Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelompok 2 :
Latar Belakang
Pendampingan adalah proses perjumpaan pertolongan antara pendamping dan orang yang
didampingi. Perjumpaan itu bertujuan untuk menolong orang yang didampingi agar dapat
menghayati keberadaannya dan mengalami pengalamannya secara penuh dan utuh, sehingga
dapat menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk berubah, bertumbuh, dan berfungsi
penuh secara fisik mental, spiritual dan sosial (Wiryasaputra, 2006 : 57). Pendampingan terutama
mengacu pada semangat, tindakan memedulikan dan mendampingi secara generik. Biasanya,
pendampingan mengacu pada hubungan bantuan psikologis secara informal sebagai lawan pada
hubungan bantuan psikologis secara formal dan profesional. Pendampingan bisa dihubungkan
dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak berprofesi bantuan psikologis
secara penuh waktu, namun menginginkan layanannya lebih manusiawi (Wiryasaputra, 2006 :
59).
Tugas utama seorang pendamping adalah membantu orang yang didampingi untuk
mengalami pengalamannya secara penuh dan utuh. Dengan demikian pendamping membantu
orang yang didampingi merayakan suka dan duka kehidupan secara penuh dan utuh
(Wiryasaputra, 2006 : 62). Pendamping tidak hanya melakukan tindakan penyembuhan,
melainkan juga pencegahan, peningkatan, pemulihan, dan pemberdayaan. Sebuah layanan yang
bersifat komprehensif artinya pendamping dapat membantu menghilangkan rasa susah, marah,
terkejut, bingung, tertekan dan putus asa. Kemudian pendamping dapat menolong klien menjadi
pendamping bagi dirinya pada masa depan atau menolong orang disekitarnya. Pendamping juga
menciptakan perubahan bagi klien dan lingkungannya (Wiryasaputra, 2006 : 73).
1. Orang Sakit
Secara umum orang sakit sering kita artikan adalah orang yang terganggu tubuh dan
jiwanya sehingga orang tersebut tidak mampu melaksanakan aktifitas atau kegiatan sehari-
harinya. Tetapi ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian sakit yaitu B.Kieser , orang
sakit adalah orang yang mengalami penderitaan atau orang yang menderita, dan mereka yang
menderita ini tampil dalam beraneka ragam atau karakteristik wajah seperti tanpa harapan, putus
asa, celaka, tidak percaya, sengsara, hancur, remuk, hilang bentuk, sedih, sepi, aib dan malu.
Selain itu juga orang sakit ini ada yang membagi dalam tiga kelompok yaitu :
1) Orang yang sungguh-sungguh sakit, dan mereka sangat terganggu karena penyakit dan
beban yang mereka alami atau derita
2) Orang yang merasa dirinya sakit dan tidak yakin bahwa dirinya sebenarnya tidak apa-apa
atau terganggu. Biasanya hal ini terjadi sebagai akibat faktor neuresi dan psikosentris
3) Orang yang jelas sakit tetapi dirinya tidak merasakan bahwa dianya sakit.Orang seperti
ini banyak kita jumpai pada orang yang mengalami penyakit jiwa seperti psikosa dan
gangguan kepribadian anti sosial.
Apabila dilihat dari dua defenisi di atas, gambaran secara umum adalah bahwa orang
sakit selalu dibayangi oleh penyakit yang dideritanya. Walaupun tingkat kemajuan sarana telah
memadai tetapi belum menjamin seorang penderita aman menjalani “masa penderitaannya”
Dapat dikatakan bahwa tidak ada seorangpun dalam masa hidup seseorang yang tidak
pernah merasa sakit. Banyak faktor yang menjadikan seorang itu dapat merasakan sakit,seperti:
factor kejiwaan dan pikiran. Kadang kala perasaan “empati”dapat membuat seseorang itu juga
menjadi sakit walaupun tidak terbaring di rumah sakit.
Relasi pendamping dan yang didampingi dibangun dalam bentuk relasi yang mesra dan
harmonis, yang memungkinkan untuk mengalami kedamaian dan kebahagiaan, sehingga
menumbuhkan sikap saling menghargai. Pendamping mendasarkan relasi pada kasih (1 Korintus
13) sehingga hubungan pendamping dan yang didampingi dapat menumbuhkan nilai spiritual.
Hubungan ini berdimensi spiritual karena peran pastoral mengandung pengertian hubungan
Allah dengan manusia yang membutuhkan pertolongan Allah yang memelihara dan
membimbing. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa
pendampingan pastoral adalah upaya untuk menolong orang lain dalam relasi sejajar antara
pendamping dan yang didampingin sehingga keduanya memiliki
kesempatan untuk bertumbuh bersama yang bertanggung jawab dalam keputusan adalah yang
didampingi. tujuan akhir adalah kesembuhan jiwa yang menyangkut kesehatan fisik, mental,
sosial dan spiritual yang didasari oleh nilai- nilai kristen.
Didalam pendampingan orang sakit,kita sebagai keluarga ataupun perawat harus mengerti
bahwa orang sakit akan mempunyai emosi yang tidak stabil,oleh karena itu kita harus bisa
mengerti atau maklum terhadap ketidakstabilan emosi orang sakit.Agar kita bisa menjadi
pastoral atau pendamping yang menyemangati dan memberi harapan terhadap orang sakit.
3. Aspek-Aspek Pendampingan Pastoral
Bruce evenson et.al mengatakan “setiap kali,doa merupakan bagian otomatis yang harus
ada dalam kunjungan pelayanan gereja bagi orang sakit. Setiap kunjungan mesti di akhiri
dengan doa atau dengan janji untuk berdoa bagi yang sakit digereja (atau sinagoga). Meskipun
doa merupakan bagian dari perkunjungan ,seringkali doa justru tidak kena mengena dengan
emosi ataupun isi dari kunjungan tersebut. Doa adalah ritual tambahan yang menjadi bagian dari
kunjungan tetapi tidak merupakan bagian dari pendampingan pastoral.
Furnis bahkan percaya bahwa doa merupakan model pendekatan spiritual yang tidak saja
berdampak secara mental dan spiritual terhadap mereka yang berdoa. Sama halnya dengan
pendekatan medis,Furnis yakin bahwa doa sebagai pendekatan spiritual ,dapat meningkatkan
kapasitas tubuh yang berhubungan dengan penyembuhan.
Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit terdiri atas dua bagian, yaitu: Liturgi Sabda
dan perayaan Sakramen Pengurapan yang sebenarnya. Pada puncak perayaan, imam mengurapi
si sakit dengan minyak suci pada dahi dan tangan sambil mengucapkan rumusan-rumusan
tertentu. Dengan demikian jelas nampak karya Tuhan dalam sakramen ini, kurnia Roh Kudus
dimohonkan bagi si sakit dan janji keselamatan diucapkan baginya, agar dalam ketakberdayaan
jiwa-raganya, si sakit diluputkan serta dikuatkan, dan bila perlu, juga diampuni dosa-dosanya.
Untuk pengurapan sakramental digunakan minyak zaitun atau minyak lain dari tumbuhtumbuhan
yang telah diberkati oleh uskup dalam Misa Krisma pada hari Kamis Putih. Dalam keadaan
darurat, setiap imam dapat memberkati minyak untuk pengurapan ini. Jika dianggap perlu
adanya pengakuan dosa, imam dapat melayani Sakramen Pengakuan Dosa kepada si sakit
sebelum melayani Sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Pasien yang berada di ruang rawat intensif umumnya terintubasi dan tidak sadarkan diri
kondisi ini berdampak secara psikologis, sosial dan spiritual. Seringkali kondisi tersebut
menimbulkan ketidakberdayaan dan keputusan pada pasien dan pada akhirnya jatuh dalam
kondisi distress spiritual,dimana pasien sudah tidak lagi percaya pada Tuhan, tidak lagi
melakukan ibadah dan hilang pengharapan terhadap Tuhan. Proses penyembuhan dan
mekanisme koping tentunya akan terhambah jika pasien mengalami distress spiritual.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada di dekat pasien memiliki
kewajiban untuk membantu terpenuhinya kebutuhan dasar pasien, khususnya kebutuhan spiritual
pasien disamping memenuhi kebutuhan dasar yang lain. Pada beberapa penelitian disebutkan
bahwa peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual masih belum optimal. Perawat di
ruang rawat intensif lebih banyak menekankan pada kebutuhan fisik saja, seperti menstabilkan
tanda vital pasien dan mengatasi nyeri, namun mereka jarang memberikan perhatian pada
kebutuhan spiritual. Asuhan keperawatan spiritual telah banyak dibahas dan diteliti. Namun pada
praktiknya perawat kesulitan untuk menerapkannya kepada pasien khususnya pasien dengan
perawatan intensif. Kondisi ini disebabkan karena perawat kurang mengetahui bagaimana cara
memberikan perawatan spiritual kepada pasien dengan perawatan intensif yang kondisinya
terintubasi dan tidak berdaya.
