Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AGAMA TERAPAN

“PERAWATA JENAZAH DALAM PANDANGAN ISLAM”

Disusun Oleh :
Kelompok 4

Rasyid Abd Rahman (6130019011)


Ardhien Alif Yulian (6130019024)
Rudolf Galen Fauza (6130019034)
Arsya Tazkiya (6130019036)
Alya Putri Sakinah (6130019038)
Zahro Junaidy (6130019041)
Nur Hidayah (6130019051)
Berlian Rahmat Hidayatullah (6130019055)
Syifa’ani Maulidah (6130019067)
Miftahul Jannah (6130019072)
Fiona Restu Kusumah (6130019074)
Chaedar Sufy Magna (6130019080)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai agama
terapan dengan tepat waktu. Makalah “Etika islam menyambut bayi baru
lahir”disusun guna memenuhi tugas Muhammad Syaikhon,S.HI, M.HI. pada mata
kuliah agama terapan di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Tidak lupa
shawalat serta salam tercurahkan bagi Baginda Agung Rasulullah SAW yang
syafaatnya akan kita nantikan kelak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah mendukung serta membantu penyelesaian makalah. Harapannya,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Dengan
kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah.

Penulis,

Surabaya, 12 Maret 2022


BAB 1

A. Latar Belakang
Islam melihat ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga
mengharapkan ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit
menghibur dan mendo'akannya. Jika seseorang telah meninggal dunia,
hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis
kelaminnya melakukan kewajiban yang harus dilakukan terhadap jenazah,
yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan
menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya,
memandikannya, mengkafaninya, mens halatkannya, membawanya ke
kubur sampai menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan
kepada kaum muslimin sebagai kelompok. Jika perintah itu telah dikerjakan
oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka sudah kewajiban
melaksanakan itu terbayar. Kewajiban yang sesuai dengan ketentuan dalam
agama Muldhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka
mempelajari tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah
itupun merupakan fardhu kifayah juga.
Akan berdosalah seluruh anggota sesuatu kelompok muslimin
apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat orang-orang yang berilmu
cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan acara
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum dan tata cara memandikan jenazah?
2. Bagaimana hukum dan tata cara mensholatkan jenazah?
3. Bagaimana hukum dan tata cara mengkafani jenazah?
4.Bagaimana hukum dan tata cara menguburkan jenazah?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui hukum dan tata cara memandikan jenazah
2. Mahasiswa mampu mengetahui hukum dan tata cara mensholatkan jenazah
3. Mahasiswa mampu mengetahui hukum dan tata cara mengkafani jenazah
4. Mahasiswa mampu mengetahui hukum dan tata cara menguburkan jenazah
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Memandikan jenazah
Hukum memandikan mayat bagi orang Muslim yang hidup adalah
fardlu kifayah. Yang wajib dimandikan adalah mayat Muslim yang tidak
mati syahid, yaitu orang yang mati karena dalam pertempuran fi sabilillah
melawan orang kafir. Orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw. tentang orang-orang yang gugur dalam
pertempuran Uhud: “Jangan kamu mandikan mereka, karena sesungguhnya
setiap luka dan darah akan semerbak bau kesturi pada hari kiamat, dan tidak
usah mereka dishalati” (HR. Ahmad dari Jabir).
Orang yang memandikan mayat sebaiknya adalah keluarga terdekat
dari si mayat, kalau dia tahu cara memandikannya. Apabila mayat itu laki-
laki seharusnya yang memandikan juga laki-laki. Apabila mayat itu
perempuan yang memandikan juga perempuan. Kecuali untuk anak kecil,
maka boleh dimandikan oleh orang yang berlainan jenis kelamin. Nabi
bersabda: “Apakah yang menyusahkanmu seandainya engkau mati sebelum
aku, lalu aku memandikanmu dan mengkafani, kemudian aku menshalatkan
dan menguburmu” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Hiban, Ad-
Daruquthni, dan Al-Baihaqi dari ‘Aisyah).
Alat-alat yang perlu disediakan untuk memandikan mayit di
antaranya adalah:
a. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90
cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit.
b. Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember).
c. Gayung secukupnya (4-6 buah).
d. Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit.
e. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.
f. Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.
g. Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap
bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit menular.
h. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair.
i. Sampo untuk membersihkan rambut.
j. Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
k. Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air.
l. Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan
pelan.
m. Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti
mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk
menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah,
seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya.

Adapun cara memandikan jenazah secara singkat dapat dijelaskan


sebagai berikut:
a. Menaruh mayat di tempat yang tinggi supaya memudahkan
mengalirnya air yang telah disiramkan ke tubuh mayat.
b. Melepaskan pakaian mayat lalu ditutup dengan kain agar auratnya
tidak terlihat, kecuali anak kecil.
c. Orang yang memandikan mayat hendaknya menggunakan sarung
tangan, terutama ketika menggosok aurat si mayat.
d. Mengurut perut si mayat dengan pelan untuk mengeluarkan kotoran
kotoran yang ada dalam perutnya, kecuali perut perempuan yang
hamil.
e. Memulai membasuh anggota badan si mayat sebelah kanan dan
anggota tempat wudlu.
f. Membasuh seluruh tubuh si mayat dengan rata tiga kali, lima kali,
tujuh kali, atau lebih dengan bilangan ganjil. Di antaranya dicampur
dengan daun bidara atau yang sejenisnya yang dapat menghilangkan
kotoran-kotoran di badan mayat, seperti sabun,sampo, dan
sebagainya.
g. Menyiram mayit berulang-ulang hingga rata dan bersih dengan
jumlah ganjil. Waktu menyiram tutuplah lubang-lubang tubuh mayit
agar tidak kemasukan air.
h. Jangan lupa membersihkan rongga mulut mayit, lubang hidung,
lubang telinga, kukunya, dan sebagainya.
i. Yang terakhir, siramlah dengan larutan kapur barus atau cendana.
j. Untuk mayat perempuan setelah rambutnya diurai dan dimandikan
hendaknya dikeringkan dengan semacam handuk lalu dikelabang
menjadi tiga, satu di kiri, satu di kanan, dan satu di ubun-ubun, lalu
ketiga-tiganya dilepas ke belakang.
k. Setelah selesai dimandikan, badan mayat kemudian dikeringkan
dengan semacam handuk.

Demikian ketentuan pokok tentang cara memandikan mayat


sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Saw. Dalam prakteknya cara-cara ini
bisa berkembang sesuai dengan kebiasaan masing-masing umat Islam di
daerahnya. Selama tidak menyalahi aturan pokok ini dan prinsipnya
untuk dapat memandikan mayat dengan sebaik-baiknya, maka hal itu
masih diperbolehkan. Di samping hal-hal di atas ada hal-hal penting yang
perlu diperhatikan terkait dengan memandikan jenazah, di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada perintah yang jelas tentang mewudukan mayit sebelum
memandikannya. Yang ada adalah dalam memandikan mayit
hendaknya mendahulukan bagian yang kanan dan anggota-anggota
wudu.
b. Dalam keadaan tertentu mayit dapat ditayamumkan, seperti
1) bila tidak ada air,
2) bila jasadnya akan rusak kalau kena air, dan
3) bila mayit perempuan tidak mempunyai suami dan tidak ada
orang perempuan lain di sekitarnya.
c. Jika keluar najis dari tubuh mayit setelah dimandikan, maka najis itu
harus dibersihkan dengan mencucinya dan tidak perlu diulang
memandikannya, dan jika sudah dikafani, maka tidak perlu
dibongkar lagi kafannya untuk dibersihkan.
d. Orang yang selesai memandikan mayit dianjurkan untuk mandi.
e. Orang yang memandikan mayit janganlah membuka rahasia mayit
yang merugikan.

Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan


mayit yang terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya:
a. Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso
atau obat selama 2 jam.
b. Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama kira-
kira 10 menit lalu dibilas dengan air bersih.
c. Kemudian siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan
obat seperti lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc
(setengah gelas cairan obat) dicampur air satu ember.
d. Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan.
e. Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas
yang ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan
obat.
f. Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah
kiblat. Talitali kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi
kaporit.
g. Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan.
h. Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya
dimusnahkan (dibakar).
i. Orang yang memandikan mayit yang kena rabies hendaknya
memakai sarung tangan, mengenakan kacamata renang, memakai
sepatu laras panjang, dan setelah memandikan tangan dan kakinya
dicuci dengan cairan obat seperti lysol, dettol, dan sebagainya.

