Anda di halaman 1dari 7

AUDIT KERTAS KERJA / WORKSHEET AUDIT

A. FUNGSI KERTAS KERJA AUDIT

Kertas Kerja Audit merupakan dokumentasi yang disusun oleh auditor dalam sebuah
proses audit yang terdiri dari:

1. Prosedur audit yang dilakukan;

2. Pengujian yang dilakukan;

3. Sumber informasi dan bukti audit yang diperoleh; dan

4. Kesimpulan yang diambil atas proses audit yang dilakukan

Kertas Kerja Audit (KKA) dapat meliputi skedul (daftar), analisa, memorandum, surat
konfirmasi, surat pernyataan, salinan atas dokumen dan perjanjian penting, komentar yang dibuat
atau diperoleh auditor, rekap, dan laporan yang disiapkan oleh klien dan diperiksa oleh auditor.
Dalam KKA auditor mengungkapkan dokumen-dokumen sumber yang diperiksa, bukti bukti
audit yang diperoleh, dan prosedur-prosedur audit yang dilaksanakan, serta opini auditor untuk
masing-masing akun yang diaudit.

KKA berfungsi sebagai alat untuk membantu auditor dalam melaksanakan pekerjaannya.
Melalui penyusunan KKA, auditor dapat mendokumentasikan proses dan hasil audit.
Dokumentasi ini akan digunakan sebagai pendukung opini yang diberikan oleh auditor. Auditor
akan mengumpulkan data dari berbagai sumber, kemudian menganalisis dan meringkas data
tersebut dalam KKA, dan berdasarkan data tersebut auditor membuat laporan audit.

Berikut adalah beberapa fungsi KKA:

1. KKA sebagai dasar pemberian opini audit atas laporan keuangan.

Standard pekerjaan lapangan mengharuskan auditor untuk memperoleh bukti audit


kompeten yang cukup untuk mendukung opininya atas laporan keuangan (SPAP SA
Seksi 326). Dalam hal ini, KAA berfungsi sebagai pendukung dalam pemberian opini
audit, dan sebagai bukti auditor telah melaksanakan audit secara memadai sesuai SPAP.
2. KKA sebagai dasar bagi auditor untuk mengambil kesimpulan dan menunjukan
kompetensi hasil audit yang dilakukannya.

Jika pekerjaan atau pertimbangan auditor dipertanyakan oleh pihak tertentu di kemudian
hari, maka auditor tidak dapat mendukung kesimpulannya atau memberikan apa alasan
yang melandasi kesimpulan tersebut tanpa didukung dengan KKA.

3. KKA sebagai dasar supervisi dan evaluasi pekerjaan yang dilakukan anggota tim.

KKA berfungsi sebagai dasar untuk menilai kualitas pekerjaan yang dilaksanakan dan
kompetensi anggota tim audit. Dengan adanya KKA, supervisor dapat mengetahui
penalaran, logika dan seberapa kuat anggota tim audit dalam melaksanakan pemeriksaan
atas akun-akun laporan keuangan.

4. KKA sebagai panduan dalam melaksanakan audit tahun-tahun berikutnya.

Auditor dapat menggunakan KAA sebagai acuan dalam melaksanakan penugasan


berikutnya, seperti: pemahaman bisnis klien, catatan dan kebijakan akutansi klien,
masalah masalah audit tahun sebelumnya; saran perbaikan yang diberikan kepada klien
dan hal-hal lainnya yang yang harus diperhatikan auditor dalam menyiapkan program
audit dan dalam merencanakan pelaksanaan prosedur audit untuk audit tahun berikutnya.

B. BENTUK DAN ISI KKA

Bentuk dan isi KKA harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi
masing-masing auditor. Informasi yang dimasukkan dalam dokumentasi pemeriksaan
menggambarkan catatan penting mengenai pekerjaan yang dilaksanakan oleh auditor sesuai
standard dan simpulan auditor. Kuantitas, jenis, dan isi KKA didasarkan atas pertimbangan
profesional auditor.

SA Seksi 339 Kertas Kerja, Paragraf 05, menyatakan bahwa “kertas kerja harus cukup
memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain
yang dilaporkan serta standard pemeriksaan yang dapat diterapkan telah diaksanakan oleh
auditor”. Sedangkan menurut Mulyadi (2002), isi kertas kerja biasanya berisi dokumen yang
memperlihatkan:
1. Telah dilaksanakannya standard pekerjaan lapangan pertama, yaitu pemeriksaan telah
direncanakan dan disupervisi dengan baik.

2. Telah dilaksanakannya standard pekerjaan lapangan kedua, yaitu pemahaman memadai


atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat,
saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.

3. Telah dilaksanakannya standard pekerjaan lapangan ketiga, yaitu bukti audit telah
diperoleh, prosedur audit telah diterapkan dan pengujian telah dilaksanakan, yang
memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditor.

