Anda di halaman 1dari 54

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN SARANA AIR BERSIH, KEPEMILIKAN JAMBAN DAN

CUCI TANGAN PAKAI SABUN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA

BALITA DI DESA AIR SULAU WILAYAH KERJA PUSKESMAS SULAU

KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2022

DISUSUN OLEH :

ALZA YOLANDA NURSYAHFIRA


NIM P05160019055

PROGRAM STUDI SANITASI PROGRAM DIPLOMA TIGA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut data

WHO (2017) pada tahun 2018 diperoleh hampir 1,7 miliar terdapat kasus

diare yang terjadi pada anak - anak. Perolehan angka kematian sekitar 525.000

pada anak balita pada setiap tahunnya (Damanik dan Linda, 2018).

Permasalahan penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan

dunia terutama di negara berkembang diare merupakan salah satu penyebab

angka kematian dan kesakitan pada anak berumur kurang dari 5 tahun

(balita). (Andrean Dikky, dkk 2017). Dari semua kematian pada anak-anak

dibawah usia 5 tahun yaitu sama dengan 1,5 juta kematian pertahun.

Dari semua kematian anak –anak akibat diare, 78% terjadi di wilayah Asia

Afrika dan Asia Tenggara, Angka kematian anak balita akibat diare di

Indonesia juga masih tergolong 362 tinggi jika dibandingkan dengan

negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia,

selanjutnya 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki

rangking ke-6 tertinggi setelah Singapura. (WHO 2017) (Influence et

al., 2017)
Pemenuhan kebutuhan air bersih di lingkungan hunian merupakan

prioritas utama. Penyediaan air bersih di kota dikelola oleh Perusahaan Daerah

Air Minum (PDAM) dengan memanfaatkan air baku. Air baku bersumber dari air

tanah, air permukaan, air hujan, dan mata air. Pemanfaatan air tanah sebagai

suplai air bersih terutama di daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan jaringan

induk PDAM Kota. Akan tetapi, tidak semua daerah memiliki potensi air tanah

yang layak. Potensi Air tanah di suatu wilayah dapat diketahui dari survei 10 buah

sumur dapat mewakili potensi air tanah di wilayah tersebut dan berdasarkan

informasi instansi yang terkait tentang jenis tanah/batuan, kualitas dan kuantitas

air, dan kedalaman air tanah (Putra et al., 2020)

Minimnya ketersediaan air bersih dan keterbatasan sarana untuk

mendapatkannya membuat masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan air

bersih (Ismillayli et al., 2018). Dimungkinkan bahan kimia dan hasil

peruraianya akibat proses leaching terbawa aliran air kemudian meresap ke

dalam tanah dan masuk ke dalam sumber air tak terlindungi (Myers et al.,

2016) (Sukri Ramdhani & Husaini, 2019)

Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan di masyarakat adalah

penyediaan fasilitas sanitasi dasar berupa jamban. Jamban berguna untuk

membuang kotoran manusia sehingga bakteri dalam kotoran manusia tidak

mencemari lingkungan. Jamban keluarga adalah suatu tempat yang digunakan

untuk membuang kotoran anggota keluarga yang lazim disebut dengan WC/
Kakus. Bagi keluarga yang belum memiliki jamban, hampir dapat dipastikan

mereka akan memanfaatkan sungai, parit, kebun, semak-semak, kolam atau

tempat lainnya untuk buang air besar (BAB) (Pebriani, 2015) (Yosinta et al.,

2018)

Dengan masih adanya kebiasaan masyarakat BAB disembarang

tempat, maka wilayah tersebut terancam penyakit berbasis lingkungan,

seperti: diare, cholera, cacing, thypoid, parathypoid, hepatitis A dan E,

malnutrisi dan penyakit lainnya (Mukherjee, 2011). Selain itu kebiasaan BAB

disembarang tempat dapat menimbulkan pencemaran air, bau busuk dan

mengurangi estetika. Semakin besar prosentase masyarakat yang BAB di

sembarang tempat, maka ancaman penyakit berbasis lingkungan juga

semakin besar. Masalah kesehatan lingkungan muncul akibat rendahnya

kesadaran masyarakat tentang sanitasi lingkungan. Kondisi ini seperti boom

waktu yang suatu saat bisa terjadi ledakan penyakit akibat lingkungan yang

kurang bersih. Sebaliknya apabila setiap keluarga memiliki jamban sehat dan

terbiasa BAB dijamban, maka wilayahnya terbebas dari ancaman penyakit

berbasis lingkungan (Pebriani, 2015) (Yosinta et al., 2018)

Diare adalah sebuah penyakit disaat tinja atau feses berubah menjadi

lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam.

Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh

kedua bayi di bawah lima tahun (balita), Salah satu faktor risiko yang sering

diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi,
jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan

kondisi rumah (National & Pillars, 2018)

Faktor resiko terjadinya diare antara lain kondisi lingkungan yang buruk

(tidak memenuhi syarat kesehatan) misalnya tidak tersedia sarana air bersih dan

jamban/WC, buang air besar sembarangan (BABs), tidak merebus air minum

sampai mendidih, tidak membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum

menjamah makanan, dan botol susu atau dot yang tidak bersih. Selain itu, faktor

hygiene perorangan yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya diare

(Rahman, et all, 2016) (Novita et al., 2019)

Air bersih merupakan salah satu komponen penting untuk kebutuhan

hidup manusia. Air bersih digunakan untuk air minum, memasak, mandi maupun

mencuci. Di Indonesia, untuk kebutuhan rumah tangga penduduk di pedesaan

memerlukan air sebanyak 60-100 liter/hari/jiwa, sedangkan penduduk di

perkotaan menggunakan air yang lebih banyak lagi, yaitu 100 s/d 150

liter/hari/jiwa. Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan air pun semakin

bertambah. Sayangnya pemenuhan kebutuhan air bersih saat ini sudah mulai

berkurang, karena penurunan kualitas maupun kuantitas air bersih di

lingkungannya. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh adanya pencemaran

air. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air menjadi masalah yang besar.