2. Mengkafani Jenazah
Hukum mengkafani jenazah atau mayat juga fardlu kifayah.
Mengkafani mayat berarti membungkus mayat dengan selembar kain atau
lebih yang biasanya berwarna putih, setelah mayat selesai dimandikan dan
sebelum dishalatkan serta dikubur. Mengkafani mayat sebenarnya sudah
cukup dengan satu lembar kain saja yang dapat menutup seluruh tubuh si
mayat. Namun kalau memungkinkan, hendaknya mengkafani mayat ini
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Karena itu dalam mengkafani mayat ini
ikutilah petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Nabi Saw., di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Kafanilah mayat dengan sebaik-baiknya. Nabi Saw. bersabda: “Apabila
salah seorang dari kamu mengkafani saudaranya, maka hendaklah ia
mengkafaninya dengan baik” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud dari
Jabir).
b. Pakailah kain kafan yang berwarna putih.
c. Kafanilah mayat laki-laki dengan tiga lapis dan mayat perempuan dengan
lima lapis. Lima lapis ini terdiri dari sarung, baju kurung, kerudung, lalu
pembungkus dan kemudian dibungkus satu lapis lagi.
d. Lulurlah mayat dengan semacam cendana, yaitu wangi-wangian yang
biasa untuk mayat, kecuali mayat yang sedang berihram.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengkafani mayat
adalah seperti berikut:
a. Jangan mengkafani mayat secara berlebihan.
b. Untuk mengkafani mayat yang sedang melakukan ihram, maka cukup
dikafani dengan kain yang dipakainya untuk ihram. Bagi laki-laki tidak
boleh ditutup kepalanya dan bagi perempuan tidak boleh ditutup
mukanya serta tidak boleh diberi wangi-wangian
c. Bagi mayat yang mati syahid, cukup dikafani dengan kain yang
menempel di tubuhnya ketika dia meninggal, meskipun banyak darah
yang menempel di kainnya. Jika ada pakaian yang terbuat dari besi atau
kulit, maka hendaknya ditanggalkan.
d. Biaya kain kafan yang digunakan hendaknya diambil dari pokok harta
peninggalan si mayat. Alat-alat perlu disiapkan untuk mengkafani
mayat di antaranya adalah seperti berikut:
a. Kain kafan kurang lebih 12 meter.
b. Kapas secukupnya.
e. Kapur barus yang telah dihaluskan.
f. Kayu cendana yang telah dihaluskan.
g. Sisir untuk menyisir rambut.
h. Tempat tidur atau meja untuk membentangkan kain kafan yang sudah
dipotong-potong.
Cara membuat kain kafan bisa bermacam-macam. Di antara cara
yang praktis adalah seperti berikut:
a. Guntinglah kain kafan menjadi beberapa bagian:
1) Kain kafan sebanyak 3 helai sepanjang badan mayit ditambah 50
cm.
2) Tali untuk pengikat sebanyak 8 helai: 7 helai untuk tali kain kafan
dan satu helai untuk cawat. Lebar tali 5-7 cm.
3) Kain untuk cawat, caranya dengan menggunting kain sepanjang
50 cm lalu dilipat menjadi tiga bagian yang sama. Salah satu
ujungnya dilipat kira-kira 10 cm lalu digunting ujung kanan dan
kirinya untuk lubang tali cawat. Lalu masukkanlah tali cawat pada
lubang-lubang itu. Dalam cawat ini berilah kapas yang sudah
ditaburi kapur barus atau cendana sepanjang cawat.
4) Kain sorban atau kerudung, caranya dengan menggunting kain
sepanjang 90/115 cm lalu melipatnya antara sudut yang satu dengan
yang lain sehingga menjadi segi tiga. Sorban ini berguna untuk
mengikat dagu mayit agar tidak terbuka.
5) Sarung, caranya dengan menggunting kain sepanjang 125 cm atau
lebih sesuai dengan ukuran mayit.
6) Baju, caranya dengan menggunting kain sepanjang 150 cm atau
lebih sesuai dengan ukuran mayit. Kain itu dilipat menjadi dua
bagian yang sama. Lebar kain itu juga dilipat menjadi dua bagian
sehingga membentuk empat persegi panjang. Lalu guntinglah sudut
bagian tengah menjadi segi tiga. Bukalah bukalah kain itu sehingga
bagian tengah kain akan kelihatan lubang berbentuk belah ketupat.
Salah satu sisi dari lubang itu digunting lurus sampai pada bagian
tepi, sehingga akan berbentuk sehelai baju.
b. Di samping kain kafan perlu juga disiapkan kapas yang sudah
dipotong-potong untuk:
1) Penutup wajah/muka. Kapas ini berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran sisi kira-kira 30 cm sebanyak satu helai
2) Bagian cawat sepanjang kira-kira 50 cm sebanyak satu helai.
3) Bagian penutup persendian anggota badan berbentuk bujur
sangkar dengan sisi kira-kira 15 cm sebanyak 25 helai.
4) Penutup lubang hidung dan lubang telinga. Untuk ini buatlah
kapas berbentuk bulat sebanyak 4 buah. Di bagian atas kapas-kapas
itu ditaburi kapur barus dan cendana yang sudah dihaluskan.
Adapun cara mengkafani mayat dengan baik dan praktis adalah seperti
berikut:
a. Letakkan tali-tali pengikat kain kafan sebanyak 7 helai, dengan
perkiraan yang akan ditali adalah:
1) bagian atas kepala
2) bagian bawah dagu
3) bagian bawah tangan yang sudah disedekapkan
4) bagian pantat
5) bagian lutut
6) bagian betis
7) bagian bawah telapak kaki.
b. Bentangkan kain kafan dengan susunan antara lapis pertama dengan
lapis lainnya tidak tertumpuk sejajar, tetapi tumpangkan sebagian
saja, sedangkan lapis ketiga bentangkan di tengah-tengah.
c. Taburkan pada kain kafan itu kapus barus yang sudah dihaluskan.
d. Letakkan kain surban atau kerudung yang berbentuk segitiga
dengan bagian alas di sebelah atas. Letak kerudung ini diperkirakan
di bagian kepala mayit.
e. Bentangkan kain baju yang sudah disiapkan. Lubang yang
berbentuk belah ketupat untuk leher mayit. Bagian sisi yang
digunting dihamparkan ke atas.
f. Bentangkan kain sarung di tengah-tengah kain kafan. Letak kain
sarung ini diperkirakan pada bagian pantat mayit.
g. Bujurkan kain cawat di bagian tengah untuk menutup alat vital
mayit.
h. Lalu letakkan mayit membujur di atas kain kafan dalam tempat
tertutup dan terselubung kain.
i. Sisirlah rambut mayat tersebut ke belakang.
j. Pasang cawat dan talikan pada bagian atas.
k. Tutuplah lubang hidung dan lubang telinga dengan kapas yang
bulat.
l. Sedekapkan kedua tangan mayait dengan tangan kanan di atas
tangan kirinya.
m. Tutuplah persendian mayit dengan kapas-kapas yang telah ditaburi
kapur barus dan cendana yang dihaluskan, seperti sendi jari kaki,
mata kaki bagian dalam dan luar, lingkaran lutut kaki, sendi jari-jari
tangan, pergelangan tangan, siku, pangkal lengan dan ketiak, leher,
dan wajah/muka.
n. Lipatlah kain sarung yang sudah disiapkan.
o. Kenakan baju yang sudah disiapkan dengan cara bagian sisi yang
telah digunting diletakkan di atas dada dan tangan mayit.
p. Ikatkan surban yang berbentuk segitiga dengan ikatan di bawah
dagu.
q. Lipatkan kain kafan melingkar ke seluruh tubuh mayit selapis demi
selapis sambil ditarik ujung atas kepala dan ujung bawah kaki.
r. Kemudian talikan dengan tali-tali yang sudah disiapkan.
3. Mensholati Jenazah
A. Hukum Shalat Jenazah
Shalat atas jenazah adalah ibadah yang masyru' dan dilakukan oleh
Rasulullah SAW dan juga para shahabat. Rasulullah SAW menshalati
jenazah An-Najasyi, raja Habasyah, ketika wafat jarak jauh.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum shalat jenazah adalah fardhu
kifayah. Dimana bila sudah ada satu orang yang mengerjakannya,
gugurlah kewajiban orang lain.
Namun Al-Ashbagh berkata bahwa hukumnya sunnah kifayah, sehingga
bila tak seorang pun yang melakukannya, tidak ada yang berdosa kecuali
hanya kehilangan kesunnahan.
B. Pensyariatan
Ada banyak dalil tentang pensyariatan shalat jenazah, salah satunya yang
paling mashur adalah hadits berikut ini :

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu berkata,"Telah didatangkan kepada


Rasulullah SAW jenazah yang punya hutang. Beliau bertanya,"Apakah
dia meninggalkan harta untuk membayar hutangnya? Kalau ada maka
Rasulullah SAW akan mensyalatinya, tetapi bila tidak (tidak dishalati)".
Beliau berkata kepada umat Islam,"Shalatilah jenazah saudara kalian".
(HR. Bukhari dan Muslim)

Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum
muslimin melainkan do'a mereka akan dikabulkan." (HR. Tirmidzi dan
Abu Daud)
C. Tata Cara
Tata cara shalat jenazah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits
Nabi SAW adalah sebagai berikut.

Dari Abi Umamah bin Sahl bahwa seorang shahabat Nabi SAW
mengabarkannya bahwa aturan sunnah dalam shalat jenazah itu adalah
imam bertakbir kemudian membaca Al-Fatihah sesudah takbir yang
pertama secara sirr di dalam hatinya. Kemudian bershalawat kepada Nabi
SAW, menyampaikan doa khusus kepada mayyit dan kemudian
membaca salam.(HR. Al-Baihaqi)
D. Rukun
Rukun ini maksudnya adalah kerangka yang bila ditinggalkan, shalat itu
menjadi tidak sah.
Dalam pandangan mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan
bahwa shalat jenazah terdiri dari 7 rukun. Rukun-rukunnya adalah niat,
4 takbir dengan takbiratul ihram, membaca surat Al-Fatihah setelah
takbir yang pertama, shalawat kepada Rasulullah SAW, doa untuk mayit
setelah takbir ketiga, salam dan berdiri.
Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah rukun shalat jenazah
ada 5 perkara. Rukun-rukunnya adalah : niat, empat kali takbir,
mendoakan mayit di antara takbir itu, dan berdiri.
Dan menurut mazhab Al-Hanafiyah, cukup 2 rukun saja. Rukun yang
pertama 4 kali takbir dan rukun yang kedua berdiri.
1. Niat
Kecuali Al-Hanafiyah, semua mazhab sepakat mengatakan bahwa niat
adalah rukun shalat Jenazah. Sedangkan Al-Hanafiyah sendiri
mengatakan bahwa niat dalam shakat jenazah merupakan syarat bukan
rukun.
Jumhur ulama mengatakan shalat Jenazah sebagaimana shalat dan ibadah
lainnya tidak dianggap sah kalau tidak diniatkan. Dan niatnya adalah
untuk melakukan ibadah keapada Allah SWT. Rasulullah SAW pun telah
bersabda dalam haditsnya yang masyhur :

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,'Sesungguhnya


setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya(HR. Muttafaq Alaihi).
Niat itu adanya di dalam hati dan intinya adalah tekad serta menyengaja
di dalam hati bahwa kita akan melakukan shalat tertentu saat ini.
2. Berdiri bila mampu
Shalat jenazah tidak sah bila dilakukan sambil duduk atau di atas
kendaraan (hewan tunggangan) selama seseorang mampu untuk berdiri
dan tidak ada uzurnya.
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk
shalat Nabi ketika menyalatkan jenazah.

Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi


(shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952
dan Ahmad 3:355)
Najasyi dikabarkan masuk Islam setelahsebelumnya seorang pemeluk
nasrani yang taat. Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad
SAW, beliau akhirnya menyatakan diri masuk Islam.
4. Membaca Surat Al-Fatihah

Bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu membacanya pada shalat jenazah


dan berkata,"Ketahuilah bahwa itu adalah sunnah". (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Al-Baihaqi, membaca surat Al-Fatihah ini setelah takbir
yang pertama dan tanpa didahului dengan doa iftitah.
Namun pendapat yang mukatamad dalam mazhab Asy-Syafi'i tidak
mempermasalahkan apakah Al-Fatihah ini dibaca setelah takbir pertama,
kedua, ketiga atau keempat.
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
Shalawat yang dimaksud adalah shalawat ibrahimiyah, yaitu yang di
dalamnya ada shalawat dan keberkahan buat Nabi Ibrahim juga.
Shalawat ini dibaca setelah takbir yang kedua. Pendapat yang muktamad
dalam mazhab Asy-syafi'iyah tidak diharuskan membaca shalawat
kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Mazhab Al-Hanabilah
mengatakan bahwa shalawat ini sama dengan shalawat yang dibaca di
dalam lafadz tasyahhud.
6. Doa Untuk Jenazah
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya. (HR.


Abu Daud dan Ibnu Majah)
Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :

Ya Allah, ampunilah dia, sayangi, afiatkan dan maafkan kesalahannya.


Muliakan tempat turunnya, luaskan tempat masuknya, sucikan dia dari
kesalahan-kesalahannya, sebagaimana baju putih yang disucikan dari
kotoran. Mandikan dia dengan air, es dan embun. Ya Allah, jadikanlah
kuburnya taman di antara taman-taman surga dan jangan jadikan liang
dari lubang-lubang neraka.
7. Salam

Dari Ibnu Masud radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Nabi SAW


melakukan salam kepada jenazah seperti salam dalam shalat. (HR. Al-
Baihaqi)
E. Syarat
Agar shalat jenazah yang dilakukan menjadi sah hukumnya, para ulama
telah menetapkan ada beberapa syarat sah sebagaimana berikut ini :
1. Semua Syarat Sah Shalat
Syarat yang pertama sebenarnya gabungan dari semua syarat sah yang
berlaku untuk semua shalat, kecuali masalah masuk waktu.
Di antara syarat sah shalat yang telah disepakati para ulama adalah :
• Muslim
• Suci dari Najis pada Badan, Pakaian dan Tempat
• Suci dari Hadats Kecil dan Besar
• Menutup Aurat
• Menghadap ke Kiblat
2. Jenazahnya Beragama Islam
Para ulama secara umum berpendapat bahwa hanya jenazah yang
beragama Islam saja yang sah untuk dishalatkan. Sedangkan jenazah
yang bukan muslim, bukan hanya tidak sah bila dishalatkan, tetapi
hukumnya haram dan terlarang. Adapun jenazah muslim tetapi
bermasalah, seperti ahli bid'ah, orang bunuh diri dan sejenisnya, para
ulama berbeda pendapat tentang hal ini, apakah dishalatkan jenazahnya
atau tidak serta berbeda latar belakangnya.
3. Jenazah Suci dari Najis
Jenazah yang akan dishalatkan itu harus terlebih dahulu dibersihkan dari
segala bentuk najis, baik najis berupa benda cair atau pun benda padat.
Dan hal ini dilakukan sebelum jenazah itu dimandikan secara syar'i.
4. Jenazah Sudah Dimandikan
Para ulama mengatakan bahwa syarat agar jenazah sah dishalatkan
adalah bahwa jenazah itu sudah dimandikan sebelumnya, sehingga
segala najis dan kotoran sudah tidak ada lagi. Meski pun para ulama
umumnya sepakat bahwa tujuan mandi janabah bukan semata-mata
untuk menghilangkan najis, melainkan bahwa tujuannya untuk
mengangkat hadats besar yang terjadi pada jenazah. Hal itu karena
mazhab Asy-Syafi'iyah memandang bahwa di antara enam penyebab
hadats besar, salah satunya adalah meninggalnya seseorang. Oleh karena
itu, agar jenazah terangkat dari hadats besarnya, harus dimandikan. Dan
setelah itu baru boleh dishalatkan. Namun lain keadaannya dengan orang
yang mati syahid, dimana ketentuan orang mati syahid ini memang tidak
perlu dimandikan. Dan tentunya juga tidak perlu dikafani. Jenazah itu
cukup dishalatkan saja tanpa harus dimandikan sebelumnya.
5. Aurat Jenazah Tertutup
Para ulama juga mensyaratkan agar jenazah sah dishalatkan dalm
keadaan auratnya tertutup, sebagaimana orang yang masih hidup.
6. Jenazah Diletakkan di Depan
Jenazah yang dishalatkan harus berada di depan orang yang
menshalatkannya. Sehingga orang-orang yang menshalatkan jenazah itu
berposisi menghadap kepadanya.
7. Berbagai Perbedaan Pendapat
Ada beberapa syarat yang diajukan oleh satu mazhab, namun tidak
disepakati oleh jumhur ulama. Antara lain :
a. Harus Diletakkan di Atas Tanah
Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah berbeda pandangan dengan
mazhab Al-Hanafiyah dalam hal syarat bahwa jenazah harus diletakkan
di atas tanah.
Pendapat mazhab Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa jenazah yang
dishalatkan itu harus diletakkan di atas tanah. Sedangkan mazhab Al-
Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah membolehkan jenazah tidak diletakkan di
atas tanah. Misalnya di atas unta, atau keranda atau kendaraan.
b. Harus Berjamaah
Berbeda dengan pendapat mazhab lainya, mahzab Al-Malikiyah secara
menyendiri mensyaratkan bahwa jenazah harus dilakukan dalam
berjamaah, agar shalat jenazah itu sah hukumnya.
Sedangkan pendapat semua mazhab selain Al-Malikiyah menyebutkan
bahwa dibolehkan shalat jenazah dilakukan secara sendirian (munfarid).
c. Tanpa Kehadiran Jenazah
Mazhab Al-Hanafiyah berbeda dengan mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-
Hanabilah dalam urusan kebolehan shalat jenazah tanpa kehadiran
jenazah itu sendiri, atau yang sering disebut dengan istilah shalat ghaib.
Mazhab Al-Hanafiyah menjadikan kehadiran jenazah sebagai syarat sah
dalam shalat jenazah. Dalam pandangan mazhab ini tanpa kehadiran
jenazah tidak ada shalat jenazah. Artinya, mazhab Al-Hanafiyah
memandang tidak ada shalat ghaib untuk jenazah.
Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah memandang
bahwa shalat jenazah tanpa kehadiran jenazah itu sah-sah saja. Bahkan
meski pun jenazah itu tidak terlalu jauh jaraknya dari lokasi shalat
(kurang dari jarak qashar). Bahkan boleh juga bila posisi jenazah tidak
di arah kiblat dari orang yang menshalatinya. Bahkan mazhab ini juga
membolehkan shalat jenazah secara ghaib meski pun waktunya sudah
lewat dari sebulan.
F. Posisi Imam
Ada beda pendapat di kalangan fuqoha tentang dimanakah sebaiknya
posisi imam ketika mengimami shalat jenazah.
1. Al-Hanafiyah: Dada Jenazah
Al-Hanafiyah mengatakan posisi imam tepat di bagian dada jenazah,
tanpa dibedakan antara jenazah laki-laki atau perempuan. Karena
dada adalah tempatnya iman. Dan syafaat itu karena imannya.
Selain itu karena memang ada riwayat yang disampaikan oleh Ibnu
Masud radhiyallahuanhu.
2. Al-Malikiyah
Al-Malikiyah membedakan posisi imam berdasarkan jenis kelamin
jenazah. Bila jenazah itu laki-laki maka posisi imam berdiri di tengah
jenazah laki-laki. Akan tetapi bila jenazah itu seorang perempuan,
maka imam diutamakan untuk berdiri di daerah pundak bila
jenazahnya perempuan.

4. Menguburkan Jenazah
Apabila dalam perawatan jenazah dirasakan telah cukup, maka
sesegera mungkin membawa jenazah ke kuburan untuk dimakamkan.
Diusahakan jangan sampai terlalu lama jenazah berada di rumah. Hendaklah
dalam rangka mengiringkan jenazah, suasana tetap sepi dan tenang serta
dengan berjalan kaki. Pengiring berada di sekitar jenazah, di depan, di
belakang, di samping kiri, dan di samping kanan. Dalam pembuatan liang
kubur ada dua macam, yaitu: 1) Dengan cara yang disebut cempuren, yakni
tempat jenazah berada di tengah-tengah liang kubur. 2) Dengan cara yang
disebut liang lahat, yakni tempat jenazah berada di luar dinding liang kubur.
Panjang liang kubur disesuaikan dengan panjangnya jenazah, lebar kurang
lebih 80 cm, dan dalamnya kurang lebih 150 atau 200 cm
Setelah selesai menyalatkan, hal terakhir yang harus dilakukan
adalah menguburkan atau memakamkan jenazah. Tata cara pemakaman
atau penguburan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tanah yang telah ditentukan sebagai kuburan digali dan dibuatkan liang
lahat sepanjang badan jenazah. Dalamnya tanah dibuat kira-kira setinggi
orang ditambah setengah lengan dan lebarnya kira kira satu meter, di dasar
lubangnya dibuat miring lebih dalam ke arah kiblat. Maksudnya adalah agar
jasad tersebut tidak mudah dibongkar binatang
2. Setelah sampai di tempat pemakaman, jenazah dimasukkan kedalam liang
lahat dengan posisi miring dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan
jenazah, hendaknya dibacakan lafaz-lafaz sebagai berikut
‫ بسمااللهوعلىملةرسوالهللا‬Artinya : “Dengan nama Allah dan atas agama
rasulullah.” (Ibn Qosim, 1410 H).
3. Tali-tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki ditempelkan
pada tanah. Setelah itu jenazah ditutup dengan papan kayu atau bambu.
Diatasnya ditimbun dengan tanah sampai galian liang kubur itu rata.
Tinggikan kubur itu dari tanah biasa sekitar satu jengkal dan diatas kepala
diberi tanda batu nisan
4. Setelah selesai menguburkan, dianjurkan berdoa, mendoakan dan memohon
kan ampunan untuk jenazah.
Mengubur jenazah merupakan prosesi terakhir dari perawatan jenazah.
Hukumnya juga fardlu kifayah seperti tiga perawatan sebelumnya. Waktunya
boleh siang dan boleh malam, asal tidak pas waktu matahari terbit, matahari
terbenam, atau matahari tepat di atas kita (tengah hari)
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam rangka mengubur mayat adalah
sebagai berikut:
a. Memperdalam galian lobang kubur agar tidak tercium bau si mayat dan
tidak dapat dimakan oleh burung atau binatang pemahan bangkai.
b. Cara menaruh mayat di kubur ada yang ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat
kemudian di atasnya ditaruh papan kayu atau yang semacamnya dengan
posisi agak condong agar tidak langsung tertimpa tanah ketika mayat
ditimbuni tanah. Bisa juga dengan cara lain dengan prinsip yang hampir
sama, misalnya dengan menggali di tengah-tengah dasar lobang kubur,
kemudian mayit ditaruh di dalam lobang itu, lalu di atasnya ditaruh
semacam bata atau papan dari semen dalam posisi mendatar untuk penahan
tanah timbunan. Cara ini dilakukan bila tanahnya gembur. Cara lain adalah
dengan menaruh mayit dalam peti dan menanam peti itu dalam kubur.
c. Cara memasukkan mayat ke kubur yang terbaik adalah dengan
mendahulukan memasukkan kepala mayat dari arah kaki kubur.
d. Mayat diletakkan miring ke kanan menghadap ke arah kiblat dengan
menyandarkan tubuh sebelah kiri ke dinding kubur supaya tidak terlentang
kembali.
e. Para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi mayat sebelah
kanan setelah dibukakan kain kafannya dari pipi itu dan ditempelkan
langsung ke tanah. Simpul tali yang mengikat kain kafan supaya dilepas.
f. Waktu memasukkan mayat ke liang kubur dan meletakkannya dianjurkan
membaca doa seperti: ِ‫ل ِ لَى م َ ع َ ِم ِ هللا و ْ ب )رواه الترمذى وأبو ل ِ هللا ْ و ُ س َ ر ِ ة‬
‫ داود( ِس‬Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah” (HR. at-
Tirmidzi dan Abu Daud).
g. Untuk mayat perempuan, dianjurkan membentangkan kain di atas kuburnya
pada waktu dimasukkan ke liang kubur. Sedang untuk mayat laki-laki tidak
dianjurkan.
h. Orang yang turun ke lobang kubur mayit perempuan untuk mengurusnya
sebaiknya orang-orang yang semalamnya tidak mensetubuhi isteri mereka.
i. Setelah mayat sudah diletakkan di liang kubur, dianjurkan untuk
mencurahinya dengan tanah tiga kali dengan tangannya dari arah kepala
mayit lalu ditimbuni tanah.
j. Di atas kubur boleh dipasang nisan sebagai tanda. Yang dianjurkan, nisan
ini tidak perlu ditulisi.
k. Setelah selesai mengubur, dianjurkan untuk mendoakan mayat agar
diampuni dosanya dan diteguhkan dalam menghadapi pertanyaan malaikat.
l. Dalam keadaan darurat boleh mengubur mayat lebih dari satu dalam satu
lubang kubur.
m. Mayat yang berada di tengah laut boleh dikubur di laut dengan cara
dilempar ke tengah laut setelah selesai dilakukan perawatan sebelumnya.
n. Beberapa larangan yang perlu diperhatikan terkait dengan mengubur
jenazah di antaranya adalah:
1) Jangan membuat bangunan di atas kubur
2) Jangan mengapuri dan menulisi di atas kubur
3) Jangan menjadikan tempat shalat di atas kubur
4) Jangan duduk di atas kubur dan jangan berjalan di sela-sela kubur
dengan memakai alas kaki
5) Jangan menyembelih binatang di sisi kubur
6) Jangan melakukan perbuatan-perbuatan di sekitar kubur yang didasari
oleh sisa kepercayaan-kepercayaan lama yang tidak ada kebenarannya
dalam Islam.
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini agar ia
bertanggung jawab dan menyadari segala perbuatan yang telah dilakukan. Sebab
hanya Allah swt yang dapat menciptakan makhluk hidup dan segala yang ada di
bumi, kepada-Nya pula kita kembali.Suatu proses kehidupan dan kematian telah
diatur oleh Sang Pencipta, Allah swt. Orang mukmin memiliki empat kewajiban
terhadap mayit mukmin, yaitu Memandikan, mengkafani, menshalatkan,
menguburkannya. Empat kewajiban ini hukumnya fardhu kifayah. Dengan
demikian tugas sebagai orang muslim menjadi lengkap tatkala ia mampu peduli
kepada sesama muslim, karena selain kewajiban kaum muslim juga bias belajar dan
mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang telah abadi.

Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun demi kebaikan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Fadhli Rabbani, AHKAAMUL JANAA’IZ, Panduan Lengkap Mengurus


Jenazah Berdasarkan Al-qur’an & Sunnah, Bogor: Media Tarbiyah, 2014
Sarwat, Ahmad. 2018. Buku Fiqih Shalat Jenazah. Rumah Fiqih Publishing Jalan
Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940.
Sholikhin, K. M. (2015). Panduan Lengkap Perawatan Jenazah. Mutiara Media.
Sukiyanto, S., Maulidah, T., & Mufidah, E. (2020). Pendampingan Pelatihan
Perawatan Jenazah Sesuai dengan Syariat Islam. J-ABDIPAMAS (Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat), 4(2), 97-102.

Anda mungkin juga menyukai