Oleh karena itu, kertas kerja harus dapat menggambarkan prosedur-prosedur apa saja
yang telah dilakukan oleh auditor dalam mencapai tujuan audit. Kertas kerja sebaiknya tidak
hanya mendokumentasikan langkah-langkah audit di lapangan tetapi juga mendokumentasikan
perencanaan audit serta pelaporan, sehingga terlihat hubungan antara perencanaan audit,
pelaksanaan audit di lapangan dan pelaporan hasil audit.

C. KELENGKAPAN BUKTI PEMERIKSAAN DALAM KKA

Kertas Kerja Audit berguna sebagai alat bertahan dan pembuktian bagi auditor terhadap
tunturan pengadilan jika terjadi kelalaian arau penyelewengan yang dituduhkan kepada auditor
dan juga sebagai alat untuk menetapkan apakah semua informasi penting yang dikumpulkan
telah memenuhi syarat untuk menjadi bahan laporan hasil audit. Reviu atas kelengkapan alat
bukti dalam KKA dilakukan untuk menguji apakah KKA telah mencerminkan penerapan
standard audit dan prosedur audit yang dijalankan. Di samping itu, reviu KKA juga untuk
memastikan bahwa simpulan hasil audit telah didukung dengan bukti-bukti audit yang lengkap
baik materi bukti audit maupun jumlahnya.

KKP harus dibuat secara teratur, hati-hati, bersih, dan teliti agar mudah dimengerti oleh
pengawas dan penanggung jawab yang mereviu KKP dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa:

1. Program pemeriksaan telah dilaksanakan dengan tepat.

2. Pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan standard.


3. Laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standard akuntansi yang berlaku.

SA Seksi 339 Kertas Kerja, Paragraf 03, mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut:
“kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur
audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan
simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya.” Sedangkan, Pedoman Manajemen
Pemeriksaan 2002 menyatakan bahwa Kertas Kerja Pemeriksa (KKP) adalah catatan-catatan
yang dibuat dan data yang dikumpulkan oleh auditor secara sistematis pada saat melaksanakan
tugas pemeriksaan. Catatan yang dibuat harus mencerminkan pekerjaan yang telah dilaksanakan,
metode, prosedur dan teknik pemeriksaan, simpulan dibuat dan saran yang dirumuskan.

Maksud dan tujuan pembuatan KKP adalah agar semua kegiatan pemeriksaan tercatat,
terekam, dan terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat dijadikan dasar dan bukti yang dapat
disimpulkan dan dikomunikasikan melalui laporan hasil pemeriksaan kepada pihak pemakai
laporan, dan pihak yang diperiksa.

Mengingat pentingnya peranan kertas kerja dalam mendukung laporan hasil auditor
diwajibkan untuk menyusun kerja dengan sebaik-baiknya. Kewajiban untuk menyusun kertas
kerja tertuang dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dalam Pernyataan Standar
Pemeriksaan (PSP) tambahan kelima Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan dengan Tujuan
Tertentu dan PSP keempat Pemeriksaan Kinerja menyatakan bahwa “Pemeriksaan harus
mempersiapkan dan memelihara mentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksa.
Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor yang
berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan auditor tersebut dapat memastikan
bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan
dan simpulan auditor. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan
rekomendas pemeriksaan”.

D. KARAKTERISTIK KKP
Karakteristik yang harus dimiliki KKA adalah harus lengkap dan akurat, jelas dan
singkat, mudah dipersiapkan, mudah dimengerti dan berurutan, relevan, terorganisasi dalam
struktur yang konsisten, dan mudah direviu. Berikut penjelasannya:
1. Lengkap dan Akurat.

Kertas kerja harus lengkap dan akurat. Kertas kerja harus memberikan dukungan yang
memadai terhadap temuan, simpulan dan saran, serta menggambarkan sifat dan lingkup
pengujian yang dilaksanakan.

2. Jelas dan Singkat.

Kertas kerja harus jelas dan singkat. Tanpa penjelasan semua orang yang menggunakan
kertas kerja harus dapat memahami tujuan, sifat dan lingkup pekerjaan yang dilakukan
dan simpulan yang dicapai. Kertas kerja harus berisi pula ringkasan, indeks, petunjuk
silang (cross-reference) dari dokumen yang terkait.

3. Mudah Dipersiapkan.

Kertas kerja harus mudah untuk dibuat. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan
jadwal organisasi, peralatan standar yang belum dicetak, dan format standar kertas kerja
yang dihasilkan dengan menggunakan database atau Word Processor.

4. Mudah Dimengerti dan Berurutan.

Kertas kerja harus rapi dan mudah dipahami. Jika tidak, kegunaan kertas kerja, dalam
pembuatan laporan akan terbatas, dan kertas kerja itu akan kehilangan nilainya sebagai
bukti pemeriksaan.

