Dosen Pembimbing:
Elza Wulandari,SST,M.Kes
Disusun oleh :
Kelompok 2
Yeni Putriana NPM 2126040026.P
Lidia Apriza NPM 2126040027. P
Devi Tamala NPM 2126040028. P
Setiyorini NPM 2126040035. P
Adelin Cornelia NPM 2126040039. P
Lelawati NPM 2126040047. P
Inda Meriza NPM 2126040048. P
Nova Kristy Fransiska NPM 2126040049. P
Siliwati NPM 2126040054. P
JURUSAN KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
TA 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat ilmu dan limpahan
rahmat serta karunia-Nya sehingga Makalah berjudul “Aborsi Tidak Aman” dapat kami
selesaikan dengan baik, meskipun terkendala jarak dan waktu diantara anggota kelompok.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun pencapaian teori yang mendasar. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
BAB I
Pendahuluan
C. Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang aborsi tidak aman dan diharapkan
penulis dapat memahami dan mengetahui langkah-langkah pencegahan nya.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi, khususnya di STIkes Tri Mandiri Sakti agar dapat
mengetahui dan menambah wawasan tentang aborsi yang tidak aman serta bisa melakukan
upaya pencegahan dengan melakukan konseling pribadi kepada para mahasiswa kalau bisa
langsung ke masyarakat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN ABORSI
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada
berbagai penyebab seorang wanita melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah,
ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan.
Di sisi lain, aborsi juga dapat dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau janin.
Namun, perlu diketahui bahwa aborsi memiliki resiko dari sisi hukum, maupun Medis.
Terutama jika dilakukan secara ilegal, resikonya pun akan sakin besar, jika aborsi tidak
dilakukan oleh dokter dan menggunakan prosedur yang tepat.
B. SITUASI DI INDONESIA
Setiap tahun, tak kurang dari 56 juta kasus aborsi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi
mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Menggugurkan kandungan mungkin
menjadi pilihan pahit terakhir bagi sebagian orang, tetapi banyak wanita di luar sana yang
melihatnya sebagai jalan keluar satu-satunya dari kehamilan yang tidak direncanakan.
Apapun alasannya, keputusan untuk menjalankan aborsi tidak pernah semudah membalik
telapak tangan. Namun sayang, sampai saat ini akses pelayanan aborsi yang baik sulit untuk
didapatkan.
Padahal, menyangkal akses aborsi untuk perempuan yang membutuhkan tak hanya
meningkatkan risiko mereka untuk melakukan aborsi ilegal yang mengancam nyawa, namun
juga berisiko tinggi untuk mengalami depresi atau gangguan kecemasan dalam jangka
panjang.
Hukum Aborsi Di Indonesia
Hukum aborsi di Indonesia diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di
Indonesia tidak diizinkan, kecuali untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa
ibu dan/atau janin, serta bagi korban perkosaan. Dengan demikian, segala jenis praktik aborsi
yang tidak termasuk dalam ketentuan undang-undang di atas merupakan aborsi ilegal. Sanksi
pidana bagi aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menetapkan hukuman
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Pasal ini dapat
menjerat oknum dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi
ilegal, maupun pihak perempuannya sebagai klien.
Aborsi kerap dianggap tabu oleh masyarakat karena erat kaitannya dengan perzinahan, yang
juga sama terlarangnya. Padahal, alasan perempuan menginginkan aborsi tak hanya melulu
soal menggugurkan kehamilan di luar nikah.
Alasan perempuan memilih untuk menggugurkan kandungannya
Kehamilan yang terjadi di waktu dan sikon yang tidak tidak tepat dapat memiliki dampak
jangka panjang pada kualitas hidup perempuan untuk ke depannya. Banyak perempuan yang
menjadi ibu hamil di usia yang sangat belia, umumnya sebelum menginjak usia 18 tahun atau
lulusan SMA. Mahasiswa yang hamil dan melahirkan juga sangat kecil kemungkinannya
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan mereka daripada rekan-rekan mereka. Minimnya
pendidikan telah disangkut-pautkan dengan keterbatasan lapangan kerja, dan ini bisa
menghambat kemampuan perempuan untuk menghidupi keluarga dengan pendapatan yang
stabil. Dan ini tak hanya terbatas untuk kehamilan di luar nikah saja.
Di samping itu, wanita lajang yang bekerja lalu hamil dapat menghadapi gangguan dalam
stabilitas pekerjaan dan karir mereka. Ini jadi berdampak langsung pada produktivitas
mereka, dan mungkin beberapa dari mereka tidak dapat membesarkan anak sendirian Bagi
wanita yang sudah memiliki anak lain di rumah atau sedang merawat kerabat yang sudah
jompo, pengeluaran biaya ekstra untuk kehamilan/persalinan dapat menyeret keluarga mereka
hingga di bawah tingkat kemiskinan sehingga mengharuskan mereka untuk mencari bantuan
negara.
