Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI

TENTANG ABORSI TIDAK AMAN

Dosen Pembimbing:
Elza Wulandari,SST,M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 2
Yeni Putriana NPM 2126040026.P
Lidia Apriza NPM 2126040027. P
Devi Tamala NPM 2126040028. P
Setiyorini NPM 2126040035. P
Adelin Cornelia NPM 2126040039. P
Lelawati NPM 2126040047. P
Inda Meriza NPM 2126040048. P
Nova Kristy Fransiska NPM 2126040049. P
Siliwati NPM 2126040054. P

JURUSAN KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
TA 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat ilmu dan limpahan
rahmat serta karunia-Nya sehingga Makalah berjudul “Aborsi Tidak Aman” dapat kami
selesaikan dengan baik, meskipun terkendala jarak dan waktu diantara anggota kelompok.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun pencapaian teori yang mendasar. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, November 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Sudah menjadi rahasia umum, tindakan unsafe abortion yang sering dilakukan
wanita seperti melakukan kekerasan fisik seperti berlari, naik sepeda atau naik kuda.
Jika tindakan pertama tidak berhasil, maka wanita tersebutmelakukan tindakan kedua
dengan cara mengonsumsi obat-obatan yang dapat menggugurkan kandungan.
Misalnya, wanita tersebut sengaja mengonsumsi obat-obatan yang dilarang untuk
wanita hamil. Bisa juga dengan cara mengonsumsi obat tradisional seperti nanas
muda.
Tindakan unsafe abortion seperti ini diperkirakan banyak dilakukan keluarga
miskin yang tidak ingin menambah anak. Tanpa mereka sadari, unsafeabortion dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan reproduksi bahkanmengakibatkan kematian
bagi kaum ibu.
WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5
juta dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengankematian
(Wijono, 2000). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995: Aborsi
memberi kontribusi 11,1% terhadap Angka kematian Ibu (AKI) ,sedangkan menurut
Rosenfield dan Fathalla (1990) sebesar 10% (Wijono, 2000)
Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus
provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya
perbuatan manusia yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan,
meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis. Abortus
provocatus medicinalis yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan berdasarkan
alasan/ pertimbangan medis. Sedangkan abortus provocatus criminalis yaitu
penguguran kandungan yang dilakukan dengan sengaja dengan melanggar ketentuan
hukum yang berlaku.
Secara etimologis akar kata aborsi berasal dari bahasa Inggris,
abortion (medical operation to abort a child), dalam bahasa Latin disebut abortus
yang berarti gugurnya kandungan. Sedangkan dalam bahasa Arab, aborsi dikenal
dengan istilah imlas atau al-ijhadl. Secara terminologi aborsi didefinisikan:
Pengeluaran (secara paksa) janin dalam kandungan sebelum mampu hidup hidup di
luar kandungan. Hal ini merupakan bentuk pembunuhan karena janin tidak diberi
kesempatan untuk tumbuh di dalam kandungan.
Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai karena
dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia.
Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia
yang hanya boleh dicabut oleh pemberi kehidupan tersebut. Berbicara mengenai
aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat kaitannya
dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita.
Masalah aborsi saat ini sudah bukan merupakan rahasia lagi untuk
dibicarakan, karena aborsi sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya sudah
terjadi dimana-mana dan dilakukan oleh siapa saja, misalnya saja dilakukan oleh
remaja yang terlibat pergaulan bebas yang awalnya berpacaran biasa, tetapi setelah
lama berpacaran mereka melakukan hubungan suami isteri, karena malu dan takut
ketahuan, maka mereka menggugurkan kandungannya, dan dapat juga dilakukan oleh
seorang isteri yang sudah menikah yang tidak mau dibebani tanggung jawab dengan
lahirnya seorang anak, maka digugurkanlah anak dalam kandungannya tersebut.
Kehamilan yang tidak direncanakan dapat juga terjadi akibat perkosaan.
Perempuan yang mengalami kehamilan akibat perkosaan akan menghadapi dampak
yang lebih berat dan luas, antara lain dampak psikologis berupa depresi berat, dampak
sosial berkaitan dengan status anak yang dilahirkan, status ibu dari anak tersebut
dalam pergaulan hidup bersama masyarakat dan masih banyak dampak lainnya yang
harus dipikul seorang perempuan yang hamil akibat perkosaan, misalnya, rentan
terhadap penyakit kelamin, HIV dan sebagainya.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu meenjelaskan tentang bagaimana aborsi yang tidak aman.
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan konseling kepada masyarakat tentang aborsi
yang tidak aman.

C. Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang aborsi tidak aman dan diharapkan
penulis dapat memahami dan mengetahui langkah-langkah pencegahan nya.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi, khususnya di STIkes Tri Mandiri Sakti agar dapat
mengetahui dan menambah wawasan tentang aborsi yang tidak aman serta bisa melakukan
upaya pencegahan dengan melakukan konseling pribadi kepada para mahasiswa kalau bisa
langsung ke masyarakat.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN ABORSI
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada
berbagai penyebab seorang wanita melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah,
ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan.
Di sisi lain, aborsi juga dapat dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau janin.
Namun, perlu diketahui bahwa aborsi memiliki resiko dari sisi hukum, maupun Medis.
Terutama jika dilakukan secara ilegal, resikonya pun akan sakin besar, jika aborsi tidak
dilakukan oleh dokter dan menggunakan prosedur yang tepat.

B. SITUASI DI INDONESIA
Setiap tahun, tak kurang dari 56 juta kasus aborsi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi
mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Menggugurkan kandungan mungkin
menjadi pilihan pahit terakhir bagi sebagian orang, tetapi banyak wanita di luar sana yang
melihatnya sebagai jalan keluar satu-satunya dari kehamilan yang tidak direncanakan.
Apapun alasannya, keputusan untuk menjalankan aborsi tidak pernah semudah membalik
telapak tangan. Namun sayang, sampai saat ini akses pelayanan aborsi yang baik sulit untuk
didapatkan.
Padahal, menyangkal akses aborsi untuk perempuan yang membutuhkan tak hanya
meningkatkan risiko mereka untuk melakukan aborsi ilegal yang mengancam nyawa, namun
juga berisiko tinggi untuk mengalami depresi atau gangguan kecemasan dalam jangka
panjang.
 Hukum Aborsi Di Indonesia
Hukum aborsi di Indonesia diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di
Indonesia tidak diizinkan, kecuali untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa
ibu dan/atau janin, serta bagi korban perkosaan. Dengan demikian, segala jenis praktik aborsi
yang tidak termasuk dalam ketentuan undang-undang di atas merupakan aborsi ilegal. Sanksi
pidana bagi aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menetapkan hukuman
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Pasal ini dapat
menjerat oknum dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi
ilegal, maupun pihak perempuannya sebagai klien.
Aborsi kerap dianggap tabu oleh masyarakat karena erat kaitannya dengan perzinahan, yang
juga sama terlarangnya. Padahal, alasan perempuan menginginkan aborsi tak hanya melulu
soal menggugurkan kehamilan di luar nikah.
 Alasan perempuan memilih untuk menggugurkan kandungannya
Kehamilan yang terjadi di waktu dan sikon yang tidak tidak tepat dapat memiliki dampak
jangka panjang pada kualitas hidup perempuan untuk ke depannya. Banyak perempuan yang
menjadi ibu hamil di usia yang sangat belia, umumnya sebelum menginjak usia 18 tahun atau
lulusan SMA. Mahasiswa yang hamil dan melahirkan juga sangat kecil kemungkinannya
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan mereka daripada rekan-rekan mereka. Minimnya
pendidikan telah disangkut-pautkan dengan keterbatasan lapangan kerja, dan ini bisa
menghambat kemampuan perempuan untuk menghidupi keluarga dengan pendapatan yang
stabil. Dan ini tak hanya terbatas untuk kehamilan di luar nikah saja.
Di samping itu, wanita lajang yang bekerja lalu hamil dapat menghadapi gangguan dalam
stabilitas pekerjaan dan karir mereka. Ini jadi berdampak langsung pada produktivitas
mereka, dan mungkin beberapa dari mereka tidak dapat membesarkan anak sendirian Bagi
wanita yang sudah memiliki anak lain di rumah atau sedang merawat kerabat yang sudah
jompo, pengeluaran biaya ekstra untuk kehamilan/persalinan dapat menyeret keluarga mereka
hingga di bawah tingkat kemiskinan sehingga mengharuskan mereka untuk mencari bantuan
negara.
Menabung untuk bayi adalah satu hal, tetapi kehamilan yang tidak direncanakan
menempatkan beban keuangan yang sangat besar pada wanita yang tidak mampu untuk
merawat bayi. Apalagi membayar untuk semua jenis kunjungan dokter demi memastikan
perkembangan janin yang sehat. Kurangnya perawatan medis yang memadai selama
kehamilan menempatkan bayi pada risiko yang lebih tinggi untuk komplikasi selama
kelahiran dan pada awal masa tumbuh kembang bayi.
Selain itu, mayoritas perempuan dengan kehamilan yang tidak direncanakan tidak hidup
dengan pasangan mereka atau memiliki hubungan berkomitmen. Wanita-wanita ini
menyadari bahwa kemungkinan besar mereka akan membesarkan anak mereka sebagai
orangtua tunggal. Banyak yang tidak mau mengambil langkah besar ini karena alasan yang
dijelaskan di atas: gangguan pendidikan atau karir, keuangan yang tidak memadai, atau
ketidakmampuan untuk merawat bayi karena kebutuhan pengasuhan anak-anak atau anggota
keluarga lain.
C. BERBAGAI METODE ABORSI
Ada dua metode yang digunakan dalam tindakan aborsi, yaitu penggunaan obat-obatan dan
tindakan medis. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua metode tersebut:
1) Metode aborsi dengan menggunakan obat
Aborsi dengan metode ini dilakukan dengan pemberian obat minum atau suntik yang dapat
menghalangi hormon progesteron, sehingga lapisan rahim menipis. Hal ini menyebabkan
janin tidak dapat melekat dan tumbuh di dinding rahim. Efek obat yang digunakan untuk
aborsi juga akan menyebabkan rahim berkontraksi, sehingga embrio atau jaringan janin akan
dikeluarkan melalui vagina.
2) Metode aborsi dengan tindakan medis.
Tindakan medis untuk melakukan aborsi yang paling umum digunakan adalah aspirasi
vakum. Tindakan ini biasanya dilakukan bila kehamilan baru memasuki trimester pertama.
Ada dua alat yang umumnya digunakan untuk mengeluarkan embrio dari rahim melalui
tindakan ini, yaitu manual vacuum aspiration (MVA) dan electric vacuum aspirastion
(EVA).
o MVA dilakukan menggunakan tabung pengisap secara manual,
o sedangkan EVA menggunakan pompa listrik. Untuk aborsi di usia kehamilan lebih
dari 4 bulan, tindakan medis yang digunakan adalah dilation and evacuation (D&E).
Metode ini menggunakan peralatan operasi untuk membuka leher rahim dan
menyedot janin agar bisa dikeluarkan dari rahim.
D. BERBAGAI RESIKO ABORSI
Sama seperti setiap tindakan medis lain, aborsi juga memiliki risiko, apalagi jika dilakukan di
tempat dengan fasilitas terbatas, bukan oleh tenaga medis, tidak ada kondisi medis yang
mendasari, serta dilakukan dengan metode yang tidak aman.

Risiko aborsi meliputi:


 Perdarahan berat
 Cedera pada rahim atau infeksi akibat aborsi yang tidak tuntas
 Kemandulan
 Kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya
 Kondisi serviks yang tidak optimal akibat aborsi berkali-kali
Semua metode aborsi memiliki risiko atau komplikasi. Usia kehamilan turut berperan dalam
menentukan tingkat risiko. Semakin tua usia kehamilan, semakin tinggi pula risiko dari
tindakan aborsi yang dilakukan.
Aborsi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu atau melalui tindakan operasi.
Umumnya, aborsi dilakukan pada usia kehamilan di bawah 24 minggu. Setelah aborsi, wanita
biasanya akan mengalami keluhan nyeri atau kram perut, mual, lemas, dan perdarahan ringan
selama beberapa hari. Pada kondisi tertentu, tindakan aborsi dapat menimbulkan masalah
kesehatan serius dalam waktu beberapa hari hingga sekitar 4 minggu setelahnya. Beberapa
bahaya aborsi yang dapat terjadi adalah:

 Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah aborsi adalah perdarahan berat melalui vagina.
Aborsi kehamilan di bawah 13 minggu memiliki risiko perdarahan yang lebih kecil
dibandingkan kehamilan yang usianya sudah di atas 20 minggu. Perdarahan berat juga lebih
berisiko terjadi jika masih ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim
setelah aborsi. Untuk menanganinya, diperlukan transfusi darah dan tindakan kuret untuk
mengangkat sisa jaringan.
 Infeksi
Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi akibat aborsi. Kondisi ini biasa
ditandai dengan munculnya keputihan yang berbau, demam, dan nyeri yang hebat di area
panggul. Pada kasus infeksi yang berat, bisa terjadi sepsis setelah aborsi.
 Kerusakan pada rahim dan vagina
Bila tidak dilakukan dengan benar, aborsi dapat menyebabkan kerusakan pada rahim dan
vagina. Kerusakan ini dapat berupa lubang maupun luka berat pada dinding rahim, leher
rahim, serta vagina.
 Masalah psikologis
Tak hanya masalah fisik, trauma psikologis juga dapat dirasakan oleh wanita yang menjalani
aborsi. Perasaan bersalah, malu, stres, cemas, hingga depresi merupakan beberapa masalah
psikologis yang banyak dialami oleh wanita setelah menjalani aborsi.
Risiko terjadinya komplikasi ini akan lebih besar jika aborsi dilakukan secara ilegal,
dilakukan di fasilitas kesehatan yang kurang memadai, atau menggunakan metode tradisional
yang tidak terjamin keamanannya.Oleh karena itu, saat hendak menjalani aborsi, perlu
dilakukan pemeriksaan medis dan pertimbangan dari dokter, agar risiko komplikasi tersebut
dapat dicegah.
 Kemungkinan untuk Kembali Hamil
Dalam waktu 4-6 minggu setelah aborsi, haid akan kembali seperti biasa. Dengan kata lain,
pasien dapat hamil lagi setelah aborsi. Namun, pasien perlu melakukan pemeriksaan rutin
selama setidaknya 2 minggu setelah aborsi, guna memastikan aborsi yang dilakukan berhasil
dan tidak menimbulkan komplikasi. Setelah aborsi, risiko gangguan kesuburan tetap ada jika
pasien mengalami perdarahan parah, infeksi pada rahim yang tidak ditangani, atau kerusakan
dinding rahim. Selain dapat menimbulkan masalah kesuburan, hal-hal tersebut juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik dan persalinan prematur di kehamilan
berikutnya.

E. KATEGORI ABORSI YANG BERBAHAYA


Berikut adalah kategori aborsi yang tidak aman menurut organisasi kesehatan dunia (WHO):

 Dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian medis dalam bidang aborsi secara
memadai.
 Dilakukan di tempat dengan fasilitas yang tidak cukup memenuhi persyaratan kebersihan.
 Dilakukan menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
Selain itu, aborsi berbahaya juga dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan atau
menggunakan alat bantu tertentu tanpa pengawasan dokter.

F. TINDAKAN MEDIS UNTUK ABORSI


