Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN DIAGNOSA LABIOPALATOSCHIZIS

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Anak

Dosen pengampu: Hj. Endang Suartini SST.MKM

Disusun Oleh :
Dwi Rahma Putri (P27905119009)
Wawat Kusumawati(P27905119039)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN LABIOPALATOSCHIZIS

A. Anatomi Fisiologi Rongga Mulut


Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomi
oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding
bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal
dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi
dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang
tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan
jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian
anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir (Tortora et al., 2009).

Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas
dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung
pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan
batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah
terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada
bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior (Jahan-Parwar et
al., 2011)
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan
subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari
bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion
merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi.
Epitelepitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga
memberikan warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran
histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel
rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun
struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian vermilion (Tortorra et al., 2009;
Jahan-Parwar et al., 2011).
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan
dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada
di bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat
melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan
otototot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar
makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot
tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara.
Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara
rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga
mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses
mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi
menjadi dua bagian yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole
(palatum lunak). Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga
mulut. Palatum durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang
memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk
oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa.
Bagian posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum
mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian
orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang
sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa
(Marieb and Hoehn, 2010; JahanParwar et al., 2011).
B. Definisi
a. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut, palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing
tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz,
2006).
b. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003).
c. Celah bibir dan celah langitan adalah suatu kelainan kelahiran yang terjadi
di daerah mulut dan bibir. Keadaan kelainan ini dapat meyebabkan
berbagai bervariasi problem yang berhubungan dengan rongga mulut,
bicara, pendengaran dan mungkin juga mempengaruhi jumlah, ukuran,
bentuk dan posisi gigi sulung maupun gigi tetap. (Pujiastuti,2008)

C. Klasifikasi
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang
foramen
Insisivum (gambar 2).
Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar
dan bibir pada satu sisi (gambar 3).
Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar
dan bibir pada dua sisi (gambar 4).
Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit
lunak dan keras. C. Celah yang meliputi langit-langit dan lunak keras juga
alveolar pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga
alveolar dan bibir pada dua sisi. (Young & Greg. Cleft lip and palate.
Sedangkan Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :
1. Celah langit-langit primer Celah bibir :
 Unilateral, median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3 dan
3/3.
 Celah alveolar dengan segala variasinya.
2. Celah langit-langit sekunder
 Celah langit-langit lunak dengan variasinya.
 Celah langit-langit keras dengan variasinya.

b
v

D. Etiologi
Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum
dapat diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio
minggu keenam sampai minggu kesepuluh kehamilan. Penyebab kelainan ini
dipengaruhi berbagai faktor, disamping faktor genetik, bisa juga faktor non-
genetik.
a. Faktor Genetik
Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir
telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957)
mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia
tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang
25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya
mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini
seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium
ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak
adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya
hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan resesif juga
merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa
celah bibir terjadi karena :
- Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak
kebalan embrio terhadap terjadinya celah.
- Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital yang ganda.
- Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti
dengan anomali kongenital yang lain
b. Faktor Non-Genetik
- Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab
terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang
dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang
hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu
juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan
hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam
kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang
sama.
- Menurut Siggers, dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil, bertambah
pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan
menyebabkan bayi dengan kelainan trisomi. Peningkatan risiko ini diduga
sebagai akibat bertambahnya umur sel telur yang dibuahi. Wanita
dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi
gamet-gamet baru selama hidupnya. Oleh karena itu, jika seorang
wanita berumur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun
(Pai, 1987).
- Meskipun obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk
mengobati penyakit ibu, tetapi hampir selalu janin yang tumbuh akan
menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat
analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan
terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang sebaiknya tidak
dikonsumsi selama kehamilan adalah rifampisin, fenasetin, sulfonamid,
aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, dan
penisilamin.Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai anti
emetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-
langit. Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat ini pada
binatang. Walaupun pada manusia belum terbukti, sebaiknya obat-obat ini
tidak diberikan pada kehamilan.
- Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit sifilis dan virus rubella dapat
menyebabkan terjadinya celah bibir dan langit-langit, tetapi hanya
sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
- Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi
korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga
nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan
dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan
celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic hormone
(ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid
mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah
yang dapat menganggu pertumbuhan.

E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat dijumpai adalah :
a. Deformitas pada bibir
b. Kesukaran dalam menghisap/makan
c. Kelainan susunan archumdentis
d. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
e. Gangguan komunikasi verbal
f. Regurgitasi makanan
a) Pada Labio skisis
• Distorsi pada hidung
• Tampak sebagian atau keduanya
• Adanya celah pada bibir
b) Pada Palato skisis
• Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen
incisive.
• Ada rongga pada hidung.
• Distorsi hidung
• Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan
jari.
• Kesukaran dalam menghisap/makan
F. Pathway

Genetik Teratogen Infeksi Toksikosis Kehamilan

Kegagalan perkembangan tulang


dan jaringan lunak pada trimester I

Prosesus maxilaris tumbuh ke 2 arah

Anterior Medial Sel mesekim


sebagai penginduksi

Penyatuan dengan pembentukan Diferensiasi sel epitel pada


prosesus fronto nasal (pada 2 titik prosesus palatal
bawah lubang hidung untuk
membentuk bibir atas)
Gagal
Menyatu
Gagal bergabung

Terdapat celah pada bibir


saja/lubang hidung, tulang Celah pada palato lunak
maxila, gigi dan keras, distorsi hidung

Hambatan Komunikasi Verbal


Labioskisis Palatoskisis
Resiko Aspirasi
Pembedahan

Ketidakmampuan Nyeri Kerusakan


menghisap Integritas Kulit

Ketidakefektifan
pemberian ASI

G. Komplikasi
a. Masalah asupan makanan
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada
bayi penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada
bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada
pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan
hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan
refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi
dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara memegang
bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui
bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu.
Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-
palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan
tertentu.
b. Masalah dental
Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi
geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.
c. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi
telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole
tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan
suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech).
Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut
diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat
kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan
bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat
bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin
mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh,
dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu

H. Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik
yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang
menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan
peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada
sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome)
c. Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I
kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan
struktur kraniofasial yang normal dari fetus.
a) Asam Folat
Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap
tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat
memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan, yang pertama
adalah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah
anemia pada kehamilan lanjut dan kedua adalah dalam mencegah
defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah
disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran
dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir
dan/atau langit-langit sumbing. Ibu hamil membutuhkan 400mg-
800mg asam folat pada tahap yang sangat awal dari kehamilan setiap
harinya.
b) Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi
terjadinya celah orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat
teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan
siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui
menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup
untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek
lahir lainnya pada binatang percobaan.
c) Vitamin A
Asupan vitamn A yang dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial. Hale adalah peneliti pertama yang
menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek
pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi.
Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap
retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan
kraniofasial yang gawat.
d. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa
ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai
kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena
trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui
berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari
pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua.
Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan
yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat,
operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui
meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