Dampak dari pencemaran air yakni degradasi air bersih, baik air tanah, air sungai,

maupun air laut (Achmad, 2004).


Cuci tangan pakai sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun oleh

manusia dalam memutuskan mata rantai kuman, menyuci tangan dengan sabun

dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit, hal ini dilakukan

karena tangan sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan

pathogen. berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung

ataupun tidak langsung ( Yesica Davis 2017)

Pemerintah Indonesia menjalankan sebuah program untuk menggerakan

pola hidup sehat di masyarakat, yang dinamakan perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS). PHBS mempunyai lima ruang lingkup yang diantaranya adalah PHBS

tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan fasilitas kesehatan, tatanan

institusi pendidikan dan tatanan tempat umum. PHBS merupakan suatu praktik

tentang perilaku masyarakat atau seseorang berlandaskan kesadaran yang

merupakan hasil dari proses pembelajaran sehingga menjadikan seseorang,

kelompok, keluarga atau masyarakat dapat secara mandiri menolong diri sendiri

dalam bidang kesehatan dan derajat kesehatan di masyarakat dapat ditingkatkan.

Dasar untuk mewujudkan kesehatan di masyarakat pada tatanan PHBS adalah

ruang lingkup di rumah tangga. Hal ini dikarenakan rumah tangga merupakan

sumber utama atau pertama terbentuknya perilaku dalam pola hidup bersih dan

sehat (Permatasari et al., 2019).

Cakupan penemuan diare di Kabupaten Bengkulu Selatan Puskesmas

Sulau merupakan salah satu wilayah jumlah penderita diarenya mengalami

peningkatan dari tahun 2020-2021 yaitu sebanyak 32 orang menjadi 111 orang.
Berdasarkan data Puskesmas Sulau, jumlah penderita diare pada balita di desa air

sulau tahun 2021 sebanyak 25 balita orang. Puskesmas Sulau mempunyai

wilayah Desa sebanyak 12 desa, dari 12 desa, desa air sulau mempunyai kasus

diare yang paling tinggi.

Survey pendahuluan dilakukan pada bulan desember 2021, Masyarakat di

Desa Air Sulau masih banyak yang mempunyai jamban terbuka dan tidak

memenuhi persyaratan, sarana air bersih yang belum layak, dan kurangan kegiatan

mencuci tangan sesudah aktifitas diluar, dari 10 rumah terdapat 2 rumah yang

memiliki jamban tetapi masih mebuang ke sungai / kali, dan bahkan ada juga

warga yang belum memiliki jamban dan septic tank,berdasarkan uraian diatas

peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan sarana air bersih,

kepemilikan jamaban, dan cuci tangan pakai sabun di desa air sulau yang masih

wilayah kerja puskesmas sulau kabupaten bengkulu selatan

B.Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan kualitas sarana air bersih, kepemilikian jamban, dan cuci

tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022 ?

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan kualitas sarana air bersih, kepemilikian jamban, dan cuci

tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita di desa Air Sulau Wilayah

Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kualitas sarana air bersih di desa Air Sulau

Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

b. Diketahui distribusi frekuensi kepemilikan jamban di desa Air Sulau

Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

c. Diketahui distribusi frekuensi cuci tangan pakai sabun di desa Air Sulau

Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

d. Diketahui Hubungan antara kualitas sarana air bersih dengan kejadian

diare pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

e. Diketahui Hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare

pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau Kabupaten

Bengkulu Selatan Tahun 2022

f. Diketahui Hubungan anatara cuci tangan pakai sabun dengan kejadian

diare pada balita di desa Air Sulau Wilayah Kerja Puskesmas Sulau

Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2022

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh

dari perkuliahan dan menjadi pengalaman yang nyata dalam melaksanakan

penelitian.

2. Bagi Masyarakat

Menambahkan pengetahuan tentang hubungan kualitas sarana air bersih,

kepemilikian jamban, dan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian penyakit diare

sehingga masyarakat dapat lebih meningkatkan sanitasi lingkungannya.

3. Bagi Intitusi Terkait

Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan tentang hubungan antara

kualitas sarana air bersih, kepemilikian jamban, dan cuci tangan pakai sabun

dengan kejadian penyakit diare sehingga dapat meningkatkan penyuluhan dan

pembinaan terhadap masyarakat luas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Pengertian diare

Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi

lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).

Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali

atau lebih dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya

terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥

2 minggu) (Widoyono, 2008).

2. Klasifikasi diare

Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi,

sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi

penderita diare.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat

disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat,

kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat

badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare

akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain,

seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

3. Etiologi diare

Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan

menjadi:

a. Virus: Rotavirus.

b. Bakteri: Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.

c. Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

Cryptosporidium.

d. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak

lemak, sayuran mentah dan kurang matang).

e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.

f. Alergi: makanan, susu sapi.

g. Imunodefisiensi.

4. Gejala diare
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun

meninggi.

b. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.

c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.

d. Anusnya lecet.

e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.

f. Muntah sebelum atau sesudah diare.

g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).

h. Dehidrasi.

5. Epidemiologi diare

Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI,

2005).

a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar

melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang

tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.

Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik

dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak

memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama

kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak

pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak

mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan

tidak membuang tinja dengan benar.

b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.

Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa

penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua

tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional

diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah

satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan,

yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan

berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak

sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku

yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka

dapat menimbulkan kejadian diare.

6. Penularan diare

Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan

bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fekal oral yang terjadi

karena:

a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya,

tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar

pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat

penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.


b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi,

mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut

dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap

dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang

memakannya (Widoyono, 2008).

Sedangkan menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare

biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau

minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja

penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran

kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak

memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak

pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak

mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, tidak mencuci

tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci tangan sebelum

atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja

bayi dengan benar

B. Kepemilikan Jamban

1) Pengertian Jamban

Jamban adalah fasilitas pembuatan tinja. Jamban sehat harus dibangun,

dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam

rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni


rumah. Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan

penyakit (Permenkes No.3 Tahun 2014).

Jamban adalah suatu bangunan ruang dipergunakan untuk membuang

tinja atau kotoran manusia (najis) bagi keluarga yang lazim disebut

WC/kakus. Manfaat jamban adalah untuk mencegah terjadinya

penularan penyakit dan pencemaran dari kotoran manusia (Warsito S.

2001).

Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban

terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau

tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit

penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah,

2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas pembuangan tinja bagi

suatu keluarga (Depkes RI, 2009). Pengunaan jamban adalah Tindakan

atau perbuatan nyata keluarga untuk menggunakan jamban sebagai

sarana pembuangan tinja. Abdullah, (2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008

tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban

sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk

memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian

kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi

oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang

harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan

CO2 (Notoatmodjo, 2010).


2) Jenis-Jenis Jamban

Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan

konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:

1) Jamban Cemplung Bentuk jamban ini adalah yang paling

sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah

galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai

jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga

terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih

menimbulkan gangguan karena baunya Tinja Air Tanggan

Lalat Tanah Makanan Minuman Pejamu Sakit Mati.

2) Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang

tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke

tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban

ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh.

Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan

daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan

keamanan bagi pemakai lebih terjamin

3) Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan

kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang

digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan

diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai

keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang.


Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan

kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah

4) Angsatrine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok

jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang

berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini

berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di

tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang

oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung.

Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan

kotoran

5) Jamban di Atas Balong (Empang) Membuat jamban di atas

balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara

pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk

menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak

balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut

kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat

diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut: 9 a. Air dari

balong tersebut jangan digunakan untuk mandi b. Balong

tersebut tidak boleh kering c. Balong hendaknya cukup luas d.

Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu

jatuh di air e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan f. Tidak

terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak


15 meter g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas

permukaan air

6) Jamban Septic Tank Septic tank berasal dari kata septic, yang

berarti pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank

digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses

pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya

anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta

dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur

sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat

atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat

pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian

pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan

pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran

padat

b. Lapisan cair

c. Lapisan endap

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di Indonesia pada

dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1.Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara

pembuangan kotorannya yaitu :

a.Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah


b.Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2.Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya

yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di

atas galian penampungan kotoran

b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada

langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan

dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian

penampungan kotoran (Warsito, 2001).

3) Syarat-Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10- 15

meter dari sumber air minum

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
6. Cukup penerangan

7. Lantai kedap air

8. Ventilasi cukup baik

9. Tersedia air dan alat pembersih (Depkes RI, 2004).

Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran,

usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah

maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan

tanah liat atau diplester b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-

kurangnya 10 meter c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak

sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari

sumur

2. Tidak mencemari tanah permukaan Jamban yang sudah penuh, segera

disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang

galian

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya

dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah

bersarangnya nyamuk demam berdarah

b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap

dapat menjadi sarang nyamuk


c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-

celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup

setiap 12 selesai digunakan

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus

tertutup rapat oleh air

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi

untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan

harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya Untuk tanah yang mudah longsor,

perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata,

selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang

kotoran

b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran

kotoran karena dapat menyumbat saluran

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena

jamban akan cepat penuh


7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

a. Jamban harus berdinding dan berpintu

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya

terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

Menurut dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran yang

memenuhi aturan kesehatan adalah:

a. Tidak mengotori tanah permukaan

b. Tidak mengotori air permukaan 13

c. Tidak mengotori air dalam tanah

d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka

e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu harus memiliki:

1. Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya

dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun

estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi

rumah tangga

2. Lantai jamban berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai

yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak

menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah

jamban

3. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok)

4. Closet (lubang tempat feces masuk)


5. Pit (sumur penampungan feces) adalah rangkaian dari sarana

pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan

kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang

tanah saja

6. Bidang resapan adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan

tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang

bercampur kotoran/tinja. 2.5 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang

baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Melindungi masyarakat dari penyakit

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang

aman

3. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan

(Azwar, 2000).

4) Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih

3. Tidak ada genangan air di sekitar jamban

4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa

5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

7. Bila ada bagian yang rusak harus segara diperbaiki (Depkes RI, 2004).

(Nurmallawati, 2016)

C. Air Bersih

1. Pengertian Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu.

Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi

persyaratan bagi sistem penyediaan airminum. Adapun persyaratan

yang dimaksud adalah persyaratan dari segikualitas air yang

meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis,

sehinggaapabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping

(Ketentuan Umum Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990 Air

yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari

sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang

bersih dan aman tersebut antara lain:

a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

c. Tidak berasa dan tidak berbau

d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan

rumah tangga
e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau

Departemen Kesehatan RI.

Minimnya ketersediaan air bersih dan keterbatasan sarana untuk

mendapatkannya membuat masyarakat tidak dapat memenuhi

kebutuhan air bersih (Ismillayli et al., 2018) (Sukri Ramdhani &

Husaini, 2019)

2. Sumber-sumber Air

Sutrisno (2004, h. 13) menyatakan bahwa sumber-sumber air

terdiri dari:

1. Air laut Air laut mempunyai sifat asin karena mengandung

garam NaCI. Kadar garam NaCI dalam air laut adalah 3 %, dengan

keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air bersih

(air minum).

2. Air atmosfir Dalam keadaan murni air ini sangat bersih, karena

ada pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran industri atau

debu. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum

hendaknya pada saat menampung air hujan jangan dimulai pada

saat hujan turun, karena masih banyak kotoran. Selain itu air hujan

mempunyai sifat agresif terutama pada pipa penyalur maupun bak

penampung reservoir yang dapat mempercepat terjadinya korosi.

Air hujan juga mempunyai sifat lunak sehingga akan boros

terhadap pemakaian sabun.


3. Air permukaan Air permukaan merupakan air hujan yang

mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini

akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh

lumpur, batang kayu, daun-daun dan kotoran industri. Keadaan

pengotoran masing-masing air permukaan akan berbeda-beda

tergantung pada keadaan daerah aliran permukaan tersebut. Jenis

pengotoran sering di jumpai adalah pengotoran fisik, kimia, dan

bakteriologi.

4. Air tanah Air tanah dibagi atas tiga bagian yakni:

a. Air tanah dangkal Terjadi karena ada proses peresapan air dari

permukaan tanah. Air tanah dangkal dapat diperoleh pada

kedalaman 15 meter. Sebagai sumber air minum air tanah di tinjau

dari segi kualitasnya agak baik. Kuantitas air tanah kurang cukup

karena tergantung tergantung dari musim.

b. Air tanah dalam Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama.

Untuk pengambilan menggunakan bor dan memasukkan pipa

hingga kedalaman 100-300 meter. Jika tekanan air ini besar maka

air dapat menyembur keluar dan dalam keadaan ini sumur dapat

disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat keluar sendiri

maka diperlukan pompa intuk mengeluarkan air tanah dalam ini.

Kualitas pada air tanah dalam ini pada umumnya mencukupi dan

sedikit terpengaruh oleh perubahan musim.


c. Mata air Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya

ke permukaan tanah. Mata air yang keluar dengan sendirinya ke

permukaan tanah hampir tidak sedikit terpengaruh oleh musim dan

kuantitas serta kualitasnya sama dengan sama dengan air tanah

dalam.

3. Kualitas Air Bersih

Air baku air minum (air bersih) yang dikonsumsi masyarakat di

upayakan harus memenuhi syarat kesehatan, bebas dari

mikroorganisme dan 10 bahan beracun atau bahan kimia yang

berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan

kesehatan maupun ganggguan yang lain.

1. Syarat Kuantitatif Artinya bahwa air tersebut telah mencukupi

suatu kebutuhan sehari-hari dalam hal ini adalah banyaknya air

yang ditentukan atau sejalan dengan tingkat kehidupan masyarakat

tersebut. Untuk masyarakat Indonesia di daerah perkotaan maka

kebutuhan air ± 100 liter per hari per orang sudah mencukupi

sedangkan untuk daerah pedesaan kebutuhan akan air ± 60 liter per

orang per hari sudah dianggap memenuhi syarat (Entjang, 2000).

2. Syarat Kualitatif Artinya selain jumlah yang cukup maka dari

segi kualitas juga perlu di pertimbangkan yang meliputi :

a. Syarat fisik Soemirat (1994) menyatakan bahwa air bersih

idealnya jernih tidak berasa, tidak berbau, tidak keruh.


1) Warna Air bersih seharusnya tidak berwarna untuk alasan estetis

dan untuk mencegah keracunan dari zat kimia maupun

mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan karena

adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah dari

air rawa berwarna kuning mudah menyerupai urine yang 11

karenanya orang tidak mau menggunkannya. Warna air biasanya

dikelompokkan menjadi 2 yaitu warna sesungguhnya (truecolor)

dan warna tampak. Warna yang sesungguhnya adalah warna yang

hanya disebabkan oleh bahan kimia terlarut. Sedangkan warna

tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan

terlarut tetapi juga oleh bahan tersuspensi.

2) Bau Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan

biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang

membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikriskopik, serta

persenyawaanpersenyawaan kimia seperti phenol. Bahan-bahan

yang menyebabkan bau dan rasa ini tergantung pada reaksi

individu maka hasil yang dilaporkan tidak murtlak.

3) Kekeruhan Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung

begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga

memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang

menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur,

bahanbahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang


tersuspensi. Tingkat kekeruhan dapat diketahui melalui

pemeriksaan laboratorium dengan metode turbidimeter.

b. Syarat kimia 12 Air bersih seharusnya tidak mengandung bahan

kimia yang dapat membahayakan fungsi tubuh yang tidak dapat

diterima secara estematis serta tidak merugikan secara ekonomis,

seperti mangan dan besi. Komponen kimia dalam air yang

termasuk bahan berbahaya beracun adalah Hg, Pb, Cu, Nitrit,

Nitrat dan deterjen.

c. Syarat bakteriologis Menurut Entjang (2002) menyatakan bahwa

: Air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit. Penyakit yang

sering menular karena dengan perantara air adalah penyakit yang

tergolong dalam waterborne disease. Karena bibit penyakit keluar

bersama feases penderita, maka disyaratkan air rumah tangga tidak

boleh dikotori feases manusia. Sebagai petunjuk bahwa air telah

dikotori feases manusia adalah adanya bakteri Escherechia coli

karena bakteri ini selalu berada dalam kotoran manusia baik

berasal dari orang sakit maupun dari orang sehat. Air rumah tangga

dikatakan memenuhi syarat bakteriologis bila:

1) Tidak mengandung suatu bibit penyakit

2) Tidak mengandung bakteri Escherechia coli

4. Sarana Air Bersih

1. Sumur gali Sumur gali adalah salah satu sarana penyediaan air

bersih dengan cara menggali tanah sampai mendapatkan air dengan


kedalaman tertentu yang 13 terdiri atas bibir sumur, dinding sumur,

lantai sumur, sarana air limbah, lubang resapan, penutup sumur

serta dilengkapi kerekan tali dan ember timbah khusus (Depkes RI,

1996). Sumur gali merupakan sarana air bersih yang paling umum

dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil

dan rumah-rumah perorangan sebagai air minum. Sumur gali

menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat

dengan air permukaan oleh karena itu dengan mudah terkena

kontaminasi melalui rembesan, kontaminasi yang paling umum

penampisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan

binatang.

