OLEH KELOPOMPOK V :
NURFIDA
NIRWANA
2018
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FIQH
Didalam Al-Qur’an tidak kurang dari 19 ayat yang berkaitan dengan kata fiqh
dan semuannya dalam bentuk kata kerja,seperti didalam surat at-Taubah ayat 122.
“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisi-Nya niscaya
diberikan kepadanya pemahaman ( yang mendalam ) dalam pengetahuan agama”
Dari ayat dan Hadits ini, dapat ditarik satu pengertian bahwa fiqh itu berarti
mengetahui,memahami, dan mendalami ajaran-ajaran agama secara keseluruhan. Jadi
pengertian fiqh dalam arti yang sangat luas sama dengan pengertian syari’ah dalam
arti yang sangat luas. Inilah pengertian fiqh pada masa sahabat atau pada abad
pertama Islam1.
Secara istilah fiqh berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami”
dan “mengerti”. Sedangkan menurut istilah syar’I,ilmu fiqh
dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum
syar’I amali (praktis) yang penepatannya diupayakan memulai
pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil yang terperinci.
Secara definitif, fiqh berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang
bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili.
Dalam definisi ini fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu tidak
sama dengan ilmu seperti disebutkan diatas, fiqh itu bersifat dzanni.
Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan dzannya,
sedangkan ilmu tidak bersifat dzanni seperti fiqh. Namun karena
dzanni ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu. Karenanya ilmu
definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqh.2
1
A. Djazuli, edisi revisi ilmu fiqh penggalian,perkembangan dan penerapan hukum islam,
Prenadamedia Group, 2005, hlm. 4
2
Andi Achruh AB.Pasinringi, ilmu fiqh, Syahada, 2017, hlm. 13 dan 14.
perbuatan yang diketahui melalui dalil-dalinya yang terperinci dan dihasilakan
dengan jalan ijtihad’’. Atau lebih jelas lagi seperti yang dikemukakan oleh al-Jurjani
berikut ini:
“Fiqh menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan seseorng pembicara. Menurut
istilah: fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syara yang amaliah (mengenai
perbuatan, perilaku) dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci. Fiqh adalah ilmu
yng dihasilkan oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan. Oleh sebab itu Allah tidak bisa disebut sebagai “Faqih” (ahli dalam
fiqh), karena bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tidak jelas”
Pada masa ini orang yang ahli di dalam fiqh disebut dengan Faqih atau
dengan menggunakan bentuk jama’ yaitu Fuqaha. Fuqaha ini termasuk dalam
kategori ulama,meskipun tidak setiap ulama adalah fuqaha, ilmu fiqh disebut pula
dengan ilmu furu, ilmu alhal, ilmu halal wa al-haram, syara’I wa al-ahkam.
Seperti halnya dalam ilmu-ilmu yang lain, dalam disiplin ilmu fiqh pun,
Fuqaha sering berada di dalam menakrifkan (mendefinisikan) ilmu fiqh. Di samping
definisi dari al-Jurjani penulis sebutkan di atas. Seperti diketahui al-Jurjani menganut
mazhab Hanafi masih ada definisi lain dari mazhabi Hanafi, di mana fiqh diartikan
dengan “Ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban” Definisi ini
menunjukkan definisi fiqh dalam arti yang sangat luas,termasuk di dalamnya
masalah-masalah yang berkaitan dengan akidah yang dikalangan mazhabi Hanafi
disebut dengan fiqh Akbar.
Al- Ghazali dari mazhab Syafi’I mendefinisikan fiqh dengan “faqih itu berarti
mengetahui dan memahami, akan tetapi dalam tradisi para ulama, faqih diartikan
denagn suatu ilmu tentaang hukum-hukum syara’ yang tertentu bagi perbuatan para
mukalaf, seperti wajib,haram,mudah (kebolehan), sunnah, makruh, sah, fasid, batal,
qodla, ada’an dan yang sejenisnya.”
Definisi fiqh yang dikemukakan di atas, hanya sekedar contoh. Sudah tentu
masih banyak definisi-definisi yang lain. Para ulama berbeda didalm menakrifkan
fiqh karena berbeda didalam memahami ruang lingkup fiqh dan dari sisi mana
mereka melihat fiqh. Walaupun demikian,tampaknya ada kencederungan bersama
bahwa fiqh adalah satu system hukum yang sangat erat kaitannya dengan agama
Islam.3
Fiqh, seperti yang tersusun dalam kitab-kitab yang masih dipelajari hingga
kini, memiliki sejarah sebelas ratus tahun, artinya selama sebelas abad, tanpa putus,
sudah ada pusat-pusat penelaahan fiqh dan studi-studi yang berkaitan. Para guru
mendidik murid-murid dan mereka pada gilirannya, mendidik murid-murid lainnya,
dan ini berlangsung turun-temurun hingga sekarang. Lebih dari itu, hubungan antara
guru dan murid ini tidak pernah terputus.4
B. SUMBER-SUMBER FIQH
1. Al-qur’an
Al-quran adalah sinar ilahi yang abadi, berkembang sinar cahayanya selama
masih berkembang layar alami ini. Didalam surah Al-Furqan ayat 32, Tuhan
menamakannya Al-Qur’an. Di permulaan surat Al-Furqan Tuhan menamaknnya Al-
Furqan.
3
A. Djazuli, edisi revisi ilmu fiqh penggalian,perkembangan dan penerapan hukum islam,
Prenadamedia Group, 2005, Hlm. 5- 6
4
M. Baqir Ash-Shadr, Murtadha Muthahhari, Pengantar ushul fiqh dan ushul fiqh perbandingan,
Pustaka Hidayah, 1993, Hlm. 179-180
Qur’an ini, selain mengandung urusan-urusan ibadat atau urusan-urusan akhirat, juga
mengandung urusan-urusan dunia.
Al-Qur’an terdiri dari 114 surah. Kumpulan ayatnya 6342 ayat. Kira-kira 500
ayat mengenai hukum, yang lain mengenai aqidah akhlak dan sebagainya.
Inilah sumber tasyri’ yang pertama, sumber asli yang memberi hak hidup
kepada yang lain. Dalam pada itu, dalam kaitannya dengan hukum, maka adakala
qath’I, adakala dhanni yaitu dikala lafadnya menerima dua makna.
2. As-Sunnah
Sunnah ialah sumber yang kedua tasyr’I yang wajib kita ikuti. Demikianlah
pertanyaan seluruh ulama islam (hanya ada satu firqah saja yang menolak daya hujjah
yang ditetapkan oleh As-Sunnah).
Seabagaimana bukti yang nyata bahwa sunnah mempunyai daya hujjah dan
menduduki tempat kedua sesudah Al-Qur’an ialah sabda Nabi SAW. didalam haji
wada : “ Aku tinggalkan padamu dua urusan, sekali-kali kamu tidak akan sesat
sesudah keduannya : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”.
Dalam pada itu, menurut kenyataan ada beberapa hukum yang tidak terdapat
dalam Al-Qur’an, namun terdapat didalm hadits saja, seperti syuf’ah, khiyar syarath
sesuai kaidah : “ tak boleh memelaratkan seseorang dan tak boleh dimelaratkan
orang”
a. IJMA’
Ijma ialah kebulatan pendapat para mujtahidin dari ummat islam di sesuatu
masa, sesudah berakhir zaman risalah terhadap sesuatu hukum syara’
Ijma’ memerlukan dalil. Sebagai fuqaha berpendapat, bahwa sahnya sesutau ijma’
apabila ada dalil yang menjadi sandarannya. Sebagian mereka berpendapat, tak perlu
kepada adanya dalil, karena jika ada dalil, maka dalil itu sajalah yang menjadi
hujjah,taka da faedah ijma’. Kata mereka : “ Telah pernah terjadi ijma’ atas sesuatu
yang tak berdalil, yaitu sahnya penjualan dan pembelian secara mu’athah”.
Pendapat sahabat yang kita maksudkan yang kita pandang pendaptnya hujjah,
ialah sahabat yang telah beriman sebelum Hudaibiyah, turut berperang bersama Nabi
SAW. dalam suatu peperangan atau terkenal dan masyhur dalam bidang fatwa dan
fiqh serta bergaul lama dengan Nabi SAW. demikianlah menurut pendapat seluruh
ulama ushul.
Pendapat shahabi yang kita tidak ketahui ada shahabi yang meneragkang
menentangnnya, dapat dijadikan hujjah karena diamnya shahabi-shahabi itu sesuai
dengan kehendak syara’.
c. Uruf
Uruf ialah sesuatu yang telah dibiasakan dan diterima oleh tabiat yang
sejahtera dan telah dibiasakan oleh penduduk suatu daerah, dengan syarat tiada
menyalahi semua syara’
d. Al-Qiyas
Qiyas adalah menghubungkan sesuatu urusan yang tak ada nashnya baik dari
Al-Qur’an maupun Sunnah dengan nash-kan hukumnya karena bersekutu tentanng
illat yang karenanya diisyaratkan hukum.
Istihsan ialah bepaling pada sesuatu masalah dari seperti hukum yanngn telah
diberikan padanya yang dikecualikan karena ada sesuatu dalil yang dipandanng kuat.
Macam-macam istihsan:
Al- Mashlahah al- mursalah ialah tiap-tap masalah yang tidak dikaitkan
dengan syara’ yang menyebabkan kita menghargai atau tidak menghargainya,
padahal dalam menghargainya ada manfaat atau tertolak madlarat.
Mashlahah marsalah ini, telah dieprgunakan oleh para sahabat tabi’in dan
mujtahid-mujtahid masa pertama. Diantara yang mengakui dasar ini, ialah golongan
Malikiyah, jumhur fuqaha dari ketiga madzhab dan segolongan Khawarij. Yang
sangat menonjol dalam mempergunakan mashlahah ini ialah Ath Thurfi (wafat pada
tahun 716 H) Golongan yang membantah dasar ini, ialah golongan Dhahiriyah,Syi’ah
Imamiyah,Al Amidi dari golongan Syafi’iyah dan Ibnu Hajib dari golongan
Malikiyah.
g. Istishab
Istishab ialah hukum yang telah ada tetap berlaku baik dimasa yang telah lalu
dan terhadaap apa yang ada.
Macam-macam istishab:
1. Istishab adam ashli (baraah asliyah), yakni terlepas dari tanggung jawab
(terlepas dari sesuatu hukum) sehingga ada dalil yang menunjukkan
kepadanya. Hukum istishab ini dipandang hujjah.
2. Istishab atsar yang telah ditunjuki oleh akal dan oleh syara’ sehingga ada
dalil yang menantang dalil telah dipandang ada yang ditunjuk itu, seperti
si istri tetap dihukum halal sesudah ada akad perkawinan.
3. Istishab dalil padahal ada kemungkinan adanya sesuatu yang menantang,
baik yang menantang itu bersifat mukhassish, ataupun bersifat nasikh.
Istishab ini diamalkan. Maka dalil yang umum tetap dipandang umum.
4. Istishab hukum yang telah diijma’i ditempat yang diperselisihkan.
h. Dzari’ah
Menurut ibnul Qayyim, Dzari’ah ialah apa yang menjadi wasilah dan jaln kepada
sesuatu. Jelasnya suatu wasilah yang membawa kepada hasil sesuatu yang dilarang.
Dalam pada itu dia tidak merupakan satu-satunya jalan yang menyampaikan kepada
yang dilarang itu.
Hukum Dzari’ah
Hukum disyari’atkan ada dua macam:
5
Teungku Muhammad Hasbi, pengantar ilmu fiqh,penerbit PT. Pustaka Rizki Putra, 1997, Hlm. 177-
196
C. SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH
Al-Ustadz Abdul Wahab Khalaf membaginya empat periode yaitu: (1) Masa
Rasulullah,(2)Masa sahabat,(3)Masa pembukaan fiqh dan imam-imam
mujtahid,dan(4)Masa taklid.