Walaupun dalam kondisi terintubasi, tidak sadar, dan tidak berdaya, pasien tetaplah
manusia yang memiliki rasa dan harus tetap diperlakukan dengan baik. Telaah sistematis yang
telah dilakukan menemukan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual tidak hanya terbatas pada
ritual peribadatan saja. Komunikasi adalah komponen yang penting untuk dilakukan. Intervensi
sederhana seperti komunikasi bersama pasien, mendengarkan keluh kesah pasien, dan melakukan
tanya jawab seputar keyakinan pasien dapat dilakukan. Bersama dengan pasien, perawat dapat
mengetahui pasien dalam mengekspresikan pengalaman rasa sakit, ketidaknyamanan, dan
mendengarkan ekspresi emosi dan kecemasan, seperti depresi, kesedihan, ketakutan atau
kesepian, yang bisa menghambat kesehatan mereka secara fisik, emosional dan spiritual. Hal ini
dapat meningkatkan pemahaman perawat tentang kebutuhan spiritual pasien.
Perawat juga dapat memfasilitasi pasien untuk melakukan doa atau membacakan kitab.
Doa adalah metode utama dimana pasien dapat berhubungan dengan kondisi spiritualnya. Doa
memiliki efek positif pada psikologis dan kesejahteraan fisik. Identifikasi kebaikan pasien,
menghormati, berbicara dan mendengarkan, dan berdoa adalah aspek-aspek penting dari
perawatan spiritual mereka. Berdoa bersama atau berdoa untuk pasien, menghabiskan waktu
bersama pasien dan meyakinkan pasien, mendengarkan pasien secara verbal tentang ketakutan
dan kecemasan mereka, menunjukkan rasa hormat terhadap martabat dan keyakinan spiritual
agama mereka, menunjukkan kebaikan dan peduli, mengatur kunjungan pemimpin
spiritual/agama dan menawarkan harapan adalah hal-hal yang penting dan sederhana yang dapat
dilakukan untuk pasien.
Perawat juga dapat melakukan kolaborasi dengan pemuka agama dan keluarga untuk
melakukan pembimbingan kepada pasien dan memnuhi kebutuhan spiritual pasien. Keluarga
memiliki peran penting dalam mendukung dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien. Perawat
dapat berkolaborasi pemimpin agama untuk memberikan perawatan spiritual bagi pasien dan
keluarga mereka. Kolaborasi yang efektif diperlukan (terutama mengingat perubahan saat ini
dalam sistem perawatan kesehatan) untuk menyediakan perawatan spiritual yang memadai.
Keperawatan spritual tidak hanya terbatas pada ritual peribadatan saja. Intervensi
sederhana seperti komunikasi terbuka, membantu pasien untuk berdoa dan berkolaborasi dengan
keluarga dan pemimpin agama dapat diimplementasikan dalam perawatan kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan spiritual mereka khususnya pasien yang dilakukan perawatan intensif.
Dengan demikian, perawat dapat dengan mudah untuk melakukan intervensi keperawatan
spiritual sehingga pasien tidak mengalami distres spiritual, memiliki motivasi dan keyakinan
untu sembuh atau meningkatkan kondisi kesehatannya. Perawatan spiritual juga dapat membuat
pasien menerima kondisinya, merasa nyaman, dan dapat menjadi fasilitas untuk mengantarkan
pasien pada kematian yang damai.
