Anda di halaman 1dari 12

EKSEPSI PENASEHAT HUKUM TERDAKWA

Perkara Pidana Nomor : 203/ Pid.Sus/ 2019/ PN PBR

Untuk dan atas nama Terdakwa :

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : AFRIKALDI GAZALI PUTRA Alias ALDI BIN


ZAKARIA (ALM)
Tempat/ tanggal lahir : Pulau Sengkilo, 11 November 1976
Umur : 43 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Pinang Merah, Kel. Maharatu, Kec. Marpoyan
Damai, Kota Pekanbaru

Adalah selaku Terdakwa dalam Perkara Pidana Nomor Reg.


Nomor :
203/ Pid.Sus/ 2019/ PN PBR

Ketua dan mejelis hakim yang terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Sidang yang kami mulyakan.
PENDAHULUAN

Dengan hormat,

Kami yang bertandatangan dibawah ini :

1. ADITYA PRAYOGA

Adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor "Aditya

Prayoga,Sh.MH & Partner", beralamat di JL. Jend Ahmad

Yani II No. 7 Kelurahan Pulau Karam, Kecamatan Sukajadi,

Kotamadya Pekanbaru, Provinsi Riau.

, untuk bertindak baik secara bersama-sama maupun

sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Terdakwa

*Afrikaldi Gazali Putra Abdullah* berdasarkan kekuatan hukum

Surat Kuasa tertanggal 30 Juli 2019 dan telah didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan NegeriPekanbaru di bawah Nomor :

PDM/PEKANBARU/06/2019 mengucapkan terima kasih atas

kesempatan yang diberikan Majelis Hakim kepada kami untuk


mengajukan keberatan/eksepsi terhadap dakwaan saudara Jaksa

Penuntut Umum, bertindak untuk dan atas nama kepentingan

hukum Terdakwa, perlu untuk menyampaikan Eksepsi atas surat

Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Nomor :

PDM/PEKANBARU/06/2019

dan dibacakan pada persidangan pekara a quo.

Merupakan suatu kehormatan bagi kami yang secara


bersama-sama dengan Jaksa
Penuntut Umum dalam menegakkan supremasi hukum,
mendampingi Terdakwa :
Afrikaldi Gazali Putra Bin Abdullah, dimana kami dan Jaksa
Penuntut Umum adalah sama-sama beranjak dari hukum yang
berlaku, namun dalam perkara ini kami berbeda pendapat dengan
Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan Terdakwa didakwa
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud di bawah ini:

DAKWAAN

Melanggar Pasal 76 D jo Pasal 81 ayat (1)Undang-Undang RI


Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
ATAU

KEDUA:

Melanggar pasal 27 ayat (3) UU No. 11 tahun 2012

ATAU

KETIGA:

Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 81 ayat (1) dan pasal 46 Jo. Pasal
8 huruf (a) UU RI No. 23 tahun 2004

Majelis hakim yang terhormat

Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati

Bahwa untuk menyingkat waktu, kami mohon bahwa surat

dakwaan dianggap telah dimuat secara lengkap dalam eksepsi ini.

Kita semua sependapat Sdr. Jaksa Penuntut Umum mempunyai

tugas dan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 6

KUHAP, bahwa setiap perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh

siapapun tidak boleh dibiarkan dan haruslah dilakukan penyidikan


serta pelaksanaan hukumnya tidak boleh ditawar-tawar, dalam arti

siapapun yang bersalah harus dituntut dan dihukum setimpal

dengan perbuatannya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang

menghukum orang yang bersalah merupakan mtuntutan dari

hukum, keadilan dan kebenaran itu sendiri. Sebab jika tidak

dilakukan akan timbul reaksi yang dapat mengoyahkan

sendi-sendi dalam penegakan supremasi hukum. Tetapi di samping

itu, tidak seorangpun boleh memperkosa kaedah-kaedah hukum,

keadilan dan kebenaran untuk maksud-maksud tertentu dan

dengan tujuan tertentu. Begitu pula dalam perkara ini, kita semua

sepakat untuk menegakkan sendi-sendi hukum dalam upaya kita

mengokohkan supremasi hukum yang telah diatur dalam

kaedah-kaedah hukum di dalam KUHAP.

Kegagalan dalam penegakan keadilan (miscarriage of Justice)

adalam merupakan persoalan universal dan actual yang dihadapi

oleh hampir semua bangsa dalam menegakkan system peradilan

pidananya (Criminal Justice System). Seseorang pejabat yang


mempunyai kuasa dan wewenang yang ada padanya untuk

memberikan keadilan, ternyata mengunakan kuasa dan

wewenangnya yang ada padanya justru untuk memberi ketidak

adilan. Demikian parahnya ketidakadilan tersebut, sehingga situasi

hukum di Indonesia digambarkan dalam kondisi DESPERATE,

berada pada titik paling rendah (titik nadir).

Persoalan ini juga merupakan issue penting ditengah upaya

memajukan dan menegakkan hak-hak asasi manusia dan

demokrasi yang merupakan pilar penting dari penegakkan

pemerintahan yang baik (good govemance). Kegagalan dalam

penegakkan keadilan dalam sistem peradilan pidana diulas oleh

Clive Walker; dijelaskan suatu penghukuman yang lahir dari

ketidakjujuran atau penipuan atau tidak berdasarkan hukum dan

keadilan bersifat korosif atau klaim legitimasi Negara yang

berbasis nilai-nilai sistem peradilan pidana yang menghormati

hak-hak individu. Dalam konteks ini kegagalan penegakan

keadilan akan menimbulkan bahaya bagi integritas moral proses


hukum pidana. Lebih jauh lagi hal ini dapat merusak keyakinan

masyarakat akan penegakan hukum;

Bahwa dihadapan majelis Hakim yaitu sebagai “Dominus Litis”

yang tidak berpihak, saat ini ada dua pihak yang berperkara yaitu :

Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut dan Terdakwa Afrikaldi

Gazali Putra Bin Abdullah yang didampingi oleh Penasehat

Hukumnya yang melihat hukum tersebut dari fungsinya yang

berbeda, dan selanjutnya Majelis Hakim memandang kedua belah

pihak sama tinggi dan sama rendah, Majelis hakim memeriksa dan

mengadili perkara ini tanpa mempunyai kepentingan pribadi di

dalamnya;

Dengan demikian, majelis hakim akan dapat menempatkan dirinya

pada posisi yang netral dan tetap eksis sebagai pengayom keadilan

dan kebenaran dalam usaha terwujudnya kepastian hukum

(reachable to legal certainity) seperti yang didambakan oleh

masyarakat secara luas pada waktu ini;


Mengacu kepada maksud yang terkandung dalam Pasal 46 jo
Pasal 8 huruf
a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 , atas nama
Terdakwa Afrikaldi Gazali Putra. Al di, maka kami sampaikan
EKSEPSI/Keberatan atas surat dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut
Umum dengan alasan-alasan yuridis sebagai berikut :

Bahwa pada kesempatan ini, tepat sekali kiranya Majelis Hakim

menyoroti kualitas dakwaan yang telah disampaikan oleh sdr.

Jaksa Penuntut Umum, apakah tindakan hukum yang dilakukan,

rumusan delik dan penerapan ketentuan undang-undang yang

dimaksud oleh KUHP dalam perkara ini apakah sudah tepat dan

benar serta apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta

dan bukti kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam

dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer” yang sengaja

dikedepankan sehingga membentuk suatu “konstruksi hukum”

yang dapat menyudutkan Terdakwa pada posisi lemah secara

yuridis ;

Jika ditinjau dari sudut pasal 8 ayat (2) KUHAP yang menuntut

bahwa surat dakwaan harus jelas, cermat, dan lengkap memuat

semua unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka terlihat


bahwa dakwaan sdr. Jaksa Penuntut Umum masih belum

memenuhi persyaratan yang dimaksud oleh Undang-undang

tersebut baik dari segi formil maupun dari segi materilnya.

Keterangan tentang apa yang dimaksud tentang dakwaan yang

jelas, cermat dan lengkap apabila tidak dipenuhi mengakibatkan

batalnya surat dakwaan tersebut karena merugikan Terdakwa 3

dalam melakukan pembelaan;

Memperhatikan bunyi pasal 8 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua)

unsur yang harus dipenuhi dalam surat dakwaan, yaitu :

Syarat Formil (Pasal 81 ayat (2) huruf a.

Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat tanggal,

ditandatagani oleh Penuntut Umum serta memuat nama lengkap,

tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,

tempat tinggal, agama dan pekeijaan Terdakwa.

Syarat Materil (Pasal 8 ayat (2) .

Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat uraian

secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang


didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana

itu dilakukan.

Selanjutnya Pasal 8 ayat (3) KUHAP secara tegas memyebutkan

bahwa tidak dipenuhinya syarat-syarat materil; surat dakwaan

menjadi batal demi hukum atau “null and void” yang berarti sejak

semula tidak ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam surat

dakwaan itu.

Berikut ini kami kutip apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas

dan lengkap” oleh Pedoman pembuatan Surat Dakwaan yang

diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI halaman 12, menyebutkan :

Yang dimaksudkan dengan cermat adalah ;

Ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat


dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku,

serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat

mengkibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan,

antara lain misalnya :

- Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan ;

- Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat;

- Apakah terdakwa dapat dipertanggung j awabkan dalam

melakukan tindak pidana tersebut;

- Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa ;

- Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem ;

Yang dimaksud dengan jelas adalah :

Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur

dari delik yang didakwakan sekaligus mempadukan dengan uraian

perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh Terdakwa dalam

surat dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali

mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan

delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau
uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan

sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada dakwaan pertama)

sedangkan unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur

atau tidak jelas (obscuur libel) yang diancam dengan pembatalan.

Yang dimaksud dengan lengkap adalah :

Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsure-unsur yang

ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai teijadi

adanya unsure delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau

tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan,

sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana

menurut undang-undang.

Pekanbaru. Rabu,13 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai