Anda di halaman 1dari 120

SKRIPSI

SIMULASI SISTEM PROTEKSI REL TEGANGAN TINGGI DENGAN


RELAI DIFERENSIAL BERBASISKAN PSCAD/EMTDC

Oleh :
AFIF ISMAIL A.H REZA GHULAM ROSUL

105 82 11 085 16 105 82 11 095 16

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
SIMULASI SISTEM PROTEKSI REL TEGANGAN TINGGI DENGAN RELAI

DIFERENSIAL BERBASISKAN PSCAD/EMTDC

Skripsi
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Teknik Elektro
Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik

Oleh :
AFIF ISMAIL A.H REZA GHULAM ROSUL

105821108516 105821109516

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


2021

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Bismillahi rahmani rahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pada para pengikutnya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus ditempuh

dalam rangka penyelesaian program studi pada Jurusan Elektro Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah:

“Simulasi Sistem Proteksi Rel Tegangan Tinggi Dengan Relai Diferensial

Berbasiskan PSCAD/EMTDC”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna, hal ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu

berupa penulisan maupun perhitungan. Oleh sebab itu penulis menerima dengan

ikhlas segala koreksi serta saran guna penyempurnaan tulisan ini agar nantinya

dapat bermanfaat.

Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati,

kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ir. Hamzah Al Imran, S.T., M.T., IPM., sebagai Dekan Fakultas Teknik
iv
Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibu Adriani, S.T., M.T., sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Ir. Abdul Hafid, M.T., selaku Pembimbing I dan Bapak Andi

Faharuddin, S.T., M.T., selaku Pembimbing II, yang telah banyak meluangkan

waktunya dalam membimbing kami.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala

waktunya yang telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses

belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan banyak terima

kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, doa dan

pengorbanan terutama dalam bentuk materi dalam menyelesaikan kuliah.

7. Saudara-saudaraku serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik terkhusus

angkatan 2016 yang dengan keakraban dan persaudaraan banyak membantu

dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahawa penyususnan skripsi ini masih banyak

kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan

skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca umumnya.

Makassar, 25 Januari 2021

Penulis
v
Afif Ismail A.H1. Reza Ghulam Rosul2
¹Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik Unismuh Makassar
E_mail : afifismailalhusaefi@gmail.com
²Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik Unismuh Makassar
E_mail : rezaghulam71@gmail.com

(Pembimbing: Ir. Abdul Hafid, M.T dan Andi Faharuddin, S.T., M.T)

ABSTRAK

Abstrak; Afif Ismail A.H dan Reza Ghulam Rosul (2021), Rel tegangan tinggi
merupakan peralatan yang memiliki peran penting dalam penyaluran daya listrik.
Pada penyaluran daya listrik rel tegangan tinggi merupakan peralatan listrik yang
memiliki peran yang vital, oleh sebab itu rel tegangan tinggi harus diproteksi dari
bentuk-bentuk gangguan yang dapat mengganggu fungsi dari rel tegangan tinggi
secara maksimal. Tipe proteksi yang akan digunakan untuk memproteksi rel
tegangan tinggi yaitu menggunakan relai diferensial. Dalam simulasi penelitian ini
akan memperlihatkan performa relai diferensial dalam memproteksi rel tegangan
tinggi terhadap gangguan internal dan eksternal. Ada dua tipe gangguan yang
disimulasikan di PSCAD/EMTDC yaitu gangguan dua-fase A-B, dua-fase A-C,
dan tiga-fase A-B-C, dengan resistansi gangguan 1 ohm, 10 ohm, dan 20 ohm.
Sistem yang dikaji pada penelitian terdiri dari dua sumber tegangan 6500 MVA,
138 kV, 3 fase 50 Hz, dengan beban reaktif sebesar 209 MW, 68,64 MVAR.
Simulasi gangguan hubung singkat dan relai pada rel tegangan tinggi
menggunakan software PSCAD (Power System Computer Aided Design). Hasil
simulasi menunjukkan bahwa relai diferensial mampu mengirimkan signal trip
untuk semua gangguan internal dan tetap blok untuk semua gangguan eksternal.

Kata Kunci : Proteksi Rel Tegangan Tinggi, Relai Diferensial, PSCAD/EMTDC

vi
Afif Ismail A.H1. Reza Ghulam Rosul2
¹Product of Electrical Engineering, Faculty of Engineering, Unismuh, Makassar
E_mail : afifismailalhusaefi@gmail.com
² Product of Electrical Engineering, Faculty of Engineering, Unismuh, Makassar
E_mail : rezaghulam71@gmail.com

(Advisors: Ir. Abdul Hafid, M.T and Andi Faharuddin, S.T., M.T)

ABSTRACT

Abstract; Afif Ismail AH and Reza Ghulam Rosul (2021), High voltage rail is
equipment that has an important role in the distribution of electric power. In the
distribution of electric power, high-voltage rails are electrical equipment that has a
vital role, therefore, high-voltage rails must be protected from disturbances that
can interfere with the maximum function of the high-voltage rails. The type of
protection that will be used to protect high-voltage rails is using a differential
relay. In this research simulation will show the performance of differential relays
in protecting high voltage rails against internal and external faults. There are two
types of noise simulated in PSCAD/EMTDC, namely two-phase A-B, two-phase
A-C and three-phase A-B-C, with 1 ohm, 10 ohm, and 20 ohm noise resistances.
The system studied in this study consisted of two voltage sources 6500 MVA, 138
kV, 3 phase 50 Hz, with a reactive load of 209 MW, 68.64 MVAR. Simulation of
short circuit and relay faults on high voltage rails using software PSCAD (Power
System Computer Aided Design). The simulation results show that the differential
relay is capable of sending trip signals for all internal faults and remains blocked
for all external faults.

Keywords: High Voltage Rail Protection, Differential Relays, PSCAD / EMTDC

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

DAFTAR NOTASI xix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang .............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................2

C. Tujuan Penelitian .........................................................................................3

D. Batasan masalah ...........................................................................................3

E. Manfaat Penelitian .......................................................................................4

F. Sistematika Penulisan ..................................................................................4

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................6

A. Rel (Busbar) .................................................................................................6

A.1. Pengertian Rel ......................................................................................6

viii
A.2. Gangguan Pada Rel ..............................................................................6

A.3. Jenis-Jenis Rel Pada Pusat Pembangkit................................................7

B. Gangguan dan Hubung Singkat .................................................................12

B.1. Pengertian Gangguan ..........................................................................12

B.2. Klasifikasi Gangguan Hubung Singkat ..............................................13

B.3. Akibat Gangguan ................................................................................15

C. Sistem Proteksi ...........................................................................................15

C.1.Pengertian Sistem Proteksi ..................................................................15

C.2. Fungsi Sistem Proteksi .......................................................................17

C.3. Syarat-Syarat Relai Pengaman ...........................................................17

C.4. Komponen Utama Sistem Proteksi .....................................................18

D. Jenis-Jenis Relai Yang Bekerja Pada Sistem Tenaga Listrik .....................19

D.1. Berdasarkan Prinsip Kerjanya ............................................................19

D.2. Berdasarkan Besaran Ukur Dan Fungsinya ........................................20

E. Relai Diferensial.........................................................................................21

E.1. Pengertian Relai Diferensial ...............................................................21

E.2. Jenis-Jenis Relai Diferensial Pada Rel (Busbar) ................................22

E.3. Setelan Arus Relai Pada Rel Tegangan Tinggi ...................................23

E.4. Karakteristik Relai Diferensial ...........................................................24

E.5. Prinsip Kerja Relai Diferensial Pada Rel ............................................25

F. Software PSCAD/EMTDC .........................................................................25

BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................27

A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................27


ix
B. Bahan dan Alat ...........................................................................................27

B.1. Alat .....................................................................................................27

B.2. Bahan ..................................................................................................28

C. Skema dan Data Penelitian.........................................................................28

D. Langkah Penelitian .....................................................................................33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35

A. Pemodelan sistem transmisi rel tegangan tinggi, relai diferensial,

pembagian zona internal dan zona eksternal sistem proteksi

mengguanakan software PSCAD 35

B. Hasil Simulasi 37

B.1. Model-01, sistem rel tegangan tinggi dalam kondisi normal

tanpa relai. 37

B.2. Model-02, sistem rel tegangan tinggi dengan relai differensial

tanpa ganguan. 39

B.3. Model-03, sistem rel tegangan tinggi dengan relai differensial

dalam kondisi gangguan internal pada rel 2 42

B.4. Model-04, sistem rel tegangan tinggi dengan relai differensial

dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 1 52

B.5. Model-04, sistem rel tegangan tinggi dengan relai differensial

dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 2 63

BAB V PENUTUP 74

A. Kesimpulan 74

B. Saran 74
x
DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 2.1. Daerah proteksi rel (PT. PLN, 2014) 7

Gambar 2.2.Pusat pembangkit Listrik dengan rel tunggal menggunakan

PMS seksi (Muslim, 2008). 8

Gambar 2.3.Pusat pembangkit listrik dengan rel ganda menggunakan

PMT tunggal (Muslim, 2008). 9

Gambar 2.4.Pusat pembangkit listrik dengan rel ganda menggunakan

dua PMT (PMT Ganda) (Muslim, 2008). 10

Gambar 2.5.Pusat pembangkit listrik dengan rel ganda menggunakan satu

setengah PMT (Muslim, 2008). 11

Gambar 2.6. Hubung singkat satu fase ke tanah 13

Gambar 2.7. Hubung singkat dua fase 14

Gambar 2.8. Hubung singkat dua fase ke tanah 14

Gambar 2.9. Hubung singkat tiga fase 15

Gambar 2.10.Pengaturan masukan relai 23

Gambar 2.11. Karakteristik relai 24

Gambar 3.1. Skema rel tegangan tinggi dalam kondisi normal (tanpa

relai) 29

Gambar 3.2. Skema rel tegangan tinggi dengan relai deferensial (tanpa

gangguan) 30

Gambar 3.3. Diagram segaris rel tegangan tinggi dalam kondisi normal 30

xi
Gambar 3.4. Skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam

kondisi abnormal (gangguan internal) 31

Gambar 3.5. Diagram skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

dalam kondisi abnormal (gangguan internal) 31

Gambar 3.6.Skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam

kondisi abnormal (gangguan eksternal) 32

Gambar 3.7. Diagram segaris rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

dalam kondisi abnormal (gangguan eksternal) 32

Gambar 3.8. Langkah penelitian 38

Gambar 4.1. Karakteristik relai 35

Gambar 4.2. Model sistem rel tegangan tinggi 36

Gambar 4.3. Model sistem relai diferensial 36

Gambar 4.4. Zona proteksi internal rel 2 37

Gambar 4.5. Model-01, sistem rel tegangan tinggi dalma kondisi normal

(tanpa relai) 38

Gambar 4.6. Gelombang Aliran Arus Dalam Keadaan Normal, (a)

Saluran Transmisi 1, (b) Saluran Transmisi 2, (c) Sumber

Tegangan2 .38

Gambar 4.7. Model sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

(tanpa gangguan) 40

Gambar 4.8. Gelombang aliran arus dalam keadaan normal (a) Saluran

Transmisi 1, (b) Saluran Transmisi 2, (c) Sumber

xii
Tegangan 2, (d) Arus Diferensial, (e) Pick Up Respon

Relai. 40

Gambar 4.9. Model sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

dalam kondisi gangguan internal pada rel 2 42

Gambar 4.10. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Internal Dua-Fase

A-B dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2)

IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2)

IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal, (c.2)

IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Dua-Fase A-B, (f) Waktu trip relai, (g.1) Pick

Up Respon Relai kondisi normal, (g.2) Pick Up Respon

Relai kondisi gangguan 43

Gambar 4.11. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Internal Dua-Fase

A-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal,

(a.2) IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal,

(b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal,

(c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Dua-Fase A-C, (f) Waktu trip relai, (g.1) Pick

Up Respon Relai kondisi normal, (g.2) Pick Up Respon

Relai kondisi gangguan 46

xiii
Gambar 4.12.Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Internal Tiga-Fase

A-B-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal,

(a.2) IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal,

(b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal,

(c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Tiga-Fase A-B-C, (f) Waktu trip relai, (g.1)

Pick Up Respon Relai kondisi normal, (g.2) Pick Up

Respon Relai kondisi gangguan 49

Gambar 4.13. Model sisetem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

dalam kondisi gangguan ekstenal pada saluran transmisi 1 52

Gambar 4.14. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-

Fase A-B dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi

normal, (a.2) IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi

normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi

normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus

Diferensial kondisi normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi

gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-Fase A-B, (f.1) Pick

Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon

Relai kondisi gangguan 53

Gambar 4.15. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-

Fase A-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal,

(a.2) IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal,


xiv
(b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal,

(c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Dua-Fase A-C, (f.1) Pick Up Respon Relai

kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon Relai kondisi

gangguan 56

Gambar 4.16. Gelombang Arus Pada Gangguan Eksternal Tiga-Fase A-

B-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.1)

IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2)

IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal, (c.2)

IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Tiga-Fase A-B-C, (f.1) Pick Up Respon Relai

kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon Relai kondisi

gangguan 60

Gambar 4.17. Model sisetem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

dalam kondisi gangguan ekstenal pada saluran transmisi 2 63

Gambar 4.18. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-

Fase A-B dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi

normal, (a.2) IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi

normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi

normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus

Diferensial kondisi normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi


xv
gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-Fase A-B, (f.1) Pick

Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon

Relai kondisi gangguan 64

Gambar 4.19. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-

Fase A-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal,

(a.2) IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal,

(b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal,

(c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Dua-Fase A-C, (f.1) Pick Up Respon Relai

kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon Relai kondisi

gangguan 67

Gambar 4.20. Gelombang Arus Pada Gangguan Eksternal Tiga-Fase A-

B-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.1)

IST 1 kondisi gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2)

IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi normal, (c.2)

IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi

normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus

Gangguan Tiga-Fase A-B-C, (f.1) Pick Up Respon Relai

kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon Relai kondisi

gangguan 70

xvi
DAFTAR TABEL

Hal.
Tabel 4.1 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan internal

Dua-Fase A-B 45

Tabel 4.2 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganggaun internal

Dua-Fase A-C 48

Tabel 4.3 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan internal Tiga-

Fase A-B-C 51

Tabel 4.4 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan eksternal

Dua-Fase A-B 55

Tabel 4.5 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan internal Dua-

Fase A-C 59

Tabel 4.6 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan internal Dua-

Fase A-B-C 62

Tabel 4.7 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan internal Dua-

Fase A-B 66

Tabel 4.8 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan internal Dua-

Fase A-C 69

Tabel 4.9 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan internal Dua-

Fase A-B-C 73

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Bentuk dan kegunaan komponen yang digunakan 78

LAMPIRAN B Grafik keluaran simulasi untuk gangguan internal dan

eksternal 85

xviii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

kA : Kilo Amper

CT : Current Transformer

CB : Circuit Breaker

HZ : Frekuensi

Idiff : Arus Diferensial

PSCAD : Power Sistem Computer Aided Design

Rf : Resistance Fault

IST : Arus Saluran Transmisi

IG : Arus Generator

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Listrik merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat

ini, dimana energi ini dibutuhkan bagi peralatan listrik yang sering digunakan

manusia untuk memudahkan perkerjaaan mereka. Ketersediaan listrik tersebut

tentunya harus disertai dengan tingkat keandalan dan kontinuitas yang bagus.

Dalam hal ini, rel merupakan peralatan utama sebagai penyalur daya kekonsumen

melalui jaringan transmisi dan perlatan lainnya pada gardu induk (Yusmartato,m

dkk. 2019).

Rel merupakan bagian utama dalam suatu gardu induk yang berfungsi

sebagai titik penghubung pertemuan antara transformator daya, Saluran Udara

Tegangan Tinggi (SUTT) dengan komponen listrik lainnya sebagai penerima dan

penyaluran tenaga listrik. Pada gardu induk tegangan tinggi 150 kV

menggunakan konfigurasi dua rel (double busbar) yaitu rel tegangan tinggi . Rel

tegangan tinggi ini sangatlah penting karena memiliki keandalan sistem

penyaluran tenaga listrik dan mempunyai keuntungan sangat efektif untuk

mengurangi terjadinya pemadaman beban, khususnya melakukan perubahan

sistem (manuver system) dari rel 1 ke rel 2 dan sebaliknya pada saat pemeliharaan

maupun terjadinya gangguan.

Rel tegangan tinggi pada gardu induk merupakan bagian instalasi yang

sangat penting, artinya apabila terjadi gangguan atau kerusakan pada rel maka

1
akan berdampak besar bagi sistem operasi gardu induk yang bersangkutan karena

daya menjadi tidak dapat disalurkan. Oleh karena itu, sistem proteksi untuk rel

tegangan tinggi harus bekerja secara efektif dan terus menerus tanpa waktu tunda

apabila terjadi gangguan di dalam zona proteksinya.

Proteksi yang digunakan pada rel tegangan tinggi adalah relai diferensial

yang bekerja berdasarkan perbedaan antara dua atau lebih vector besaran ukur

listrik yang sama, dengan cara membandingkan arus yang masuk dan keluar

belitan yang diproteksinya (Nasution, 2019). Relai diferensial merupakan suatu

relai yang prinsip kerjanya berdasarkan keseimbangan (balance), yang

membandingkan arus-arus sekunder transformator arus terpasang pada terminal-

terminal peralatan atau instalasi listrik yang diamankan. Relai diferensial

digunakan sebagai pengaman utama pada rel bila terjadi suatu gangguan. Relai ini

sangat selektif dan sistem kerjanya sangat cepat (Jiwantoro, dkk. 2012).

Berdasarkan hal tersebut, pada tugas akhir ini peneliti mencoba untuk

menerapkan model simulasi menggunakan software PSCAD (Power Systems

Computer Aided Design), dikenal pula sebagai EMTDC (Electromagnetic

Transients including Direct Current) untuk melihat performasi dari relai

diferensial untuk rel tegangan tinggi.

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini penulis menguraikan beberapa permasalahan antara

lain:

B.1. Bagaimana model sistem transmisi dan proteksi rel tegangan tinggi?

2
B.2. Bagaimana perfomansi relai diferensial dalam sistem proteksi rel

tegangan tinggi terhadap gangguan internal dan eksternal dan pada saat

kondisi normal?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

C.1. Untuk memperoleh model dari sistem transmisi dan proteksi rel tegangan

tinggi.

C.2. Untuk mengetahui perfomansi relai diferensial dalam sistem proteksi rel

tegangan tinggi terhadap gangguan internal dan eksternal dan pada saat

kondisi normal.

D. Batasan Masalah

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi oleh antara lain:

D.1. Sistem yang akan disimulasikan adalah model sistem rel tegangan tinggi

dengan saluran transmisi sirkuit-ganda ST1 40 km, dan ST2 40 km.

D.2. Model gangguan yang dibahas hanya dua tipe gangguan yaitu dua-fase A-

B, dua-fase A-C, dan tiga-fase A-B-C

D.3. Rasio CT ( Current Transformator) di asumsikan 1:1

D.4. Resistansi gangguan hanya bersifat resistif

D.5. Gangguan internal yang ditinjau berlokasi di rel 2

D.6. Relai yang ditinjau hanya relai di fase-A

D.7. Relai yang digunakan adalah relai diferensial longitudinal

3
E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:

E.1. Menjadi alat bantu bagi mahasiswa dalam simulasi Sistem Energi Elektrik

(SEE) dan secara khusus dalam pembelajaran mata kuliah sistem proteksi.

E.2. Dapat menjadai referensi tambahan dalam bidang simulasi sistem proteksi.

E.3. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan penggunaan Software

PSCAD sebagai pemodelan rel tegangan tinggi, gangguannnya, serta

penggunaan relai differensial.

F. Sistem Penulisan

Penyusunan tugas akhir ini terbagi menjadi beberapa bab yang berisi

uraian penjelasan. Secara garis besar, uraian pada bab-bab dalam sistematika

penulisan dijelaskan di bawah ini:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan terkait latar belakang perlunya diadakan penelitian,

rumusan masalah, batasan masalah, serta tujuan dan manfaat dari penelitian yang

dilakukan serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi teori –teori yang menjadi landasan bagi penelitian, baik

dari buku, jurnal, maupun berbagai sumber literatur lainnya. Bab ini menjealskan

tentang jenis-jenis rel, ganguan yang terjadi pada rel teganagn tinggi, sistem

proteksi relai deferensial, dan PSCAD.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang waktu dan lokasi dilaksanakannya penelitian,

4
alat dan bahan yang digunakan, diagram balok dan diagram segaris rangkaian

penelitian, serta metode penelitian yang berupa langkah-langkah dalam

melakukan penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini menjelaskan tentang analisis pembahasan permasalahan yang

ada berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolaan data yang telah dilakukan

pada bab sebelumnya.

Bab V Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari hasil

penelitian.

Daftar Pustaka

Berisi tentang daftar sumber referensi penulis dalam memilih teori yang

relevan dengan judul penelitian.

Lampiran

Lamprian merupakan bagian yang berisi tentang segala hal yang terkait

penelitian yakni dokumentasi dari hasil penelitian serta alat dan bahan yang

digunakan dalam melakukan penelitian.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Rel (busbar)

A.1. Pengertian Rel

Rel (busbar) merupakan bagian utama dalam gardu induk dan menjadi

titik pertemuan atau sebagai pusat konsentrasi daya dan penyaluran daya ke

pelanggan melalui jaringan transmisi dan peralatan lainnya. Rel merupakan

penghantar arus listrik yang terbuat dari tembaga dan memiliki fungsi sama

dengan kabel. Umumnya gardu induk didesain dengan konfigurasi dua rel (double

busbar), namun juga masih terdapat gardu induk yang memiliki satu rel (single

busbar) (PT. PLN, 2014).

A.2. Gangguan Pada Rel

Dalam pengoperasiannya rel tidak terlepas dari kondisi abnormal yang

disebut gangguan. Gangguan pada rel dapat mengakibatkan dampak yang jauh

lebih besar daripada gangguan pada penghantar peralatan pembangkit lainya,

terutama bila rel tersebut terhubung dengan pembangkit berkapasitas besar yang

menggunakan rel tegangan tinggi. Hal ini dikarenakan gangguan yang terjadi pada

rel tegangan tinggi selain menganggu keandalan sistem dalam menyalurkan

pasokan daya juga dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan instalasi yang

sangat besar baik peralatan pada gardu induk itu sendiri maupun peralatan

instalasi lain seperti pembangkit maka gangguannya akan meluas.

6
Maka proteksi rel sangat memiliki peranan penting dalam sistem

kelistrikan, untuk itu proteksi ini harus bekerja secara sensitif, selektif, cepat dan

harus stabil untuk gangguan yang terjadi di luar daerah proteksinya,gangguan di

luar rel relai tidak boleh trip.

Secara sederhana daerah kerja proteksi rel diperlihatkan pada Gambar 2.1,

yaitu daerah di antara semua trafo arus (CT) yang tersambung di rel tersebut.

Dimana sistem proteksi rel harus bekerja tanpa waktu tunda atau instan apabila

terjadi gangguan di dalam zona proteksiannya area warna hijau, sedangkan untuk

gangguan yang terjadi di luar zona proteksiannya yang berada di luar area warna

hijau proteksi rel tidak boleh bekerja/relai harus stabil (PT. PLN, 2014)

Gambar 2.1. Daerah proteksi rel (PT. PLN, 2014)

A.3. Jenis-Jenis Rel Pada Pusat Pembangkit

Rel terbagi menjadi empat jenis yang pemasangannya tergantung dari

kebutuhan gardu induk, diantaranya yaitu rel tunggal pada pusat pembangkit, rel

ganda dengan satu PMT, rel ganda dengan dua PMT, rel dengan satu setengah

PMT.

A.3.1. Rel tunggal pada pusat pembangkit

7
Rel tunggal merupakan susunan rel yang sederhana dan paling murah,

tetapi memiliki kelemahan dalam hal keandalan serta fleksibilitas yang sangat

terbatas pada pengoprasiannya. Apabila terjadi kerusakan pada rel, seluruh pusat

listrik harus dipadamkan ketika akan melakukan perbaikan. Oleh sebab itu, rel

tunggal paling baik jika digunakan hanya pada pusat pembangkit listrik yang tidak

begitu penting perananya dalam sistem.

Untuk menaikkan keandalan rel tunggal, maka PMS seksi dapat dipasang

dan membagi rel dalam dua kelompok, yaitu kelompok kanan dan kelompok kiri

dari rel. Unit pembangkit dan sebagian beban dihubungkan ke kelompok kanan

dan sebagian lagi dihubungkan ke kelompok kiri dari rel. Apabila ada kerusakan

pada rel yang perbaikannya memerlukan pemadaman, maka seksi rel yang

memerlukan perbaikan bisa dipadamkan dengan membuka PMS seksi ini

sehingga seksi rel yang sebelahnya tetap bisa dioperasikan/dinyalakan (Muslim,

2008). Gambar 2.2 menunjukkan pusat pembangkit listrik dengan rel tunggal

menggunakan PMS seksi.

Gambar 2.2. Pusat pembangkit Listrik dengan rel tunggal menggunakan


PMS seksi (Muslim, 2008).

8
Keterangan :

Tr : transformator

PMS Seksi : saklar pemisah

G : generator

PS : pemakaian sistem/pemkaian sendiri

A.3.2. Rel ganda dengan satu PMT

Gambar 2.3. Pusat pembangkit listrik dengan rel ganda menggunakan PMT
tunggal (Muslim, 2008).

Rel ganda yang ditinjukan oleh gambar 2.3 adah rel ganda dengan satu

PMT yang berada di pusat pembangkit, dimana Rel 1 dan rel 2 dihubungkan

melalui PMS. Rel ganda pada umumnya dilengkapi dengan PMT beserta PMS-

nya yang berfungsi untuk menghubungkan rel 1 dan rel 2 seperti yang

diperlihatkan gambar 2.3.

Sebagian dari unit pembangkit atau beban dapat dihubungkan ke rel 1 dan

lainnya ke rel 2. Apabila salah satu unit pembangkit atau salah satu beban akan

pindah rel, maka terlebih dahulu PMT-nya harus dibuka, kemudian disusul

dengan pembukaan PMS rel yang akan dipindahkan, selanjutnya diikuti

pemasukan PMS rel yang ingin digantikan dan urutannya tidak boleh dibalik.

