awal dan tanpa akhir
(1) Al-Bari Ta’ala, Tuhan Pencipta Yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna
Tuhan bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah tidak sengaja, karena
itu ketidaksengajaan tidak bersifat kepada-Nya. Kehidupan berasal dari-Nya
sebagaimana sinar datang dari matahari Tuhan mempunyai kepandaian yang
sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Tuhan menciptakan
sesuatu dan tidak ada yang bisa menandingi dan tidak ada yang bisa menolak
kehendak-Nya. Tuhan Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya
mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh
cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.
(2) An-Nafsul- Kulliyah, Jiwa universal yang hidup dari jasad ke jasad sampai suatu
waktu menemukan kebebasan yang hakiki.
Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Tuhan
memutuskan penciptaan-Nya setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak
menciptakannya, Tuhan menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan
menunjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam
arti hakiki. Manusia tidak akan mencapai dunia hakiki ini, kecuali dengan filsafat,
8

mereka mempelajari filsafat, mengetahui dunia hakiki, memperoleh pengetahuan


akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai
mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya. Melalui filsafat manusia
dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia hakiki
(3) Al-Hayulal-Ula, materi pertama yang dari padanya Tuhan menciptakan dunia.
Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap
atom mempunyai volum yang dapat dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan,
maka ia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi
berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari
ketiadaan sesuatu
(4) Al-Makanul-Mutlaq, ruang yang absolut, abadi tanpa awal dan tanpa akhir.
Menurut Ar-Razi ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan
bahwa materi adalah kekal dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal.
Bagi Ar-Razi ruang terbagi menjadi dua yakni waktu universal (mutlak) dan waktu
tertentu (relatif ), ruang universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung pada
dunia dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, sedangkan ruang yang relatif
adalah sebaliknya.
(5) Az-Zamanul- Mutlaq, masa yang absolut, abadi tanpa awal dan tanpa akhir.
Waktu adalah subtansi yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi
waktu dua macam yakni waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak
adalah keberlangsungan, ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak
lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang.

Filsafat lima yang kekal Al-Razi tersebut mengisyaratkan bahwa di balik dunia
fana terdapat jiwa tak terbatas yaitu Tuhan sebagai Pencipta kosmos, Jiwa Yang
Mutlak yakni ruh tersebut menjelma pada alam, di mana ruh mempunyai inti yang
disebut ide atau berpikir, berupa kekuatan akal yang dipandang sebagai pancaran Jiwa
Universal (an-Nafs al-Kulliyah) Ilahi. Karena itu kekuatan akal memungkinkan
manusia mencapai kebenaran Ilahiyah.

Doktrin lima hal yang kekal (al-Qudama al-khamsah) yang menyajikan


beberapa kajian tentang waktu, ruang kehampaan, serta perpindahan jiwa memiliki
implikasi luas guna dikembangkan sebagai dasar pemahaman masalah kosmologi.
9

Pemahaman atas alam seisinya sebagai makrokosmos berarti memandang


semesta sebagai kesatuan kosmis, sementara manusia sebagai individu yang terdiri
dari jasmani dan rohani ditempatkan sebagai mikrokosmos, fakta tunggal yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan sistem semesta. Pemahaman
keduanya mendasari pemahaman mengenai asal-usul dan arah ke mana tujuan
kehidupan akan menuju. Pemahaman masalah ini selanjutnya mendasari penentuan
sikap dalam menyikpai kehidupan ini.

Filsafat Al-Razi membantu memahami konsep penciptaan berdasarkan


pemahaman atas hakekat Tuhan, alam semesta dan manusia. Ini menjadikan
pandangan-pandangannya mencerminkan sebuah pandangan teologis tersendiri.
Dalam pandangan Al-Razi ruang semesta membentang sangat luas dan tak terbatas, di
mana Tuhan merupakan sentralnya. Tuhan adalah Dzat Yang Maha Mutlak yang
memiliki kekuasaan tak terbatas. Kekuasaan Tuhan tidak terbatasi oleh ruang waktu

Filsafat Al-Razi mengarahkan kehidupan untuk mencari kebahagiaan hakiki,


yang dapat diperoleh dengan cara membebaskan ruh dari jeratan materi. Kebahagiaan
yang ada dalam kehidupan dunia bukan kebahagiaan yang sebenarnya, tetapi hanya
kebahagiaan yang semu, bahkan diwarnai dengan rasa sakit dan penderitaan. Namun
demikian ar-Razi menilai hidup bukan suatu kesia-siaan, melainkan sebuah
kesempatan yang sangat berharga. Kebahagiaan akhirat yakni keterbebasan jiwa dari
pengaruh materi dapat diperoleh dengan pengembangan akal secara optimal. Untuk itu
diperlukan dukungan rasa yang sehat, di mana seluruh pekerjaan tubuh memperoleh
porsi perhatian yang cukup, hingga masing-masing dapat berfungsi sebagaimana
mestinya