I. Pemeriksaan Penunjang
Terbentuknya celah pada bibir dan palatum biasanya terlihat selama
pemeriksaan bayi pertama kali. Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa
dengan USG prenatal, namun tidak terdapat skrining sistemik untuk
celahorofasial. Diagnosa antenatal untuk celah bibir, baik unilateral maupun
bilateral memungkinkan dengan USG pada usia gestasi 18 minggu. Celah
palatum sendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan USG
antenatalkarena sulitnya melihat kedalam mulut janin. (Mayo, 2012). Selain
USG, deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi
telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi
teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi
aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk
konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan.
J. Penatalaksanaan
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan
yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10
pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr dan usia lebih dari 10
minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang
harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi
tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot
khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi
tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi
cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi
setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati
langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan
dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar
celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang
yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla)
akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan
koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil
akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap
direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan
operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia
optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan.
Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6
bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka
pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan
operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi
untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan
mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.
Palatoplasty dilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai
bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara
bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai.
Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan
tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau
pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara
yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada
posisi yang salah.
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya
tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter
bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien
misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan
terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk
memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang
ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat
operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis
tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi
beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak
banyak bermanfaat.
4. Perawatan
a. Menyususi oleh ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi
dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu
dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu.
Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu
dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol khusus
(dot domba).
b.      Menggunakan alat khusus
1)      Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan
melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan  dot
yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot
yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau  hanya dot biasa
dengan lubang besar.
2)      Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian
belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
c.       Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian
sisi atau belakang lidah bayi
d.      Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk
menelan banyak udara
e.       Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak
menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk
memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk
sembuh
K. Konsep dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
Pada klien dengan CLP terdapat abnomali bentuk bibir / adanya celah
pada bibir, kesulitan dalam menghisap atau makan dan berat badan
yang tetap.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi mengalami kesulitan saat menghisap ASI, untuk anak yang
sudah aktif berbicara dapat menyebabkan kesulitan
dalam berbicara, seringkali memiliki suara hidung
saat berbicara, kadang juga memiliki gangguan dalam pendengaran.
d. Riwayat Kesehatan Lalu
Konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa
kehamilandapat mempengaruhinya terjadinya bibir sumbing.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kelainan seperti
yangdiderita anak tersebut, biasanya terdapat salah satu
anggotakeluarga yang juga menderita CLP.
f. Riwayat Nutrisi
Nutrisi tidak adekuat karena susu yang diminum keluar lewat hidung
atau masuk ke dalam saluran pernapasan
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya BCG, POLIOI,II,
III; DPT I, II, III; dan campak.
h. Riwayat Psikososial
Kaji psikososial yang dirasakan keluarga dalam merawat anaknyayang
mengalami CLP.
2. Pemeriksaan Fisik Khusus Pada Klien dengan CLP
Hidung
1. Inspeksi : kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik
sumbing, kesukaran dalam menghisap ataumakan.
2. Inspeksi pada labia skisis : tampak sebagian atau
keduanya,adanya celah pada bibir.
3. Inspeksi pada palato skisis: tampak ada celah pada kedua
tekak(uvula), palate lunak dan keras, adanya rongga pada
hidung,distorsia hidung
4. Palpasi dengan menggunakan jari : teraba celah atau
terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
Mulut
1. Terdapat celah pada bibir, palatum, atau keduanya.
2. Periksa gigi dan gusi apakah ada pergerakan atau
pembengkakan
3. Gags reflex potisif
4. Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
5. Rooting reflex potisif
6. Sucking reflex lemah
3. Pemeriksaan Fisik Per-Sistem
B1 (Breath) :
Kaji kesimetrisan dada, apakah ada penggunaan otot bantu nafas.
B2 (Blood) :
Ukur tekanan darah, adakah perubahan frekuensi jantung
B3 (Brain):
Biasanya anak agak rewel, gelisah, menangis
B4 (Bladder):
Tidak ada masalah
B5 (Bowel):
Anak terjadi kesulitan dalam menyusu, biasanya anak
tidakmenyusu. Seringterjadi refluk dan berat badan menurun.
B6 (Bone):
Tidak ada masalah.
B. Diagnosa Keperawatan :
a. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d rekfleks hisap bayi buruk
b. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat
c. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kesulitan berbicara
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
dalam jalan napas
C. Intervensi Keperawatan :
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan
pemberian ASI b.d keperawatan, pemberian bayi untuk
rekfleks hisap bayi ASI pada bayi efektif menghisap secara
buruk dengan kriteria hasil : efektif
- Keberlangsungan b. Pantau
pemberian ASI untuk keterampilan ibu
menyediakan nutrisi dalam
bagi bayi menempelkan bayi
- Diskontinuitas progresif ke puting
pemberian ASI c. Fasilitasi proses
- Pengetahuan pemberian bantuan interaktif
ASI : tingkat untuk membantu
pemahaman yang mempertahankan
ditunjukkan mengenai keberhasilan
laktasi dan pemberian proses pemberian
akan bayi melalui ASI
pemberian ASI d. Sediakan
informasi tentang
laktasi dan teknik
memompa ASI,
cara
mengumpulkan
dan menyimpan
ASI
e. Sediakan
informasi tentang
keuntungan dan
kerugian
pemberian ASI

2 Risiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan a. Jelaskan pada ibu


berhubungan keperawatan, bayi/anak tekhnik menyusui
dengan gangguan terhindar dari aspirasi, yang benar.
menelan dengan kriteria hasil : b. Tempatkan anak
Bayi menunjukkan pada posisi semi
peningkatan fowler
kemampuan menelan, c. Sendawakan bayi
bertoleransi terhadap setelah setiap
asupan oral tanpa aspirasi pemberian makan
d. Pantau status
pernapasan selama
pemberian makan
dan tanda-tanda
aspirasi selama
pemberian makan.
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan a. Dorong pasien
komunikasi verbal keperawatan, pasien tidak untuk
berhubungan mengalami hambatan berkomunkasi
dengan kesulitan komunikasi verbal, dengan secara perlahan
berbicara kriteria hasil : dan untuk
- Mampu mengulangi
mengkomunikasikan permintaan
kebutuhan dengan b. Dengarkan penuh
lingkungan perhatian
- Komunikasi c. Anjurkan ekspresi
ekspresi : ekspresi diri dengan cara
pesan verbal atau lain dalam
pun non verbal menyampaikan
bermakna informasi (bahasa
isyarat)
d. Kolaborasi dengan
terapi wicara
4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pernafasan
bersihan jalan keperawatan jalan nafas anak
nafas berhubungan efektif dengan kriteria hasil: b. Pertahankan bayi
dengan benda asing - Bayi atau anak tetap atau anak dalam
dalam jalan napas bebas dari posisi tegak selama
komplikasi pemberian makan.
pernapasan yang c. Hentikan
ditandai oleh pemberian makan
memepertahankan jika anak batuk-
pernapasan lancar, batuk
serta frekuensi d. Sendawakan bayi
teratur atau anak setelah
pemberian makan
e. Lakukan suction
jika diperlukan
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA By.A Dengan Gangguan Labiopalatozkisis Di
RUANG Perinatologi
RSU KAB.TANGERANG

Tgl/Jam MRS : 15 Agustus 2021/ 07.00 WIB


Tanggal/Jam Pengkajian : 16 Agustus 2021/ 12.00 WIB
Diagnosa Medis : Labiopalatozkisis
No. RM : 12345

Kasus Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : By.A
b. Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 15 Juli 2021
c. Umur : 2 Bulan
d. Pendidikan :-
e. Alamat : Jl. Masjid Al-Falah Rt09/01
Tangerang
f. Agama : Islam
g. Nama ayah/ibu : Dodi/Sinta
h. Pekerjaan ayah : Karyawan Swasta
i. Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
j. Pendidikan ibu : SMA
k. Suku bangsa : Indonesia
2. Keluhan Utama :
Bayi dibawa ibunya ke RS dengan Labiopalatoskiziz, Bayi
mengalami kesulitan menyusu dan suka tersedak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Bayi Mengalami Kesulitan Menghisap ASI
b. Karakteristik
P : Perlu dilakukan Pengkajian Ulang
Q : Perlu dilakukan Pengkajian Ulang
R : Celah di Bibir dan Langit Langit Mulut
S : Perlu Dilakukan Pengkajian Ulang
T : Sejak Lahir
c. Masalah sejak muncul keluhan
Bayi Tersebut Mengalami kesulitan menyusu.
Kurangnya Asupan Nutrisi Terhadap Bayi Tersebut Karena
sulitnya menghisap.
4. Riwayat Masa Lampau :-
5. Riwayat Keluarga (disertai Genogram)

2 bln
keterangan

: Meninggal

: Laki-laki

: Perempuan

: Tinggal Serumah
6. Riwayat Sosial :-
7. Pengkajian Pola Fungsional Menurut Gordon :
a. Pola nutrisi-metabolik
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Tidak Adekuat
b. Pola Eliminasi
c. Pola aktivitas-latihan :
d. Pola istirahat-tidur :
e. Pola seksualitas :-
f. Pola nilai-keyakinan
Ibu pasien mengatakan saat mengetahui anaknya ada kelainan
merasa cemas, namun saat bidan memberi tahu tentang
kelainan anaknya dan kelainan bisa dioperasi, sudah cukup
tenang.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sadar Penuh
b. Tanda vital :
RR : 46x/menit
HR : 120x/menit
TD : -
S : 37ᵒC
c. TB : 57,8Cm
d. BBL : 2,5Kg
e. Lingkar kepala : 35Cm
f. Mata : Kedua Mata Simetris, Tidak Ada Kelainan
g. Hidung :
Inspeksi : terdapat celah di hidung
Inspeksi pada labia skisis : tampak sebagian adanya celah
pada bibir.
Palpasi dengan menggunakan jari : teraba celah langit-langit
saat diperiksa dengan jari.
h. Mulut :
Terdapat celah pada bibir, palatum
Gusi terdapat celah pada bagian kanan atas
Gags reflex potisif
Ovula tidak simetris
Rooting reflex potisif
Sucking reflex lemah
i. Telinga : Bersih, Tidak Terdapat Cairan
j. Tengkuk/leher : Tidak Ada Pembesaran Kelenjar Thyroid
k. Dada : Bentuk Normal, Adanya dua putting susu
l. Abdomen : Tidak Ada Nyeri Tekan, Tidak Ada
Benjolan
m. Punggung : Alur Tulang Punggung Pasien Simetris
n. Genetalia : Genetalia Pada bayi Tersebut Wanita,
Vagina Bersih
o. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas Simetris, Jari-jari Lengkap
Ekstremitas Bawah Simetris, Tidak Ada Varises, Jari-Jari kaki
Lengkap
p. Kulit : Turgor Kulit Normal

9. Pemeriksaan perkembangan (penilaian berdasarkan


format DDST/Denver II) bagi anak usia 0-6 tahun : -
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

I. Analisa Data
Nama : By.A
No.CM : 12345
Ruangan : Perinatologi
Data Analisa Data

Tanggal Data Intrepetasi Data Masalah

16 Subjektif : Faktor predisposisi Ketidakefektifan


Agustus Ibu pasien (kurang asam folat, pemberian ASI
2021 mengatakan : b.d rekfleks hisap
vitamin)
- sejak lahir anak bayi buruk
terdapat celah
pada bibir Kegagalan
- anak susah
perkembangan tulang
menyusu
objektif : dan jaringan lunak pada
- terdapat celah trimester1
di hidung
- Inspeksi pada
Kegagalan penyatuan
labia skisis :
tampak prosesus nasal medial
sebagian dan maxilaris
adanya celah
pada bibir.
- Palpasi dengan Celah pada bibir
menggunakan
jari : teraba
celah langit- Kesukaran menghisap
langit saat
diperiksa
dengan jari.
- saat menyusu,
anak tampak
kesulitan
- sucking refleks
negatif
- rooting refleks
positif
16 Subjektif : Faktor predisposisi Risiko Aspirasi
Agustus Ibu pasien (kurang asam folat,
2021 mengatakan : vitamin)
- sejak lahir anak
terdapat celah Kegagalan
pada bibir perkembangan tulang
- anak susah dan jaringan lunak pada
menelan trimester1
objektif
- terdapat celah Kegagalan penyatuan
di hidung prosesus nasal medial
- Inspeksi pada dan maxilaris
labia skisis :
tampak Celah pada bibir
sebagian
adanya celah Ketidakmampuan
pada bibir. mengkoordinasi
- Palpasi dengan menghisap, bernapas dan
menggunakan menelan
jari : teraba Gangguan menelan
celah langit-
langit saat
diperiksa
dengan jari.
- Saat menyusu,
anak tampak
kesulitan, anak
terlihat
kesusahan saat
akan menelan
dan bernafas.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan rekfleks hisap bayi
buruk (D.0029)
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan (D.0006)
I. PERENCANAAN/INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel 3.5

Data Perencanaan

No Diagnosa PERENCANAAN

Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan Standar Luaran : Edukasi Menyusui a. Membantu Mengetahui


pemberian ASI Status Menyusui (I.12393) Kemampuan daya menghisap bayi
b.d rekfleks hisap (L.03029 ) a. Kaji kemampuan bayi untuk
sejauh mana.
bayi buruk Setelah dilakukan latch on dan menghisap
(D.0029) tindakan secar efektif b. Ibu Mengatuhui dan
keperawatan b. Pantau keterampilan ibu mempraktikannya dengan benar
selama 2x24 jam, dalam menempelkan bayi
c. Pemberian ASI terhadap Bayi
pemberian ASI ke puting
pada bayi efektif c. Fasilitasi proses bantuan lebih mudah dan keberhasilan
dengan kriteria interaktif untuk membantu terhadap pemberian ASI cukup
hasil : mempertahankan
besar.
- Keberlangsung keberhasilan proses
an pemberian pemberian ASI
ASI untuk d. Sediakan informasi tentang d. Ibu memahami cara laktasi, teknik
menyediakan laktasi dan teknik ASI, cara mengumpulkan ASI dan
nutrisi bagi memompa ASI, cara
menyimpan ASI yang baik dan
bayi mengumpulkan dan
- Diskontinuitas menyimpan ASI benar.
progresif e. Sediakan informasi tentang e. Ibu Mehami tentang keuntungan
pemberian ASI keuntungan dan kerugian dan kerugian pemberian ASI
- Pengetahuan pemberian ASI
pemberian
ASI : tingkat
pemahaman
yang
ditunjukkan
mengenai
laktasi dan
pemberian
akan bayi
melalui
pemberian ASI

2 Risiko aspirasi Standar Luaran : Manajemen jalan nafas a. Ibu Mehami tekhnik menyusui
berhubungan Status Neurologis (I.0101) yang benar.
dengan gangguan (L.06053) a. Jelaskan pada ibu tekhnik
b. Supaya Memudahkan Bayi dan
menelan (D.0006) Setelah dilakukan menyusui yang benar.
Ibu Saat pemberian ASI.
tindakan b. Tempatkan bayi pada posisi
keperawatan semi fowler saat
c. Membantu mengeluarkan udara
selama 2x24 jam, pemberiaan asi
dan mencegah terjadinya udarra
bayi/anak terhindar c. Sendawakan bayi setelah
terperangkap yang biasanya
dari aspirasi, setiap pemberian asi
menyebabkan bayi gumoh dan
dengan kriteria d. Pantau status pernapasan
kembung.
hasil : selama pemberian asi dan
Bayi menunjukkan tanda-tanda aspirasi selama d. Agar pernafasan bayi dapat Ter-
peningkatan pemberian asi Monitoring dan mencegah terjadinya
kemampuan aspirasi saat pemberian ASI.
menelan,
bertoleransi
terhadap asupan
oral tanpa aspirasi.
II. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAAN

Tanggal/ NO. Tindakan Keperawatan Tanda


Jam DP Tangan

16/08/2021 DP.1 - Mengkaji kemampuan bayi untuk latch on P


dan menghisap secara efektif
(Hari Ke-1) U
- Memantantau keterampilan ibu dalam
menempelkan bayi ke puting P
- Memfasilitasi proses bantuan interaktif U
untuk membantu mempertahankan
T
keberhasilan proses pemberian ASI
- Menyediakan informasi tentang laktasi
dan teknik memompa ASI, cara
mengumpulkan dan menyimpan ASI
- Memberikan informasi tentang
keuntungan dan kerugian pemberian ASI.
16/08/2021 DP.2 - Menjelaskan pada ibu tekhnik menyusui P
yang benar. U
- Menempatkan bayi pada posisi semi
P
fowler saat pemberiaan asi
- Menyendawakan bayi setelah setiap U
pemberian asi T
- Memantau status pernapasan selama
pemberian Asi dan tanda-tanda aspirasi
selama pemberian asi.
17/08/21 DP.1 - Mengkaji kemampuan bayi untuk latch on P
(Hari Ke-2) dan menghisap secara efektif U
- Memantantau keterampilan ibu dalam
P
menempelkan bayi ke puting
- Memfasilitasi proses bantuan interaktif U
untuk membantu mempertahankan T
keberhasilan proses pemberian ASI
III. CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal No. Catatan Perkembangan Tanda


DP Tangan
16/8/2021 DP.1 S: Ibu klien mengatakan bayinya belum dapat P
mengisap dengan baik U
O: Klien tampak belum membaik
P
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan U
T
16/8/2021 DP.2 S: Ibu klien mengatakan anaknya belum bisa P
sendawa setelah pemberian asi dan frekuensi U
pernafasannya meningkat
P
O: Klien tampak belum membaik
A: Masalah belum teratasi U
P: Intervensi dilanjutkan T
17/08/202 DP.1 S: Ibu klien mengatakan bayinya sudah dapat P
1 mengisap dengan baik U
O: Klien tampak sudah memaik
P
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan U
T
17/08/202 DP.2 S: Ibu klien mengatakan anaknya bisa P
1 sendawa setelah pemberian asi namun U
frekuensi pernafasannya meningkat
P
O: Klien tampak belum membaik
A: Masalah teratasi sebagian U
P: Intervensi dilanjutkan T
DAFTAR PUSTAKA

Behrman & Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (edisi 15 , vol 2). Jakarta : EGC
Donna, L. Wong. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC : Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika
Irawan, Hendry. 2014. Teknik Operasi Labiopalatoskiziz. CDK-215/vol.41 no. 4.
Kalimantan Selatan.
Pujiastuti, Nurul.2008. Perawatan Celah Bibir dan Langitan Pada Anak Usia 4 Tahun.
Indonesian Journal of Dentistry 2008:15 (3) : 232-238. Jakarta
Sianita, Pricillia Priska. 2011. Kelainan Bibir Serta Langit-Langit dan Permasalahannya
dalam kaitan dengan Interaksi dan Perilaku. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran
Gigi FKG UPDM. JITEKGI 2011,8(2): 42-46. Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
:

Anda mungkin juga menyukai