9
Apabila pemasangannya terbalik, maka antara rel 1 dan rel 2 akan terjadi

hubungan paralel yang tegangannya belum tentu sama dan hal ini sangat

berbahaya. Setelah selesai melakukan pemindahan posisi PMS, kemudain PMT

dimasukkan. Untuk unit pembangkit, pemasukan PMT harus melalui proses

sinkronisasi (Muslim, 2008). Oleh sebab itu , proses pemindahan beban dari rel

satu ke rel lainnya memerlukan pemadaman, yaitu saat PMT dibuka. Pemindahan

beban atau unit pembangkit dari salah satu rel ke rel lainnya dapat terjadi ketika

ada kerusakan yang memerlukan pemadaman rel saat perbaikan.

A.3.3. Rel ganda dengan dua PMT

Gambar 2.4. Pusat pembangkit listrik dengan rel ganda menggunakan


dua PMT (Muslim, 2008).

Rel ganda dengan dua PMT ini sama seperti rel ganda dengan satu PMT

yang membedakannya adalah semua unsur dapat dihubungkan ke rel 1 atau rel 2

atau dua-duanya melalui PMT sehingga fleksibilitas pengoperasiannya menjadi

lebih baik. Pemindahan beban dari rel 1 ke rel 2 dapat dilakukan tanpa

pemadaman, tidak seperti pada rel ganda dengan satu PMT yang harus

dipadamkan terlebih dahulu.

Penyebab terjadinya hal ini adalah karena dengan adanya 2 buah PMT,

masing-masing satu PMT untuk setiap rel pemindahan beban dilakukan dengan

10
menutup terlebih dahulu PMT rel yang ditujukan, kemudian membuka PMT rel

yang ditinggalkan. Sebelum melakukan hal ini, harus diyakinkan terlebih dahulu

bahwa rel 1 dan rel 2 tegangannya sama, baik besarnya maupun fasanya. Jika

sudah sama, baru PMT dapat dimasukkan (Muslim, 2008).

A.3.4. Rel ganda dengan satu setengah PMT

Gambar 2.5. Pusat pembangkit listrik dengan rel ganda menggunakan satu
setengah PMT (Muslim, 2008).

Rel dengan PMT satu setengah adalah rel ganda dengan tiga buah PMT di

antara dua rel tersebut. Jika rel-rel ini diberi identifikasi sebagai PMT A1, PMT

A2, dan PMT seterusnya. Sedangkan yang dekat rel B diberi identifikasi sebagai

PMT B1, PMT B2, dan seterusnya. PMT yang ditengah disebut PMT diameter

dan diberi identifikasi sebagai PMT AB1, PMT AB2, dan seterusnya.

Bagian-bagian dari instalasi dihubungkan pada titik-titik yang letaknya

antara PMT A dengan PMT B dan pada titik-titik yang letaknya antara PMT B

dengan PMT AB seperti terlihat pada gambar 2.5. Dibandingkan dengan rel-rel

sebelumnya, rel dengan PMT satu setengah ini memunyai keandalan paling tinggi.

Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:


11
Apabila Rel A mengalami gangguan yaitu dengan membuka semua PMT

bernomor A beserta PMS-nya, daya tetap bisa disalurkan secara penuh. Apabila

Rel B mengalami gangguan yaitu dengan membuka semua PMT bernomor B

beserta PMS-nya, daya tetap bisa disalurkan secara penuh. Apabila Rel A dan Rel

B mengalami gangguan yaitu dengan membuka semua PMT bernomor A dan

PMT bernomor B beserta PMS-nya, daya tetap bisa disalurkan walaupun dengan

fleksibilitas pembebanan yang berkurang.

Pembebasan tegangan sebuah (bagian) instalasi yang terhubung ke rel

dengan PMT satu setengah mengharuskan pembukaan dua buah PMT beserta

PMS-nya, yaitu PMT rel dan PMT diameternya. Misalnya untuk unit pembangkit

no. 1 yang terhubung ke rel B melalui PMT B1, maka untuk pembebasan

tegangannya, yang harus dibuka adalah PMT B1 dan PMT AB1 beserta PMS-

PMS-nya (Muslim, 2008).

B. Gangguan dan Hubung Singkat

B.1. Pengertian Gangguan

Menurut (Gary Shafer & Andi Faharuddin, 2009). Gangguan adalah suatu

keadaan abnormal yang terjadi dalam sistem tenaga yang menyebabkan

terganggunya aliran arus normal yang mengalir pada rangkaian sistem tersebut.

Gangguan ini tidak bisa kita hindari dan umumnya sering terjadi pada saluran

transmisi. Hal ini dikarenakan luas dan panjangnya saluran transmisi yang

terbentang dan beroperasi pada kondisi udara yang berbeda-beda.

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gangguan diantaranya

kegagalan isolasi, flashover, kesalahan manusia dan hubung singkat. Diantara

12
beberapa sebab diatas, hubung singkat yang paling sering menyebabkan sistem

menjadi abnormal.

B.2. Klasifikasi Gangguan Hubung Singkat

Berdasarkan lokasi gangguannya, gangguan dapat dikelompokkan menjadi

dua yaitu gangguan internal dan gangguab eksternal. Ganggguan internal adalah

gangguan yang terjadi di dalam daerah proteksi utama pada saluran transmisi.

Gangguan eksternal adalah gangguan yang terjadi diluar daerah proteksi dan

umumnya berupa hubung singkat yang berada di luar saluran transmisi.

Menurut Stevenson (1990), gangguan hubung singkat yang terjadi pada rel

dapat dikalsifikasikan sebagai berikut:

B.2.1. Hubung Singkat Satu Fase ke Tanah

Gangguan satu fase ke tanah merupakan jenis gangguan yang sering

terjadi. Gangguan ini merupakan 85% dari total gangguan pada transmisi saluran

udara. Contoh gangguan satu fase ke tanah adalah gangguan akibat adanya pohon

yang menimpah salah satu fase pada saluran transmisi tenaga listrik. Gangguan

satu fase ke tanah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.6. Hubung singkat satu fase ke tanah.

B.2.2. Hubung Singkat Dua Fase

13
Gangguan dua fase biasanya disebabkan oleh adanya kawat putus dan

mengenai fasa lain. Pada gangguan ini fase yang terganggu adalah fase b dan fase

c. Tetapi pada gangguan dua fase ini tidak terhubung dengan tanah sehingga arus

urutan nol bernilai nol. Gangguan dua fase dapat dilihat pada gambar di bawah

ini:

Gambar 2.7. Hubung singkat dua fase.

B.2.3. Hubung singkat dua fase ke tanah

Gangguan dua fase ke tanah terjadi ketika dua buah fase dari sitem teanaga

listrik terhubung singkat ke tanah. Gangguan dua fase ke tanah dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

Gambar 2.8. Hubung singkat dua fase ke tanah.

B.2.4. Hubung singkat tiga fase

Hubung singkat tiga fase termasuk dalam klasifikasi gangguan simetris,

14
dimana arus maupun tegangan setiap fasenya tetap seimbang setelah gangguan

terjadi. Sehingga pada sistem seperti ini dapat dianaliasa dengan mengguanakan

urutan postif saja. Gangguan hubung singkat tiga fase dapat dilihat seperti gambar

di bawah ini :

Gambar 2.9. Hubung singkat tiga fase.

B.3. Akibat Gangguan

Akibat dari gangguan yang berlangsung dalam waktu yang lama pada

sistem daya, maka dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

B.3.1. Dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan sistem akibat arus yang

sangat besar yang ditimbulkan oleh gangguan hubung singkat.

B.3.2. Mengganggu kontinuitas palayanan daya ke konsumen apabila gangguan

tidak segera mungkin ditangani.

B.3.3. Menggangu stabilitas sistem.

B.3.4. Penurunan tegangan yang cukup besar mengakibatkan rendahnya kualitas

tenaga listrik.

C. Sisem Proteksi

C.1. Pengertian Sistem Proteksi

Sistem tenaga listrik dalam pengoperasianya tidak akan lepas dari keadaan

abnomar yang dimana berupa gangguan, oleh sebab itulah diperlukan sistem

proteksi yang baik guna mencegah / meminimalkan kerusakan yang akan terjadi.
15
Sistem proteksi adalah suatu bentuk perlindungan terhadap peralatan listrik yang

berfungsi untuk menghindari kerusakan peralatan dan menjaga stabilitas

penyaluran tenaga listrik. Sistem proteksi terbuat dari beberapa bagian yaitu trafo

arus (CT) atau trafo tegangan (VT), pengawatan, dan sumber AC/DC, yang

apabila salah satunya tidak ada maka tidak dapat dikatakan sistem proteksi. Trafo

arus memiliki dua fungsi yaitu sebagai pengukuran dan proteksi (Yuniarto, dkk.

2015).

Relai proteksi adalah konfigurasi peralatan yang dirancang untuk dapat

merasakan atau mendeteksi adanya gangguan atau ketidak normalan pada

peralatan sistem tenaga listrik dan secara otomatis memberi perintah untuk

membuka pemutus tenaga untuk memisahkan peralatan. Sistem peralatan listrik

yang terganggu akan memberi isyarat berupa lampu atau bel. Salah satu relai yang

digunakan untuk sistem proteksi adalah relai diferensial (deferential relay) yang

merupakan pengaman utama transformator yang bekerja dapat bekerja dengan

cepat tanpa ada koordinasi dengan rilai yang lain

Relai proteksi dapat merasakan atau mendeteksi adanya gangguan pada

peralatan yang diamankan dengan cara mengukur atau membandingkan besaran-

besaran yang diterimanya. Misalnya arus, tegangan, daya, sudut fase, frekuensi,

impedansi dan sebagainya, dengan besaran yang telah ditentukan, kemudian

menarik keputusan untuk seketika ataupun dengan deselerasi waktu membuka

pemutus tenaga. Pemutus tenaga umumnya dipasang pada generator,

transformator daya, saluran transmisi, saluran distribusi dan sebagainya supaya

16
dapat dipisahkan sedemikian rupa sehingga sistem lainnya tetap dapat beroperasi

secara normal. (Nasution, dkk. 2019)

C.2. Fungsi Sistem Proteksi

Sistem proteksi memiliki fungsi utama untuk mencegah/meminimalisir

bahaya gangguan yang dapat terjadi terhadap manusia, mendedetksi jika

terjadinya kerusakan pada peralatan, dengan cara memutuskan peralatan yang

terganggu dari pelayanan atau saat mulai beroperasi pada kondisi yang tidak

normal. Oleh sebab itu, sistem proteksi harus mampu memisahkan bagian yang

mengalai gangguan dari bagian sistem yang lain, dengan tingkat keandalan yang

tinggi dan waktu pemutusan serta jumlah pemutusan sekecil mungkin. Karena itu,

pemutusan bagian yang mengalami gangguan serta pembatasan kerusakan lebih

lanjut dan pencegahan menjalarnya gangguan dalam sistem merupakan fungsi

relai proteksi yang berkaitan dengan peralatan pemutus tenaga.

C.3. Syarat-Syarat Relai Pengaman Pada Rel

Menurut (Alhosseini & Sidhu, 2020). Perlindungan dasar rel teganagan

tinggi yang baik haruslah memiliki dua persyaratan sebagai berikut :.

C.3.1. Kecepatan

Tujuan utama perlindungan rel adalah untuk membatasi kerusakan dan

juga untuk menghilangkan kesalahan rel sebelum perlindungan jalur cadangan,

untuk menjaga stabilitas sistem. Sebelumnya, digunakan sistem diferensial

impedansi rendah yang memiliki waktu operasi relatif lama, hingga 0,5 detik.

Akan tetapi, kebanyakan skema perlindungan modern adalah sistem diferensial

17
yang mampu beroperasi dalam waktu dalam urutan satu siklus. Tentu saja, waktu

pengoperasian relai trip harus ditambahkan ke ini, tetapi waktu trip keseluruhan

kurang dari dua siklus dapat dicapai. Saat ini, dengan diperkenalkannya pemutus

sirkuit berkecepatan tinggi, pembersihan kesalahan lengkap dapat diperoleh dalam

waktu sekitar 0,1 detik.

C.3.2. Stabilitas

Stabilitas perlindungan rel sangat penting. Perlu dicatat bahwa tingkat

kesalahan pada rel cukup rendah atau sekitar satu kesalahan per rel dalam dua

puluh tahun. Oleh karena itu, kelemahan pada stabilitas sistem proteksi dapat

berdampak merugikan pada stabilitas sistem proteksi. Sebelumnya, hal ini

menyebabkan ketidakpastian dalam menempatkan sistem proteksi di rel, atau

menempatkan mekanisme proteksi yang sangat canggih. Dengan analisis sistem

yang lebih baik, sistem ini dapat diterapkan dengan pengaturan yang benar. Untuk

mencapai indeks stabilitas yang lebih tinggi, biasanya diperlukan dua pengukuran

mandiri untuk perintah tripping.

C.4. Komponen Utama Sistem Proteksi

Komponen sistem proteksi tenaga listrik terdiri dari beberapa komponen

antara lain relai, pemutus daya, sumber penyuplai, transformator arus dan

tegangan.

C.4.1. Relai merupakan bagian terpenting dalam sistem proteksi yang berfungsi

untuk mendeteksi gangguan yang terjadi dalam zona proteksinya. Relai

dibedakan dalam dua kelompok yaitu komparator dan Auxiliary Relays.

18
Komparator berfungsi mendeteksi dan mengukur kondisi abnormal, dan

membuka atau menutup kontak atau trip. Auxiliary Relay sadalah alat yang

dirancang untuk dipakai di auxiliary circuit yang dikontrol oleh relai

komparator, dan membuka/menutup kontak-kontak lain yang umumnya

berarus kuat.

C.4.2. Pemutus daya (circuit breaker) merupakan salah satu peralatanlpemutus

daya yang berguna untuk memutuskan dan menghubungkan

rangkaianllistrikldalam kondisilterhubung ke beban secarallangsung dan

aman, baik pada kondisi normal maupun saat terdapat gangguan.

C.4.3. Transformator arus (CT) memiliki fungsi menurunkan arus listrik yang

besar menjadi arus listrik denganlukuran yanglkecil. CT digunakan ketika

penilaian arus tidaklmungkin dilakukanllangsung pada aruslbeban atau

arus gangguan, hal ini disebabkan karena arus yang sangat besar dan

bertegangan tinggi.

C.4.4. Transformator tegangan (PT) memiliki fungsi menurunkan listrik tegangan

tinggilmenjadi litrik tegangan lebihlrendah dan sesuai denganlsetting relai.

Trafo ini juga memiliki angka perbandingan lilitan atau tegangan primer

dan sekunder yang menunjukkan kelasnya.

D. Jenis-Jenis Relai Yang Bekerja Pada Sistem Tenaga Listrik

Menurut (Arfianda, 2019). Relai yang beroperasi pada sistem tenaga listrik

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

D.1. Berdasarkan Prinsip Kerjanya

19
D.1.1. Relai Temperature (thermal relay)

Relai tempetratur akan bekerja karena pengaruh panas arus listrik yaitu

dengan cara mendeteksi arus dengan pertambahan temperatur yang ditimbulkan

arus yang melewatinya.

D.1.2. Relai Elektromagnetik (Elektromagnetic Relay)

Jenis rele ini dapat menggunakan sumber arus bolak-balik atau sumber

arus searah sebagai tenaga penggerak rele.

D.1.3. Relai Statis (Static Relay)

Rele jenis statis adalah rele yang bekerja dengan menggunakan komponen-

komponen statis, seperti transistor, diode dan lain-lain guna mendapatkan

karakteristik yang diingikan.

D.2. Berdasarkan Bentuk Dan Fungsinya

D.2.1. Relai yang akan bekerja bila besaran ukurnya turun sampai harga tertentu.

Relai jenis ini adalah relai tegangan kurang (under voltage relay) dan relai

frekuensi kurang (under frequensi relay).

D.2.2. Relai yang akan bekerja bila besaran ukurnya melebihi suatu harga

tertentu, misalnya : relai arus lebih (over current relay) dan relai tegangan

lebih (over voltage relay)

D.2.3. Relai daya adalah jenis relai besaran (directional relay) yang akan bekerja

bila arah daya mengalir kesuatu arah tertentu yang tidak dikehendaki.

20
D.2.4. Relai diferensial yaitu relai yang akan bekerja berdasarkan perbedaan

tegangan, arus atau fasa antar dua tempat atau lebih.

D.2.5. Relai jarak yaitu relai yang bekerja berdasarkan pada perbandingan harga

tegangan dan arus. Jadi dapat dikatakan bahwa besaran yang dideteksi

adalah impedansi.

E. Relai Diferensial

E.1. Pengertian Relai Diferensial

Relai diferensial adalah suatu relai yang prinsip kerjanya berdasarkan

keseimbangan atau balance, yang membandingkan arus-arus sekunder

transformator dan arus yang terpasang pada terminal-terminal peralatan atau

instalasi listrik yang diamankan. Relai diferensial digunakan sebagai pengaman

utama (main protection) pada rel bila terjadi suatu gangguan. Relai ini sangat

selektif dan sistem kerjanya sangat cepat (Jiwantoro, dkk. 2012).

Relai yang digunakan sebagai pengaman utama pada rel adalah relai

differensial (differential relay), karena relai ini hanya dapat memproteksi

gangguan dari dalam rel yang diproteksi itu sendiri (internal), tergantung dimana

relai tersebut dipasangkan pada peralatan. Relai ini dapat disetting sesuai dengan

ketentuan yang sudah ditetapkan, hal ini dilakukan agar rel yang dilindungi dapat

terhindar dari gangguan yang tidak diinginkan (Yusmarto, dkk. 2019)

Perlindungan diferensial adalah metode paling sensitif dan andal untuk

melindungi rel. Penjumlahan fasor dari semua arus terukur yang masuk dan keluar

rel harus nol kecuali jika ada kesalahan dalam zona pelindung. Untuk gangguan

yang tidak berada di zona pelindung, arah sesaat dari setidaknya satu arus

21
berlawanan dengan yang lain, dan jumlah arus yang masuk identik dengan jumlah

yang keluar (Alhosseini & Sidhu, 2020).

E.2. Jenis-Jenis Relai Diferensial Pada Rel

Relai differensial yang biasanya digunakan pada rel ada dua jenis yaitu:

E.2.1. Longitudinal Differential Relay (LDR).

Longitudinal differential relay biasa dikenal sebagai circulating current

type. Dalam keadaan normal, maka gangguan yang terjadi diluar daerah

pengamanan (zone) mengakibatkan tidak ada arus atau bahkan sangat kecil yang

mengalir di operating coil.

Relai diferensial longitudinal meggunakan susunan relai arus lebih yang

terhubung untuk beroperasi sebagai relai diferensial. Elemen sistem ini bisa

berupa rangkaian panjang, sebagian rel atau belitan generator / transformator.

Arus relai diferensial akan sebanding dengan perbedaan fasor antara arus yang

masuk dan meninggalkan elemen yang dilindungi; dan, jika arus diferensial

melebihi nilai pengambilan relai, relai akan beroperasi (Arifin & Firman. 2019).

E.2.2. Percentage Differential Relay

Relai diferensial presentase muncul katrena kelemahan LDR yakni arus

setting harus dibuat lebih besar dari arus operasi dalam keadaan normal untuk

mengatasi arus inrush dan gangguan yang cukup besar berada diluar daerah

proteksinya. Relai diferensial presentase mempunyai restraining coil yang ditap

pada bagian tengahnya, sehingga membentuk dua bagian dengan jumlah lilitan

22
yang sama, Nr/2. Restraining coil dihubungkan pada bagian arus yang bersikulasi,

sehingga menerima arus gangguan yang lewat (Yusmartato,dkk. 2019).

Kedua jenis relai tersebut merupakan bagian elemen diferensial dan sistem

relai proteksi rel. Elemen diferensial tersebut berfungsi sebagai elemen pengukur

yang memberikan perintah trip untuk gangguan dalam (internal) dan tetap stabil

untuk gangguan luar (eksternal), elemen differensial ini terdapat pada semua jenis

proteksi rel.

E.3. Setelan Arus Relai Pada Rel Tegangan Tinggi

Menurut (Paithanker & Bhide, 2003), Nilai pick-up dari relai dapat

disetting dengan pertimbangan bahwa nilai pick-up pada relai harus lebih besar

dari arus beban maksimum yang telah dipasok. Pada saat yang sama, relai harus

cukup sensitif untuk merespon kesalahan terkecil. Dengan demikian, nilai pick-up

harus lebih kecil dari arus gangguan terkecil.

Relai diferensial pada dasarnya merupakan relai arus lebih yang diberi

input lebih dari satu yaitu dua atau tiga input. Oleh karena itu, nilai pick-up dari

relai diferensial diambil dari setelan relai arus lebih dimana:

Gambar 2.10. Pengaturan Masukan Relai.


23
Dimana dalam menentukan nilai setingan relai deferensial digunakan

persamaan rumus sebagai berikut:

𝐼𝑠𝑒𝑡𝑡𝑖𝑛𝑔 = 1,25 × 𝐼𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 (𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙)

E.4. Karakteristik Relai Diferensial

Setiap relai difernsial dilengkapi dengan nilai settingnya dan memberikan

karakteristik tripping tertentu. Karakteristik inilah yang akan mengenali jenis

gangguan. Relai diferensial memiliki karakteristik relai arus lebih waktu, dimana

relai beroperasi tanpa penundaan waktu, sehingga disebut unit sesaat yaitu waktu

operasinya = 0.02 detik. Bentuk paling sederhana dari relai ini adalah jenis tarikan

magnet yang di tunjukkan pada Gambar 2.11. Relai arus lebih tersebut digital dan

numerik juga ada (Paithanker & Bhide, 2003).

Gambar 2.11. Karakteristik relai

E.5. Prinsip Kerja Relai Diferensial Pada Rel

Relai diferensial memiliki prinsip kerja berdasarkan hukum kirchof,

dimana arus yang masuk pada suatu titik, sama dengan arus yang keluar dari titik

tersebut. Metode Merz price calculating current digunakan untuk perhitungan

arus sebagai dasar perancangan sistem pengaman rel meggunakan relai

diferensial. Semua arus yang masuk dan keluar dari rel dibandingkan satu sama
24
lain. Pada kondisi sistem normal atau terjadi gangguan di luar zona proteksi rel,

maka tidak ada resultan arus yang mengalir ke relai diferensial rel sehingga relai

tidak bekerja.

Pada saat rel dalam keadaan normal jumlah I1 = I2 dimana Ir = 0. Namun

sebaliknya apabila terjadi gangguan di dalam zona proteksi rel, maka akan timbul

resultan arus yang besar dan mengalir ke relai diferensial rel sehingga relai akan

trip/blok (Yusmartato, dkk. 2019)

F. Software PSCAD/EMTDC

PSCAD/EMTDC, yang dikembangkan oleh Manitoba HDVC Research

Center, adalah program analisis transien elektromagnetik yang menggunakan

antarmuka pengguna grafis untuk membuat file data masukan. Pendekatan ini

menghilangkan kemungkinan tidak memberikan data yang diperlukan atau data

berada di luar kisaran normal .

PSCAD (Power Systems Computer Aided Design) adalah penggunaan

grafis yang kuat dan fleksibel yang terkenal di dunia, EMTDC mesin simulasi

transien elektromagnetik. PSCAD mengaktifkan pengguna untuk membuat sirkuit

secara skematis, menjalankan simulasi, menganalisis hasil, dan mengelola data

secara terintegrasi, lingkungan grafis. Fungsi plotting online, kontrol dan meter

juga disertakan, memungkinkan pengguna untuk mengubah system parameter

selama menjalankan simulasi, dan dengan demikian melihat efeknya saat simulasi

sedang berlangsung (Muller, 2010).

Berikut ini adalah beberapa model umum yang ditemukan di PSCAD

Master Library:

25
F.1. Resistor, induktor, kapasitor

F.2. Saluran dan kabel transmisi yang bergantung pada frekuensi, termasuk

model garis domain waktu paling akurat di dunia

F.3. Sumber arus dan tegangan

F.4. Sakelar dan pemutus

F.5. Perlindungan dan penyampaian

F.6. Mesin AC dan DC, eksiter, pengatur, stabilisator dan model inersia

F.7. Pengukur dan fungsi pengukuran

F.8. Kontrol DC dan AC generik

F.9. HVDC, SVC, dan pengontrol FACTS lainnya

F.10. Sumber angin, turbin, dan pengatur (Muller, 2010)

PSCAD dan mesin simulasi EMTDC-nya, telah dikembangkan hampir 30

tahun, terinspirasi oleh ide dan saran oleh basis penggunanya yang terus

berkembang diseluh dunia. Hal di atas adalah filosofi dasar pengembangannya

(Muller, 20010).

26
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simulasi

dengan menggunakan program PSCAD/EMTDC dengan cara membuat rangkaian

sistem tenaga listrik, kemudian menerapkan model sistem transmisi rel tegangan

tinggi, relai dan gangguan terhadap sistem tenaga listrik tersebut. Selanjutnya

menjalankan simulasinya guna menganalisis data dari sistem transmisi rel tegangan

tinggi serta gangguan dan relai dalam model sistem tenaga listrik tersebut.

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : 14 Agustus - 22 Desember 2020

Tempat : Ruangan dosen, lantai 3 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Makassar. Jln. Sultan Alauddin No.259 Makassar.

B. Alat dan Bahan

B.1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

B.1.1. Laptop Asus E402 W dengan spesifikasi:

Prosesor : AMD E2-6110 APU 1.50 GHz

Prosesor Grafis : AMD Radeon R2 Graphics

Memori (RAM) : 4 GB DDR3

Memori (Harddisk) : 500 GB

Sistem Operasi Laptop : Windows 10

27
B.1.2. Perngkat Lunak yang digunakan yaitu Power System Computer Aided

Desigen (PSCAD) Student version.

B.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalm proses penelitian ini adalahl jurnal serta buku

yang terlampir pada daftar pustaka.

C. Skema dan Data Penelitian

Gambar skema dan data penelitian terbagi empat yakni (i) diagram skema

rel tegangan tinggi dalam kondisi normal tanpa relai, (ii) skema rel tegangan

tinggi dengan relai diferensial tanpa gangguan, (iii) skema rel tegangan tinggi

dengan relai diferensial dalam kondisi abnormal gangguan internal, (iv) skema rel

tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam kondisi abnormal gangguan

eksternal. Setiap skema akan dibuatkan satu model/simulator, sehingga akan

diperoleh Model-01, Model-02, Model-03 dan Model-04. Serta diagram segaris

pada Gambar 3.3, 3.5 dan 3.7.

1. Model sistem energi mengacu dari data penelitian “Performance Evaluation of

a Distance Relay as Applied to Transmission System With UPFC”, yang

menerapkan model sistem saluran transmisi sirkuit ganda yang telah di

modifikasi sehingga sesuai dengan model sistem rel tegangan tinggi (Zhou

dkk, 2015).

2. Nilai beban diperoleh dari kebutuhan daya listrik PT. Indocement Tunggal

Prakarsa Tbk (INTP) pada tahun 2016 yakni 220 MVA yang disuplai oleh

Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV, melalui gardu induk semen

28
baru (Wicaksono, 2016). Sehingga diperoleh daya aktif dan daya reaktif

melalui rumus:

𝑺 = 𝑷 + 𝑱𝑸, 𝑷 = 𝑺 × 𝒄𝒐𝒔 𝝋, [𝑸] = √𝑺𝟐 − 𝑷𝟐 ,

Nilai 𝐜𝐨𝐬 𝝋 = 𝟎, 𝟗𝟓 (Eaton, 2014)

Dengan:

P = Daya aktif (W)

S = Daya semu (VA)

Q = Daya reaktif (VAR)

𝑷 = 𝑺 × 𝒄𝒐𝒔𝝋 [𝑸] = √𝑺𝟐 − 𝑷𝟐 ,


= 𝟐𝟐𝟎 𝐌𝐕𝐀 × 𝟎, 𝟗𝟓 = √𝟐𝟐𝟎𝟐 − √𝟐𝟎𝟗𝟐
= 𝟐𝟎𝟗 𝐌𝐖 = 𝟔𝟖, 𝟔𝟒 𝐌𝐕𝐀𝐑
3. Model gangguan yang dibahas hanya dua tipe gangguan yaitu dua-fase A-B, A-C,

dan tiga-fase A-B-C dengan nilai tahanan gangguan yang diguankan adalah 1, 2,

10,dan 20 ohm (Sultan, 2001).

Lingkungan Software PSCAD/EMTDC

(i)

Gambar 3.1. Skema rel tegangan tinggi dalam kondisi normal tanpa relai.
29
Lingkungan Software PSCAD/EMTDC

(ii)

Gambar 3.2. Skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial tanpa
gangguan.

Gambar 3.3. Diagram segaris rel tegangan tinggi dalam kondisi normal.
30
Lingkungan Software PSCAD/EMTDC

(iii)

Gambar 3.4. Skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam
kondisi abnormal gangguan internal pada rel 2.

Gambar 3.5. Diagram skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial
dalam kondisi abnormal gangguan internal pada rel 2.
31
Lingkungan Software PSCAD/EMTDC

(iv)

Gambar 3.6. Skema rel tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam
kondisi abnormal gangguan eksternal ST 1 dan ST2.

Gambar 3.7. Diagram segaris rel tegangan tinggi dengan relai diferensial
dalam kondisi abnormal gangguan eksternal ST 1 dan ST2.
32
D. Langkah Penelitian

Secara garis besar tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini

ditunjukkan pada bagan alir berikut:

Mulai

Mengidentifikasi Masalah

1. Bagaimana model sistem transmisi dan proteksi rel tegangan tinggi?


2. Bagaimana perfomansi relai diferensial dalam sistem proteksi rel tegangan
tinggi terhadap gangguan internal dan eksternal dan pada saat kondisi normal?

Studi Pustaka
Mencari dan menganalisis jurnal dan buku terkait dengan
sistem transmisi, rel tegangan tinggi, gangguan pada relai
diferensial dalam sistem tenaga listrik dan aplikasi PSCAD
PSCAD

1. Merancang Skema-01 rel dalam keadaaan normal tanpa relai


2. Merancang Skema-02 rel dengan relai deferensial tanpa gangguan
3. Merancang Skema-03 rel dengan relai deferensial dalam keadaan gangguan
internal di rel 2 (F1)
4. Merancang Skema-04 rel dengan relai deferensial dalam keadaan gangguan
eksternal pada saluran transmisi 1 (F2) dan saluran transmisi 2 (F3)

1. Implementasi Skema-01 menjadi simulasi Model Sistem-01


2. Implementasi Skema-02 menjadi simulasi Model Sistem-02
3. Implementasi Skema-03 menjadi simulasi Model Sistem-03
4. Implementasi Skema-04 menjadi simulasi Model Sistem-04

33
1

1. Menyimulasikan Model-01 rel dalam keadaaan normal, untuk mengukur arus


cabang
2. Menyimulasikan Model-02 rel dengan relai deferensial tanpa gangguan
3. Menyimulasikan Model-03 rel dengan relai deferensial dalam keadaan
gangguan internal di rel 2, respon relai trip/blok
4. Menyimulasikan Model-04 rel dengan relai deferensial dalam keadaan
gangguan eksternal pada saluran transmisi 2, respon rela trip/blok
Jenis gangguan dua-fase A-B, A-C, dan tiga-fase A-B-C, dengan resistansi
gangguan R =1, 10 dan 20 Ohm. Rasio CT 1:1

Analisa dan melakukan penulisan laporan


terhadap penelitian yang dilakukan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.8. Langkah penelitian.

34
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemodelan sistem transmisi rel tegangan tinggi, relai diferensial,


pembagian zona internal dan zona eksternal sistem proteksi
mengguanakan software PSCAD

Tujuan dalam peneletian ini adalah menganalisa kinerja relai diferensial

pada saat kondisi normal dan ketika terjadi gangguan (gangguan internal dan

eksternal) pada rel teganggan tinggi secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang

diperoleh dari simulasi PSCAD.

Sistem tenaga listrik yang akan disimulasikan adalah sistem tenaga listrik

berbeban terdiri dari dua sumber tegangan 6500 MVA, 138 kV, 3 fase 50 Hz,

dengan beban reaktif sebesar 209 MW, 68,64 MVAR, dan rasio CT (Curent

Ttansformator) diasumsikan 1:1 yang di representasikan oleh multimeter dengan

menggunakan perangkat lunak PSCAD V 4.2.0 Student Version.

Relai diferensial pada prinsip dasarnya merupakan relai arus lebih yang

diberi lebih dari dua input tegangan. Relai arus lebih waktu beroperasi dengan

beberapa penundaan waktu. Penundaan waktu ini dapat disesuaikan.

Gambar 4.1. Karakteristik relai arus lebih

35
Model yang akan disimulasikan terdiri dari empat kondisi yaitu:

1. Model-01 sistem rel tegangan tinggi dalam kondisi normal tanpa relai,

2. Model-02 sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial tanpa

gangguan,

3. Model-03 sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial gangguan

internal pada rel 2,

4. Model-04 sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial gangguan

eksternal pada saluran transmisi 1 dan saluran trasnmisi 2.

Gambar 4.2. Model sistem rel tegangan tinggi

Gambar 4.3. Model sistem relai diferensial

36
Pada Gambar 4.3 diatas merupakan model sistem relai diferensial yang

teridiri dari arus saluran transmisi 1 dan saluran transmisi 2, arus generator 2,

data signal label, On-line Frequency Scanner (FFT), Polar rectanguler cordinate

converter, summing/difference Junction, over current detection blok dan output

channel. Setiap simulasi dilakukan selama 0,5 detik. Dengan nilai arus yang akan

dijadikan sebagai dasar setting-an untuk relai, sehingga kinerja dari relai

differensial dapat dengan jelas membedak anantara model sistem dalam kondisi

normal, model sistem dalam kondisi gangguan internal dan eksternal.

Gambar 4.4. Zona proteksi internal rel 2


Keterangan:

: Batas zona proteksi gangguan internal

Diluar zona proteksi internal merupakan batas zona proteksi gangguan eksternal

B. Hasil Simulasi

Setelah model sistem berhasil dibuat dengan program PSCAD/EMTDC,

selanjutnya menjalankan simulasi sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

B.1. Model-01, sistem rel tegangan tinggi dalam kondisi normal (tanpa

relai).
37
Berikut model sistem rel tegangan tinggi dengan relai differensial dalam

keadaaan normal tanpa gangguan :

Gambar 4.5 Model-01, sistem rel tegangan tinggi dalam kondisi


normal tanpa relai

Bentuk keluaran gelombang dari hasil simulasi pada saat kondisi normal

dengan menggunakan program PSCAD dapat dilihat dalam Gambar 4.6 dibawah:

0,048 kA

(a)

0,048 kA

(b)

38
0,097 kA

(c)

Gambar 4.6 Gelombang Aliran Arus Dalam Keadaan Normal (a) Saluran
Transmisi 1, (b) Saluran Transmisi 2, (c) Sumber Tegangan 2.

Hasil simulasi diatas merupakan gelombang keluaran arus yang mengalir

melalui rel dua pada saat kondisi normal dan tanpa relai. Berdasarkan hasil

simulasi tersebut arus yang mengalir pada gambar 4.6 (a) dan (b) yaitu saluran

transmisi 1 dan saluran transmisi 2 sebesar 0,048 kA dimana arus yang mengalir

sama besar. Pada gambar 4.6 (c) arus yang mengalir pada sumber tegangan 2

adalah 0,97 kA. Berdasarkan data diatas, arus yang paling besar akan dijadikan

dasar arus maksimum yang merupakan dasar untuk menentukan stelan arus

diferensial yaitu arus pada generator 2.

B.2. Model-02, sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial tanpa

ganguan.

Berikut model sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam

keadaaan normal tanpa gangguan :

39
Gambar 4.7. Model sisetem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial
tanpa gangguan

Bentuk keluaran gelombang dari hasil simulasi rel tegangan tinggi dengan

relai differensial (tanpa gangguan) dengan menggunakan program PSCAD dapat

dilihat dalam Gambar 4.8 dibawah:

0,048 kA

(a)
0,048 kA

(b)
40
0,097 kA

(c)

0 kA

(d)

(e)

Gambar 4.8. Gelombang aliran arus dalam keadaan normal (a) Saluran
Transmisi 1, (b) Saluran Transmisi 2, (c) Sumber Tegangan 2, (d) Arus
Diferensial, (e) Pick Up Respon Relai

Gambar 4.8 (a, b dan c) merupakan input untuk komponen On-line

Frequency Scanner (FFT), yang dimana FFT dapat menampilkan nilai magnitude

dan sudut fase serta input ke Polar rectanguler cordinate converter, dan

dijumlahkan ke summing/difference Junction sehingga menghasilkan besar niali

arus differensial. Pada gambar 4.8 (d) merupakan gelombang arus diferensial

yakni 0 kV.

41
Relai diferensial longitudinal meggunakan susunan relai arus lebih yang

terhubung untuk beroperasi sebagai relai diferensial, dimana dalam menentukan

nilai setingan relai deferensial digunakan persamaan rumus sebagai berikut:

𝐼𝑠𝑒𝑡𝑡𝑖𝑛𝑔 = 1,25 × 𝐼𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 (𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙)

= 1,25 × 0,097

= 0,121 𝑘𝐴

Dari perhitungan diatas nilai arus setting diferensial dalam kondisi normal yaitu

0,121 kA. Jadi nilai arus setting pada relai adalah 0,121 kA.

B.3. Model-03, sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial dalam

kondisi gangguan internal pada rel 2

Berikut model sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial gangguan

internal pada rel dua:

Gambar 4.9. Model sisetem rel tegangan tinggi dengan relai


diferensial dalam kondisi gangguan internal pada rel 2

42
B.3.1. Gangguan internal dua-fase A-B pada rel dua

Gangguan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif ganguan (Rf)
yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20. Bentuk
gelombang dari hasil simulasi gangguan internal dua-fase A-B dengan nilai
resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD yang
dapat dilihat pada gambar 4.10 sebagai berikut:

0,048 kA 6,107 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 6,107 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 76,203 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 56, 705 kA
kA

(d.1) (d.2)

43
A = 81,163 kA Trip 0,2 detik
B = 77,921 kA

(e) (f)

(g.1) (g.2)

Gambar 4.10. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Internal Dua-Fase


A-B dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-
Fase A-B, (f) Waktu trip relai (g.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal,
(g.2) Pick Up Respon Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.10 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.10

(a.2), (b.2) dan (c.2) gangguan internal pada rel dua. Berdasarkan hasil simulasi

diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan di zona internal yaitu pada

detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran transmisi 1 dan saluran

transmisi 2 sebesar 6,07 kA dan generator 2 yang mengalami peningkatan arus

paling besar yaitu 76,203. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf 1 Ohm

ditunjukkan pada Gambar 4.10 (e) yaitu pada fase-A sebesar 81,163 kA dan fase-

B sebesar 77,921 kA.