7. Berdoa Bersama
"Mempunyai rekan doa adalah suatu cara yang indah untuk bertumbuh di dalam Tuhan,"
demikian kesaksian seorang aktivis pelayanan mahasiswa. Dan, kenyataan ini memang telah
terbukti dalam pengalaman mereka yang mempraktikkannya. Jika dua atau tiga orang Kristen
rindu dan rela meluangkan waktu untuk bersama-sama menghampiri Allah dalam doa, serta
berjanji untuk setia hadir secara teratur, maka mereka dapat menjadi rekan doa dan memulai
suatu persahabatan doa. Persekutuan dalam doa antara dua tiga orang ini merupakan suatu cara
yang efektif untuk belajar tentang apa artinya saling mendukung, saling memberi dorongan,
saling menanggung, saling melayani, dan bertumbuh di dalam Tuhan. Saudara akan merasakan
betapa besarnya kuasa doa itu untuk seluruh jemaat atau persekutuan Kristen yang Saudara
doakan serta layani.
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan agar persahabatan doa ini berhasil:
1. Komitmen
Rekan-rekan doa bukanlah "teman bermain" yang bertemu secara teratur untuk ambil
bagian dalam suatu aktivitas bersama. Mereka adalah saudara-saudara dalam Kristus yang rela
memberikan dirinya maupun waktunya satu bagi yang lain dalam suatu persekutuan yang unik.
Mengajak orang lain untuk memasuki kehidupan doa kita bukanlah hal yang gampang.
Perlu ada kerelaan masing-masing untuk bersikap terbuka dan jujur satu sama lain. Keterbukaan
yang tulus dan akrab ini mengandung risiko: kelemahan-kelemahan kita, yang biasanya kita
tutup-tutupi, akan diketahui oleh rekan kita. Namun, janganlah kecil hati. Risiko ini adalah
sesuatu yang diperkenankan oleh Tuhan, dan melalui keterbukaan itu Ia bekerja,
menyempurnakan pribadi masing-masing.
Rekan-rekan doa yang Tuhan berikan kepada Saudara adalah pribadi yang istimewa.
Oleh karena itu, dalam membina doa bersama jangan dihabiskan waktu dengan mencoba
mengubah mereka menjadi pribadi yang Saudara inginkan. Jadikan waktu doa bersama itu
sebagai waktu singkat untuk menikmati bersama hadirat Tuhan.
2. Prioritas
Kesungguhan dalam komitmen kepada Allah dan kepada sesama rekan doa, sangat menentukan
efektif tidaknya persahabatan doa itu. Yang pertama-tama diperlukan adalah kesungguhan untuk
menyediakan waktu, memprioritaskan waktu yang telah disetujui bersama. Pengorbanan waktu
yang kita berikan untuk berdoa bersama ini merupakan bagian dari "memberikan nyawa" satu
kepada yang lain (Yohanes 15:13).
3. Pertumbuhan
Pertumbuhan rohani akan terjadi secara perlahan tetapi pasti dan teratur dalam persahabatan doa
ini. Nantikan pertumbuhan rohani ini, demikian pula satu bagian penting dari pertumbuhan yang
akan Saudara lalui, yakni penderitaan dan kesulitan. Sementara Saudara dan rekan-rekan doa
berjalan bersama, sambil "diubahkan menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan
yang semakin besar" (2 Korintus 3:18), pasti akan ada "kerikil dan batu-batu menonjol" di
sepanjang jalan itu. Kerelaan untuk menjalani masa-masa sukar bersama-sama akan menjadi
ukuran, seberapa penting persekutuan itu bagi masing-masing dan seberapa kesungguhan
komitmennya.
Jangan putus asa bila persahabatan doa Saudara ternyata tidak menjadi sempurna dalam waktu
singkat. Sedikit sekali orang-orang yang memulai suatu persahabatan doa dengan kejujuran dan
saling percaya sepenuhnya. Sikap ini baru dapat dicapai setelah melalui suatu proses yang
memakan waktu.
4. Godaan
Guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya persahabatan doa dibentuk antara
sesama pria atau sesama wanita, atau calon suami-istri dan antara suami-istri. Jangan keliru,
persahabatan doa bukan suatu bentuk baru dari "berpacaran secara Kristen".