2. Sumur pompa tangan Adalah sarana air bersih yang mengambil

atau memanfaatkan air dengan membuat lubang di tanah dengan

menggunakan alat bor. Berdasakan kedalaman sumur pompa

tangan di bagi atas:

a. Sumur pompa tangan dangkal Sumur pompa tangan dangkal

adalah sumur bor yang pengambilan airnya dengan menggunakan

pompa dangkal. Pompa jenis ini mampu menaikan air sampai

kedalaman maksimum 7 meter.

b. Sumur pompa tangan dalam Sumur pompa tangan dalam adalah

sumur bor yang pengambilan airnya menggunakan pompa dalam.

Pompa jenis ini mampu menaikkan air dari kedalaman 15 meter

sampai kedalaman maksimum 30 meter.


3. Reservoir 14 Reservoir penyimpanan atau bak penampung

biasanya digunakan untuk menyimpan air untuk kebutuhan

maksimal dalam suatu sistem penyediaan air bersih. Reservoir

macam ini banyak menjadi tempat berkembangbiak

mikroorganisme sebab perlindungan yang tidak baik untuk

melawan kontaminasi dari luar, serta pengotoran oleh manusia dan

binatang merupakan pemicu dari pertumbuhan mikroorganisme

dalam air. Setiap ujung pipa peluap, pipa udara, pipa penguras

dibuat menghadap kebawah untuk mencegah masuknya air hujan,

disamping itu harus dilengkapi dengan anyaman kawat kasa untuk

mencegah masuknya burung-burung, serangga atau tikus.

Reservoir harus dilengkapi dengan manhole atau lubang periksa

dan pada bagian sudut harus melengkung agar mudah dibersihkan.

4. Penampungan air hujan Penampungan air hujan adalah

bangunan penangkap air hujan terdiri dari suatu permukaan yang

miring menuju tangki reservoir. Penampungan air hujan adalah

sarana air bersih yang dimanfaatkan untuk pengadaan air untuk

rumah tangga.

5. Perpipaan Sarana air bersih perpipaan adalah bangunan beserta

peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan

dan membagikan air minum untuk masyarakat melalui jaringan

perpipaan atau distribusi. Air yang dimanfaatkan adalah air tanah

atau air permukaan dengan atau tanpa diolah.


5. Persyaratan Kesehatan Sarana Air Bersih

Menurut Depkes RI (1995) persyaratan kesehatan sarana air bersih

meliputi:

1. Sumur gali

a. Lokasi Apabila letak sumber pencemar lebih tinggi dari sumur

gali dan diperkirakan aliran air tanah mengalir ke sumur gali maka

jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemar adalah 11

meter. Jika letak sumber pencemar sama atau lebih rendah dari

sumur gali maka jarak minimal sumur gali tersebut 9 meter.

b. Lantai Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari bibir sumur,

tidak retak, mudah dibersihkan dan tidak tergenang air (kemiringan

20 cm).

c. Saluran pembuangan air limbah Harus kedap air, tidak

menimbulkan genangan dan kemiringan 20 cm dari permukaan

yang rata.

d. Bibir sumur Tinggi bibir sumur 80 cm dari lantai terbuat dari

bahan yang kuat dan rapat air.

e. Tutup sumur Jika pengambilan air dengan pompa maka harus di

tutup rapat.

f. Dinding sumur Dinding sumur harus minimal 3 meter dari

permukaan tanah harus dibuat dari bahan yang kedap air dan kuat.

g. Timba (Ember tali) Jika pengambilan air dengan timba maka

harus ada timba khusus, untuk menghindari pencemaran maka


timba harus selalu digantung dan tidak boleh diletakkan di lantai.

2. Sumur pompa tangan

a. Lokasi Apabila letak sumber pencemar lebih tinggi dari sumur

gali dan diperkirakan aliran air tanah mengalir ke sumur gali maka

jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemar adalah 11

meter. jika letak sumber pencemar sama atau lebih rendah dari

sumur gali maka jarak minimal sumur gali tersebut 9 meter.

b. Lantai Lantai harus kedap air minimal satu meter dari bibir

sumur, tidak retak, mudah dibersihkan dan tidak tergenang air

(kemiringan 20 cm).

c. Sarana pembuangan air limbah Harus kedap air, tidak

menimbulkan genangan dan kemiringan minimal 20 cm.

d. Pipa saringan Ujung bawah pipa di pasang dop, bagian luar pipa

saringan di beri kerikil dengan diameter 2-3 cm.

e. Pompa Klep dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar

tidak memerlukan air pancingan.

f. Dudukan pompa Dudukan pompa harus kuat, rapat air dan tidak

retak dengan ketinggian 50-60 cm.

3. Reservoir

a. Bak terbuat dari bahan kedap air, tidak karat dan mudah

dibersihkan.

b. Bibir bak minimal 30 cm diatas muka air pada saat banjir.


c. Lubang tutup bak mempunyai bibir, terbuat dari bahan yang

kuat, kedap air dan diberi bahan pengaman.

d. Lantai kedap air mudah dibersihkan, kemiringan lantai

menghadap ke SPAL. e. SPAL terbuat rapat air dengan kemiringan

minimal 2 %, dialirkan ke sumur atau saluran resapan atau saluran

umum lainnya.

4. Penampungan air hujan

a. Talang air Talang air yang masuk ke penampungan air hujan

harus dapat diatur posisinya agar air hujan pada 5 menit pertama

tidak masuk ke penampungan.

b. Bak saringan Tinggi bak saringan minimal 40 cm (volume bak

saringan 0,6 x 0,4 m 2 supaya orang dapat masuk untuk

membersihkan), terbuat dari bahan yang kuat dan rapat nyamuk,

susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk.

c. Pipa peluap Pipa peluap atau (over flow) harus di pasang kawat

kasa rapat nyamuk.

d. Bak pengambilan air Tinggi kran dari lantai 50-60 cm, lantai bak

pengambilan berfungsi sebagai resapan dengan susunan batu, pasir

setebal minimal 0,6 meter dari lantai (volume 0,6 x 0,6 x 0,6 m3 ).

e. Saringan pasir dan pengolahan sederhana Untuk meningkatkan

mineral, air hujan dialirkan pada saringan pasir, dan untuk

meningkatkan pH ditambahkan batu kapur.

5. Perpipaan
a. Sumber air atau air baku Air baku harus dilakukan pengolahan

terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan air minum sebelum

didistribusikan

b. Pipa

1) Pipa tang digunakan tidak boleh larut atau mengandung bahan

kimia yang dapat membahayakan kesehatan.

2) Tidak dibenarkan ada kebocoran pipa.

3) Jaringan pipa tidak boleh terendam air kotor.

c. Kran

1) Lantai harus kedap air, mudah dibersihkan, luas lantai minimal 1

m 2 , tidak tergenang air, kemiringan lantai 1-5 %.

2) Tinggi kran minimal 50-70 cm dari lantai.

3) Kran umum dilengkapi dengan SPAL rapat air kemiringan

minimal 2 %, air buangan dialirkan ke sumur/saluran resapan atau

sumur lainnya.

d. Hidran umum

1) Bak terbuat dari bahan kedap, tidak karat dan mudah

dibersihkan.

2) Bibir bak minimal 30 cm diatas muka air pada saat banjir.

3) Lubang tutup bak mempunyai bibir terbuat dari bahan yang

kuat, kedap air dan diberi bahan pengaman.

4) Lantai kedap air mudah dibersihkan, kemiringan lantai

menghadap ke SPAL.
5) SPAL dibuat rapat air dengan kemiringan minimal 20 cm,

dialirkan ke sumur atau saluran resapan atau saluran umum lainnya

D. Cuci Tangan Pakai Sabun

1. Pemgartian Cuci Tangan Pakai Sabun

Cuci tangan merupakan salah satu perilaku sederhana yang penting

untuk diterapkan mejadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Tangan merupakan salah satu agen utama masuknya kuman/mikroba

penyebab penyakit, ke mulut, hidung dan anggota tubuh lainnya.

Penyebarannya bisa melalui makanan dan minuman atau benda-benda

yang menempel ditangan baik secara sengaja atau tidak sengaja. Selain

untuk diri sendiri tangan juga sebagai sumber penyaluran kuman dari

satu orang ke orang lainnya. Banyak masalah kesehatan yang dapat

ditimbulkan dari kebiasaan cuci tangan salah satunya adalah penyakit

Diare (Depkes, 2014)

2. Langkah Langkah CTPS :

Menurut PMK 2014, CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan

menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Langkah-langkah

CTPS yang benar :

- Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

- Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu

gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai

semua permukaan kena busa sabun.


- Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.

- Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan

sampai sisa sabun hilang.

- Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau

kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.

3. Waktu penting perlunya CTPS

antara lain:

- sebelum makan

- sebelum mengolah dan menghidangkan makanan

- sebelum menyusui

- sebelum memberi makan bayi/balita

- sesudah buang air besar/kecil

- sesudah memegang hewan/unggas

4. Kriteria Utama Sarana CTPS

- Air bersih yang dapat dialirkan

- Sabun

- Penampungan atau saluran air limbah yang aman

(Ibrahim, 2014)

E. Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Diare

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada

pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah

kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Penyedianan saraa

pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah


mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya

sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat, ekonomi, kebudayaan

dan pendidikan (Dya Candra MS Putranti 2009)

Dari hasil uji statistic diperoleh nilai probolitas (p value =0,000) <

alpha (a= = 0,05) sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan antara

penggunaan jamban dengan kejadian diare. (Muh.Saleh 2013)

F. Hubungan Sarana Air Bersih Dengan Diare

Sanitasi lingkungan dalam penelitian ini meliputi sarana air bersih,

jamban dan cuci tangan pakai sabun yang di observasi pada rumah rumah

responden.

1. Sarana Kondisi Fisik Air Bersih

Menurut Santoso (2010) air yang berkualitas harus memenuhi

persyaratan fisik sebagai berikut :

a. Tidak berwarna

Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna

berarti mengandung bahan bahan koloid dan bahan bahn yang

terlarut dalam air yang berbahaya bagi kesehatan.

b. Tidak berasa

Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang terasa asam,

pahit dan asin menunjukan air tersebut tidak aik, Air yang biasanya

berbau, dan berasa terjadi akibat adanya dekomposisi bahan

organic didalam air. Rasa asin disebabkan adanya garam – garam


tertentu yang larut dalam air. Sedangkan rasa asam diakibatkan

adanya asam organic maupun asam anorganik.

c. Tidak BERBAU

Air yang memenuhi standar kualitas harus bebas dari bau, air yang

berbau biasanya disebabkan oleh bahan bahan organic sedang

mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. Air

merupakanhl yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya

dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestic dan

pemanfaatannya ( minum, masak, mandi, dll). Promosi yang

meningkat dari penyakit – penyakit infeksi yang bisa mematikan

maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air yang sudah

tercemar. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air yang

bersifat menular.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kebersihan kulit (p = 0,009), kebersihan tangan

dan kuku (p = 0,001), kebersihan pakaian (p = 0,011), kebesihan

handuk ( p = 0,001), kebersihan tempat tidur dan sprei (p = 0,025),

kebersihan sanitasi lingkungan (p = 0,014) dengan keluhan

penyakit kulit. ( Agsa Sajida, 2012).

G. Hubungan Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan DIare


Mencuci tangan dengan 7 langkah adalah prosedur lengkap

membersihkan jari – jari, telapak tangan, punggung tangan, dan

pergelangan tangan dari semua kotoran yang terlihat maupun tidak

terlihat serta kuman penyebab penyakit dengan media sabun dan air

yang mengalir. Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) mencanangkan

tanggal 15 Oktober sebagai hari cuci tangan sedunia sebagai salah satu

cara untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas balita serta

mencegah penyebaran penyakit yang berbahaya. Berikut ini adalah 7

langkah cuci tangan yang benar :

1). Membasahi dan mengusap telapak tangan dengan air bersih yang

mengalir dan sabun,

2). Mengusap dan menggosok punggung tangan secara bergantian,

3). Mengusap sela jari – jari tangan,

4). Membersihkan jari – jari tangan,

5). Menggosok dan memutar ibu jari secara bergantian,

6).Membersihkan ujung jari dengan meletakkannya ke telapak tangan

dan gosok secara perlahan, dan

7). Membersihkan pergelangan tangan dengan cara memutar secara

bergantian. Setelah itu bilas seluruh bagian tangan dengan air bersih

yang mengalir dan keringkan dengan handuk bersih atau tisu.

Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun merupakan

salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran


mikroorganisme sehingga terhindar dari risiko terkena penyakit,

khususnya diare, kolera, thypoid, dan hepatitis A (Rohmah, 2016).

WHO menyebutkan bahwa cuci tangan menggunakan sabun dan air

bersih yang mengalir dapat mengurangi risiko terkena diare hingga

47%. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dapat membunuh

kuman yang berpindah saat menyentuh benda maupun saat mengganti

popok bayi (Mubasyiroh, 2007). Kebiasaan mencuci tangan terutama

sesudah buang air kecil dan besar, sebelum menyuapi anak, dan setelah

makan dapat menurunkan insiden diare (Rohmah, 2016).

Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu perilaku non kesehatan

yang sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seorang balita

karena sekitar 19% kematian balita di Indonesia yang disebabkan

penyakit yang berhubungan dengan diare. Mencuci tangan terbukti

dapat menghambat terjadinya penyakit diare dan ISPA (Infeksi Saluran

Pernapasan Akut) dimana kedua penyakit ini merupakan penyebab

utama mortalitas anak.Setiap tahun sebanyak 3,5 juta anak di seluruh

dunia meninggal sebelum berumur 5 tahun (Jelantik dan Astarini,

2015).

Cuci tangan dengan sabun merupakan salah satu usaha untuk

mencegah penyakit. Hal ini disebabkan karena tangan merupakan

anggota tubuh yang paling sering bersentuhan dengan barang yang

belum tentu bersih dan bisa saja barang tersebut mengandung ribuan

mikroorganisme penyebab penyakit (Evayanti dkk, 2014). Penggunaan


sabun saat cuci tangan sesungguhnya membuat orang harus

meluangkan waktu yang lebih banyak pada saat mencuci tangan, akan

tetapi penggunaannya lebih efektif karena kotoran dan lemak yang

menempel akan berkurang atau bahkan hilang saat tangan digosok dan

dibasuh dengan sabun dan air mengalir. Dalam lingkup medis biasanya

lebih memerlukan banyak sabun dan air pada saat mencuci tangan dan

lebih membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 40 detik–1menit

(Evayanti dkk, 2014). Cuci tangan dengan menggunakan air saja tidak

cukup untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit.

Berdasarkan hasil dari beberapa riset, meningkatkan perilaku hidup

yang bersih dan sehat seperti mencuci tangan menggunakan sabun

dapat menurunkan risiko penularan penyakit. Perilaku cuci tangan

menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir merupakan salah

satu tindakan kesehatan yang sangat efektif dibandingkan dengan

tindakan kesehatan yang lainnya. Penyakit diare adalah salah satu

penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan pakai sabun. Penyakit

diare sering dikaitkan dengan air, tetapi harus diperhatikan juga

masalah penanganan terhadap kotoran manusia karena di dalamnya

terdapat banyak mikroorganisme penyebab penyakit yang salah

satunya adalah penyakit diare. Apabila setelah menyentuh kotoran dan

tidak mencuci tangan dengan sabun, maka risiko terkena diare akan

semakin besar (Rosyidah, 2014).


H. Kerangka Konsep

DIARE

Sarana Air Bersih Cuci Tangan Pakai Sabun


Kepemilikan Jamban
Keluarga 1. Sumur Gali 1. Langkah langkah
2. Perpipaan Cuci tangan
1. Jamban tanpa 3. Sumur Pompa 2. Waktu penting
leher angsa Tangan (SPT) Ctps
2. Jamban 4. Penampungan Air 3. Kriteria Utama
dengannleher Hujan (PAH) ctps
angsa 5. Perlindungan
mata air (PMA)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rencangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan desain case

control, Case Control adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

membandingankan antara dua kelompok yaitu kelompok kasus (case) dan

kelompok Contol (control) Notoatmodjo (2010).

KASUS (Case)

Jamban Keluarga Memenuhi Syarat


Warga Positif Terkena Diare

Jamban Keluarga Tidak Memenuhi Syarat


Jamban Keluarga Memenuhi Syarat

Warga Negatif Terkena Diare

Jamban Keluarga Tidak Memenuhi Syarat

Sarana Air Bersih Memenuhi Syarat


Warga Positif Terkena Diare

Sarana Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat

Sarana Air Bersih Memenuhi Syarat

Warga Negatif Terkena Diare

Sarana Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat

Cuci Tangan Pakai Sabun Memenuhi Syarat


Warga Positif Terkena Diare

Cuci Tangan Pakai Sabun Tidak Memenuhi


Syarat

Cuci Tangan Pakai Sabun Memenuhi Syarat

Warga Negatif Terkena Diare


Cuci Tangan Pakai Sabun Tidak Memenuhi
Syarat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Kerangka Konsep

Jamban Keluarga

Sarana Air Bersih Warga Positif Terkena Diare

Cuci Tangan Pakai Sabun

Gambar 3.2 Kerangka Konsep


C. Definisi Operasional

Variabel Definisi AlatUkur Cara Ukur Hasil ukur Skala ukur

Independen
Kepemilikan Jamban Ceklis Observasi 0 = Tidak
Nominal
jamban Keluarga memenuhi
keluarga adalah suatu syarat jika
fasilitas menjawab
pembuangan pertanyaan <8
tinja 1 = Memenuhi
manusia syarat jika
menjawab
pertanyaan >8
Sarana Air Air bersih Ceklis Observasi 0 = Tidak Nominal
Bersih adalah air memenuhi
yang syarat jika
digunakan skor resiko
untuk pencemaran 0-
keperluan 2 (Tidak
sehari hari Beresiko)
yang 1 = memenuhi
kualitasnya syarat jika
memenuhi skor resiko
syarat pencemaran 3-
kesehatan 9 (Beresiko)
dapat
diminum
apabila telah
dimasak
( Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor 416
Tahun
1990 )
Cuci Tangan Cuci tangan Ceklis observasi Nominal
Pakai Sabun merupakan
salah satu
perilaku
sederhana
yang
penting
untuk
diterapkan
mejadi
kebiasaan
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Dependen
Penderita Ceklis Melihat 0 = tidak
Diare pada yang rekam positif Nominal
penderita mengalami medis di menderita
buang air Puskesmas diare
besar Sulau 1 = Positif
lembek dan menderita
cair atau diare
dapat berupa
air saja yang
frekuensiny
a lebih
sering dari
biasanya ( 3
kali atau
lebih dalam
sehari) dan
telah
terdiagnosis

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh objek yang akan diteliti dan

memenuhi karakteristik yang ditentukan (Notoadmojo 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah warga Desa Air Sulau

sebanyak 1.107 kk

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi yang


akan diambil. Sampel pada penelitian ini adalah warga Desa Air

Sulau Kabupaten Bengkulu Selatan untuk menjadi sampel atau

responden penelitian. Teknik Pengambilan sampel dalam

penelitian ini perbandingan 40 warga yang positif diare (case) dan

40 warga yang negative diare (control) dengan menggunakan

teknik random sampling

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitan

Tempat penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Sulau Desa Air Sulau

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan April 2022

F. Teknik Pengumpulan data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu dengan melakukan

pengambilan data secara langsung kepada warga Desa Air Sulau dengan

menggunakan ceklis.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam peneltian ini adalah wawancara dan

observasi

3. Instrumen Pengumpulan Data


Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini

adalah kuesioner, (Pedoman pengawas kualitas air Departemen

Kesehatan RI Direktorat Jendral pemberantasan penyakit menular dan

penyehatan lingkungan pemukiman Direktorat penyehatan air 1997).

G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

1. Teknik pengolahan data

a. Editing

Langkah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa

kembali kelengkapan data yang diperlukan untuk

mencapai tujuan penelitian dilakukan pengelompokan

dan penyusunan data.

b. Coding

Memberikan kode angka pada variable untuk

memudahkan dalam analisis data sebelum dilakukan

Prossessing.

c. Tabulating

Membuat table table yang berisi data data yang telah

diberi kode sesuai analisis yang dibutuhkan

d. Entry

Memasukkan data setelah dilakukan editing dan coding

kedalam computer.
e. Cleaning

Melakukan proses pembersihan data. Data data yang

sudah dimasukkan ke program computer diperiksa

kembali kebenarannya.

2. Analisi Data

a. Analisis Univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi variable yang diteliti, yaiyu variable independen

( jamban keluarga, sarana air bersih, dan cuci tangan pakai sabun)

dan variable dependen ( penyakit diare) yang di sajikan dalam table

frekuensi ( Notoadmojo,2010)

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariate yang dilakukan untuk mengetahui hubungan

variable independen ( jamban keluarga, sarana air bersih, dan cuci

tangan pakai sabun) dengan variable depende ( penyakit diare)

dengan menggunakan analisis uji Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% dan dengan α= 5%. Bila nilai ρ value ≤ 0,05

maka perhitungan statistic bermakna ( signifikan), ini berarti ada

hubungan variable independen ( jamban, sarana air bersih, dan

cuci tangan pakai sabun ). Bila nilai ρ value > 0,05 maka hasil

perhitungan statistic tidak bermakna ( tidak signifikan), ini berarti

tidak ada hubungan variable independen jamban keluarga, sarana

air bersih dan cuci tangan pakai sabun) dengan variable dependen (

penyakit diare).
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, H. 2011. F. – faktor yang berhubungan dengan kejadian I. pada anak B.

di wilayah P. B. K. B. T. 2011. T. P. P. U. (2014). No 主観的健康感を中心

とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析

Title. c, 1–43.

Influence, T. H. E., Toilet, O. F., With, O., & Incidence, T. H. E. (2017). ( Studi di

Desa Semambung Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro ) Nadya Nenva

Desy Budi Purwaningtyas LATAR BELAKANG Permasalahan penyakit diare

masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang

diare merupakan salah satu penyebab angka k. 1–5.

National, G., & Pillars, H. (2018). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者

における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. 1–3.

Novita, N., Hermawan, D., & N, D. D. (2019). Faktor Resiko Kejadian Diare

Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalirejo Kabupaten

Pesawaran Tahun 2018. Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat)


Khatulistiwa, 6(4), 171. https://doi.org/10.29406/jkmk.v6i4.1991

Nurmallawati. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan

Jamban Oleh Masyarakat Di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI

Kabupaten Aceh Barat. 53(9), 1689–1699.

Putra, W. B., Dewi, N. I. K., & Busono, T. (2020). Penyediaan Air Bersih Sistem

Kolektif: Analisis Kebutuhan Air Bersih Domestik pada Perumahan Klaster.

Jurnal Arsitektur TERRACOTTA, 1(2), 115–123.

https://doi.org/10.26760/terracotta.v1i2.4018

Sukri Ramdhani, F., & Husaini, R. R. (2019). PENYULINGAN AIR BERSIH

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AIR Program Studi Teknik

Informatika , Fakultas Teknik , Universitas Abdurrab Program Studi Teknik

Sipil , Fakultas Teknik , Universitas Abdurrab Program Studi Analis

Kesehatan , Fakultas Kedokteran dan I. Jurnal Pengabdi Masyarakat

Multidisiplin, 3(1), 22–28.

Yosinta, Suriah, & Rachmat, M. (2018). Health Education about Handling use

Soap (CTPS) with Comic Media in Students of Elementary School in Tana

Toraja Regency. Hasanuddin Journal of Public Health, 1(2), 101–109.

https://journal.unhas.ac.id/index.php/hjph/article/view/10254

Anda mungkin juga menyukai