44
Gambar 4.10 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan internal yakni 80,193 kA. Nilai setting arus pada relai diferensial

adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial

melebihi batas dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai bekerja

dan memerintahkan CB untuk trip hal ini ditunjukkan pada gambar 4.10 (g.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

internal Dua-Fase A-B

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(kA)
(kA)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
1 6,017 6,017 76 203 81,163 77,921 0 80,193 Trip
10 1,381 1,381 18,774 19,382 19,251 0 19,757 Trip
20 0,737 0,737 10,193 10,505 10,480 0 10,749 Trip
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.1 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan internal

dua-fase A-B dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan 20 Ohm.

Respon yang diberikan oleh relai yaitu trip untuk ketiga jenis resistansi gangguan

yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon yang

sangat baik terhadap gangguan internal yang terjadi.

Gangguan internal dua-fase A-B untuk Rf 1 Ohm besar arus diferensialnya

adalah 80,193 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 19,757 kA dan Rf

20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 10, 749 kA. Sementara nilai setting arus

pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial
45
yang terjadi pada ganggaun internal dua-fase A-B dengan variasi gangguan 1, 10

dan 20 Ohm telah melewati batas maksimum arus diferensial atau setting pada

relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk trip.

B.3.2. Gangguan internal dua-fase A-C pada rel dua

Gangguan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) dari 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelombang dari hasil simulasi gangguan internal dua-fase A-C dengan

nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

yang dapat dilihat pada gambar 4.11 sebagai berikut:

0,048 kA 5,504 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 5,504 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 76,305 kA

(c.1) (c.2)

46
0 kA 79,429 kA

(d.1) (d.2)
A = 80,365 kA Trip 0,2 detik
C = 77,615 kA

(e) (f)

(f.1) (f.2)

Gambar 4.11. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Internal Dua-Fase A-


C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-
Fase A-C, (f) Waktu trip relai, (g.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal,
(g.2) Pick Up Respon Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.11 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.11

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan internal pada rel dua. Berdasarkan

hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan di zona

internal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran transmisi
47
1 dan saluran transmisi 2 sebesar 5,504 kA dan generator 2 yang mengalami

peningkatan arus paling besar yaitu 76,305. Besar arus gangguan yang terjadi

pada Rf 1 Ohm ditunjukkan pada Gambar 4.11 (e) yaitu pada fase-A 80,635 kA

dan fase-C sebesar 77,615 kA.

Gambar 4.11 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan internal yakni 79,429 kA. Nilai setting arus pada relai diferensial

adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial

melebihi batas dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai bekerja

dan memerintahkan CB untuk trip hal ini ditunjukkan pada gambar 4.11 (g.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

internal Dua-Fase A-C

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
1 5,504 5,504 76,305 80,635 0 77,615 79,429 Trip
10 1,265 1,265 18,931 19,356 0 19,232 19,679 Trip
20 0,662 0,662 10,329 10,494 0 10,474 10,718 Trip
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.2 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan internal

dua-fase A-C dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan 20 Ohm.

Respon yang diberikan oleh relai yaitu trip untuk ketiga jenis resistansi gangguan

yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon yang

sangat baik terhadap gangguan internal yang terjadi.


48
Gangguan internal dua-fase A-C untuk Rf 1 Ohm besar arus diferensialnya

adalah 77,429 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 19,679 kA dan Rf

20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 10, 718 kA. Sementara nilai setting arus

pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial

yang terjadi pada ganggaun internal dua-fase A-C dengan variasi gangguan 1, 10

dan 20 Ohm telah melewati batas maksimum arus diferensial atau setting pada

relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk trip.

B.3.3. Gangguan internal tiga-fase A-B-C pada rel dua

Gangguan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) dari 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelombang dari hasil simulasi gangguan internal tiga-fase A-B-C dengan

nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

yang dapat dilihat pada gambar 4.12 sebagai berikut:

0,048 kA 7,889 kA

(a.1) (a.2)

0,048 kA 7,889 kA

(b.1) (b.2)

49
0,097 kA 98,829 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 104,215 kA

(d.1) (d.2)
A = 106,820 kA Trip 0,2 detik
B = 101,567 kA
C = 100,562 kA

(e) (f)

(g.1) (g.2)
Gambar 4.12. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Internal Tiga-Fase
A-B-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Tiga-
Fase A-B-C, (f) Waktu trip relai, (g.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal,
(g.2) Pick Up Respon Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan


50
pada Gambar 4.12 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.12

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan internal pada rel dua. Berdasarkan

hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan di zona

internal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran transmisi

1 dan saluran transmisi 2 sebesar 7,889 kA dan generator 2 yang mengalami

peningkatan arus paling besar yaitu 98,829. Besar arus gangguan yang terjadi

pada Rf 1 Ohm ditunjukkan pada Gambar 4.12 (e) yaitu pada fase-A sebesar

106,820 kA, fase-B sebesar 101,567 kA dan fase-C sebesar 100,562 kA.

Gambar 4.12 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan internal yakni 104,215 kA. Nilai setting arus pada relai diferensial

adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial

melebihi batas dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai bekerja

dan memerintahkan CB untuk trip hal ini ditunjukkan pada gambar 4.12 (g.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Hasil simulasi dan performa relai terhadap ganguan

internal Tiga-Fase A-B-C

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
106,82 101,56 100,56 104,21
1 7,889 7,889 98,829 Trip
0 7 2 5
10 2,237 2,237 29,967 31,252 30,851 30,757 31,581 Trip
20 1,230 1,230 16,883 17,495 17,386 17,385 17,797 Trip
Arus setting pada relai = 0,121 kA

51
Tabel 4.3 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan internal

tiga-fase A-B-C dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan 20

Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu trip untuk ketiga jenis resistansi

gangguan yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon

dengan sangat baik terhadap gangguan internal yang terjadi.

Gangguan internal tiga-fase A-B-C untuk Rf 1 Ohm besar arus

diferensialnya adalah 104,215 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah

31,581 Ka dan Rf 20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 17,797 kA. Sementara

nilai setting arus pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut

arus diferensial yang terjadi pada gangguan internal tiga-fase A-B-C dengan

variasi gangguan 1, 10 dan 20 Ohm telah melewati batas maksimum arus

diferensial atau setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk

trip.

B.4. Model-04, sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

(gangguan eksternal pada saluran transmisi 1)

Berikut model sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial gangguan

eksternal pada saluran transmisi 1:

Gambar 4.13. Model sisetem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial
dalam kondisi gangguan ekstenal pada saluran transmisi 1
52
B.4.1. Gangguan eksternal dua-fase A-B pada saluran transmisi 1

Gangguan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif ganguan (Rf)

yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20. Bentuk

gelombang dari hasil simulasi gangguan eksternal dua-fase A-B dengan nilai

resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD yang

dapat dilihat pada gambar 4.14 sebagai berikut:

0,048 kA 76,982 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 6,107 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 76,203 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 0 kA

(d.1) (d.2)
53
A = 81,163 kA
B = 77,921 kA

(e)

(f.1) (f.2)

Gambar 4.14. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-Fase


A-B dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-
Fase A-B, (f.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon
Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.14 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.14

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 1.

Berdasarkan hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan

di zona eksternal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran

transmisi 1 yang sangat besar yaitu 76,982 kA, saluran transmisi 2 sebesar 6,017

kA dan generator 2 sebesar 76,203 kA. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf

1 Ohm ditunjukkan pada Gambar 4.14 (e) yaitu pada fase-A sebesar 81,163 kA

dan fase-B sebesar 77,921 kA.

54
Gambar 4.14 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan eksternal pada saluran transmisi 1 yakni 0 kA. Nilai setting arus pada

relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

arus diferensial yang merupakan penjumlahan fasor dari semua arus yang

mengalir melalui rel dua hampir sama atau identik sehingga menghasilkan arus

diferensial 0 kA yang ditampilkan pada gambar 4.14 (d.2). Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial tidak m encapai atau melebihi batas

dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai tidak memerintahkan

trip kepada CB, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.14 (f.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

Eksternal Dua-Fase A-B

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
1 76,982 6,017 76,203 81,163 77,921 0 0 Blok
10 19,136 1,389 18,774 19,382 19,251 0 0 Blok
20 10,421 0,737 10,193 10,505 10,480 0 0 Blok
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.4 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan

eksternal dua-fase A-B dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan

20 Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu blok untuk ketiga jenis resistansi

ganggaun yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon

dengan sangat baik terhadap gangguan eksternal atau diluar zona pengamanan
55
relai diferensial.

Gangguan eksternal dua-fase A-B untuk Rf 1 Ohm besar arus

diferensialnya adalah 0 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA dan

Rf 20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA. Sementara nilai setting arus

pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial

yang terjadi pada gangguan eksternal dua-fase A-B dengan variasi gangguan 1, 10

dan 20 Ohm tidak mencapai atau melewati batas maksimum arus diferensial atau

setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk blok.

B.4.2. Gangguan ekstenal dua-fase A-C pada saluran transmisi 1

Ganggauan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelombang dari hasil simulasi gangguan eksternal dua-fase A-C dengan

nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

yang dapat dilihat pada gambar 4.15 sebagai berikut:

0,048 kA 76,903 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 5,504 kA

(b.1) (b.2)

56
0,097 kA 76,305 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 0 kA

(d.1) (d.2)
A = 80,365 kA
C = 77,615kA

(e)

(f.1) (f.2)

Gambar 4.15. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-Fase


A-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-
Fase A-C, (f.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon
Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

57
pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.15 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.15

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 1.

Berdasarkan hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan

di zona eksternal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran

transmisi 1 yang sangat besar yaitu 76,903 kA, saluran transmisi 2 sebesar 5,504

dan generator 2 sebesar 76,305. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf 1 Ohm

ditunjukkan pada Gambar 4.15 (e) yaitu pada fase-A sebesar 80,365 kA dan fase-

B sebesar 77,615 kA.

Gambar 4.15 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan eksternal pada saluran transmisi 1 yakni 0 kA. Nilai setting arus pada

relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

arus diferensial yang merupakan penjumlahan fasor dari semua arus yang

mengalir melalui rel dua hampir sama atau identik sehingga menghasilkan arus

diferensial 0 kA yang ditampilkan pada gambar 4.15 (d.2). Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial tidak mencapai atau melebihi batas

dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai tidak memerintahkan

trip kepada CB, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.15 (f.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

Eksternal Dua-Fase A-C

58
Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon
(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
1 76,903 5,504 76,305 80,365 0 77,615 0 Blok
10 19,212 1,265 18,931 19,356 0 19,232 0 Blok
20 10,492 0,622 10,329 10,494 0 10,477 0 Blok
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.5 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan

eksternal dua-fase A-C dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan

20 Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu blok untuk ketiga jenis resistansi

gangguan yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon

dengan sangat baik terhadap gangguan eksternal atau diluar zona pengamanan

relai diferensial.

Gangguan eksternal dua-fase A-C untuk Rf 1 Ohm besar arus diferensial

adalah 0 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA dan Rf 20 Ohm

besar arus diferensialnya adalah 0 kA. Sementara nilai setting arus pada relai

diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial yang

terjadi pada gangguan eksternal dua-fase A-C dengan variasi gangguan 1, 10 dan

20 Ohm tidak mencapai atau melewati batas maksimum arus diferensial atau

setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk blok.

B.4.3. Gangguan ekstenal tiga-fase A-B-C pada saluran transmisi 1

Ganggauan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelombang dari hasil simulasi gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan

59
nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

yang dapat dilihat pada gambar 4.16 sebagai berikut:

0,048 kA 100,149 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 7,889 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 98,829 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 0 kA

(d.1) (d.2)
A = 106,820 kA
B = 101,567 kA
C = 100,562 kA

(e)

60
(f.1) (f.2)

Gambar 4.16. Gelombang Arus Pada Gangguan Eksternal Tiga-Fase A-B-C


dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.1) IST 1 kondisi gangguan,
(b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi
normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi normal,
(d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Tiga-Fase
A-B-C, (f.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon
Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.16 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.16

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 1.

Berdasarkan hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan

di zona eksternal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran

transmisi 1 yang sangat besar yaitu 100,149 kA, saluran transmisi 2 sebesar 7,889

kA dan generator 2 sebesar 98,829 kA. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf

1 Ohm ditunjukkan pada Gambar 4.16 (e) yaitu pada fase-A sebesar 100,149 kA,

fase-B sebesar 101,567 kA dan fase-C sebesar 100,562 kA.

Gambar 4.16 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan eksternal pada saluran transmisi 1 yakni 0 kA. Nilai setting arus pada

relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

arus diferensial yang merupakan penjumlahan fasor dari semua arus yang

mengalir melalui rel dua hampir sama atau identik sehingga menghasilkan arus

61
diferensial 0 kA yang ditampilkan pada gambar 4.16 (d.2). Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial tidak mencapai atau melebihi batas

dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai tidak memerintahkan

trip kepada CB, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.16 (f.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

Eksternal Tiga-Fase A-B-C

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
100,14 106,82 101,56 100,56
1 7,889 98,829 0 Blok
9 6 7 2
10 30,59 2,237 29,967 31,252 30,851 30,757 0 Blok
20 17,283 1,230 16,83 17,495 17,386 17,358 0 Blok
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.6 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan

eksternal tiga-fase A-B-C dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10

dan 20 Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu blok untuk ketiga jenis

resistansi ganggaun yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat

memberikan respon dengan sangat baik terhadap gangguan eksternal atau diluar

zona pengamanan relai diferensial.

Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C untuk Rf 1 Ohm besar arus

diferensialnya adalah 0 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA dan

Rf 20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA. Sementara nilai setting arus

62
pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial

yang terjadi pada gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan variasi gangguan 1,

10 dan 20 Ohm tidak mencapai atau melewati batas maksimum arus diferensial

atau setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk blok.

B.5. Model-04, sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial

(gangguan eksternal pada saluran transmisi 2)

Berikut model sistem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial gangguan

eksternal pada saluran transmisi 2:

Gambar 4.17. Model sisetem rel tegangan tinggi dengan relai diferensial
dalam kondisi gangguan ekstenal pada saluran transmisi 2

B.5.1. Gangguan eksternal dua-fase A-B pada saluran transmisi 2

Ganggauan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelomba ng dari hasil simulasi gangguan eksternal dua-fase A-B dengan

nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

63
yang dapat dilihat pada gambar 4.18 sebagai berikut:

0,048 kA 6,107 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 76,982 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 76,203 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 0 kA

(d.1) (d.2)
A = 81,163 kA
B = 77,921 kA

(e)

64
(f.1) (f.2)

Gambar 4.18. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-Fase


A-B dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-
Fase A-B, (f.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon
Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.18 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.18

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 2.

Berdasarkan hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan

di zona eksternal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran

transmisi 2 sebesar 6,107, saluran transmisi 2 sebesar 76,982 dan generator 2

sebesar 76,203. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf 1 Ohm ditunjukkan

pada Gambar 4.18 (e) yaitu pada fase-A sebesar 81,163 kA dan fase-B sebesar

77,921 kA.

Gambar 4.18 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan eksternal pada saluran transmisi 2 yakni 0 kA. Nilai setting arus pada

relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

arus diferensial yang merupakan penjumlahan fasor dari semua arus yang

mengalir melalui rel dua hampir sama atau identik sehingga menghasilkan arus

65
diferensial 0 kA yang ditampilkan pada gambar 4.18 (d.2). Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial tidak mencapai atau melebihi batas

dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai tidak memerintahkan

trip kepada CB, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.18 (f.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.7 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

Eksternal Dua-Fase A-B

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
1 6,017 76,982 76,203 81,163 77,921 0 0 Blok
10 1,389 19,136 18,774 19,382 19,251 0 0 Blok
20 0,737 10,421 10,193 10,505 10,480 0 0 Blok
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.7 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan

eksternal dua-fase A-B dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan

20 Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu blok untuk ketiga jenis resistansi

gangguan yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon

dengan sangat baik terhadap gangguan eksternal atau diluar zona pengamanan

relai diferensial.

Gangguan eksternal dua-fase A-B untuk Rf 1 Ohm besar arus

diferensialnya adalah 0 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA dan

Rf 20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA. Sementara nilai setting arus

pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial
66
yang terjadi pada gangguan eksternal dua-fase A-B dengan variasi gangguan 1, 10

dan 20 Ohm tidak mencapai atau melewati batas maksimum arus diferensial atau

setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk blok.

B.5.2. Gangguan ekstenal dua-fase A-C pada saluran transmisi 2

Gangguan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelombang dari hasil simulasi gangguan eksternal dua-fase A-C dengan

nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

yang dapat dilihat pada gambar 4.19 sebagai berikut:

0,048 kA 5,504 kA

(a.1) (a.2)
0,048 kA 76,903 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 76,305 kA

(c.1) (c.2)

67
0 kA 0 kA

(d.1) (d.2)
A = 80,365 kA
C = 77,615kA

(e)

(f.1) (f.2)

Gambar 4.19. Gelombang Aliran Arus Pada Gangguan Eksternal Dua-Fase


A-C dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.2) IST 1 kondisi
gangguan, (b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG
2 kondisi normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi
normal, (d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Dua-
Fase A-C, (f.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon
Relai kondisi gangguan

Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi , saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.19 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.19

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 2.

Berdasarkan hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan

68
di zona eksternal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran

transmisi 1 yang sangat besar yaitu 5,504 kA, saluran transmisi 2 sebesar 76,903

kA dan generator 2 sebesar 76,305 kA. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf

1 Ohm ditunjukkan pada Gambar 4.19 (e) yaitu pada fase-A sebesar 80,365 kA

dan fase-C sebesar 77,615 kA.

Gambar 4.19 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan eksternal pada saluran transmisi 2 yakni 0 kA. Nilai setting arus pada

relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

arus diferensial yang merupakan penjumlahan fasor dari semua arus yang

mengalir melalui rel dua hampir sama atau identik sehingga menghasilkan arus

diferensial 0 kA yang ditampilkan pada gambar 4.19 (d.2). Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial tidak mencapai atau melebihi batas

dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai tidak memerintahkan

trip kepada CB, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.19 (f.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

Eksternal Dua-Fase A-C

Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon


(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
1 5,504 76,903 76,305 80,365 0 77,615 0 Blok
10 1,625 19,212 18,931 19,356 0 19,232 0 Blok
20 0,209 10,492 10,329 10,494 0 10,474 0 Blok
Arus setting pada relai = 0,121 kA
69
Tabel 4.8 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan

eksternal dua-fase A-C dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10 dan

20 Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu blok untuk ketiga jenis resistansi

ganggaun yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat memberikan respon

dengan sangat baik terhadap gangguan eksternal atau diluar zona pengamanan

relai diferensial.

Gangguan eksternal dua-fase A-C untuk Rf 1 Ohm besar arus diferensial

adalah 0 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA dan Rf 20 Ohm

besar arus diferensialnya adalah 0 kA. Sementara nilai setting arus pada relai

diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial yang

terjadi pada gangguan eksternal dua-fase A-C dengan variasi gangguan 1, 10 dan

20 Ohm tidak mencapai atau melewati batas maksimum arus diferensial atau

setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk blok.

B.5.3. Gangguan ekstenal tiga-fase A-B-C pada saluran transmisi 2

Gangguan yang terjadi divariasikan menjadi tiga jenis reaktif gangguan

(Rf) yaitu 1, 10, dan 20 Ohm. Gangguan pada sistem terjadi pada detik 0,20.

Bentuk gelombang dari hasil simulasi gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan

nilai resistansi gangguan (Rf) sebesar 1 Ohm mengguanakan aplikasi PSCAD

yang dapat dilihat pada gambar 4.20 sebagai berikut:

0,048 kA 7,889 kA

(a.1) (a.2)

70
0,048 kA 100,149 kA

(b.1) (b.2)
0,097 kA 98,829 kA

(c.1) (c.2)
0 kA 0 kA

(d.1) (d.2)
A = 106,820 kA
B = 101,567 kA
C = 100,562 kA

(e)

(f.1) (f.2)

Gambar 4.20. Gelombang Arus Pada Gangguan Eksternal Tiga-Fase A-B-C


dengan Rf = 1 Ohm (a.1) IST 1 kondisi normal, (a.1) IST 1 kondisi gangguan,
(b.1) IST 2 kondisi normal, (b.2) IST 2 kondisi gangguan, (c.1) IG 2 kondisi
normal, (c.2) IG 2 kondisi gangguan (d.1) Arus Diferensial kondisi normal,
(d.2) Arus Diferensial kondisi gangguan, (e) Arus Gangguan Tiga-Fase
A-B-C, (f.1) Pick Up Respon Relai kondisi normal, (f.2) Pick Up Respon
Relai kondisi gangguan
71
Hasil simulasi keluaran gelombang arus yang mengalir melalui rel dua

pada saluran transmisi 1, saluran transmisi 2, dan generator 2 yang ditampilkan

pada Gambar 4.20 (a.1), (b.1) dan (c.1) dalam kondisi normal dan Gambar 4.20

(a.2), (b.2) dan (c.2) dalam kondisi gangguan eksternal pada saluran transmisi 2.

Berdasarkan hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa waktu terjadinya gangguan

di zona eksternal yaitu pada detik 0,20 terjadi peningkatan nilai arus pada saluran

transmisi 1 yang sangat besar yaitu 7,889 kA, saluran transmisi 2 sebesar 100,149

kA dan generator 2 sebesar 98,829 kA. Besar arus gangguan yang terjadi pada Rf

1 Ohm ditunjukkan pada Gambar 4.20 (e) yaitu pada fase-A sebesar 100,149 kA,

fase-B sebesar 101,567 Ka dan fase-C sebesar 100,562 kA.

Gambar 4.20 (d.2) merupakan besar arus diferensial pada saat terjadinya

gangguan eksternal pada saluran transmisi 2 yakni 0 kA. Nilai setting arus pada

relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

arus diferensial yang merupakan penjumlahan fasor dari semua arus yang

mengalir melalui rel dua hampir sama atau identik sehingga menghasilkan arus

diferensial 0 kA yang ditampilkan pada gambar 4.20 (d.2). Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa arus diferensial tidak mencapai atau melebihi batas

dari over current limit pada penyetelan relai sehingga relai tidak memerintahkan

trip kepada CB, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.20 (f.2).

Untuk nilai arus dari hasil simulai dengan tiga variasi resistansi gangguan

dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9 Hasil simulasi dan performa relai terhadap gangguan

Eksternal Tiga-Fase A-B-C

72
Rf Arus Yang Mengalir Arus Gangguan Arus Respon
(Ohm) (kA) Diff Relai
Melalui Rel 2
(ka)
(Ka)
Fase- Fase- Fase-
IST 1 IST 2 IG2
A B C
100,14 106,82 101,56 100,56
1 7,889 98,892 Blok
9 0 7 2
10 2,237 30,595 29,967 31,252 30,851 30,757 Blok
20 1,230 17,283 16,883 17,495 17,386 17,385 Blok
Arus setting pada relai = 0,121 kA

Tabel 4.9 menampilkan kerja dari relai diferensial untuk gangguan

eksternal tiga-fase A-B-C dengan tiga jenis resistansi gangguan (Rf) yaitu 1, 10

dan 20 Ohm. Respon yang diberikan oleh relai yaitu blok untuk ketiga jenis

resistansi gangguan yang dialami, hal tersebut berarti bahwa relai dapat

memberikan respon dengan sangat baik terhadap gangguan eksternal atau diluar

zona pengamanan relai diferensial.

Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C untuk Rf 1 Ohm besar arus

diferensialnya adalah 0 kA, Rf 10 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA dan

Rf 20 Ohm besar arus diferensialnya adalah 0 kA. Sementara nilai setting arus

pada relai diferensial adalah 0,121 kA. Berdasarkan data tersebut arus diferensial

yang terjadi pada gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan variasi gangguan 1,

10 dan 20 Ohm tidak mencapai atau melewati batas maksimum arus diferensial

atau setting pada relai sehingga relai mengirimkan signal ke CB untuk blok.

73
BAB V

PENUTUP

C. Kesimpulan

1. Model/simulasi sistem proteksi rel tegangan tinggi telah direalisasikan

dengan komponen-komponen utama yakni: sumber tegangan tiga fase

generator 1 dan 2, data signal label, On-line Frequency Scanner (FFT),

Polar rectanguler cordinate converter, summing/ difference Junction, over

current detection blok, output channel dan dua variasi gangguan yaitu dua-

fase A-B, dua-fase A-C dan tiga-fase A-B-C. Maka dibuatlah empat model

sistem proteksi rel tegangan tinggi mengguanakan relai diferensial. Arus

setting pada relai adalah 0,121 kA.

2. Simulasi yang dilakukan menunjukkan bawha ketika gangguan yang

terjadi pada zona proteksi, yaitu zona internal arus diferensial telah

melebihi batas dari penyetelan arus relai, sehingga relai akan mengirimkan

signal untuk trip. Pada saat gangguan terjadi di luar zona proteksi, yaitu

zona eksternal arus diferensial tidak mencapai atau melebihi arus

penyetelan pada relai, sehingga relai tidak mengirimkan signal trip. Model

sistem ini menunjukkan bahwa relai diferensial efektif untuk memproteksi

rel tegangan tinggi dengan mengirimkan signal trip untuk semua gangguan

internal dan tetap blok untuk semua gangguan eksternal yang terjadi.

D. Saran

Simulasi rel tegangan tinggi menggunakan perangkat lunak Power System

74
Computer Aided Desigen (PSCAD) Student version yang dilakukan dalam

penelitian ini sangatlah terbatas yaitu maksimal 15 simpul, maka penelitian

selanjutnya diharapkan untuk dapat memodelkan seluruh sistem proteksi rel

tegangan tinggi yang lebih lengkap seperti sistem proteksi rel tegangan tinggi

pada rel 1 dengan mengguanakan versi PSCAD/EMTDC yang lebih tinggi (full

version).