Di Indonesia, pengaturan tentang aborsi dimuat dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam undang-
undang tersebut, semua orang pada umumnya dilarang melakukan tindakan aborsi.
Namun, berdasarkan pasal 75 UU Kesehatan, aborsi boleh dilakukan dengan alasan medis
berikut ini:

 Adanya indikasi darurat secara medis pada kehamilan usia dini yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin
 Janin menderita kelainan genetik berat atau cacat bawaan yang tidak dapat disembuhkan,
sehingga sulit bagi janin untuk bertahan hidup di luar kandungan
 Kehamilan terjadi akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma.
Aborsi yang dilakukan di luar kondisi di atas dinyatakan ilegal. Dalam pasal 194 UU
Kesehatan, setiap orang yang terlibat tindakan aborsi ilegal dapat dipidana penjara
maksimal 10 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 1 miliar.

Aborsi yang Diperbolehkan secara Hukum


Aborsi akibat pemerkosaan secara khusus diuraikan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi atau PP Kespro sebagai aturan pelaksana
UU Kesehatan. Dalam pasal 31 peraturan tersebut dinyatakan bahwa tindakan aborsi hanya
dapat dilakukan pada usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung dari hari pertama haid
terakhir (HPHT) berdasarkan surat keterangan dokter.
Selain itu, dalam pasal 34 (2b) juga disebutkan mengenai syarat menjalani aborsi, yaitu
keterangan dari penyidik, psikolog, atau ahli lain yang membenarkan dugaan telah terjadi
pemerkosaan. Oleh karena itu, korban perlu sesegera mungkin melaporkan kejadian
pemerkosaan ke kantor polisi terdekat. Polisi akan membawa korban ke Polres yang memiliki
unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Dari unit PPA, korban kemudian akan diantar ke
rumah sakit rujukan kepolisian untuk menjalani proses visum.
Jika korban membutuhkan konseling psikologis, unit PPA akan membuat rujukan ke Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk pendampingan
lebih lanjut. Korban pemerkosaan atau tindak kekerasan juga bisa menghubungi Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk mendapatkan
pertolongan dan dukungan. Pertimbangkan berbagai aspek sebelum Anda melakukan atau
terlibat dalam tindakan aborsi.
Anda pun bisa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau konselor yang berwenang
untuk mengetahui lebih jauh mengenai aborsi yang aman dan legal, baik secara medis
maupun hukum. Secara medis, aborsi dapat dilakukan untuk mengakhiri kehamilan terkait
kondisi tertentu, seperti keguguran, kondisi kesehatan ibu yang terancam akibat kehamilan,
atau kehamilan terjadi karena pemerkosaan. Namun khusus kasus pemerkosaan, aborsi legal
hanya berlaku untuk kehamilan yang usia kandungannya masih kurang dari 40 hari. Aborsi
dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu atau melalui tindakan operasi.
Umumnya, aborsi dilakukan pada usia kehamilan di bawah 24 minggu.
Sebagian besar perempuan korban kehamilan yang diakibatkan oleh perkosaan memilih
untuk melakukan aborsi. Alasan para perempuan korban perkosaan melakukan aborsi ialah
melahirkan anak hasil perkosaan akan menambah derita batinnya, karena kelahiran anak itu
akan selalu mengingatkan kembali peristiwa perkosaan yang dialaminya. Kalangan yang
tidak setuju dilakukan aborsi oleh perempuan korban perkosaan berpendapat bahwa setiap
orang berhak untuk hidup termasuk janin yang ada dalam kandungan perempuan akibat
perkosaan itu adalah ciptaan Tuhan yang berhak menikmati kehidupan. Bagi kalangan yang
setuju dapat dilakukan aborsi bagi korban perkosaan, kehamilan itu timbul bukan atas
kemauan korban jadi dapat mengurangi penderitaan korban baik secara psikis maupun sosial,
maka diberi hak bagi korban perkosaan untuk dapat melakukan aborsi.

