Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIABETES MELLITUS (DM)

OLEH :

I GEDE KAMA BUDIANTARA DITHA


2114901219

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
A. Tinjauan Kasus
1. Pengertian
Diabetes militus merupakan gangguan metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin menyebabkan komplikasi krosnis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati. neuropati sensorik menyebabkan hilangnya
perasaan nyeri dan sensibilitas tekanan, sedangkan neuropati otonom
menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura pada kulit (yang
terjadi akibat penurunan perspirasi), yang kedua adalah penyakit vaskuler perifer
yaitu sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk turut menyebabkan lamanya
kesembuhan luka dan terjadinya ganggren, dan yang ketiga adalah penurunan
daya imunitas dimana hiperglikemi akan mengganggu kemampuan leukosit
khusus yang berfungsi untuk menghancurkan bakteri, dengan demikian pada
pasien diabetes yang tidak terkontrol akan terjadi penurunan resistensi terhadap
infeksi tertentu sampai terjadi infeksi yang serius seperti kemerahan akibat
selulitis yang disebabkan oleh bakteri yang masuk kulit melalui suatu pembukaan
( nanda nic.noc jilid 1 2015 ). Diabetes mellitus adalah suatu penyakit menahun
yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan
hormon insulin secara relatif maupun absolut (Darmono, 2011). Ada beberapa
tipe diabetes mellitus yang berbeda, penyakit ini dibedakan berdasarkan
penyebab perjalanan klinik dan terapinya, klisifikasi diabetes yang utama adalah
diabetes mellitus tipe I atau diabetes mellitus tergantung insulin terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun, dan diabetes mellitus tipe II atau diabetes
mellitus tidak tergantung insulin terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin . Penyakit
yang disebut dengan Diabets Melitus tipe II dimana pankreas dapat menghasilkan
cukup jumlah insulin untuk metabolism glukosa, tetapi tubuh tidak mampu untuk
memanfaatkan secara efisien, pada diabetes mellitus tipe II masah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin,
mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekeresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya diabete mellitus tipe II yaitu usia, obesitas, dan riwayat
keluarga.

2. Klasifikasi Diabetes Militus


Menurut Porth (2007) dalam Darmayanti (2016) terdapat klasifikasi diabtes
militus yaitu :
a. Diabetes Militus Tipe 1
Diabetes militus tipe I merupakan penderita yang tergantun insulin dan
terdapat sel-sel beta yang menghasilkan insulin akan dihancurkan oleh proses
otoimun sehingga akibatnya dilakukan tindakan penyuntikan insulin agar
dapat mengendalikan kadar gula darah, hal ini biasanya terjadi pada penderita
usia muda yaitu pada usia <30 tahun, dengan postur tubuh kurus dengan
terdiagnosis dan mudah mengalami ketoasisosis.
b. Diabetes Militus Tipe 2
Diabetes militus tipe II adalah penyakit DM tipe II yang tidak tergantung
pada insulin ini terjadi karena adanya penurunan sensitivitas pada insulin
(resistensi pada insulin) atau terjadinya penurunan produksi pada insulin.
Penyakit ini seringterjadi pada usia dewasa dan pada obesitas tetapi penyakit
ini juga bisa terjadi kepada semua umur, sehingga ketosis ini jarang terjadi
kecuali pada keadaan stress atau terjadinya infeksi
c. Diabetes Militus Tipe Lain
Diabetes militus tipe lain merupakan penyakit gangguan pada endrokin
atau sindrom yang dapat mengakibatkan hiperglikemia dan adanya
peningkatan pada produksi glukosa hati, terdapat penyakit lainnya seperti
penyakit pankreas, endrokrin sehingga terjadinya akromegali atau biasanya
terjadi karena adanya zat kimia dan adanya infeksi.
d. Gestational Diabetes
Diabetes kehamilan merupakan diabetes pada saat kehamilan adanya
intoleransi glukosa terjadi pada trisemester II dan III. Dalam keadaan
kehamilan biasanya terjadi perubahan pada metabolism dan karbohidrat untuk
janin serta untuk persiapan menyusui sehingga pada keadaan aterm kebutuhan
insulin adanya peningkatan mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal tetapi
apa bila ibu tidak dapat meningkatkan jumlah insulin sehingga relative
terjadinya hipoinsulin dan mengaibatkan terjadinya hiperglikemi.
e. Diabetik Foot Ulcer
Daibetik foot ulcer merupakan keadaan terjadinya infeksi atau
destruksi pada jaringan kulit yang berada di daerah paling dalam kaki pasien
DM sehingga terjadinya abnormalitas saraf dan adanya gangguan pada
pembuluh arah arteri perifer. Diabetik ini juga di kenal sebagai luka kronik
disebabkan oleh kegagalan pada penyembuhan sehingga kegagalna ini
disadari karena gangguan pada proses fisiologi bagian tubuh seperti iskemia,
neuropati.

3. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen, akan
tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam
mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011). Adapun faktor – factor lain sebagai
kemungkinan etiologi penyakit Diabetus Melitus antara lain :
a. Faktor Keturunan (Genetik)
Genetik merupakan riwayat keluarga yang memiliki DM tipe 2, akan
memiliki peluang adanya menderita DM sebesar 15% dan adanya resiko
mengalami intoleransi pada glukosa yaitu ketidakmampuan pada
metabolisme karbohidrat dengan nilai normal sebesar 30%. Pada faktor
genetik ini mempengaruhi sel beta dan menyebarkan rangsangan pada
sekretoris insulin.

b. Obesitas
Obesitas merupakan kelebihan pada berat badan kurang lebih 20% dari
berat ideal (BMI). Pada kegemukan ini mengakibatkan tarjadinya
pengurangan produksi pada reseptor insulin yang bekerja di dalam sel di
otot skeletal dan di daerah jaringan lemak, ini sering juga di sebut
resistensi insulin perifer. Pada kegemukan baisanya merusak kemampuan
pada sel beta untuk melepas insulin pada saat terjadinya peningkatan
glukosa darah.
c. Usia
Usia merupakan penyebab resiko penderita DM tipe 2 dengan usia dia
atas 30 tahun, ini terjadi karena adanya perubahan pada anatomis,
fisiologis dan biokimia. Perubahan ini terjadi dari tingkat sel selanjutnya
pada tingkat jaringan dan berlanjut ke tingkat organ yang dapat
mempengaruhi homeositasis. Seseorang yang telah mencapai umur 30
tahun, maka pada kadar glukosa naik menjadi 1-2 mg% pada setiap tahun
disaat bulan puasa dan akan mengalami kenaikan 6-13% pada jam setelah
makan.
d. Stress
Stress akan timbul ketika ada ketidakcocokan antara tuntunan yang
dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Penderita diabetes akan
mengalami stress sehingga dapat merubah pola makan, latihan dan
penggunaan obat hal ini dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
e. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Kosumsi
makanan berlebihan dan tidak di imbangi dengan sekresi insulin dalam
jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah
meningkat dan pasitnya akan menyebabkan diabetes melitus
f. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes melitus.
Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit diabetes melitus karena olah raga berfungsi untuk membakar
kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang tertimbun didalam tubuh
merupakan faktor utama penyebab diabetes melitus selain disfungsi
pankreas
g. Riwayat Diabetes Gestasional
Merupakan wanita yang memiliki riwayat penyakit diabetes
gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih 4 kg
memiliki resiko tinggi DM tpe 2. Tipe DM ini sering di jumpai pada 2-5%
pada poulasi ibu hamil.

4. Patofisiologi Diabetes Militus


Diabetes tipe 1 pada diabetes tipe satu terdapat ketidak mampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekspresikan kedalam urin, ekseri ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis kosmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) sedangkan pada DM tipe 2
memiliki beberapa kondisi yang sangat berperan yaitu terjadinya resistensi insulin
dan difungsi sel B prangkreas sehingga pada diabetes militus tipe 2 disebabkan
karena terdapat kurangnya sekresi insulin dan pada sel sel insulin gagal merespon
secara normal. Pada keadaan ini biasanya sering disebut dengan resistensi insulin,
hal ini terjadi akibat terjadinya obesitas dan kurangnya melakukan aktifitas fisik.
Seseorang penderita diabetes militus tipe 2 ini juga biasanya dapat terjadi adanya
kelebihan memproduksi glukos hepatic secara berlebihan tetapi tidak sampai
menyebabkan kerusakan pada sel B Langerhans secara autoimun. Fungsi dari
insulin pada penderita diabetes militus pada tipe 2 bersifat relative dan tidak
absolut.
Awal terjadinya diabetes militus 2 pada sel B memperlihat terjadinya
gangguan pada sekresi insulin pada fase pertama yang berate sekresi insulin ini
adanya kegagalan mengkompensasi resitensi insuli, bila tidak di tanggulangi
dengan baik dan benar maka perkembangan selanjutnya bisa terjadinya kerusakan
pada sel- sel B pankreas. Jika sel – sel B pangkreas rusak makan akan terjadi
secara progresif sehingga dapat menyebabkan defisiensi insulin, pada akhirnya
seseorang penderita diabetes militus ini memerlukan insulin eksogen (Fatimah,
2015).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada diabetes militus terdapat khas yang sering muncul pada
penyakit ini yaitu adanya tias poli terdapat bagiannya yaitu polyuria, polidipsi dan
poliphagi. Pada bagian poliuri dan polidipsi sering terjadi akibat adanya
kehilangan cairan yang berlebihan yang sering di hubungkan dengan
diuresisosmotic, sedangkan pada bagian poliphagi terjadi akibat dari adanya
kondisi metabolik yang terdapat defisiensi insulin dan terjadinya pemecahan pada
lemak dan protein. Adanya gejala- gejala lainnya yaitu terjadinya kelemahan
kelelahan perubahan pada penglihatan yang terjadi secara mendadak, terjadinya
kering pada kulit dan adanya lesi luka yang pada penyembuhannya sangat lambat
dan infeksi terjadi berulang- ulang. Gejala yang sering terjadi tidak berat dan
kemungkinan tidak ada tetapi konsekwensinya terjadinya hiperglikemia yang
cukup lama sehingga menyebabkan adanya perubahan patologi dan fungsional
yang sudah mengalami dengan waktu lama sebelum diagnos di buat. Terjadinya
efek jangka panjang diabetes militus dapat terjadinya perkembangan progesif
komplikasi spesifik retinopati yang menimbulkan kebutaan pada mata, nepropati
yang dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal dan pada neuropati maka
terjadinya resiko ulkus diabetic, terjadinya amputasi sendi chartcot (Darmayanti,
2016)

6. Komplikasi Diabetes Militus


Menurut Fatima (2015) diabetes militus menyebabkan adanya komplikasi akut
dan komplikasi kronis yaitu:
a. Kelompok Akut
1. Hipoglikemia merupakan kadar glukosa darah pada seseorang yang
nilai nya di bawah batas normal (< 50 mg/dl). Hal ini sering terjadi
apabila penderita DM tipe 1 yang dapat mengalami 1-2 kali
perminggu, sehingga kadar gula yang rendah dapat menyebabkan
sel-sel pada otak tidak dapat energy dan tidak bekerja dengan baik
segingga mengalami kerusakan.
2. Hiperglikemia merupakan gula darah yang meningkat secara tiba-
tiba dapat menyebabkan berkembangnya menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya sehingga terjadinya ketoasidosis
diabetic, koma hiperosmoler non ketotik (KHNK) dan kemolakto
asidosis.
3. Gejala akut yaitu banyak minum, banyak kecing, nafsu makan
bertambah tetapi berat badan turun, mudah lelah (Restyana. N.F,
2015)
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang sering
terjadi pada diabetes militus hal ini adanya trombosit otak
(terjadinya pembekuan darah pada sebagian otak), terjadinya
penyakit jantung coroner (PJK), terjadinya gagal jantung kongetif
dan stroke.
2. Komplikasi mikrovaskuler sering terjadi pada penderita
diabetes militus tipe 2 seperti terjadinya nefropati, diabetic
retinopati (terjadinya kebutaan pada mata), neuropati dan
amputasi.
3. Gejala kronis yaitu kesemutan, kram, ibu hamil sering terjadi
keguguan, berat lahir lebih 4 kg (Restyana. N.F, 2015).

7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

1. Glukosa darah sewaktu


2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
4. Tes glukosa urine
Adanya glukosa dalam urine dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi),
yang tidak khas untuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes. Persiapan
pasien sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa.
5. Tes HbA1C atau Tes A1C
Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C) merupakan salah satu
pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah.
Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah selama
priode waktu 6-12 minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil
pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakuakan penyesuaian
terhadap pengobatan diabetes yang dijalani.
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah


sewaktu
< 100 100-200 >200
- Plasma vena
<80 80-200 >200
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa

<110 110-120 >126


- Plasma vena
<90 90-110 >110
- Darah kapiler
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :

1. Kadar gula darah normal adalah kurang dari 100 mg/dl.


2. Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 100 sampai 120 mg/dl.
3. Kadar gula darah orang yang menderita diabetes adalah lebih dari 126 mg/dl.
4. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (postprandial) juga dapat
mengindikasikan orang terkena diabetes atau tidak. Berikut ini ukuran kadar
gula dalam darah setelah makan 2 jam.
a. Kadar gula darah normal adalah kurang dari 140 mg/dl.
b. Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 140 sampai 200 mg/dl.
c. Kadar gula darah bagi penderita diabetes adalah lebih dari 200 mg/dl (Fauzi,
2014 : 77 – 78)

8. Penatalaksanaan Diabetes Militus


Menurut Fatimah (2015) terdapat prinsip penatalaksanaan pada DM secara
umum terdapat 5 prinsip yaitu
a. Diet
Pengaturan makan pada penderita diabetes dengan cara makan dengan
seimbang dan sesuai kebutuhan kalori dan zat gizi. Penderita penyakit DM ini
harus ditekankan agat teratur dalam makan dengan jenis, jumlah makan
terutama penderita yang menggunakan obat penurun insulin. Makan dengan
kom posisi yang sudah di sediakan dengan seimbang dengan karbohidrat 60 -
70%, lemak dengan 20-25% dan pada protein 10-15% sehingga untuk
menetukan status gizi dapat di hitung dengan BMI . BMI merupakan suartu
cara untuk memantau gizi penderita orang dewasa terutama yang kekurangan
dan kelebihan berat badan dengan rumus
IMT= berat badan (kg) ,di bagi tinggi badan (m) di kali tinggi badan (m)
b. Exercise (latihan fisik)
Penderita di anjurka melakukan latihan fisik secara teratur (3-4 kali
seminggu) dengan waktu selama 30 menit seperti latihan fisik senam kaki
selama 30 menit sehingga mengurangi kurangnya bergerak.
c. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan bagi jesehatan sangat penting, pendidikan primer diberikan
kepada kelompok masyarakan yang beresiko tinggi, pendidikan kesehatan
yang bersifat sekunder diberikan kepada penderita DM dan tersier diberikan
kepada penderita DM dan terdapat penyulit menahun.
d. Obat
Penderita DM telah melakukan pengaturan dan melakukan aktifitas
fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka akan di
pertimbangkan dengan menggunakan obat.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk mengumpulkan informasi,
data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data.
Pengumpulan data antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose
medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien)
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak
kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa
lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya
ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit
yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit
kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria
3) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM

c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri
akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan.
Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa
reaksi obat anestesi.
2. Aktivitas dan Istirahat Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram
otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur. Tanda: takikardia dan
takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi,
koma
3. Sirkulasi Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama. Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia,
krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
4. Integritas ego Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi. Tanda : ansietas, peka rangsang.
5. Eliminasi Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : urine
encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada diare.
6. Makanan dan cairan Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik. Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan,
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
7. Neurosensori Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi,
stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang.
8. Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
9. Pernapasan Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
10. Seksualitas Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita Gastro intestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,
anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
11. Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada
kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
12. Integumen Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
3. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko ketidakstabilan kadarglukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemia
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cara berjalan

3. Perencanaan
A. Prioritas Masalah
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera isik
3. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko ketidakstabilan kadarglukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemia
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cara berjalan

B. Rencana Keperawatan
A. Diagnosa I : Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak
adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadinya
penyembuhan luka
Kriteria hasil :
a. Luka tampak kering dan bersih
b. Penyembuhan luka tepat waktu
c. Penyembuhan luka rapat dan membaik

Intervensi :

a. Obsrvasi tanda- tanda vital


Rasional : untuk memonitor tanda infeksi
b. Pertahankan tehknik aseptic
Rasional : untuk mencegah jalan masuknya bakteri
c. Berikan antibiotic
Rasional : mencegah penyebaran virus

Diagnosa II : Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera


fisik
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan masalah nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri)
b. Melaporkan nyeri berkurang (1-10) menjadi 3
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi

a. Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman


Rasional : dengan adanya tirah baring akan mengurangi nyeri
b. Kaji nyeri menggunakan metode (PQRST) meliputi skala,
frekuensi nyeri, dll Rasional : pengkajian dari frekuensi, skala,
waktu, dapat dipertimbangkan untuk tindakan selanjutnya.
c. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional : teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri dan
membuat relaks
d. Monitor Tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui perkembangan kesehatan pasien
e. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional : pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien

B. Diagnosa III : Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan


imobilitas
fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadinya
perbaikan jaringan
Kriteria hasil :
a. Temperature kulit sekitar luka dalam rentang normal
b. Hidrasi sekitar luka normal (skala 5)
c. Perkiraan kulit membaik

Intervensi

a. Bersihkan dressing dan plester perekat


Rasional : menghindari resiko infeksi akibat dari dressing yang
sudah lama terpasang
b. Pantau karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan
bau
Rasional : mengetahui perkembangan karakteristik dari luka
c. Melakukan dressing, sesuai dengan tipe luka
Rasional : pemilihan dressing yang tepat dapat mempengaruhi
keadaan luka
C. Diagnosa IV : Resiko ketidakstabilan kadarglukosa darah berhubungan
dengan hiperglikemia
Tujuan : setelah dilakukan tindkan keperawatan kadar glukosa dalam
darah stabil
Kriteria hasil :
a. Kadar glukosa dalam darah normal (80 – 100 mg/dL)
b. Berat badan ideal atau tidak mengalami penurunan
Intervensi :
a. Kaji faktor yang menjadi penyebab ketidakstabilan glukosa
Rasional : untuk mengetahui tanda gejala ketidakstabilan
glukosa
b. Pantau tanda gejala terjadinya hipoglikemi dan hiperglikemi
Rasional : upaya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah
c. Memberikan penyuluhan mengenai penyakit ulkus diabetik,
diit, obat, resep
Rasional : merencanakan, melakukan program penyuluhan,
pasin melaksanakan program diet, dan menerima obat resep
Diagnosa V : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cara
berjalan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan masalah keterbatasan
pada gerak fisik tubuh terarah dan mandiri
Kriteria hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas fisik
c. Mempergunakan alat bantu

Intervensi

a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi setiap hari


Rasional : mengetahui kemampuan pasien dalam aktivitasnya
sehari – hari
b. Monitoring tanda – tanda vital pasien sebelum dan sesudah
latihan Rasional : mencegah penurunan status kesehatan pasien
c. Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalandan cegah
terhadap cidera Rasional : mencegah cidera
d. Damping dan bantu pasien dalam pemenuhan ADLs
Rasional : kebutuhan ADLs pasien terpenuhi
e. Mendekatkan alat / barang yang dibutuhkan pasien
Rasional : pasien tidak kesulitan dalam kebutuhan fasilitasnya
f. Kolaborasi dengan keluarga untuk pemenuhan ADLs paisen
Rasional : memaksimalkan nafsu makan, dan kebutuhan ADLs
yang lainnya

4. Implementasi
Implementasi adalah suatu rangkaian yang dilakukan oleh seorang perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang sedang dihadapinya.
Status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Tindakan ini diberikan ke klien terkait dengan dukungan, pengobatan, Tindakan
untuk memperbaiki kondisi, tindaklanjut untuk mencegah masalah – masalah
kesehatan yag muncul dikemudian hari (Yustina olfah, 2016)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu ada pendekatan lain dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
(Yustina olfah, 2016). Evaluasi pada pasien dengan DM adalah
a. Luka pada kaki pasien semakin membaik
b. Nyei teratasi
c. Klien dapat kembali beraktivitas
d. Klien dan keluarga mampu membersihkan luka dengan baik dan
benar
e. Kadar gula darah dalam batas normal
f. Klien dan keluarga memahami tentang penyakitnya dan rencana
pengobatan
WOC

Umur

Penurunan fungsi indra pengecap penuunan fungsi pancreas

Konsumsi makanan manis berlebih penurunana kualitas dan kuantitas insulin

Gaya
hidup

HIPERGLIKEMIA

Penurunana glukosa dalam sel kerusakan vaskuler

Cadangan lemak dan protein menurun neuropati perifer

Bb turun Resiko ULKUS


ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Kerusakan intergitas kulit

Pembedahan
(debridement)
Nyeri akut
Pengeluaran histamin adanya perlukaan pada
kaki

Luka insisi tidak terawatt

Gangguan Peningkatan Leukosit


Mobilitas Fisik

Resiko infeksi

Daftar Pustaka

Darmono 2010, Faktor yang berhubungan dengan diabtes militus, Jakarta

Damayanti, S. (2016). Diabetes Militus & Penatalaksanaan Keperawatan. Jakarta:


Nuha Medika. 4-21
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 4(5).93-101
Muji, H. (2018). Suhan Keperawatan Ny. N Dengan Diabetes Melitus Di Ruang Kirana Rumah
Sakit Tk. Iii Dr. Soetarto Yogyakarta. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Yogyakarta.

Olfah. Y. 2016. Dokumentasi Kperawatan. (Modul Bahan Cetak Ajar Keperawatan).


Jakarta Selatan
Riyadi. (2011). Keperawatan Medical Bedah Diabetes Militus . Yogyakarta

Restyana. N. F., (2015). Diabetes Militus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung University.

Wiliams & wilkins. (2011). Gambaran Pengendalian Kadar Gula Darah Pada
Diabetes Militus. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai