Anda di halaman 1dari 23

KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN (KUP):

PEMERIKSAAN, PENYIDIKAN DAN PENAGIHAN, KEBERATAN,


BANDING, GUGATAN PENINJAUAN KEMBALI

Tugas Ini Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Perpajakan

Dosen pengampu: Eko Priyojadmiko, S.E.I., M.E.

Disusun Oleh :

Eka Ratnasari(18411527)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAMINSTITUT ILMU

AL-QUR’AN AN-NUR YOGYAKARTA

1
2021

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang mana telah melimpahkan berbagai
rahmat, nikmat, juga kesehatan jasmani dan rohani, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Ketentuan Umun dan Tatacara Perpajakan
(KUP): Pemeriksaan, Penyidikan, dan penagihan, Keberatan, Banding, Gugatan
Peninjauan Kembali” ini dengan tepat waktu. Sholawat seiring salam tidak luput
kami haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. yang sangat kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Aamiin. Makalah ini disusun bertujuan
untuk melengkapi tugas mata kuliah Perpajakan, dan juga sebagai salah satu
acuan untuk memahami perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis juga menyampaikan banyak terimakasih kepada Dosen pengampu mata


kuliah dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada diri penulis dan
khususnya dalam makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
dari pembaca sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan juga menambah
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Banyuwangi, 25 Oktober 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan
tingkat kehidupan social ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi
kegotong-royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang
telah dicapai. Sistem perpajakan yang lama tersebut belum dapat
menggerakkan peran dari semua lapisan subjek pajak yang besar peranannya
dalam mengahasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan gunu
mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh
karena itu, pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru yaitu dengan
lahirnya udang-undang perpajakan baru, yang terdiri atas: UU No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan dan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan UU No. 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di
dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan
menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-
undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada
prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam
undang-undang pajak yang bersangkutan telah mangatur sendiri mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Pemeriksaan Pajak?
2. Bagaimana cara Penyidikan Pajak?

3
3. Apa yang di maksud dengan STP, SKP dan bagaimana prosedur dalam
SKP?
4. Bagaimana penagihan dengan surat paksa?
5. Apa sajakah sanksi-sanksi perpajakan?
6. Apa saja yang termasuk kedalam syarat Keberatan?
7. Apa yang termasuk dalam keberatan hasil pemeriksaan?
8. Bagaimana peraturan dasar dalam peradilan?
9. Bagaimana pembahasan mengenai proses banding/gugatan di peradilan
pajak?
10. Apa yang harus dilakukan dalam peninjauan kembali ke MA?
11. Bagaimana melakukan penghitungan dan memiliki keterampilan dalam
memecahkan masalah pajak?
C. TUJUAN
Mengetahui apa itu pemeriksaan pajak, Penyidikan Pajak, STP, SKP dan
bagaimana prosedur dalam SKP, penagihan dengan surat paksa, sanksi-sanksi
perpajakan, syarat Keberatan, keberatan hasil pemeriksaan, peraturan dasar
dalam peradilan, pembahasan mengenai proses banding/gugatan di peradilan
pajak, peninjauan kembali ke MA, dan melakukan penghitungan dan memiliki
keterampilan dalam memecahkan masalah pajak.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Dasar Hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-
Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang No. 16 Tahun 2009.
a. Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelola
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
a. Sasaran Pemeriksaan
Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk
mencari adanya:
1) Interpretasi undang-undang yang tidak benar
2) Kesalahan hitung
3) Penggelapan secara khusus dari penghasilan
4) Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
b. Kriteria, Ruang Lingkup, dan jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Selain itu, juga dapat
dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak.
2) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan
lebih bayar.

5
3) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan
rugi.
4) Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
likuiditas, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-selamanya.
5) Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode
pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
6) Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan tetapi melampauai jangka waktu yang telah ditetapkan
dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan analisis risiko.
7) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk
dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan


ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan dapat meliputi
penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan
tujuan pemeriksaan. Pameriksaan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut:

1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang


dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi.
2) Penghapusan Nomor Wajib Pajak selain yang dilakukan berdasarkan
Verifikasi sebagiamana diatur dalam Peraturan Mentri Keuangan yang
mengatur mengenai tata cara Verifkasi.
3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tata cara Verifikasi.
4) Wajib Pajak mengajukan keberatan.

6
5) Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan
penghasilan neto.
6) Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil.
b. Penyidikan Pajak
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tidak pidana di bidang perpajakan
yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Penyidikan tindak pidana bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8/1981 tentang KHUAP.
a. Penyidik
Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Wewenang Penyidik
1) Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
2) Meneliti, mencari, dan mengumpulksn keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaraan perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
4) Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut.
5) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

7
6) Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa.
7) Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan.
8) Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
9) Menghentikan penyidikan
10) Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidik tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Kewajiban Penyidik
Penyidik sebagaimana memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil peyidikannya kepada penuntut umum melalui
penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana.
c. STP, SKP dan Prosedur dalam SKP

Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

a. Penerbitan STP
STP dikeluarkan apabila:
1) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
2) Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
3) Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi
tidak tepat waktu.