5. Relevan.

lnformasi yang terdapat dalam kertas kerja harus dibatasi hanya untuk hal-hal yang secara
material penting, mendasar dan berguna dengan tujuan yang ditetapkan dalam penugasan.

6. Terorganisasi Dalam Struktur.

Kertas kerja harus diorganisasikand an menuju struktur konsisten. Hal ini dimudahkan
dengan indeks yang logis mudah diikuti. Pengisian dan pemberian indeks kertas kerja
dibuat untuk meningkatkan efesiensi sistem penunjuk silang yang membantu
menghindari terjadinya pengulangan informasi sesuai dengan file. Seluruh dokumen
pendukung harus dilakukan petunjuk silang dengan kertas kerja yang terkait, yang
diperlukan dan juga rencana pemeriksaan. Hal ini akan memudahkan akses terhadap
semua informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan. penting juga untuk memberi indeks
dan petunjuk silang atas informasi yang ada pada media magnetik yang berkaitan dengan
pemeriksaan. Manajer audit harus mencari kegunaan database, penelitian dalam paket
word processing, atau paket perangkat lunak lainnya, untuk membantu penyimpanan dan
pemanggilan kembali informasi.

7. Mudah Untuk Direviu.

Ketika menyiapkan kertas kerja, kegunaan akhir kertas kerja itu harus selalu diingat. Hal
ini meliputi penyusunan dasar bagi temuan pemeriksaan dan saran-saran serta
memudahkan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pihak yang berwenang.

E. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan KKA adalah sebagai berikut:

1. KKA harus dibuat secara teliti, lengkap dan mutakhir agar dapat mendukung temuan,
simpulan dan saran yang diajukan oleh tim auditor. Untuk meyakinkan bahwa KKA yang
dibuat oleh auditor merupakan KKA yang paling up to date maka KKA harus diberi
tanggal dan diparaf oleh pembuat KKA. KKA biasanya diberi kolom untuk Indeks serta
nama pembuat KKA dan orang yang mereviu KKA tersebut.

2. KKA dibuat secara jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak diperlukan penjelasan
lisan tambahan dari tim auditor. Dengan demikian pembaca atau pengguna KKA segera
dapat memahami tujuan penyusunan dan materi KKA. Setiap prosedur atau langkah audit
yang dilakukan oleh auditor harus didokumentasikan dalam kertas kerja.

3. KKA harus tersusun dengan rapi dan mudah dibaca, sehingga tidak memerlukan banyak
waktu untuk mempelajari dan menyusun hasil pemeriksaan.

4. KKA harus berhubungan erat dengan masalah temuan pemeriksaan, dan dibatasi pada
masalah yang memiliki nilai penting. Oleh karena itu, KKA harus punya Indeks dan tidak
boleh ada KKA yang Indeksnya sama. Untuk menunjukkan hubungan antara KKA yang
satu dengan yang lain maka diperlukan petunjuk silang. Dalam satu KKA tidak boleh ada
dokumen yang sama, kalau satu dokumen digunakan untuk mendukung beberapa hasil
audit maka cukup mencantumkan petunjuk silangnya saja.
5. Kewajiban penyusun KKA ada pada anggota tim, sedangkan reviu ada pada ketua tim.
Meskipun kewajiban menyusun KKA ada pada anggota tim, ketua tim juga wajib
mendokumentasikan langkah-langkah audit yang dilakukannnya. Oleh karena itu, setiap
memberikan reviu kepada anggota tim, ketua tim harus mendokumentasikan hal tersebut.

F. KEPEMILIKAN DAN KERAHASIAAN KERTAS KERJA

SA Seksi 339 Kertas Kerja, Paragraf 06, mengatur bahwa kertas kerja adalah milik
Kantor Akuntan Publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Sedangkan kertas kerja
pemeriksa sektor publik menjadi hak milik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK-RI).

Oleh karena itu, organisasi pemeriksaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang
wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumentasi pemeriksaan selama waktu tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sesuai
dengan SA Seksi 339 Paragraf 08, mengatur bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai
untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10 tahun
sehingga dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan yang berlaku
mengenai penyimpanan dokumen.

Organisasi auditor harus menjaga dengan baik kerahasiaan KKA yang berkaitan dengan
seriap pemeriksaan. Organisasi auditor harus mengembangkan kebijakan dan kriteria yang jelas
guna menghadapi situasi bila ada permintaan dari pihak ekstern yang meminta akses terhadap
dokumentasi, khususnya yang bergabung dengan situasi dimana pihak ekstern mencoba untuk
mendapatkannya secara tidak langsung kepada auditor mengenai hal-hal yang tidak dapat
mereka peroleh secara langsung dari entitas yang diperiksa.

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik 301 memuat aturan yang berkaitan dengan
kerahasiaan kertas kerja “anggota kompartemen akuntan publik tidak diperkenankan
mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien”.

Anda mungkin juga menyukai