G. PASAL YANG MENGATUR TENTANG ABORSI

Pengaturan mengenai abortus provocatus di Indonesia telah diatur dalam peraturan


perundang-undangan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya dalam Pasal
346, Pasal 347, Pasal 348, serta Pasal 349 :
 Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
 Pasal 347

a. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan


seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.

 Pasal 348

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

 Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukukan
KUHP telah menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam tindakan aborsi dapat dikenai sanksi pidana. Ada pertanggungjawaban pidana bagi
pelaku-pelakunya. Berdasarkan ketentuan Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, dan Pasal 349
tindakan aborsi secara tegas dilarang tanpa pengecualian, sehingga tidak ada perlindungan
terhadap pelaku aborsi.
Jika KUHP melarang aborsi tanpa pengecualian, maka Undang- undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan memberikan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 75, Pasal
76 dan Pasal 77 sebagai berikut :
 Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.


(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

 Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

 Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan KUHP yang tidak memberikan ruang sedikit pun terhadap tindakan aborsi,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada dasarnya melarang tindakan
aborsi, akan tetapi larangan tersebut dapat dikecualikan dengan syarat-syarat tertentu yaitu
adanya indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 75 ayat (2) butir a dan b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan khususnya Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77, dipertegas lagi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi khususnya Pasal
31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38.
Mengenai tindakan untuk dapat melakukan aborsi, dalam kasus aborsi berdasarkan kehamilan
akibat perkosaan secara teoritis sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi namun kita belum pernah mengetahui implementasinya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Ada
berbagai penyebab seorang wanita melakukan tindakan aborsi, antara lain hamil di luar nikah,
ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan.
Di sisi lain, aborsi juga dapat dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau janin.
Namun, aborsi juga memiliku resiko di mata hukum dan dokter. Jika aborsi dilakukan secara
ilegal, makan akan terkena undang undang pasal yang berkaitan dengan aborsi. Dan jika
aborsi akan beresiko tinggi, jika tidak dilakukan oleh dokter spesialis dan tidak dengan
prosedur yang benar.

B. SARAN
Sebagai tenaga medis, kami kelompok dua yang menulis tentang aborsi yang tidak aman ini,
sangat berharap banyaknya tenaga kesehatan yg dilapangan dapat memberikan konseling
kepada ibu yang hamil di usia muda, atau ibu yang hamil diluar nikah, ataupun korban
perkosaan, maupun ibu hamil dengan paritas yang tinggi, untuk tidak sembarangan
melakukan aborsi baik itu dengan cara apapun. Karena jika tidak sesuai dengan prosedur atau
dengan dokter spesialis yang ahli, ibu akan mengalami resiko yang tinggi, bisa perdarahan
hingga kematian. Tidak hanya kematian, jika selamat, resiko hukum yang mengintai.

DAFTAR PUSTAKA

WHO. (2011). Unsafe abortion: global and regional estimates of the incidence of
unsafe abortion and associated mortality in 2008. Retrieved August 13,
2017, from World Health Organization: http://www.who.int. Jurnal Diakses
pada 17 Juni 2018.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl840/penerapan-hukum-pidana-dalam-
aborsi-ilegal

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a152c3faed27/ketentuan-aborsi-bagi-
korban-pemerkosaan/

Anda mungkin juga menyukai