8
5) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
tidak mengisi faktur pajak secara lengkap (selain: Identitas Pembeli,
nama dan tanda tangan).
6) Pengusaha Kena Pajak maelaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan
masa penerbitan faktur pajak.
7) Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi yang telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
Ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
b. Fungsi STP
1) Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terhutang menurut SPT Wajib
Pajak
2) Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda
3) Alat untuk menagih pajak
c. Sanksi administrasi STP
1) Jumlah Kekurangan pajak yang terutang (poin 2a dan 2b) ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk
paling lama 24 bulan, dihitung sejak terutangnya pajak dan/atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya surat tagihan pajak.
2) Terhadap pengusaha atau pengusaha kena pajak (poit 2d, 2e atau 2f)
selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi adminsitrasi
berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak.
3) Terhadap pengusaha kena pajak (poin 2g) dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan surat keputusan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal
penerbitan surat tagihan pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
d. Kekuatan Hukum STP

9
STP (surat tagihan pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga
dilakukan dengan surat paksa.

Surat Ketetapan Pajak (SKP)


Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No.
28 Tahun 2007, Pasal 1 nomor 15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan
yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu
berdasarkan keputusan Ditjen Pajak, pihak yang berkuasa mengeluarkan surat
tersebut adalah Kantor Pajak Pratama (KPP) dan dikeluarkan berdasarkan
hasil pemeriksaan pajak.
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No.
28 Tahun 2007, Pasal 1 nomor 15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan
yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu
berdasarkan keputusan Ditjen Pajak, pihak yang berkuasa mengeluarkan surat
tersebut adalah Kantor Pajak Pratama (KPP) dan dikeluarkan berdasarkan
hasil pemeriksaan pajak.
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan Undang-Undang
RI No. 16 Tahun 2000, surat tagihan pajak ini akan diterbitkan jika:
1) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
2) Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah
hitung.

10
3) Terkena sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4) Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya namun tidak melaporkan
kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
namun membuat faktur pajak.
6) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak
membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat
waktu, atau tidak mengisinya secara lengkap.
Jika wajib pajak mendapat surat tagihan karena alasan 1 dan 2, jumlah
kekurangan pajak terutang yang tercantum dalam surat tersebut ditambah
dengan bunga sebesar 2% sebulan untuk maksimal 24 bulan. Waktu
tersebut terhitung sejak terutangnya pajak, atau bagian tahun pajak, atau
tahun pajak sampai terbitnya surat tagihan pajak.
Jika penerima surat tagihan pajak merupakan pengusaha (seperti yang
disebutkan pada poin 4, 5, 6) akan dikenakan denda sebesar 2% dari dasar
pengenaan pajak.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah
surat yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat
ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.
Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang
atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari
waktu yang telah ditentukan, adanya salah hitung terkait Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang.
Selengkapnya tentang SKPKB dapat Anda baca di artikel berikut.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

11
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Secara
sederhana, SKPLB diterbitkan karena wajib pajak lebih membayar pajak
terutang dari yang seharusnya.
SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari wajib pajak
dengan ketentuan: Jumlah kredit pajak pada Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM), lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau sudah
dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
Penerbitan surat ini dilakukan setelah dilakukannya pemeriksaan atas
permohonan, paling lambat 12 bulan terhitung sejak surat permohonan
diterima atau sesuai dengan keputusan Ditjen Pajak. Jika terlambat
diterbitkan, wajib pajak berhak menerima imbalan bunga 2% sebulan
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan setelah Ditjen Pajak
melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN diterbitkan
untuk:
1) Pajak Penghasilan jika jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang
terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
2) Pajak Pertambahan Nilai jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah
pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara
jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.

12
3) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang
dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak
terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

e. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 15 ayat 1 dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan
ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan bahwa
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu
5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.
SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun, dengan jumlah
pajak terutang yang harus dibayar ditambah 100% sebagai sanksi
administrasi. Jika sudah melewati jangka waktu tersebut dan wajib pajak
belum membayar kekurangan pajak, akan ada tambahan sanksi sebesar
48% dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar.