2. Akal dan Wahyu


Setiap agama samawi, secara premier atau secara esensial mendasarkan pada
wahyu dan ilham. Tidak sedikit filosof muslim yang membahas mengenai akal dan
wahyu, diantaranya Ibnu Arabi, Al-Kindi, Ibnu Bajjah dan lain sebagainya. Wahyu
yang derajatnya paling tinggi adalah wahyu yang diberikan kepada nabi, basis wahyu
seperti ini adalah kebutuhan manusia akan petunjuk Tuhan. Dengan petujuk Tuhan
inilah manusia dapat melangkah ke suatu tujuan. Dan tujuan ini berada di luar alam
10

material yag kasat mata, dan manusia harus menuju ke tujuan ini. Wahyu juga
memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan sosialnya.
Pandangan Al-Razi yang mengutuskan kekuatan akal tersebut menjadikan ia
tidak percaya pada wahyu dan adanya nabi sebagaimana diutarakan dalam bukunya
Naqd Al-Adyan au Fi An-Nubuwwah (Kritik terhadap agama-agama atau terhadap
kenabian). Sementara Berkaitan dengan sanggahan terhadap wahyu dan nabi sebagai
pembawa berita eskatologis (alam keakhiratan), seperti kematian, bagi Ar-Razi,
kematian bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti, karena bila tubuh hancur, roh juga
hancur. Setelah mati, tak sesuatupun terjadi pada manusia karena ia tidak merasakan
apa-apa lagi. Selama hiidupnya, manusia selalu merasa sakit, tetapi setelah mati, ia
tidak akan pernah merasa sakit selamanya. Sebaiknya orang yang menggunakan nalar
menghindari rasa takut mati, karena bila ia mempercayai kehidupan lain, ia tentu
gembira sebab melalui mati ia pergi ke dunia lain yang lebih baik. Bila ia percaya
bahwa tiada sesuatu pun setelah mati, ia tak perlu cemas. Betapaun orang tidak perlu
merasa cemas akan kematian, karena tidak ada alasan untuk merasa cemas.
Al-Razi adalah seorang yang bertuhan, dan mengaku Tuhan Maha Bijak, tetapi
ia tidak mengakui adanya wahyu/ajarannya (agama).5 Sehubungan dengan
penolakannya terhadap wahyu dan kenabian, serta tidak mengakui semua agama,
maka dipandang dari theologi Islam adalah belum muslim karena keimanan yang yang
diperlukannya tidak konsekuen dalam pengertian tidak utuh.
Al-Razi lebih terkenal sebagai ahli dalam ilmu kedokteran (sains) ketimbang
ilmu spekulatif (filsafat). Oleh karena itu dalam penjelasannya tentang akal
berdasarkan semangat rasional dan empiris eksperimental, hal yang menegaskan ialah
bahwa ia hanya percaya pada akal semata dan tidak lagi percaya dengan wahyu.
3. Kenabian
a. Pengertian Kenabian
Nabi adalah seorang yang dianugrahi bakat intelektual luar biasa sehingga
dengan bakat tersebut, ia mampu mengetahui sendiri semua hal tanpa melalui
pengajaran oleh sumber-sumber eksternal. Meskipun Al-Farabi dan Ibnu Sina
sepakat dalam hal ini, nampaknya Al-Farabi mengannggap perlu adanya pemikiran
filosofis yang biasa sebelum datangnya wahyu kenabian. Akal kenabian harus
bergerak melalui tahap-tahap perkembangan yang dilewati oleh pikiran biasa, baru
11

