Anda di halaman 1dari 105

ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM KARBONAT (CaCO3)

BATU GAMPING SEBAGAI BAHAN BAKU


PEMBUATAN MARMER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana


Sains Jurusan Fisika pada Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

AYU ANNISA AMIR


NIM: 60400117005

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ayu Annisa Amir

Nim : 60400117005

Tempat/ Tanggal Lahir : Sinjai/ 19 Agustus 1999

Jurusan : Fisika

Fakultas : Sains dan Teknologi

Alamat : Jl. Muh Yasin Limpo (Pondok Tanete Bagus)

Judul : Analisis Kandungan Kalsium Karbonat (CaCO3)

Batu Gamping Sebagai Bahan Baku Pembuatan

Marmer

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini

merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat orang lain, sebagaian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang saya peroleh karenanya batal demi

hukum.

Samata, 12 Agustus 2021

Penulis

Ayu Annisa Amir

ii
iii
KATA PENGANTAR

   

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur kehadirat Allah Swt, penulis panjatkan kepada Tuhan yang

Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “ANALISIS KANDUNGAN

KALSIUM KARBONAT (CaCO3) BATU GAMPING SEBAGAI BAHAN

BAKU PEMBUATAN MARMER”. Tak lupa salam dan shalawat penulis

hantarkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw, sebagai Nabi akhir

zaman yang telah memperjuangkan nilai-nilai Islam dimata dunia dan sebagai

orang yang tercerahkan dimuka bumi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu baik secara materiil maupun non-materiil sehingga

proposal ini dapat terselesaikan sesuai harapan. Penulis mengucapkan terima

kasih kepada Kedua Orang Tua yaitu Ayahanda Amir dan Ibunda Ningsih yang

selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang dan doa demi keberhasilan

penulis.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan rasa hormat dan banyak terima

kasih kepada Bapak Muh Said L, S.Si.,M.Pd dan Ibu Ayusari Wahyuni, S.Si.,

M.Sc, selaku pembimbing I dan pembimbing II yang selalu meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan selalu memberikan motivasi setulus

hati agar penulis terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

iv
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai

macam hambatan, namun dengan usaha dan doa serta pertolongan dari Allah swt

semuanya dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu berbagai pihak yang turut

serta dalam proses penelitian dalam penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk

motivasi, fasilitas, serta doa. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof Hamdan Juannis, M.A., Ph,D., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri ( UIN) Alauddin Makassar periode 2019-2023.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Halifah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar periode

2019-2021.

3. Bapak Ihsan, S.Pd., M.Si selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Alauddin Makassar dan Bapak Muh. Said L., S.Si., M.Pd.

selaku Sekertaris Jurusan Fisika, yang telah membantu penulis selama masa

studi.

4. Ibu Rahmaniah S.Si., M.Si dan Ibu Dr. Hj. Rahmi D, M.Ag selaku penguji I

dan II yang senangtiasa memberikan saran dan masukan selama proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen-Dosen dan Laboran Jurusan Fisika Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

6. Seluruh pegawai Staf Akademik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang telah membantu dalam proses

perizinan dan persuratan penelitian hingga skripsi selesai.

v
7. Ibu Hadiningsih, S.E, selaku Staf Akademik Jurusan Fisika Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang telah

membantu dalam proses perizinan dan persuratan penelitian hingga skripsi

selesai.

8. Kepada Bapak Hj. Kamaruddin dan Ibu Hasma, S.Ag, saudara perempuan

Arnita Amir A.Md.Pi, Sainal, Muh. Suhdi Safi’i Ahmad, Sri Asmira dan

Ahmad Sabilal yang telah membantu dalam proses pengambilan sampel di

lokasi penelitian di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

9. Kepada Bapak Yusran Dg. Bani dan Ibu Andi Guswansi Wahab A.Md

yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan semangatnya selalu dalam

pengerjaan skripsi.

10. Kepada Sahabat-sahabat yang selalu ada suka maupun duka, selalu

mendampingi selama penyusunan skripsi, serta menemani perjalanan studi 4

tahun: Nuriftitah Ainunnisa, Nurul Amalia, Zulfaniar, Fajriani, Ismi Azis,

dan Reskiyah Novitasari.

11. Teman-teman HMJ Fisika yang telah mengajarkan banyak hal tentang

organisasi dan manajemen waktu selama dua pengurusan.

12. Teman-teman INTENS17AS angkatan 2017 atas kebersamaannya selama

empat tahun ini dan banyak mengajarkan arti persaudaraan dan selalu

memberikan dukungan serta motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

13. Teman-teman PONDOK TANETE yang selalu memberikan semangat dan

motivasi dalam penyusunan skripsi dan juga mengajarkan kebersamaan rasa

persaudaran.

vi
14. Teman- teman KKN 65 Kelurahan Mannanti, Kecamatan Tellulimpoe,

Kabupaten Sinjai yang telah banyak memberikan pengalaman dan pelajaran

bermasyarakat yang baik.

Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua

pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi. Penulis menyadari bahwa

proposal ini jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis bersenang hati untuk

menerima segala kritikan dan saran yang bersifat membangun guna memberikan

kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi kita

semua.

Sekian dan Terima Kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samata , 12 Agustus 2021

Penulis

Ayu Annisa Amir


NIM: 60400117005

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

PENYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................. ii

PENGESAHAN SKRIPSI ...............................................................................iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL.............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

ABSTRAK ......................................................................................................xiii

ABSTRACT .................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4

D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4

E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS ..................................................................... 6

A. Batuan ........................................................................................................... 6

B. Batu Gamping ............................................................................................. 18

C. Klasifikasi Batu Gamping ........................................................................... 24

viii
D. Kandungan Kalsium Karbonat .................................................................... 29

E. Marmer ........................................................................................................ 34

F. Metode Gravimetri ...................................................................................... 36

G. Teknik Pengambilan Sampling ................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 41

A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 41

B. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 41

C. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 42

D. Prosedur Kerja Penelitian............................................................................ 43

E. Tabel Pengamatan ....................................................................................... 49

F. Bagan Alir Penelitian .................................................................................. 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 52

A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 52

B. Pembahasan ................................................................................................. 54

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 57

A. Kesimpulan ................................................................................................ 57

B. Saran ........................................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 58

LAMPIRAN ..................................................................................................... 61

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...........................................................................

ix
DAFTAR TABEL

No. Tabel Keterangan Tabel Halaman


3.1 Penetapan CaCO3 dengan Metode Gravimetri Sampel A 49

3.2 Penetapan CaCO3 dengan Metode Gravimetri Sampel B 49

4.1 Penetapan CaCO3 dengan Metode Gravimetri Sampel A 52

4.2 Penetapan CaCO3 dengan Metode Gravimetri Sampel B 53

x
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Keterangan Gambar Halaman


2.1 Daur Batuan 6

2.2 Batu Beku 12

2.3 Batuan Sedimen Klastik 15

2.4 Batu Kapur 24

2.5 Mudstone 25

2.6 Wackstone 26

2.7 Boundstone 26

2.8 Grainstone 28

2.9 Stuktur Kristal Rombhohedral 31

2.10 Stuktur Kristal Orthombik 32

2.11 Stukur Kristal Heksagonal 32

2.12 Stuktur Kristal CaCO3 33

2.13 Chip Sampling 38

2.14 Channel Sampling 39

2.15 Pengambilan Sampel 43

2.16 Sampel 44

2.17 Pengovenan Sampel 44

2.18 Penggerusan Sampel 45

2.19 Pengayakan Sampel 45

2.20 Sampel Bubuk 46

xi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Lampiran Halaman


1 Data Hasil Penelitian 61

2 Analisis Data Penelitian 63

3 Dokumentasi Penelitian 72

4 Persuratan Penelitian 80

xii
ABSTRAK

Nama : Ayu Annisa Amir

NIM : 60400117005

Judul Skripsi : Analisis Kandungan Kalsium Karbonat (CaCO3) Batu

Gamping Sebagai Bahan Baku Pembuatan Marmer


Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis kualitas kandungan Kalsium Karbonat (CaCO3) pada batu gamping
sebagai bahan baku pembuatan marmer. Metode yang digunakan untuk
menentukan kandungan CaCO3 yaitu metode gravimetri dengan melakukan
penimbangan parameter massa gelas kimia kosong, massa sampel dan massa gelas
kimia + larutan HCl 2N sebagai massa akhir setelah terjadi reaksi. Sampel yang
digunakan terdiri dari dua blok yaitu blok 1 pada titik koordinat lokasi 4º48’-
4º51 LS dan 119º35’- 119º37’BT dan blok 2 pada titik koordinat lokasi 4º47’-
4º51 LS dan 119º37’- 119º39’BT. Teknik pengambilan sampel menggunakan chip
sampling dengan menggunakan palu dan pahat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata kadar CaCO3 pada dua titik pengambilan sampel diperoleh
masing-masing sebesar 85,5307 % dan 84,6897 %. Dari data tersebut diperoleh
bahwa kadar CaCO3 pada batu gamping memenuhi persyaratan Standar Industri
Indonesia (SII) yaitu di atas 50 % yang berarti bahwa titik pengambilan sampel di
kelurahan Bontoa kecamatan Minasate’ne kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan marmer.

Kata Kunci : Batu gamping, gravimetri, kalsium karbonat (CaCO3), marmer

xiii
ABSTRACT

Nama : Ayu Annisa Amir

NIM : 60400117005

Thesis Title : Analisis Kandungan Kalsium Karbonat (CaCO3) Batu

Gamping Sebagai Bahan Baku Pembuatan Marmer


The researchs had been carried out with the aim of finding out and
analyzing the quality of the calcium carbonate content (CaCO 3) to a limestone as
a raw material for making marble. To determine the CaCO3 content, the method
was using gravimetric method by weighing empty beaker mass parameter, and the
mass of sample and beker plus HCl 2N level as the final mass after the reaction.
The used sample consist of two blocks, they were block one on the coordinate
point of 4º48’-4º51’ LS and 119º35’-119º37’ BT and block two on the coordinate
point of 4º47’-4º51’ LS and 119º37’-119º39’ BT. The sampling technique was
using chisel and hummer. The result of the research shows that the average of
CaCO3 content at the two sampling points was obtained each of 85,530 % and
84,6897%. So,from the data,it is obtained that the level of CaCO3 in the limestone
meets the Standar Industri Indonesia (SII) requirement, which is above 50% and
it means that the sampling point in Bontoa village,Minasate’ne district,
Pangkejene Regency and Island able to be used as marble raw material.

Keywords: Limestone, gravimetric, calcium carbonate (CaCO3), marble

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat

melimpah. Salah satu kekayaan alam yang cukup melimpah yaitu batu gamping

atau batu kapur. Batu gamping mudah ditemukan dan digunakan untuk

kepentingan industri sebagai bahan baku. Batu gamping mempengaruhi kualitas

bahan baku karena adanya campuran beberapa senyawa kimia. Senyawa kimia

yang memiliki pengaruh besar terhadap kualitas bahan baku pada batu gamping

yaitu senyawa Kalsium Karbonat (CaCO3). Menurut Standar Industri Indonesia

(SII 05-0586 2009), agar batu gamping dapat digunakan sebagai bahan baku maka

pengujian komposisi senyawa CaCO3 sebaiknya lebih besar dari 50% pada batu

gamping.

Kecamatan Minasatene merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan luas wilayah 96.479 km 2. Secara

geografis Kecamatan Minasatene sebagian besar wilayahnya termasuk daratan.

Kecamatan Minasatene terdiri dari 8 desa/ kelurahan yaitu kelurahan Minasatene,

Kalabbirang, Bontoa, Biraeng, Bonto Kio, Bonto Langkasa, desa Kabba, dan desa

Panaikang berdasarkan pada (Pasal 1 Perda No 13 Tahun 2000) (Makkulau,

2008).

Salah satu daerah yang memiliki potensi cadangan batu gamping adalah

kelurahan Bontoa, kecamatan Minasatene kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

1
2

Lokasi ini terletak antara 4°49’ sampai 4°51’ lintang selatan dan 119°36’ sampai

119°40’ bujur timur yang berbatasan dengan kecamatan Bungoro bagian utara,

kabupaten Maros bagian selatan, kecamatan Pangkajene bagian barat dan

kecamatan Balocci bagian timur (Makkulau, 2008).

Batu gamping merupakan salah satu bahan galian non logam yang

tersusun dari mineral kalsit dan aragonit. Batuan jenis padat ini umumnya

mengandung banyak mineral kalsium karbonat (CaCO3) yang merupakan mineral

metastable. Kandungan kalsium karbonat pada batu gamping dapat diubah

menjadi kalsium oksida dengan cara kalsinasi sehingga mudah dimurnikan untuk

mendapatkan kadar kalsiumnya (Noviyanti et al., 2015). Pemanfaatan batu

gamping banyak digunakan sebagai batu pondasi, plester untuk adukan pasang

batu, pembuatan semen, dan bahan industri lainnya. Kandungan batu gamping

juga banyak digunakan dalam bidang kesehatan dan pertanian (Noviyanti et al.,

2015).

Selain itu pemanfaatan batu gamping lainnya di bidang industri yaitu

produksi marmer khususnya di daerah Pangkep. Menurunnya tingkat produksi

yang dihasilkan oleh perusahaan marmer dikarenakan kualitas bahan baku yang

digunakan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor alam seperti adanya

perubahan tekanan dan temperatur yang tinggi sehingga batuan akan

menyesuaikan setelah batas kestabilannya terlampaui, penyesuaian tersebut akan

membentuk mineral baru yang mana dalam pembentukannya sangat tergantung

pada batuan asal dan kondisi suhu, tekanan, dan proses kimiawinya. Maka dari itu

perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas produksi marmer


3

khususnya di daerah Pangkep dengan menganalisis kandungan kalsium karbonat

(CaCO3) pada batu gamping sebagai bahan baku utama dalam pembuatan marmer.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kualitas marmer yang bernilai

ekonomis bagi masyarakat dan perusahaan dalam mengembangkan usaha

pertambangan serta industri marmer di kelurahan Bontoa, kecamatan Minasate’ne

kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan kalsium

karbonat (CaCO3) pada batugamping yaitu metode gravimetri. Metode gravimetri

merupakan metode dengan analisis kuantitatif yang berdasar pada penimbangan

hasil reaksi setelah bahan diisolasi. Analisis gravimetri dapat ditentukan dengan

mentransformasikan unsur ke senyawa murni stabil yang dapat diubah menjadi

bentuk yang dapat ditimbang (Perwitasari, 2019).

Beberapa penelitian mengenai analisis batu gamping telah banyak

dilakukan sebelumnya yaitu penelitian oleh (Megawati et al., 2019), mengenai

komposisi kimia batu kapur alam dari industri kapur kabupaten Kolaka Sulawesi

Tenggara yang menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) dengan membagi dua

sampel yaitu terkalsinasi dan tidak terkalsinasi. Hasil dari penelitian tersebut

diperoleh kandungan CaCO3 yang terkalsinasi dan tidak terkalsinasi masing-

masing 28,16 % dan 32,8 %.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh (Laraebi, 2017), mengenai

karakteristik kandungan mineral dan unsur penyusun batu gamping pada PT.

Semen Tonasa, dengan menggunakan metode XRF didapatkan kadar CaCO3

sebesar 54,94 %.
4

Selain itu penelitian sebelumnya juga dilakukan (Perwitasari, 2019),

mengenai perbandingan metode analisis penentuan kadar kalsium karbonat pada

plesteran di balai konservasi borobudur Magelang. Penelitian tersebut

menggunakan metode gravimetri dan metode volumetri dan memperoleh kadar

Kalsium Karbonat sebesar 27,3112 % secara gravimetri dan 16,6353 % secara

volumetri.

Berdasarkan uraian di atas, telah diketahui bahwa kandungan Kalsium

Karbonat (CaCO3) pada batu gamping dari dua sampel diperoleh rata-rata sebesar

85,5307% dan 84,6897%. Ini berarti batu gamping yang diperoleh dari kelurahan

Bontoa kecamatan Minasatene dapat dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan marmer karena telah sesuai dengan standar industri Indonesia ( SII 05-

0586-2009) tentang pengujian komposisi kadar CaCO3.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan pokok permasalahan dalam

studi ini adalah bagaimana kualitas kandungan Kalsium Karbonat (CaCO 3) pada

batu gamping sebagai bahan baku pembuatan marmer ?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diteliti pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis kualitas kandungan Kalsium Karbonat (CaCO 3) pada batu gamping

sebagai bahan baku pembuatan marmer.


5

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah batu gamping.

2. Wilayah pengambilan sampel yaitu kelurahan Bontoa, kecamatan

Minasatene, kabupaten Pangkajene dan Kepulauan pada titik koordinat

4°49’- 4°51’ LS dan 119°36’- 119°40’ BT.

3. Untuk menganalisis batugamping, dibatasi pada kandungan kalsium

Karbonat (CaCO3).

4. Metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan kalsium karbonat

ini adalah metode gravimetri.

5. Standar Industri Indonesia (SII 05-0586 2009), yang dapat digunakan

sebagai bahan baku kandungan CaCO3 lebih besar dari 50%.

6. Berat sampel yang digunakan pada penelitian ini ± 1 gram.

7. Larutan yang digunakan sebagai pelarut adalah HCl 2N.

8. Parameter yang diukur adalah berat kosong gelas beker 100 mL, gelas

beker100 mL + HCl 2N 20 mL + sampel ± 1 gram.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

a. Memberikan informasi mengenai kandungan kalsium karbonat

(CaCO3) pada batu gamping.

b. Menambah ilmu pengetahuan tentang cara menganalisis kandungan

kalsium karbonat (CaCO3) menggunakan gravimetri.


6

c. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai kandungan

kalsium karbonat (CaCO3) pada batu gamping.

2. Bagi Pemerintah

Memberikan informasi mengenai kandungan Kalsium Karbonat

(CaCO3) pada batugamping untuk menjamin kualitas bahan baku

pembuatan marmer.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Batuan

Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral. Batuan penyusun

kerak bumi berdasarkan kejadiannya (genesis), tekstur, dan komposisi mineralnya

dibagi menjadi tiga yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf

(Mulyo, 2018).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh ahli geologi menyimpulkan

bahwa ketiga batuan memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya, dari

batuan beku dianggap sebagai nenek moyang dari batuan lainnya. Menurut sejarah

pembentukan bumi, menjelaskan gambaran bahwa pada awalnya seluruh bagian

luar dari bumi tersusun dari batuan beku. Seiring berjalannya waktu dan

perubahan keadaan terjadilah perubahan-perubahan yang disertai dengan

pembentukan kelompok batuan yang lainnya. Proses perubahan ini sering disebut

dengan daur batuan (Noor, 2009).

Gambar 2.1 Daur Batuan


(Djauhari Noor, 2009)

7
8

Proses terbentuknya batuan, berawal dari magma yang mengkristal

menjadi batuan beku. Magma ini merupakan sumber utama batuan yang ada

dipermukaan bumi. Kemudian magma akan membeku dan mengkristal di gunung

berapi saat mengalami erupsi. Magma yang keluar saat erupsi dan sampai ke

permukaan bumi dikenal sebagai sebutan magma ekstrusif. Magma yang keluar

akan membeku dan kemudian akan berubah menjadi batuan beku (Syam, 2020).

Kemudian batuan beku mengalami pelapukan dan erosi menjadi sedimen.

Proses ini terjadi saat batuan beku mengalami pelapukan karena pengaruh

berbagai hal seiring berjalannya waktu. Faktor utama dalam proses pelapukan

adalah perubahan cuaca. Batuan beku berada dipermukaan bumi mengalami

pelapukan lebih cepat dikarenakan sering terkena hujan, angina, dan panas

matahari. Sementara batuan beku yang tidak ada dipermukaan bumi juga akan

melapuk meski dalam jangka waktu yang lama. Batuan akan mengalami erosi

dimana terjadi pengikisan padatan yang merupakan akibat dari interaksi air, udara,

dan hujan serta es. Erosi terjadi setelah batuan mengalami proses pelapukan.

Proses erosi ini dibantu dengan air yang akan menyingkirkan material hasil

pelapukan ke wilayah lain (Syam, 2020).

Material yang terangkut air hasil pelapukan dan erosi akan berkumpul

pada satu tempat secara terus menerus. Material tersebut akan mengendap hingga

menimbulkan tumpukan material dalam satu titik. Sedimen yang dihasilkan oleh

pelapukan batuan beku mengeras dan terus menumpuk. Lama kelamaan endapan

batuan tersebut akan membentuk batuan sedimen atau batuan sedimen. Ketika air

atau molekul lainnya masuk, partikel-partikel batuan sedimen akan menjadi


9

semakin rapat. Sedimen dari pelapukan batuan beku mengeras dan terus

menumpuk. Lama kelamaan endapan batuan tersebut akan membentuk batuan

sedimen. Ketika air laut atau molekul lain masuk, partikel-partikel batuan sedimen

akan terikat lebih erat satu sama lain (Syam, 2020).

Batuan sedimen awalnya akan berada di bawah permukaan, namun lama

kelamaan akan mengalami proses pengangkatan, kemudian tertimbun dan

bergerak lebih dalam. Hal ini membuat batuan mengalami peningkatan tekanan

dan energi panas bumi, dan batuan sedimen akan menjadi jenis batuan lain di

bawah pengaruh tekanan tinggi dan suhu tinggi, yaitu batuan metamorf. Pada saat

yang sama, beberapa batuan sedimen juga akan mengalami pelapukan oleh waktu.

Hasil pelapukan dalam presipitasi dan pengerasan akan menghasilkan sedimen

baru (Syam, 2020).

Proses terakhir dari siklus batuan adalah kembali ke magma. Batuan

metamorf akan mengalami pelapukan dan berubah kembali menjadi batuan

sedimen. Struktur yang berbeda juga menyebabkan batuan metamorf mencair dan

kembali menjadi magma. Magma yang membeku kemudian mengalami

pelapukan, kemudian terkikis dan mengendap sehingga terbentuk sedimen dan

metamorf. Proses siklus batuan ini akan terus berulang dimulai dari magma,

hingga berubah jadi magma lagi (Noor, 2009).

Proses pengendapan, pengangkutan, dan pelapukan pada batuan terjadi

berlangsung ribuan tahun lamanya, sehingga menghasilkan jenis batuan yang

dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk kehidupan di dunia. Selain itu

manusia juga diberikan kebebasan untuk melakukan eksplorasi apa saja yang ada
10

di alam. Sebagaimana firman Allah swt. yang dipahami dalam QS Luqman /31:20

yang berbunyi:

               

               

TerjemahNya:

tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk


(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara
manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan (QS
Luqman (31):20) .

Dalam Tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa (Tidaklah kalian perhatikan) hai

orang-orang yang diajak bicara,tidaklah kalian ketahui (bahwa Allah telah

menundukkan untuk kepentingan kalian apa yang di langit) yaitu matahari, bulan,

dan bintang-bintang supaya kalian mengambil manfaat dari adanya (dan apa yang

di bumi) berupa buah-buahan, sungai-sungai dan binatang-binatang (dan

menyempurnakan) artinya meluaskan dan menyempurnakan (untuk kalian nikmat-

Nya lahir) yaitu diberikan bentuk yang baik, anggota yang sempurna dan lain

sebagainya ( dan batin) berupa pengetahuan dan lain sebagainya. (Dan diantara

manusia) yakni penduduk Mekah (ada yang membantah tentang keesaan Allah

tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk) dari Rasul (dan tanpa Kitab yang memberi

penerangan) yang telah diturunkan oleh Allah, melainkan dia melakukan hal itu

hanya secara taklid atau mengikut saja.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi

bahwa segala sesuatu yang ada didalamnya telah ditundukkan untuk manusia.
11

Sehingga atas izin Allah swt. manusia dapat mengambil manfaat dan ilmu dari apa

yang alam berikan untuk kepentingan manusia dan kepentingan alam. Kekayaan

tersebut berupa batuan yang memiliki kandungan yang berbeda-beda yang dapat

dimanfaatkan diberbagai bidang namun dalam satu tempat kandungan mineral

sesuai dengan proses yang dialami. Beberapa jenis batuan dapat dibagi menjadi

tiga sebagai berikut:

1. Batuan Beku

Batuan beku berasal dari pembekuan magma. Di mana senyawa silikat

yang cair, pijar, dan panas dan terbentuk secara alamiah terdapat dalam perut

bumi. Magma keluar dari dalam perut bumi dan mencapai permukaan serta

berhubungan dengan udara luar, berubah menjadi lava. Magma bersifat asam,

netral, maupun basa. Jika magma membeku akan membentuk kristal dari berbagai

mineral. Mineral tersebut berkumpul secara alamiah sehingga akan membentuk

batuan (Sukandarrumidi et.al., 2017).

Pembentukan kristal tergantung dari suhu dan tekanan. Jika terjadi

perubahan struktur dan tekstur pada batuan beku yang terbentuk, magma akan

membentuk secara tiba-tiba dengan cepat akan menghasilkan ukuran kristal yang

kecil-kecil. Bila pembekuan magma terjadi pelan, artinya penurunan suhunya

berjalan pelan-pelan atau bertahap, kristal yang terbentuk ukurannya besar. Jika

ukuran kristal yang tidak juga kecil dan juga tidak besar, maka pembekuan

magma terjadi di dalam kulit bumi tetapi sudah dekat dengan permukaan tanah.

(Sukandarrumidi et.al., 2017).


12

Menurut (Syam, 2020) mineral penyusun batuan beku dapat dibedakan

menjadi tiga jenis yaitu:

1. Mineral esensial, mineral primer yang sering terdapat pada beberapa batuan

beku, merupakan mineral yang dominan pada batuan tersebut.

2. Mineral pelengkap, mineral yang melimpah batuan, tetapi tidak selalu ada

seperti mineral utama.

3. Mineral lain ( mineral minor) adalah mineral yang terkandung dalam batuan

yang jumlahnya sedikit, yaitu sekitar 5 % dari volume batuan.

Berdasarkan klasifikasi batuan beku menjadi dua yaitu berdasarkan tempat

terbentuknya dan berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineralnya ( Chaerul,

2017):

1. Berdasarkan tempat terbentuknya

a. Batuan beku lelehan ( Volcanic Rocks ) adalah batuan vulkanik yang

terbentuk dari pembekuan magma di permukaan, teksturnya umumnya

transparan dan porfiritik. Misalnya andesit, riolit, basal.

b. Batuan beku korok (Hypabisal Rock) adalah batuan beku yang berasal

dari pembekuan magma di daerah antara lava dan batuan beku dalam.

Tekstur pada umumnya hipokristalin misalnya dasit.

c. Batuan beku dalam (Plutonik) adalah batuan beku yang terbentuk dari

pembekuan magma di dalam bumi pada kedalaman yang cukup besar.

Teksturnya biasanya kristal penuh seperti gabro dan granit.

2. Berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineral


13

a. Batuan beku asam merupakan batuan beku yang memiliki kandungan

silika lebih besar dari 66 %. Ciri khas batuan ini yaitu kaya akan unsur

alkali dan mengandung sedikit kandungan kalsium dan ferromagnesium.

Contohnya granit, riolit, dan obsidian.

b. Batuan beku intermediet merupakan batuan beku yang memiliki

kandungan silika 52-60%. Dengan ciri-ciri batuan yaitu warna batuan

terang hingga agak gelap. Perbandingan antara mineral alkali, kapur, dan

ferromagnesium sudah mulai tampak.

c. Batuan beku basa merupakan batuan beku yang memiliki kandungan

silika antara 45-52 % dengan ciri-ciri warna yang gelap, hitam, atau

buram, kaya akan mineral mafic dan mineral Ca-Plagioklas. Misalnya

gabro, diabas, dan basalt.

d. Batuan beku ultra basa merupakan batuan beku yang memiliki kandungan

silika kurang dari 45 %. Dengan ciri-ciri gelap atau hitam, mudah lapuk

terhadap air hujan, seperti halnya batu gamping. Misalnya peridotit, dunit,

dan pyroxenite.

Gambar 2.2 Batuan Beku


(Zuhdi, 2019)
14

2. Batuan Sedimen

Batuan yang terdapat dipermukaan bumi akan mengalami pelapukan.

Material hasil pelapukan selanjutnya tererosi kemudian tertransportasi dan

diendapkan kembali. Material yang diendapkan dari proses ini akan mengalami

litifikasi, yaitu mengeras menjadi batuan yang disebut batuan sedimen. Batuan

sedimen terbentuk secara kimiawi, evaporasi atau secara biologi ( Mulyo, 2018).

Menurut (Sukandarrumidi et.al., 2017), batuan sedimen dikelompokkan

menjadi dua yaitu: batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non klastik.

Berdasarkan ukuran butir mineral pembentukannya batuan sedimen klastik dibagi

menjadi: konglomerat, breksi, batu pasir, yang dapat berupa sebagai arkose dan

greywacke, batu lanau, batu lempung berlapis, batu lempung. Batuan sedimen non

klastik terdiri dari batu gamping, batu dolomite. Ada juga geologist membagi dua

batu gamping yaitu batu gamping klastik yang merupakan batugamping berlapis

hasil rombakan dari batu gamping non klastik dan batugamping non klastik

merupakan perkembangan utama binatang koral.

Faktor yang mempengaruhi terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi,

vegetasi, dan juga susunan yang ada dari batuan. Faktor yang mengontrol

pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi. Sedimen dapat

terangkat baik angin, air, hujan, maupun salju. Pengangkutan sedimen dengan air

dan angin sangat berbeda. Hal ini karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari

air, maka angin sangat susah mengangkat sedimen yang ukurannya sangat besar.

Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin

umumnya sebesar ukuran pasir (Noor, 2009).


15

Batuan dapat dikenali dengan mudah di lapangan dengan adanya

pelapisan. Pelapisan pada batuan disebabkan oleh perbedaan besar butir, seperti

batu pasir dan batu lempung. Perbedaan warna batuan antara batu pasir yang

berwarna abu-abu terang dengan batu lempung yang berwarna abu-abu

kehitaman. Selain itu struktur pada sedimen seperti struktur silang siur atau

struktur gelembur gelombang (Noor, 2009).

Ciri lainnya adalah sifat klastik, yaitu yang tersusun dari fragmen-fragmen

lepas dari pelapukan batuan yang kemudian tersemenkan menjadi batu klastik.

Selain itu kandungan fosil menjadi penciri dari bauan sebagai akibat dari

organisme yang terperangkap ketika batuan tersebut diendapkan (Noor, 2009).

Batuan sedimen yang diendapkan pada lingkungan pengendapan disebut

istilah lingkungan sedimentasi. Lingkungan sedimentasi ini merupakan tempat

terjadinya pengendapan material dengan kondisi fisik,kimia, dan biologi yang

menjadi ciri proses pengendapan. Pengendapan yang terjadi dapat ditentukan dari

struktur sedimen yang terbentuk atau kandungan fosil sebagai indikator

lingkungan pengendapan. Pada batuan sedimen umumnya terendapkan sisa-sisa

organisme atau tumbuhan, yang karena tertimbun atau terawetkan

(Sukandarrumdi, et.,al, 2018).

a. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik merupakan hasil rekonstruksi dari batuan asal.

Batuan asli dapat berupa batuan beku, batuan sedimen itu sendiri, atau batuan

metamorf. Selama pembentukan batuan sedimen klastik jenis ini memiliki

diagnosa yaitu perubahan sedimen pada suhu rendah selama proses litifikasi.
16

Batuan sedimen detrital terdiri dari klastik yang dihasilkan selama deposisi

mekanis dan mengandung sejumlah besar mineral yang sama. Mineral heterogen

adalah mineral yang belum terbentuk di lingkungan pengendapan atau selama

pengendapan. Mineral ini berasal dari batuan primitif, diangkut, dan kemudian

diendapkan dalam lingkungan sedimen. Secara umum, itu adalah mineral dengan

resistensi tinggi. Misalnya kuarsa, piroksen, hornblende, plagioklas, dan garnet

(Zuhdi, 2019).

Gambar 2.3 Batuan Sedimen klastik


(Laboratorium Geologi, 2017)

b. Batuan sedimen non-klastik

Proses pembentukan batuan sedimen dapat berasal dari proses kimia, atau

mungkin berasal dari endapan sisa-sisa organisme yang mati. Warna batuan

sedimen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu warna mineral pembentuk batuan

sedimen misalnya jika batuan sedimen pembentuk mineral terutama kuarsa, warna

batuannya akan cenderung putih. Warna matriks (substrat) atau warna semen.
17

Warna bahan penutup (bahan pelapis). Misalnya batu pasir kuarsa yang ditutupi

dengan batu hijau laut akan menjadi hijau (Zuhdi, 2019).

Pada batuan dengan komposisi yang sama. Semakin halus ukuran butir,

semakin gelap warnanya. Warna batuan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

pengendapan, jika kondisi lingkungan berkurang maka warna batuan akan lebih

gelap dari pada lingkungan pengoksidasi. Batuan sedimen organik berwarna lebih

gelap (Zuhdi, 2009).

3. Batuan Metamorf

Batuan metamorf disebut juga dengan batuan malihan dimana batuan ini

merupakan hasil proses metamorfosis yang berasal dari jenis batuan lain.

Metamorf berasal dari kata meta (lain) dan morfin (bentuk).batuan ini asal

mulanya dari batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf karena

sifat batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf berbeda-beda baik sifat

fisik, mineralogi, maupun kimianya. Maka perubahan-perubahan yang terjadi

akibat proses metamorfosis (Sukandarrumidi, 2018).

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan

beku, batuan sedimen, batuan metamorf) yang mengalami perubahan temperatur

(T), tekanan (P), secara bersamaan yang berakibat pada pembentukan mineral-

mineral baru dan tekstur batuan yang baru (Noor, 2009).

Proses metamorfosa kadang-kadang tidak berlangsung sempurna. Batuan

asalnya tidak banyak berubah, tetapi kohesi batuan telah meningkat. Proses

metamorfosis sempurna membuat ciri batuan asal tidak terlihat lagi. Dalam

kondisi perubahan yang sangat ekstrim, suhu naik mendekati titik leleh batu,
18

bahkan jika batuan berubah selama proses metamorf harus tetap padat. Saat

mencapai titik lebur batuan, prosesnya bukan lagi proses metamorf, melainkan

proses aktivitas magmatik. Proses metamorfosis bisa memakan waktu lama,

hingga jutaan tahun. Semakin lama prosesnya semakin sempurna tingkat

metamorfosisnya. Selain faktor waktu, faktor suhu dan tekanan juga menentukan

terjadinya metamorfosis sempurna. Metamorfosis telah benar-benar terjadi dan

kemudian ciri-ciri batuan asal tidak terlihat lagi. Dalam metamorfosis tidak

sempurna, perubahan pada batuan asli tidak terlihat jelas. Hanya kohesi batu yang

meningkat (Zuhdi, 2019).

Menurut (Noor, 2009), tipe metamorfosa terdiri dari tiga yaitu:

1. Metamorfosa kataklastik, yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh deformasi

mekanis, seperti yang terjadi pada dua blok batuan yang mengalami pergeseran

satu dengan yang lainnya.

2. Metamorfosa burial adalah metamorfosis yang terjadi apabila batuan sedimen

yang berada kedalaman tertentu. Mineral utama yang dihasilkan dalam kondisi

tersebut adalah mineral zeolite. Metamorfosa burial umumnya saling overlap

dengan diagenesa dan akan berubah menjadi metamorf regional seiring dengan

meningkatnya tekanan dan temperatur.

3. Metamorfisme kontak adalah metamorfosis yang terjadi akibat intrusi batuan

beku dan merupakan hasil dari kenaikan temperatur yang tinggi dan

berhubungan dengan intrusi batuan beku.


19

B. Batu Gamping

Batu gamping merupakan bahan alam yang banyak ditemukan di

Indonesia. Batu padat ini mengandung CaCO3 (Kalsium Karbonat atau Kalsit).

Batu kapur berwarna putih dan banyak ditemukan pada batu kapur, kalsit,

marmer, dan batu kapur (Laraebi, 2017). Batu gamping tersusun lebih dari 50 %

mineral kalsit (CaCO3), dan sisanya tersusun dari mineral dolomit (Putra et al.,

2017). Batu gamping terdiri dari batu gamping non-klastik dan batugamping

klastik.

Batu gamping klastik merupakan batu gamping hasil rombakan yang

mengalami proses pengikisan air, pengangkutan, klasifikasi dan pengendapan

(Nurwaskinto et al., 2019). Batu gamping klastik terdiri dari dua jenis yaitu batu

gamping klastik fragmentasi dan batugamping klastik non-fragmentasi. Batu

gamping klastik terdiri dari klastik yang asalnya tidak diketahui yang dapat

dicampur. Jenis batuan ini memiliki tekstur lapisan yang hampir sama dengan

batu pasir, busa bergelombang dan laminasi dengan struktur sedimen penampang

melintang. Biasanya batuan ini mengalami deposisi mekanis air laut (Gunawan et

al., 2017).