75
DAFTAR PUSTAKA

Afrianda Muhammad. 2019. Analisa Penggunaan Rele Diferensial Sebagai


Proteksi Pada Transformator Daya Gardu Induk Pasir (PT. PLN.
PERSERO): Medan.
Alhosseini & Sidhu. 2020. Busbar Protection. Diakses pada 19 Oktober 2020,
dari
https://www.eng.uwo.ca/people/tsidhu/Documents/Nima%20Hejazi%20(B
usbar%20Protection).pdf
Eaton, 2014. Power Factor Correction a Guide For The Plant Engginer. United
States
Gary Shafer & Andi Faharuddin. 2009. Simulasi Teknik Proteksi Non KomunikasI
Berbasiskan Wavalet Dan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Saluran
Transmisi Udara: Padang.
Jiwantoro, SA., Pujiantara, M & Riawan, DC. 2012. Studi Perencaan
Penggunaan Proteksi Power Bus di Sistem Kelistrikan Industri Gas.
Jurnal Teknik POMITS. Vol (1): 1-6.
Muller, Craig. P. Eng. On the use of PSCAD ( Power Sistem Computers Aided
Design ), Research Centre ,Winnipeg, Manitoba, Canada.
Muslim, Supari. 2008. Teknik Pembangkit Tenaga Listrik Jilid 1 Untuk SMK.
Jakarta: DirektorAt Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Nasution, ES., Pasaribu, FI., Yusniati & Arfianda, M. 2019. Rele Diferensial
Sebagai Proteksi Pada Transformator Daya Pada Gardu Induk. Jurnal
Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara.Vol (2): ISSN 2686-6641
Paithanker Y. G dan S. R. Bhide, 2003. Fundemantals Of Power System
Protection. Meenakshi Printers, Delhi.
PLN, 2014. Buku Pedoman Pemeliharaan Proteksi Dan Kontrol Busbar. Jakarta:
PT. PLN (Persero).
Stevenson. W. D. Jr. 1990. Analisis Sistem Tenaga Listrik, Edisi Keempat .
Penerbit Erlangga : Jakarta

76
Sultan, AR., Mustafa, MW., Saini, M. 2012. Ground Fault Cyrrents In Unit
Generator-Transformer at Various NGR and Transformer Configuration.
IEEE Symposium on Industri Electronics and Aplications.
Wicaksono Pebrianto. 2016 Oktober 20. Tambahan Daya, Indocement Jadi
Konsumen Terbesar PLN di Jabar. Liputan 6. Diakses pada 9 September
2020, dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/2631054/tambah-daya-
indocement-jadi-konsumen-terbesar-pln-di-jabar
Yusmartato, Ramayulis & Armansyah. 2019. Menentukan Setting Rele
Differensial Pada Bus-Bar Di Gardu Induk Paya Pasir Medan. Jurnal of
Electrical Technologi. Vol 4 (1): ISSN 2598-1099
Yuniarto, Subari, A., & Kusumastuti, DH. 2015. Setting Relay Differensial Pada
Gardu Induk Kaliwunguu Guna Menghindari Kegagalan Proteksi. Jurnal
Transmisi. Vol 17(3): 147-152
Zhou Xiaoyao., Wang, H., Aggarwal, RK., Beamoumont, P. 2006. Performance
Evaluation of a Distance Relay as Applied to a Transmission System With
UPFC. IEEE Transactions On Power Delivery, Vol. 21(3): 1137-1147.

77
LAMPIRAN A

BENTUK DAN KEGUNAAN

KOMPONEN YANG DIGUNAKAN

78
LAMPIRAN A

Komponen-komonen yang digunakan dalam permodelan rangkaian

simulasi gangguan pada PSCAD, antara lain:

A.1 Tree-Phase Voltage Shource Model 1

Gambar A.1. Bentuk komponen Sumber Tiga-Fase.

Theree-Phase voltage source model 2 adalah komponen yang memberikan

input tegangan (kV), dan arus (kA) yang diinginkan.

A.2 Transmision Lines

Gambar A.2. Bentuk komponen transmision lines.

Transmision lines adalah komponen yang berfungsi sebagai saluran

transmisi,yang dapat diatur panjang saluran yang diinginkan dan frekuensi steady

state yang diinginkan.

A.3 Multimeter

Gambar A.3. Bentuk komponen multimeter.

79
Multimeter adalah komponen yang berfungsi untuk mengukur nilai arus

(kA), tegangan (kV), tegangan RMS (kV) dan sudut phasa (derajat atau radians).

A.4 On-Line Frequenci Scanner

Gambar A.4. bentuk komponen FFT.

FFT adalah sebuah komponen yang dapat memproses nilai arus atau

tegangan untuk menghasilkan nilai magnitudo dan sudut fase. Nilai magnitude

atau sudut fase berupa nilai domain waktu ( I ˪ ϴ ) dimana nilai I adalah

magnitude dan ϴ adalah sudut fase.

A.5 Polar/Rectanguler coordinat converter

Gambar A.5 Bentuk komponen konverter polar-rektanguler dan


rektanguler- polar

Komponen ini berfungsi untuk mengkonversi nilai polar ke nilai

rektanguler dan sebaliknya.

A.6 Summing/Diffrencing Junctions

Gambar A.6. Bentuk komponen Summing/Diffrencing Junctions.


80
Summing/Diffrencing Junctions adalah sebuah komponen yang dapat

menjumlahkan atau mengurangkan nilai yang di inginkan.

A.7 Output Chanel

Gambar A.7 bentuk komponen output Channel

Output Channel adalah suatu komponen yang berfungsi keluaran sinyal

dari sebuah simulasi,keluaran yang berupa kurva dan grafik, polymeter, meter,

dan lain-lain.

A.8 Three-Phase Fault

Gambar A.6. Bentuk komponen gangguan jaringan tiga fasa.

Komponen ini digunakan untuk menghasilkan kesalahan pada sirkuit AC

tiga fasa. Tersedia kesalahan line-to-line serta line-to-neutral dan nama variabel

saat ini kesalahan dapat ditentukan dalam setiap fase dan diminimalkan melalui

saluran output jika diinginkan.

A.9 Timed Fault Logic

Gambar A.9. Bentuk komponen Timed Fault Logic.


81
Timed Fault Logic adalah komponen yang berfungsi untuk pengaturan

waktu gangguan. Waktu yang di atur berupa saat mulai gangguan (apply fault),

dan lama waktu terjadi gangguan (duration fault)

A.10 Three phase resistive load and inductive load

Gambar A.10. Bentuk komponen Three phase resistive load and


Three phase inductive load.

Komponen ini memodelkan karakteristik beban sebagai fungsi dari

besarnya tegangan dan frekuensi, di mana beban nyata dan daya reaktif kami

dipertimbangkan secara terpisah.

A.11 Signal Name

Gambar A.11. Bentuk komponen Signal Name.

Label data dapat digunakan untuk menetapkan nama sinyal ke kawat yang

membawa sinyal data jika Nama Sinyal Data input cocok dengan nama sinyal data

lain dalam modul halaman yang sama (atau halaman utama), kedua sinyal ini di

anggap terhubung bersama.

Label data terutama digunakan untuk mentrasfer sinyal data dalam suatu

halaman atau untuk menyediakan titik koneksi untuk setiap sinyal output internal

yang dihasilkan dalam komponen. Label data tidak dapat digunakan untuk

mentrasfer data antar halaman.


82
A.12 Marges Data Signal Into an Array

Gambar A.12. Bentuk komponen Marges Data Signal Into an Array.

Komponen ini menggabungkan hingga 12 sinyal skalar individu ke dalam

array satu dimensi (data vektor). Semua sinyal yang terhubung ke terminal input

dikonversi ke tipe output yang dipilih. Nilai input INTEGER dikonversi ke tipe

REAL dan nilai input REAL dikonversi ke integer terdekat menggunakan fungsi

Fortran NINT. Konversi input LOGICAL ke tipe REAL atau INTEGER tidak

dilakukan secara otomatis. Jika input dari tipe yang berbeda, gunakan komponen

Konversi Jenis untuk mengonversikannya terlebih dahulu dengan tipe yang

diperlukan, dan kemudian menggabungkannya.

A.13 Datatape

Gambar A.13. Bentuk komponen Datatape.

Kabel adalah garis grafis yang digunakan untuk menghubungkan Mesin

Virtual komponen bersama-sama pada kanvas Sirkuit PSCAD. Sebuah kawat

dapat membawa sinyal listrik, dalam hal ini bertindak untuk menghubungkan

node secara elektrik. Kawat juga dapat digunakan sebagai jalur sinyal data, di

mana koneksi antara dua titik data memaksa titik yang terhubung sama satu sama

lain. Kabel dapat ditambahkan secara manual ke kanvas seperti yang dijelaskan

83
dalam Menambahkan Komponen ke Proyek dan Menghubungkan Komponen

Bersama, atau ditarik menggunakan Mode Kawat.

Kawat adalah 'komponen yang dapat diregangkan', yaitu panjangnya dapat

diubah agar sesuai dengan penggunaan yang diperlukan. Kabel dapat

dihubungkan bersama dengan memastikan bahwa titik akhir dari salah satu kabel

yang bergabung menyentuh bagian mana pun dari kabel lainnya. Kabel dapat

dilintasi (atau tumpang tindih) tanpa koneksi, selama titik akhir maupun simpul

tidak menyentuh Kawat lainnya. Kabel juga dapat terdiri dari beberapa segmen

ortogonal, di mana seluruh kawat dapat dimanipulasi secara keseluruhan. Baik

sinyal listrik dan data yang dibawa oleh kawat bisa multi-dimensi, yaitu sinyal

dapat dilewatkan sebagai array (vektor). PSCAD akan secara otomatis mendeteksi

jenis sinyal apa yang akan dilewatkan, serta dimensi titik-titik di mana Kawat

terhubung.

A.14 Over Current Detector

Gambar A.14. Bentuk komponen detektor arus lebih.

Komponen ini secara terus-menerus memeriksa apakah sinyal input

melebihi batas yang ditentukan saat ini atau tidak. Ini dapat dikonfigurasikan

untuk memproses sinyal input sebelum cheks diterapkan: jika input yang diproses

melebihi ambang batas untuk waktu tunda yang ditentukan, komponen akan

menghasilkan output 1 (jika tidak 0).

84
LAMPIRAN B

GRAFIK KELUARAN SIMULASI

UNTUK GANGGUAN INTERNAL DAN EKSTERNAL

85
LAMPIRAN B
GRAFIK KELUARAN SIMULASI UNTUK SISTEM

Lampiran B.1 Keluaran gelombang dari hasil simulasi rel tegagan tinggi
gangguan internal pada rel 2

 Gangguan internal dua-fase A-B dengan resistansi ganggaan 1 Ohm

Gambar B.1.1. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi


gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan internal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 10 Ohm

86
Gambar B.1.2. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi
gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan internal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 20 Ohm

Gambar B.1.3. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi


gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 20 Ohm
87
 Gangguan internal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 1 Ohm

Gambar B.1.4. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi


gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan internal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 10 Ohm

88
Gambar B.1.5. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi
gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan internal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 20 Ohm

Gambar B.1.6. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi


gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 20 Ohm

 Gangguan internal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 1 Ohm

89
Gambar B.1.7. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi
gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan internal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 10 Ohm

Gambar B.1.8. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi


gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 10 Ohm

90
 Gangguan internal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 20 Ohm

Gambar B.1.9. Gelombang arus gangguan internal pada rel 2, kondisi


gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 20 Ohm

Lampiran B.2 Keluaran gelombang dari hasil simulasi rel tegagan tinggi
gangguan eksternal saluran transmisi 1

 Gangguan eksternal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 1 Ohm

91
Gambar B.2.1. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
1, kondisi gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 10 Ohm

Gambar B.2.2. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


1, kondisi gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 20 Ohm

92
Gambar B.2.3. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
1, kondisi gangguan dua-fase A- B dengan Rf = 20 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 1 Ohm

Gambar B.2.4. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


1, kondisi gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 10 Ohm

93
Gambar B.2.5. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
1, kondisi gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 20 Ohm

Gambar B.2.6. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


1, kondisi gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 20 Ohm

 Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 1 Ohm

94
Gambar B.2.7. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
1, kondisi gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 10 Ohm

Gambar B.2.8. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


1, kondisi gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 20 Ohm

95
Gambar B.2.8. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
1, kondisi gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 10 Ohm

Lampiran B.5 Keluaran gelombang dari hasil simulasi rel tegagan tinggi
gangguan eksternal saluran transmisi 2

 Gangguan eksternal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 1 Ohm

Gambar B.2.9. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


2, kondisi gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 10 Ohm

96
Gambar B.2.9. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
2, kondisi gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-B dengan resistansi gangguan 20 Ohm

Gambar B.2.10. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


2, kondisi gangguan dua-fase A-B dengan Rf = 20 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 1 Ohm

97
Gambar B.2.11. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
2, kondisi gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 10 Ohm

Gambar B.2.12. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


2, kondisi gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan eksternal dua-fase A-C dengan resistansi gangguan 20 Ohm

98
Gambar B.2.13. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
2, kondisi gangguan dua-fase A-C dengan Rf = 20 Ohm

 Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 1 Ohm

Gambar B.2.14. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


2, kondisi gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 1 Ohm

 Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 10 Ohm

99
Gambar B.2.15. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi
2, kondisi gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf = 10 Ohm

 Gangguan eksternal tiga-fase A-B-C dengan resistansi gangguan 20 Ohm

Gambar B.2.16. Gelombang arus pada gangguan eksternal saluran transmisi


2, kondisi gangguan tiga-fase A-B-C dengan Rf =20 Ohm

100

Anda mungkin juga menyukai