Prosedur dalam SKP

13
a. Setelah SOP Tata Cara Pemeriksaan, Anggota Tim Pemeriksa melakukan
input data Nota Penghitungan Pajak, mencetak konsep Nota Penghitungan
Pajak dan menyampaikannya kepada Ketua Tim Pemeriksa.
b. Ketua Tim Pemeriksa meneliti dan memaraf konsep Nota Penghitungan
Pajak kemudian meneruskannya kepada Ketua Kelompok Pemeriksa.
c. Ketua Kelompok Pemeriksa meneliti, menyetujui dan memaraf konsep
Nota Penghitungan Pajak kemudian meneruskannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
d. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti dan memaraf konsep Nota
Penghitungan pajak dan selanjutnya menyampaikan kepada Kepala Seksi
Pelayanan.
e. Kepala Seksi Pelayanan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk
mencetak Surat Ketetapan Pajak. Surat Ketetapan Pajak diterbitkan dalam
rangkap 4 (dalam hal yang diterbitkan adalah SKPN atau SKPLB) atau
rangkap 5 (dalam hal yang diterbitkan adalah STP, SKPKB atau
SKPKBT) yaitu: Lembar ke-1: untuk Wajib Pajak Lembar ke-2: untuk
Seksi Penagihan (dibuat dalam hal STP, SKPKB dan SKPKBT) Lembar
ke-3: untuk Seksi Pengawasan dan Konsultasi Lembar ke-4: untuk arsip
Seksi Pelayanan Lembar ke-5: untuk seksi/unit pembuat Nota
Penghitungan.
f. Pelaksana Seksi Pelayanan melakukan pencetakan Surat Ketetapan Pajak
dan menyampaikannya ke Kepala Seksi Pelayanan.
g. Surat Ketetapan Pajak yang sudah dicetak diparaf oleh Kepala Seksi
Pelayanan kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
h. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menandatangani Surat Ketetapan Pajak.
i. Proses dilanjutkan ke SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen WP dan
SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
j. Proses selesai.
d. Penagihan dengan Surat Paksa
Penagihan

14
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari
semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Jurusita Pajak melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan
Seketika dan Sekaligus. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
diterbitkan apabila:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
atau berniat untuk itu.
b. Penanggung Pajak memindahkan tangankan barang yang dimiliki atau
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usahanya, atau
memindah tangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya.
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
e. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Surat Paksa
Pengertian surat paksa telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-
undang no. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang
berbunyi: Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Sedangkan menurut Rusdji (2005:25), yaitu surat yang
diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan
tanggal jatuh tempo.
Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak
melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung
Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayarannya.

15
Sebagai surat yang mempunyai kuasa hukum yang pasif, tentu memiliki cirri-
ciri dan kriteria tersendiri. Dalam Undang-undang no. 19 tahun 2000 sebagai
perubahan atas Undang-undang no.19 tahun 1997 Pasal 7 ayat 1 menyebutkan
bahwa fisik dari surat paksa sendiri di bagian kepalanya bertuliskan “Demi
Keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnyaharus
memuat:
1) Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2) Dasar penagihan
3) Besarnya utang pajak
4) Perintah untuk membayar
Surat Paksa diterbitkan apabila:
1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya
telahditerbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang
sejenis.
2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketikadan
sekaligus.
3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
1) Penanggung pajak
2) Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak
dapat dijumpai.
3) Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi
4) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

16
1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal.
2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila
Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang.
Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 2×24
jam setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat
perintah melaksanakan penyitaan. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak
mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa dan apabila Wajib Pajak
dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas
atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan
bubar atau dalam likuidasi,Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan
yang dibebani untukmelakukan pemberesan atau likuidator.
e. Sanki Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau
bias dengan kata lain sanki perpajakan merupakan alat pencegah (preventif)
agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dengan 2 sanksi:
1) Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa
bunga dan kenaikan.
2) Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan dan suatu alat terakhir atau benteng
hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
f. Syarat Keberatan
Syarat Pengajuan Keberatan:
1) Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
2) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
3) Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas
4) Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan
Wajib Pajak.

17
5) 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak,
untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak
6) Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat
Keberatan disampaikan.
g. Keberatan Hasil Pemeriksaan
Keberatan
a. Tata Cara Penyelesaian Keberatan
1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk Surat Keberatan
sebagaimana dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
2) Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alas an-alasan yang menjadi dasar penghitungan.
3) 1 surat keberatan diajukan hanya untuk 1 surat ketetapan pajak, untuk
1 pemotongan pajak, dan/atau untuk 1 pemungutan pajak.
4) Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan.
5) Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim Surat
Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan, atau pemungutan
pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dalam menunjukkan

18
bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur).
6) Surat keberatan ditandangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditanda tangani oleh bukan Wajib Paja, surat keberatan
tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
c. Dalam hal Wajib Pajak sejak mengajukan keberatan atas surat ketetapan
pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
h. Peraturan dasar dalam Peradilan
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang menjalankan kekuasaan
kehakiman di Indonesia bagi masyarakat yang ingin menyelesaikan sengketa
perpajakan.
Dasar Hukum Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
adalah kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997.
i. Pembahasan Proses Banding/Gugatan diperadilan Pajak
Tata cara penyelesaian Banding
1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya pada badan-
badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2) Putusan Peradilan Pajak merupakan putusan peradilan khusus
dilingkungan peradilan tata usaha negara.
3) Permohonan banding diajukan paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan
Keberatan diterima, dengan cara:
a. Tertulis dalam Bahasa Indonesia
b. Mengemukakan alasan-alasan yang jelas
c. Melampirkan Salinan Surat Keputusan Keberatan
4) Jumlah pajak wajib yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan
banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan
Banding diterbitkan.

19
5) Apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib
Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
6) Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan
pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang
meyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
b. Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Lebih Bayar
dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keb
j. Peninjauan Kembali ke MA
Pengetian Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali adalah salah satu tugas Mahkamah Agung yang terdapat
dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c Undang-Undang No14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya dengan
Undang-Undang No.3 Tahun 2009 (UU MA) yang berbunyi:
“MA bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan
peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hokum tetap.”
UU Pengadilan Pajak tidak merumuskan secara jelas definisi dari
peninjauan kembali. Namun, definisi peninjauan kembali dapat ditemukan
dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Pengajuan Permohonan Kembali Putusan Pengadilan Pajak (PERMA No.
7/2018).

20
Sesuai Pasal 1 Angka 3 PERMA No. 7/2018, permohonan peninjauhan
kembali adalah upaya hukum luar biasa kepada Mahkamah Agung untuk
memeriksa dan memutus kembali putusan Pengadilan Pajak.
Secara sederhana, peninjauan kembali atau biasanya disingkat PK dalam
konteks pajak merupakan suatu upaya hokum yang dapat ditempuh pihak-
pihak yang bersengketa (wajib pajak maupun otoritas pajak) untuk meninjau
kembali suatu putusan Pengadilan Pajak yang telah berkekuatan hokum tetap.
Hal tersebut juga bertujuan untuk menjamin hak asasi manusia (HAM)
yang seluas-seluasnya sesuai dengan Pasal 28D UUD 1945 yang berbunyi,
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
Cakupan Peninjauan kembali
Mengenai cakupan peninjauan kembali dalam lingkungan pengadilan pajak,
UU Pengadilan Pajak menetapkan peninjauan kembali dapat dilakukan
terhadap putusan-putusan pengadilan pajak.
Sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, putusan Pengadilan
Pajak dapat berupa putusan menolak, mengabulkan sebagian atau seluruhnya,
menambah pajak yang harus dibayar, membetulkan kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung, dan/atau membatalkan.
Selain itu, perlu dipahami dalam lingkungan pengadilan pajak, berdasarkan
Pasal 80 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, permohonan peninjauan kembali
terhadap suatu putusan hanya dapat diajukan sebanyak satu kali saja pada
setiap putusan.
Namun, Mahkamah Agung akhirnya menerbitkan Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2014 tentang pengajuan Permohonan Peninjauan
Kembali dalam Perkara Pidana. Dalam SEMA ini diatur PK hanya bisa
dilakukan satu kali. SEMA ini sekaligus mengesampingkan Putusan
Mahkamah Konstitusi. Artinya, Mahkamah Agung telah mengukuhkan PK
yang dapat dilakukan satu kali.

21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah tentang


Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP): bahwa Pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelola data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. SedangkanPenyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tidak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
Adapun Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan
pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan Undang-Undang RI
No. 16 Tahun 2000, surat tagihan pajak ini akan diterbitkan jika:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
b. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah
hitung.
c. Terkena sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-UndangPajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya namun tidak melaporkan
kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

22
e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak namun
membuat faktur pajak.
f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak
membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat
waktu, atau tidak mengisinya secara lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2019. PERPAJAKAN. Yogyakarta. Penerbit Andi.

https://www.online-pajak.com/seputar-pajakpay/5-jenis-surat-ketetapan-pajak

https://sipp.menpan.go.id/pelayanan-publik/kementerian-keuangan/direktorat-
jenderal-pajak/kantor-wilayah-direktorat-jenderal-pajak-bali/kantor-
pelayanan-pajak-madya-denpasar/penerbitan-surat-ketetapan-pajak

https://satvika.co.id/news/penagihan-pajak-dengan-surat-paksa-ppsp.html

https://taxcenter.vokasi.unair.ac.id/2020/12/02/artikel-tax-edu/

https://accounting.binus.ac.id/2019/12/18/pengadilan-pajak/#:~:text=Dasar
%20Hukum%20Pengadilan%20Pajak,Undang%20Nomor%2017%20Tahun
%201997.

23

Anda mungkin juga menyukai