Anda di halaman 1dari 7

Kurikulum Dan Pembelajaran

Tugas 5

Model-Model Pengembangan Kurikulum

Disusun Oleh:

Nama: Mutiara Nur Alifah

Nim : 19022029

Dosen Pengampu: Drs. Zelhendri Zen, M.Pd., Ph.D

Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

16 Maret 2022
Model-Model Pengembangan Kurikulum

A. The administrative model


Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top
down) atau staf lini (line-staff prosedure), artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan
pelaksanaannya dimulai dari pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebikajan
pendidikan, kemudian secara struktural dilakasanakan di tingkat bawah. Proses
pengembangan kurikulum model ini dilakukan dengan empat langkah, yaitu: (Wina Sanjaya,
2011).
1. Dimulai dari pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya
terdiri dari pejabat yang ada dibawahnya, seperti: para pengawas pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dari tokoh dunia kerja. Tugas tim
pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan
rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
2. Menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan
yang telah disusun oleh tim pengarah.anggota kelompok kerja ini adalah: para ahli
kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru
senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokoknya adalah merumuskan tujuan-
tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun bahan
bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat evaluasi, serta menyusun pedoman-
pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
3. Apabila kurikulum telah selesai disusun, hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk
dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu diuji dan
perlu di uji coba serta dievalusi kelayakannya oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para
administrator. Hasil uji coba tersebut digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
4. Para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk
mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.

Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik,


administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan
sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari
atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model”top down” atau “line
staff’. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut
kesiapan dari pelaksanaannya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-
petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula
adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk
menilai baik validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaannya maupun
keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat
atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang
bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan
ditingkat pusat, daerah, maupun sekolah. (Nana Syaodih, 2011)

B. The Grass Roots Model (Desentralisasi)


Pengembangan kurikulum model grass root adalah kebalikan dari model administrasi.
Inisiatif pengembangan kurikulum dalam model ini berada di tangan guru-guru sebagai
pelaksana kurikulum di sekolah, baik pada level ruang kelas maupun pada level sekolah. Ini
dikarenakan, adanya keresahan atau ketidakpastian guru terhadap kurikulum yang berjalan.
Selanjutnya para guru berupaya mengadakan inovasi terhadap kurikulum yang sedang
berjalan.
Dalam model pengembangan kurikulum ini, para administrator tidak dominan.
Administrator lebih menonjol sebagai motivator dan fasilitator, jika memang para
administrator setuju dengan gerakan para guru. Namun jika upaya pembaharuan para guru itu
tidak disetujui maka administrator bisa menjadi penghalang upaya inovasi para guru. (Retno,
2018).
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam menerapkan model
pengembangan grass roots ini, yaitu: (Endang Rusyani, 2018)
1. Guru harus memiliki kemampuan yang professional
2. Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum dan penyelesaian masalah
kurikulum
3. Guru harus terlibat lngsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, penentuan
evaluasi
4. Seringnya pertemuan kelompok dalam pembahasan kurikulum yang akan berdampak
terhadap pemahaman guru dan akan menghasilkan tujuan, prinsip maupun rencana-
rencana.

Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum,
satu atau beberapa bidang studi atau pun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-
guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model
grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah
perecana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dikarenakan guru
lah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten
menyusun kurikulum bagi kelasnya. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan
mutu dan system pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif.

C. Beaucha mp’s model


George A. Beauchamp mendefinisikan kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat
rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah.
Pengembangan kurikulum merupakan bagian penting dalam program pendidikan. Kurikulum
dan silabus perlu dijabarkan lebih lanjut agar dapat dioperasionalkan di sekolah dan kelas.
Menurut Beauchamp ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu
kurikulum, yaitu:
1. Menetapkan suatu lingkup wilayah yang akan dipergunakan oleh kurikulum. Lingkup
tersebut di antaranya ialah sekolah, kabupaten, provinsi, kecamatan, dan negara. Tahapan
pembentukan arena atau ruang lingkup ini ternyata ditentukan oleh orang-orang yang
memiliki wewenang, dalam hal ini adalah pengambil kebijakan dalam proses
pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan-tujuan dari pengembangan kurikulum.
2. Menetapkan personalia, penetapan ini dilakukan untuk bisa mengatur mengenai siapa
yang akan terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada beberapa kategori orang yang
bisa ikut berpartisipasi.
a. ahli-ahli pendidikan atau ahli kurikulum yang ada pada pusat pengembangan
kurikulum serta ahli- ahli di bidang ilmu dari luar pembahasan.
b. ahli-ahli pendidikan dari berbagai perguruan tinggi maupun sekolah serta para
guru yang tentu saja dipilih dengan kriteria yang profesional dalam sistem
pendidikan. Beauchamp mencoba melibatkan ahli- ahli dan tokoh- pendidikan
sebanyak dan seluas mungkin. Akan tetapi, biasanya pengaruh dari mereka ini
kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibandingkan dengan tokoh
lain, sebut saja penulis serta penerbit buku, para politisi, para pengusaha, dan
pejabat pemerintah, serta industriawan. Penetapan personalia ini sudah barang
tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arenanya. Untuk tingkat
provinsi keterlibatan guru lebih sedikit dibanding dalam lingkup tingkat
kabupaten, kecamatan bahkan sekolah keterlibatan guru-guru semakin besar.

3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.


Langkah-langkah ini menyangkut pada prosedur yang memang harus ditempuh
untuk merumuskan suatu tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan
pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain
kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a. membentuk tim pengembang kurikulum.
b. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang
digunakan studi penjajahan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru.
c. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru.
d. penyusunan dan penulisan kurikulum baru.

4. Implementasi kurikulum.
Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan
kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang
menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping
kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
5. Evaluasi kurikulum.
Langkah ini mencakup empat hal, yaitu:
a. Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b. Evaluasi desain kurikulum
c. Evaluasi hasil belajar siswa
d. Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.

Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi
penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas,
diperluas di sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala
regional maupun nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf
pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi dan pelaksanaan proses belajar mengajar.
Untuk tugas tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum sebagai Koordinator yang
bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran
baru, menentukan berbagai criteria untuk memilih kurikulum mana yang akan
dipakai, dan menulis secara menyeluruh mengenai kurikulum yang akan
dikembangkan.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.

D. Model Terbalik (Taba’s Inverted Model)


Model pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Taba berbeda dengan lazimnya atau
kebanyakan model lain yang ditempuh bersifat deduktif, sedang model Taba ini bersifat
induktif. Oleh karena itu sering disebut dengan “model terbalik” atau “inverted model”.
(Restu Wijayanto, 2015)
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata dalam buku Pengembangan Kurikulum,
pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan:
1. Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar
2. Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-
komitmen tertentu.
3. Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
4. Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.

Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang
timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya, pengembangan kurikulum yang lebih
mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang
merupakan inverse atau arah terbalik dari model tradisional.

Daftar Pustaka
Raharjo, Retno Annik. 2018. Model-Model Pengembangan Kurikulum-Resume.pdf
,http://rannikhj26.blogs.uny.ac.id,pdf (diakses tanggal 3/11/2018)
Rusyani, Endang. 2018. Model dan Organisasi Pengembangan Kurikulum.pdf, tanpa
tahun,https://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_ BIASA/.pdf (diakses
tanggal 5/11/2018)
Sanjaya, Wina. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. PengembanganKurikulum. Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Wijayanto, Restu. 2018. Model-Model Pengembangan Kurikulum.pdf
https://restuwijayanto.blogs.uny.ac.id/8-Resum-Model-model-Pengembangan-
Kurikulum.pdf (diakses tanggal 5/11/2018)

Anda mungkin juga menyukai