Rasul sampai wafatnya. Periode ini singkat. Hanya sekitar 22 tahun dan
beberapa bulan saja. Akan tetapi,sangat menentukan. Pengaruhnya terhadap
perkembangan ilmu fiqh selanjutnya besar sekali. Masa rasulullah inilah yang
mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Al-Sunnah,
mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli
maupun yang terserit dari semangat al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Periode Rasulullah ini dibagi dua masa yaitu: masa Mekkah dan masa
Madinah. Pada masa Mekkah,diarahkan untuk memperbaiki akidah,karena akidah
yang benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup.Oleh karena itu,dapat kita
pahami apabila Rasulullah pada masa itu memulai dakwahnya dengan mengubah
keyakinan masyrakat yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid. Di
Madinah,tanah air baru bagi kaum Muslimin-kaum Muslimin bertambah banyak dan
terbentuklah masyarakat muslimin yang menghadapi persoalan-persoalan baru yang
membutuhkan cara pengaturan-pengaturan baik dalam hubungan antara individu
muslimin maupun dalam hubungannya dengan kelompok lain di lingkungan
masyrakat Madinah,seperti kelompok Yahudi dan Nasrani. Oleh karena
itu,diMadinah disyariatkan hukum yang meliputi keseluruhan bidang ilmu fiqh.
6
A. Djazuli, edisi revisi Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum islam,
Prenadamedia Group, 2005, hlm. 139-161
7
Abdul Halim ‘Uways, Fiqih Statis Dinamis, Pustaka Hidayah, 1998, Hlm. 177
mengembaliknnya kepada yang benar. Seperti dalam ijtihad Amar bin
Yasir yang berjunub (hadats besar) yang kemudian berguling-guling
dipasir untuk menghilangkan hadats besarnya. Cara ini salah, kemudian
Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang berjunub tidak menemukan air
cukup dengan tayamum.
2. Ijtihad sahabat
Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama-tama
dicari nash-nya dalam Al-Qur’an, apabila tidak ada, dicari dalam
Hadits, apabila tidak ditemukan baru berijtihad dengan
bermusyawarah diantara para sahabat. Inilah bentuk ijtihad Jama’i.
apabila mereka bersepakat terjadilah ijma sahabat. Keputusan
musyawarah ini kemudian menjadi pegangan seluruh umat secara
formal. Khalifah Umar bn Khattab misalnya mempunyai dua cara
musywarah, yaitu: “musyawarah yang bersifat khusu dan musyawarah
yang bersifat umum”. Musyawarah yang bersifat khusus
beranggotakan para sahabat Muhajirin dan Anshor, yang bertugas
memusyawarahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
kebijaksanaan pemerintah. Adapun mustawarah yang bersifat umum
dihadiri oleh seluruh penduduk Madinah yang dikumpulkan di Masjid,
yaitu apabila ada masalah yang sangant penting, seperti kasus tanah di
Irak yang dijadikan tanah Khardj.
2. Klasifikasi Mujtahid
Kerja para ulama pada masa ini sekitar hasil ijtihad para imam-
imam mujtahid yang sebelunmya. Misalnya membuat ikhtisar-
ikhtisar yang disebut matan. Kemudian matan ini diberi
penjelasan-penjelasan yang disebut syarah dan syarah-syarah ini
diberi penjelasan-penjelasan lagi yang disebut hasyiah. Kadang-
kadang juga mengumpulkan pendapat-pendapat yang ada dalam
satu mazhab tertentu kemudian memisah-misahkannya antara
pendapat yang kuat dari pendapat yang kurang kuat. Hal ini tidak
mengandung arti tidak ada sama sekali ulama yang memiliki
kemampuan berijtihad, hanya saja mereka dalam ijtihadnya selalu
mengikat diri dengan mazhab yang ada. Atas dasar ini kemudian
timbul istilah-istilah yaitu:
6). Ahli Tarjih, yaitu fuqaha yang kegiatannya hanya menarjih atau
menguatkan pendapat-pendapat yang berbeda yang ada dalam
mazhabnya.
1. Tanda-tanda Kemajuan
a. Dibidang perundang-undangan
seperti kita ketahui ajaran Islam pada umumnya dan fiqh pada
khususnya tertulis dalam puluhan ribu kitab yang berbahasa Arab. Sudah
tentu ilmu-ilmu tertulis dalam bahasa Arab itu hanya sedikit orang-orang
Indonesia yang mampu membaca dan memahaminya. Kegiatan penulisan
tentang ushul fiqh dan fiqh dalam bahasa Indonesia. Baik yang sudah dicetak
dan tersebar luas dimasyarakat maupun yang masih diktat-diktat yang
stensilan. Demikian pula halya dengan penerjemahan menampakkan kegiatan
yang meningkat meskipun masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan
jumlah kitab-kitab yang baik untuk diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, untuk jadi seorang ahli dalam fiqh tetap harus kembali
membaca dan meneliti kitab-kitab fiqh aslinya dalam bahasa Arab.
10
A. Djazuli, edisi revisi Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum islam,
Prenadamedia Group, 2005, hlm.124 dan 125.
Para sahabat-sahabtnya meriwayatkan beragam kata darinya, namaun
semuanya satu makna, yaitu wajib berpegang teguh pada Hadits dan
meninggalkan segala macam taqlid pada seluruh pendapat para Imam
yang menyelisihi Hadits Rasulullah.
a. Apabila ada Hadits yang shahih, maka itu adalah mazhabku.
b. Tidak halal seseorang yang mengambil pendpat kami, selagi dia tidak
mengetahui dari mana kami mengambilnya.
c. Bila aku mengatakan sebuah pendpat yang menyelisih Kitab Allah
Ta’ala dan berita dari Rasulullah SAW, maka tinggalkan pendapatku.11
Yang menonjol dari Fiqh Imam Abu Hanifah ini antara lain:
1. Sangat rasional,mementingkan maslahat, dan manfaat.
2. Lebih mudah dipahami dari pada mazhab yang lain.
3. Lebih liberal sikapnya terhadap dzimis (warga Negara yang non
muslim)
Hal ini bisa dipahami karena cara beristinbat Abu Hanafi selalu:
memikirkan dan memperhatikan apa yang ada di belakang nash yang
tersurat yaitu illat-illat dan maksud-maksud hukum.
Malik bin Anas adalah orang saleh, sangat sabar, ikhlas dalam berbuat,
mempunyai daya ingat dan hafalan yang kuat, serta diterima dari guru-
gurunya di Madinah. Setelah menjadi ulama besar, Imam Malik
mempunyai dua tempat pengajian yaitu Masjid dan rumahnya sendiri.
Yang disampaikannya pertama Hadits dan kedua masalah-masalah fiqh.
Dalam hal mengajar, Imam Malik sangat menjaga diri agar tidak salah
dalam memberi fatwa. Oleh kareana itu, untuk masalah-masalah yang
ditanyakan sedang beliau belum yakin betul akan kebenaran jawabnnya,
sering menjawab la adri (saya tidak tahu).
11
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqh Sunnah lengkap, Pustaka Azzam, 2010,
hlm.61-62
Imam Malik, meskipundikelompokkan kepada Ahlu Al-Hadits, tetapi
tidak berarti hanya menggunakan Hadits saja dalam menetapkan hukum.
Sebab beliau juga menggunakan Mahfum Mukhalafah, Dzri’ah, dan
terutama al-maslahah. Imam Malik meninggal di Madinah tahun 173 H.
Beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’I
bin As-Sa’bi bin Ubaid binAbdul Yazin bin Hasyim bin Murhalib bin
Abdu Manaf. Al-Imam Asy-Syafi’I adalah imam yang nasihat-nasihatnya
dalam masalah taqlid ini, paling banyak dinukil dan paling bagus. Para
pengikutnya juga tergolong paling banyak mengambil dan merasa senang
dengannya, diantaranya adalah sebagai berikut:
KESIMPULAN
Secara istilah fiqh berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami” dan
“mengerti”. Sedangkan menurut istilah syar’I,ilmu fiqh dimaksudkan sebagai ilmu
yang berbicara tentang hukum-hukum syar’I amali (praktis) yang penepatannya
diupayakan memulai pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil yang terperinci.
12
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqh Sunnah lengkap, Pustaka Azzam, 2010,
hlm.63-64
Secara definitif, fiqh berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat
amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Dalam definisi ini fiqh
diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu tidak sama dengan ilmu seperti disebutkan
diatas, fiqh itu bersifat dzanni. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid
dengan dzannya, sedangkan ilmu tidak bersifat dzanni seperti fiqh. Namun karena
dzanni ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu. Karenanya ilmu definisi ini ilmu
digunakan juga untuk fiqh.
DAFTAR PUSTAKA