Anda di halaman 1dari 12

Nama : PIPI MARDIATI

Kelas : 2A

NIM: 203210225

Tugas : KMB 2

1. Definisi

HIV atau human immunodeficiency virus disebut sebagai retrovirus yang membawa materi genetik dalam
asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam deoksibonukleat (DNA). HIV disebut retrovirus karena
mempunyai enzim reverce transcriptase yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang
berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA.(Widyanto & Triwibowo, 2013).

AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome didefinisikan kumpulan penyakit dengan karakteristik
defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan merupakan stadium akhir infeksi HIV (Widyanto &
Triwibowo, 2013). Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA amat rentan
dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit (Rendy & Margareth, 2012).

2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh HIV yaitu suatu retrovirus pada manusia yang termasuk dalam keluarga lentivirus.
secara genetik HIV dibedakan menjadi dua, tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Keduanya merupakan virus yang menginfeksi sel T-CD4 yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi
untuk HIV. (Widyanto & Triwibowo, 2013). AIDS disebabkan oleh HIV yang dikenal dengan retrovirus
yang di tularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. (Rendy & Margareth,
2012).

3. Manifestadi klinis

Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk mendiagnosis HIV berdasarkan WHO.
(Nursalam & Kurniawati, 2009) a. Gejala Mayor yaitu penurunan berat badan, diare lebih dari 1 bulan
(kronis/berulang), demam, dan tuberkulosis. b. Gejala Minor yaitu kandidiasis oral, batuk, pnemonia, dan
infeksi kulit.

4. Prognosis
Penderita HIV yang tidak mendapatkan penanganan, memiliki prognosis yang buruk, dengan
tingkat mortalitas > 90%. Rata-rata jangka waktu sejak infeksi hingga kematian adalah 8-10
tahun (tanpa intervensi ARV).

Terapi ARV membantu mengontrol dan mengurangi replikasi HIV hingga aktivitas virus (viral
load) tidak terdeteksi dalam darah melalui pemeriksaan laboratorium, sehingga memberi
kesempatan untuk tubuh melakukan restorasi dari sistem imun hingga mencapai tingkat aman
dan menghindari progresifitas HIV. Terapi ARV juga mengurangi tingkat transmisi dan
penularan dari HIV, terutama melalui paparan darah maupun hubungan seksual.

Tanpa pemberian terapi ARV, penderita infeksi HIV akan dapat mengalami penurunan sistem
imun secara konstan sehingga dapat mencapai kondisi yang dikenal sebagai AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) yang umumnya ditandai dengan timbulnya berbagai infeksi
oportunistik dan dengan kadar sel CD4 <200/µl.[4,6]

5. Pemeriksaan fisik

a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.

b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis,
samnolen, stupor bahkan coma.

c. Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi
meningkat Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat Suhu :Biasanya ditemukan
Suhu tubuh menigkat karena demam.

d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB : Biasanya tidak mengalami
peningkatan (tinggi badan tetap)

e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika

f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek pupil
terganggu,

g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.

h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang
menunjukkan kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur Cryptococcus neoformans),
biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,

j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan

k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea).

l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif

m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi).

n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral dingin.

6. pemeriksaan penunjang

1. Tes Laboratorium Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV.

B. Neurologis EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

C. Tes Lainnya

a) Sinar X dada Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain

b) Tes Fungsi Pulmonal Deteksi awal pneumonia interstisial

c) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.

d) Biopsis Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

e) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

2. TesHIV

3. USG Abdomen

4. Rongen Thorak

7. pemeriksaan diasnogtik
Tes atau pemeriksaan laboratorium kini digunakan untuk mendiagnosis HIV dan mengatasi
perkembangan penyakit serta resposnya terhadap terapi pada orang yang terinfeksi HIV.

1. Tes antibodi HIV Ada tiga buah tes untuk memastikan keberadaan antibodi terhadap HIV dan
membantu mendiagnosis infeksi HIV. Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Mengidentifikasi antibodi yang secara fisik ditujukan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak mendiagnosis
penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseorang pernah terkena atau terinfeksi oleh virus HIV.
Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut sebagai orang yang seropositif.
Pemriksaan Western blot assay merupakan tes lainnya yang dapat mengenali antibodi HIV dan digunakan
untuk memastikan seropositifitas seperti yang immunofluorescence assay (IFA) kini digunakan oleh
sebagian dokter sebagai teridentifiksi melalui prosedur ELISA. Pengganti tidak langsung Western blot
untuk memastikan seropositivitas. Tes lainnya, yaitu radioimmunoprecipitation assay (RIPA), lebih
mendeteksi protein HIV dibandingkan antibodi.

2. Pelacakan HIV Menentukan langsung keberadaan dan aktivitas virus HIV yang digunakan untuk
melacak perjalanan penyakit tersebut di samping menilai respons terhadap terapinya. Protein inti virus
disebut sebagai p24. Pemeriksaan antigen capture assay p24 sangat spesifik untuk HIV-1.

8. patofisiologi

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai
10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5
tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain
yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu
lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut
limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi.

Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel
virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di
selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit.

Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T
penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit
B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV
akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang
sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah.

Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama
bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan
infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang
berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus
berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS,
jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka
penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung
jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.

b. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare,
infermitten, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di
mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan pada
extremitas, batuk produkti / non.

c.Riwayat Kesehatan

 Riwayat kesehatan sekarang Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,
demam berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.

 Riwayat kesehatan dahulu Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang hilang
timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal (antibody), riwayat kerusakan
respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang sudah lama tidak sembuh.
 Riwayat Keluarga Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui ASI.

Pemeriksaan Fisik

- Aktifitas Istirahat: Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi, kelelahan / malaise,
perubahan pola tidur.

- Gejala subyektif: Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

- Psikososial: Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan perasaan takut,
cemas, meringis.

- Status Mental: Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilanginterest pada
lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi
dan delusi.

- Neurologis: Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk, kejang, paraf
legia.

- Muskuloskletal: Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL

- Kardiovaskuler: Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

- Pernafasan: Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif/non produktif,
bendungan atau sesak pada dada.

- Integument: Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif

Pola aktivitas sehari-hari (ADL)

a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat: Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami
perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat

b. Pola Nutrisi Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah,
nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
c. Pola Eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.

d. Pola Istirahat dan tidur Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu
juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.

e. Pola aktivitas dan latihan Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan.
Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang
menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya
ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

f. Pola presepsi dan konsep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.

g. Pola sensori kognitif Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.

Pemeriksaan Fisik

a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.

b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis,
samnolen, stupor bahkan coma.

c. Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi
meningkat Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat Suhu :Biasanya ditemukan
Suhu tubuh menigkat karena demam.

d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB : Biasanya tidak mengalami
peningkatan (tinggi badan tetap)

e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika

f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek pupil
terganggu,

g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.


h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang
menunjukkan kandidiasi.

i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur Cryptococcus neoformans),
biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,

j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan

k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea).

l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif

m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi).

n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral dingin.

2. diagnosa

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan

2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik

3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan

4. Perubahan eliminasi BAB

5. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi

6. risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan respon imun , kerusakan kulit.

3. intervensi

diagosa noc

ketidakseimbangan nutrisi Tujuan: 1.Kaji adanya alergi makanan


kurang dari kebutuhan tubuh b.d 2.Monitor adanya penurunan
 Nutritional Status :
penurunan nafsu makan berat badan

 Nutritional Status : food and


3.Monitor adanya mual, muntah
Fluid Intake
dan diare
 Nutritional Status: nutrient 4.kolaborasi dengan dokter untuk
Intake Weight control pemasangan NGT 5.Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan
Kriteria hasil:
kalori
 Adanya peningkatan berat
6.Monitor kadar albumin, Hb dan
badan sesuai dengan tujuan
Ht

 Berat badan ideal sesuai


7.Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan tinggi badan  Tidak untuk menentukan jumlah kalori

adanya tanda-tanda malnutrisi dan nutrisi yang dibutuhkan


pasien
 Menunjukan peningkatan
8.Berikan substansi gula
fungsi menelan
9.Berikan makanan yang sudah
 Mampu mengidentifikasi dikonsultasikan dengan ahli gizi.
kebutuhan nutrisi
1.lakukan pengkajian nyeri
Tujuan: secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
Nyeri akut b.d agen injuri fisik  Pain Level,
frekuensi, kualitas dan faktor
 Pain control presipitasi.

 Comfort leve 2.control lingkungan yang dapat


mempengaruhi nyeri, seperti
Kriteria hasil:  suhu ruangan, pencahayaan dan

1.pasien dapat mengontrol kebisingan

nyerinya  3.ajarkan tentang tehnik


nonfarmakologi.
2.skala nyeri berkurang dari skala
6 menjadi skala 4.berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri. 5.ajarkan
3  Klien mengatakan nyeri
teknik relaksasi
sudah berkurang

 Dapat mengenali faktor


penyebab nyeri

Intoleransi aktivitas b.d Tujuan: 1.Monitoring vital sign


penurunan kekuatan otot sebelum/sesudah latihan dan lihat
 Joint Movement : Active
respon pasien saat latihan
 Mobility level 2.Konsultasikan dengan terapi
fisik tentang rencana ambulasi
 Self care : ADLs  Transfer
sesuai dengan kebutuhan 3.Bantu
performance
klien untuk menggunakan

Kriteria hasil: tongkat saat berjalan dan cegah


terhadap cedera
 Klien meningkat dalam
aktivitas fisik 4.Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
 Mengerti tujuan dan ambulasi
peningkatan mobilitas
5.Kaji kemampuan pasien dalam
 Memverbalisasikan perasaan mobilisasi
dalam meningkatkan kekuatan
6.Latih pasien dalam pemenuhan
dan kemampuan berpindah
kebutuhan
 Memperagakan penggunaan
7.ADLs secara mandiri sesuai
alat Bantu untuk mobilisasi
kemampuan

8.Dampingi dan Bantu pasien


saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan

9.ADLs pasien. Berikan alat


bantu jika klien memerlukan.

1. Evaluasi efek samping


pengobatan terhadap
gastrointestinal
Tujuan :
Perubahan eliminasi BAB 2.Ajarkan pasien untuk
 Bowel elimination
menggunakan obat antidiare
 Fluid Balance  Hydration  3.Instruksikan pasien/keluarga
Electrolyte and Acid base untukmencatat warna, jumlah,
Balance frekuenai dan konsistensi dari
feses
KriteriaHasil :
4.Evaluasi intake makanan yang
 Feses berbentuk, BAB sehari
masuk
sekali- tiga hari
5.Identifikasi factor penyebab
 Menjaga daerah sekitar rectal
dari diare
dari iritasi
6.Monitor tanda dan gejala diare
 Tidak mengalami diare
7.Observasi turgor kulit secara
rutin
 Menjelaskan penyebab diare
dan rasional tendakan 8.Ukur diare/keluaran BAB
9.Hubungi dokter jika ada
 Mempertahankan turgor kulit
kenanikan bising usus
10.instruksikan pasien
untukmakan rendah serat, tinggi
protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan stress Monitor
persiapan makanan yang aman

4. implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan
dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus
mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikitnya

5. evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons
pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika
diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah
pencapaian hasil

Anda mungkin juga menyukai