setelah itu wahyu datang. Satusatunya perbedaan antara kualitas kenabian dan
manusia biasa adalah kualitas kenabian bersifat mandiri atau diajari oleh dirinya
sendiri.
Sementara itu, Al-Razi adalah seorang rasioanlis murni, menurut Al-Razi,
para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki
keistimewaan khusus, baik pikiran maupun ruhani, karena semua orang itu adalah
sama, dan keadilan Tuhan serta hikmahnya mengharuskan tidak membeda-
bedakan antara seseorang dengan yang lainnya. Perbedaan antara manusia timbul
karena berlainan pendidikan dan berbedanya suasana perkembangannya. Lebih
lanjut dikatakannya, tidaklah masuk akal bahwa Tuhan menciptakan para nabi,
padahal mereka tidak luput dari banyak kekeliruan. Setiap bangsa hanya percaya
kepada nabinya dan tidak mengakui nabi bangsa lain.
b. Dasar Kenabian
Secara umum Pemikiran para filosof muslim tentang wahyu kenabian
dibangun atas dasar teori-teori Yunani tentang sifat dan kekuatan kognitif jiwa
manusia. Sumber utama pemikiran mereka adalah pemikiran Ariestoteles dalam
bukunya De Anima, tentang kemampuan intelektual jiwa
Al-Razi pada garis besarnya tidak banyak berbeda dengan Ibnu Ar-
Rawandi, seolah-olah kedua tokoh tersebut bersumber satu, atau seolah-olah ajaran
Hindu dan Manu tersembunyi di belakangnya. Al-Razi menyanggah anggapan
bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi. Pendapat yang
kontroversial ini harus dipahami bahwa ia adalah seorang rasionalis murni. Akal
menurutnya adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal
manusia dapat memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, bahkan dapat
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh
menyia-nyiakan dan mengekang ruang gerak akal, tetapi memberi kebebasan
sepenunya dalam segala hal. Jika akal tidak ada, sama halnya manusia dengan
binatang, anak-anak dan orang gila.
Di sini, Ar-Razi mengatakan bahwa dalam fenomenea kenabian tidak ada
sesuatupun yang secara rasional mengharuskan kemunculannya dalam suatu
masyarakat tertentu. Sebab, pemberian secara khusus semacam itumerupakan
bentuk pemberian kelebihan kepada sebagian masyarakat atas sebagian lainnya.
12

Hal seperti ini merupakan sesuatu yang ditolak dan tidak diakui oleh akal. Terlebih
lagi, pemberian secara khusus ini dapat menimbulkan pertentangan diantara
masyarakat sebab setiap kelompok masyarakat yang diberi kanabian secara khusus
akan beranggapan bahwa kebenaran bersama mereka dan kelompok yang lain
adalah salah. Sebagai keonsekwensinya, mereka juga akan beranggapan bahwa
sebagai bentuk tugas menyempurnakan agama mereka memiliki kewajiban untuk
menyebarkan kebenaran. Dengan cara demikian timbullah permusuhan diantara
manusia dan banyak peperangan bermunculan.
Ini berkaitan dengan manusia. Mengenai para nabi, Al-Razi mengatakan:
“Isa beranggapan bahwa ia adalah putra Allah, Musa beranggapan bahwa Ia tidak
punya putra, sementara Muhammad beranggapan bahwa dia adalah makhluk
sebagaimana manusia lainnya. Mana dan Zoroaster berbeda pendapat dengan
Musa, Isa dan Muhammad tentang persoalam qadim (eternal). Eksistensi alam,
dan penyebab baik dan buruk. Mana berbenda pendapat dengan Zoroaster
mengenai dua eksistensi (cahaya dan kegelapan) dan kedua alam tersebut.
Muhammad beranggapan bahwa Isa tidak terbunuh, sementara Yahudi dan
Nasrani menolak hal tersebut, dan beranggapan bahwa ia terbunuh dan disalib.”
Semua ini mungkin kontradiksi yang nyata diantara para nabi sendiri. Dalam
pandangan Al-Razi, itu semua merupakan salah satu pertanda ketidakbenaran
kenabian. Sebab kenabian didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah, dan
karena Allah itu tunggal dalam arti bahwa wahyu juga harus tunggal. Oleh karena
itu tidak mungkin kontradiksi, lantas bagainama mungkin para nabinya
kontradiksi? Dari sinilah muncul ketidakbenaran kenabian sebab perbedaan
diantara mereka menjadi bukti bahwa mereka tidak benar.
c. Bukti Kenabian
1. Mukjizat Kenabian
Bukti kenabian merupakan suatu hal yang sangat penting untuk di
bahas karena ini akan membuktikan ada tidaknya kenabian. Salah satu bukti
kenabian adalah mukjizat yang tidak dimiliki oleh makhluk lain selain nabi.
Mukjizat adalah suatu perbuatan di luar kewajaran yang terjadi dari sebab-
sebab tidak biasa dan tenaga manusia tidak akan mampu melakukannya.
Setiap nabi yang diangkat oleh Allah memiliki kekuatan supernatural. Dengan
13

kekuatan ini nabi dapat melakukan perbuatan mukjizat. Untuk membuktikan


bahwa risalah dan misinya itu benar dan berasal dari Tuhan. Pada setiap zaman
orang meminta kepada nabi, dan nabi mengabulkan permintaan mereka untuk
memperlihatkan beberapa mukjizat kepada mereka, permintaan tersebut masuk
akal. Karena jika tidak dikabulkan maka orang yang mencari kebenaran
mustahil mau mengakui kenabian. Namun nabi tidak mau mengabulkan
permintaannya untuk memperlihatkan mukjizat jika tujuannya bukan untuk
mencari kebenaran.
Al-Razi mengkritik agama secara umum, ia juga menjelaskan
kontradiksi Yahudi, Kristen, Mani dan Majuzi secara rinci. Bahkan lebih lanjut
ia katakan tidaklah masuk akal allah mengutus para nabi sebab mereka
menimbulkan kemudaratan.
Semua mukjizat kenabian adalah bagian dari mitos keagamaan atau
rayuan dan keahlian dan dimaksudkan untuk menipu dan menyesatkan. Ajaran
agama saling kontradiksi karena satu sama lain saling menghancurkan, dan
tidak sesuai dengan statmen yang mengatakan bahwa ada realitas permanen.
Hal itu dikarenakan setiap nabi membatalkan risalah pendahulunya, tetapi
menyeruakn bahwa apa yang dibawanya adalah kebenaran bahkan tidak ada
kebenara lain dan manusia menjadi bingung tentang pimpinan yang dipimpin,
panutan yang dianut. Semua agam merupakan sumber peperangan yang
menimpa manusia sejak dahulu, di samping merupakan musuh filsafat dan
ilmu pengetahuan.
2. Kitab Suci
Bukti kenabian selanjutnya adalah kitab suci, adanya kitab suci tidak
terlepas dari beberapaa nabi yang diturunkan kitab suci kepadanya. Secara
umum Al-Farabi mempercayai adanya mukjizat sebagai bukti kebenaran dan
dianggap tidak bertentangan dengan hukum alam, karena sumber hukum alam
dan mukjizat sama-sama berasal dari akal 10. Dengan percayanya kepada
mukjizat, Al-Farabi juga tentang Al-Quran, karena juga berhubungan dengan
wahyu.
Semantara, Al-Razi juga mengkritik secara sitematik kitabkitab wahyu
Al-Quran dan Injil. Ia mencoba mengkritik yang satu dengan yang lainnya.
14

Misalnya ia mengkritik agama Yahudi dengan paham-paham Kristen dan


Islam, kemudian ia mengkritik Al-Quran dengan Injil. Ia menolak
kemukjizatan Al-Quran, baik gaya bahasanya maupun isinya. Menurutnya,
orang mungkin saja dapat menulis kitab yang lebih baik dengan gaya bahasa
yang lebih indah. Ia lebih suka membaca buku-buku ilmiah dari pada Al-
Quran. Atas dasar itulah Badawi mengatakan bahwa Al-Razi sangat berani.
Dengan demikian, Al-Razi memandang bahwa akal satusatunya sumber
dan dasar pengetahuan, dan bahwa kenabian batal. Ia memandang bahwa akal
yang memberikan petujuk kapada manusia dan nabi yang menyesatkan
manusia. ia juga memandang bahwa suatu kebaikan dan kebijaksanaan apabila
tidak ada para nabi dan agama, sebab apabila diantara manusia tidak ada hal-
hal yang menyebabkan munculnya agama-agama, tentu gesekan, peperangan,
dan bencana tidak akan ada.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Al-Razi
(Dahlan, 2002:182). Al-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir
bebas (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M), oleh orang Latin dipanggil Rhazes,
dilahirkan di Rayy, dekat Teheran (pen: Iran) sekarang (Supriyadi, 2009:68). Al-Razi
mempunyai hubungan darah dengan bangsa Parsi (Iran) dan lahir di zaman kejayaan
Abbasiyah (Amien, 1983:46)
Al-Razi banyak menulis buku tentang materi, ruang, nutrisi, waktu, gerak,
optik, iklim, dan alkemi (Hadi, 2003:14) Buku-buku Al-Razi menurut Ibn An-Nadim
(dalam Syarif, 1993:36) adalah 118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu makalah,
jumlah seluruhnya 148 buah. Ibn Abi Usaibi‟ah menyebutkan 236 karyanya, tetapi
beberapa di antaranya tidak jelas pengarangnya.
Filsafat al- razi meliputi : filsafat lima kekal, Akal, Wahyu dan Kenabian.
B. Saran
Kami tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Yusril. t-th. Perkembangan Pemikiran Filsafat Dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Amien, Miska Muhammad. 1983. Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam.
Jakarta: UI-Press.
Dahlan, Abdul Aziz. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Hadi, Saiful. 2003. 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah. Jakarta: Insan Cemerlang.
Hoodbhoy, Pervez. 1996. Ikhtiar Menegakkan Rasionalisme, antara Sains dan Ortodoksi
Islam, Terjemahan Sari Meutia. Bandung: Mizan.

16

Anda mungkin juga menyukai