Menabung untuk bayi adalah satu hal, tetapi kehamilan yang tidak direncanakan
menempatkan beban keuangan yang sangat besar pada wanita yang tidak mampu untuk
merawat bayi. Apalagi membayar untuk semua jenis kunjungan dokter demi memastikan
perkembangan janin yang sehat. Kurangnya perawatan medis yang memadai selama
kehamilan menempatkan bayi pada risiko yang lebih tinggi untuk komplikasi selama
kelahiran dan pada awal masa tumbuh kembang bayi.
Selain itu, mayoritas perempuan dengan kehamilan yang tidak direncanakan tidak hidup
dengan pasangan mereka atau memiliki hubungan berkomitmen. Wanita-wanita ini
menyadari bahwa kemungkinan besar mereka akan membesarkan anak mereka sebagai
orangtua tunggal. Banyak yang tidak mau mengambil langkah besar ini karena alasan yang
dijelaskan di atas: gangguan pendidikan atau karir, keuangan yang tidak memadai, atau
ketidakmampuan untuk merawat bayi karena kebutuhan pengasuhan anak-anak atau anggota
keluarga lain.
C. BERBAGAI METODE ABORSI
Ada dua metode yang digunakan dalam tindakan aborsi, yaitu penggunaan obat-obatan dan
tindakan medis. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua metode tersebut:
1) Metode aborsi dengan menggunakan obat
Aborsi dengan metode ini dilakukan dengan pemberian obat minum atau suntik yang dapat
menghalangi hormon progesteron, sehingga lapisan rahim menipis. Hal ini menyebabkan
janin tidak dapat melekat dan tumbuh di dinding rahim. Efek obat yang digunakan untuk
aborsi juga akan menyebabkan rahim berkontraksi, sehingga embrio atau jaringan janin akan
dikeluarkan melalui vagina.
2) Metode aborsi dengan tindakan medis.
Tindakan medis untuk melakukan aborsi yang paling umum digunakan adalah aspirasi
vakum. Tindakan ini biasanya dilakukan bila kehamilan baru memasuki trimester pertama.
Ada dua alat yang umumnya digunakan untuk mengeluarkan embrio dari rahim melalui
tindakan ini, yaitu manual vacuum aspiration (MVA) dan electric vacuum aspirastion
(EVA).
o MVA dilakukan menggunakan tabung pengisap secara manual,
o sedangkan EVA menggunakan pompa listrik. Untuk aborsi di usia kehamilan lebih
dari 4 bulan, tindakan medis yang digunakan adalah dilation and evacuation (D&E).
Metode ini menggunakan peralatan operasi untuk membuka leher rahim dan
menyedot janin agar bisa dikeluarkan dari rahim.
D. BERBAGAI RESIKO ABORSI
Sama seperti setiap tindakan medis lain, aborsi juga memiliki risiko, apalagi jika dilakukan di
tempat dengan fasilitas terbatas, bukan oleh tenaga medis, tidak ada kondisi medis yang
mendasari, serta dilakukan dengan metode yang tidak aman.
Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah aborsi adalah perdarahan berat melalui vagina.
Aborsi kehamilan di bawah 13 minggu memiliki risiko perdarahan yang lebih kecil
dibandingkan kehamilan yang usianya sudah di atas 20 minggu. Perdarahan berat juga lebih
berisiko terjadi jika masih ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim
setelah aborsi. Untuk menanganinya, diperlukan transfusi darah dan tindakan kuret untuk
mengangkat sisa jaringan.
Infeksi
Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi akibat aborsi. Kondisi ini biasa
ditandai dengan munculnya keputihan yang berbau, demam, dan nyeri yang hebat di area
panggul. Pada kasus infeksi yang berat, bisa terjadi sepsis setelah aborsi.
Kerusakan pada rahim dan vagina
Bila tidak dilakukan dengan benar, aborsi dapat menyebabkan kerusakan pada rahim dan
vagina. Kerusakan ini dapat berupa lubang maupun luka berat pada dinding rahim, leher
rahim, serta vagina.
Masalah psikologis
Tak hanya masalah fisik, trauma psikologis juga dapat dirasakan oleh wanita yang menjalani
aborsi. Perasaan bersalah, malu, stres, cemas, hingga depresi merupakan beberapa masalah
psikologis yang banyak dialami oleh wanita setelah menjalani aborsi.
Risiko terjadinya komplikasi ini akan lebih besar jika aborsi dilakukan secara ilegal,
dilakukan di fasilitas kesehatan yang kurang memadai, atau menggunakan metode tradisional
yang tidak terjamin keamanannya.Oleh karena itu, saat hendak menjalani aborsi, perlu
dilakukan pemeriksaan medis dan pertimbangan dari dokter, agar risiko komplikasi tersebut
dapat dicegah.
Kemungkinan untuk Kembali Hamil
Dalam waktu 4-6 minggu setelah aborsi, haid akan kembali seperti biasa. Dengan kata lain,
pasien dapat hamil lagi setelah aborsi. Namun, pasien perlu melakukan pemeriksaan rutin
selama setidaknya 2 minggu setelah aborsi, guna memastikan aborsi yang dilakukan berhasil
dan tidak menimbulkan komplikasi. Setelah aborsi, risiko gangguan kesuburan tetap ada jika
pasien mengalami perdarahan parah, infeksi pada rahim yang tidak ditangani, atau kerusakan
dinding rahim. Selain dapat menimbulkan masalah kesuburan, hal-hal tersebut juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik dan persalinan prematur di kehamilan
berikutnya.
Dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian medis dalam bidang aborsi secara
memadai.
Dilakukan di tempat dengan fasilitas yang tidak cukup memenuhi persyaratan kebersihan.
Dilakukan menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
Selain itu, aborsi berbahaya juga dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan atau
menggunakan alat bantu tertentu tanpa pengawasan dokter.
Adanya indikasi darurat secara medis pada kehamilan usia dini yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin
Janin menderita kelainan genetik berat atau cacat bawaan yang tidak dapat disembuhkan,
sehingga sulit bagi janin untuk bertahan hidup di luar kandungan
Kehamilan terjadi akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma.
Aborsi yang dilakukan di luar kondisi di atas dinyatakan ilegal. Dalam pasal 194 UU
Kesehatan, setiap orang yang terlibat tindakan aborsi ilegal dapat dipidana penjara
maksimal 10 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 1 miliar.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukukan
KUHP telah menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam tindakan aborsi dapat dikenai sanksi pidana. Ada pertanggungjawaban pidana bagi
pelaku-pelakunya. Berdasarkan ketentuan Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, dan Pasal 349
tindakan aborsi secara tegas dilarang tanpa pengecualian, sehingga tidak ada perlindungan
terhadap pelaku aborsi.
Jika KUHP melarang aborsi tanpa pengecualian, maka Undang- undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan memberikan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 75, Pasal
76 dan Pasal 77 sebagai berikut :
Pasal 75
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan KUHP yang tidak memberikan ruang sedikit pun terhadap tindakan aborsi,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada dasarnya melarang tindakan
aborsi, akan tetapi larangan tersebut dapat dikecualikan dengan syarat-syarat tertentu yaitu
adanya indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 75 ayat (2) butir a dan b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan khususnya Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77, dipertegas lagi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi khususnya Pasal
31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38.
Mengenai tindakan untuk dapat melakukan aborsi, dalam kasus aborsi berdasarkan kehamilan
akibat perkosaan secara teoritis sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi namun kita belum pernah mengetahui implementasinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada
berbagai penyebab seorang wanita melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah,
ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan.
Di sisi lain, aborsi juga dapat dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau janin.
Namun, aborsi juga memiliku resiko di mata hukum dan dokter. Jika aborsi dilakukan secara
ilegal, makan akan terkena undang undang pasal yang berkaitan dengan aborsi. Dan jika
aborsi akan beresiko tinggi, jika tidak dilakukan oleh dokter spesialis dan tidak dengan
prosedur yang benar.
B. SARAN
Sebagai tenaga medis, kami kelompok dua yang menulis tentang aborsi yang tidak aman ini,
sangat berharap banyaknya tenaga kesehatan yg dilapangan dapat memberikan konseling
kepada ibu yang hamil di usia muda, atau ibu yang hamil diluar nikah, ataupun korban
perkosaan, maupun ibu hamil dengan paritas yang tinggi, untuk tidak sembarangan
melakukan aborsi baik itu dengan cara apapun. Karena jika tidak sesuai dengan prosedur atau
dengan dokter spesialis yang ahli, ibu akan mengalami resiko yang tinggi, bisa perdarahan
hingga kematian. Tidak hanya kematian, jika selamat, resiko hukum yang mengintai.
DAFTAR PUSTAKA
WHO. (2011). Unsafe abortion: global and regional estimates of the incidence of
unsafe abortion and associated mortality in 2008. Retrieved August 13,
2017, from World Health Organization: http://www.who.int. Jurnal Diakses
pada 17 Juni 2018.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl840/penerapan-hukum-pidana-dalam-
aborsi-ilegal
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a152c3faed27/ketentuan-aborsi-bagi-
korban-pemerkosaan/