Sedangkan batu gamping non-klastik merupakan bahan dari Coelenterata,

Mollusca, Protozoa, Foraminifera (Nurwaskinto et al., 2019). Batu gamping

klastik non-fragmental terdiri dari oolit, lump, dan pellets. Batu gamping jenis ini

merupakan gradasi dari batu gamping bioklastik dan batu gamping klastik

fragmen (Gunawan et al., 2017).


20

Batu gamping dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu secara mekanik,

organik, dan kimia. Batu gamping memberikan banyak manfaat dalam kehidupan

manusia. Pemanfaatan batu gamping dapat digunakan sebagai batu bangunan,

bahan bangunan, bahan pembuatan jalan serta bahan keramik (Sari & Wanggai,

2019). Selain itu batu kapur juga digunakan dalam pembuatan kertas, cat, plastik,

kosmetik, obat-obatan, besi dan baja, kapur pertanian, tekstil, marmer, industri

gula, karet, pembuatan gas karbondioksida, dan lain-lain (Sukma, 2018).

Menurut ( Gunawan, et.,al, 2017), pembentukan batu gamping terbagi

menjadi dua yaitu:

1. Pembentukan batu gamping pada lingkungan laut

Kebanyakan batu gamping terbentuk pada laut dangkal, tenang, dan dalam

perairan yang hangat. Lingkungan ini adalah lingkungan ideal pada mana

organisme sanggup membangun cangkang kalsium karbonat dan skeleton menjadi

asal bahan pembentuk batu gamping. Ketika organisme mati, cangkang dan

skeleton akan menumpuk membangun sedimen yang selanjutnya akan terlitifikasi

sebagai batu gamping. Produk sisa organisme berkontribusi dalam pembentukan

massa sedimen. Batu gamping yang terbentuk menjadi batuan sedimen biologis.

Karena terlihat adanya fosil pada batuan tersebut. Beberapa kandungan batu

gamping terbentuk dari pengendapan kalsium karbonat air laut. Batu gamping

yang terbentuk seperti ini menjadi batuan sedimen kimia. Batu gamping ini

dianggap kurang melimpah dibandingkan batu gamping biologis.


21

2. Pembentukan batu gamping pada lingkungan evaporasi

Batu gamping juga dapat terbentuk melalui penguapan. Stalaktit, stalakmit

dan formasi gua lainnya merupakan contoh batu gamping yang terbentuk melalui

penguapan. Di sebuah gua, tetesan air akan merembes memasuki gua melalui

rekahan ataupun ruang pori di langit-langit gua, kemudian akan menguap sebelum

jatuh ke lantai gua. Ketika air menguap, setiap kalsium karbonat yang dilarutkan

pada air akan tersimpan di langit-langit gua. Seiring berjalannya waktu, proses

penguapan ini dapat menyebabkan akumulasi seperti es kalsium karbonat di

langit-langit gua, deposit ini dikenal sebagai stalaktit. Jika tetesan jatuh ke lantai

dan menguap dan tumbuh atau berkembang ke atas depositnya disebut dengan

stalakmit.batu gamping yang membentuk formasi gua ini dikenal sebagai “

travertine” dan masuk dalam kelompok batuan sedimen kimia.

Batu kapur juga digunakan di bidang kesehatan sebagai bahan target sel

kanker. Dalam industri kimia, digunakan untuk mengurangi polusi dan katalis.

Penggunaan batu kapur saat ini butuh kemurnian yang tinggi, karena kemurnian

batu gamping bergantung pada zat lain yang terkandung di dalamnya seperti besi,

kalsium, yodium, dan logam berat yang mempengaruhi suatu kualitas produk

kalsium karbonat (CaCO3) (Suhardin et al., 2018).

Batu gamping dengan kandungan CaCO3 cukup tinggi untuk dijadikan

sebagai bahan baku pembuatan marmer. Dengan adanya pengolahan batu

gamping tersebut, maka akan menghasilkan sumber pendapatan lebih bagi

masyarakat untuk keberlangsungan hidupnya. Sebagaimana dalam firman Allah

swt. yang dipahami dalam QS Al-A’raf/ 7:10, berbunyi:


22

            

TerjemahNya:
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi
dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur” (Departemen Agama, 2010).

Dalam (Tafsir Al Muharrar Al Wajiz, 2015), dijelaskan bahwa nikmat

Allah kepada hambaNya dalam bentuk tempat tinggal dan kehidupan. Sungguh,

Kami telah membawa semua orang ke bumi dengan kata lain kami menyiapkan

untukmu tempat dimana membangun gedung, bercocok tanam dan

menggunakannya. Kami mengadakan bagimu di bumi sebagai (sumber)

penghidupan dari hasil pohon, tanaman, ranjau darat dan berbagai kerajinan

tangan dan serta produk komersial untuk memberi mata pencaharian di bumi.

Sesungguhnya dia adalah orang yang mempersiapkan dan menaati sesuatu, karena

itu akan membuatmu sedikit bersyukur kepada Allah dan menolak kesulitan-

kesulitanmu.

Allah swt. menjelaskan dalam ayat tersebut menempatkan kalian

menghadapi bumi, dan ada juga sumber mata pencaharian dari pohon, tanaman,

tambang, dan berbagai kerajinan tangan serta perdagangan di bumi. Penambangan

tanah yang kontroversial adalah material galian yang berasal dari sedimen gunung

dan sungai, yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan.

Pertambangan batu gamping ini menjadikan salah satu tempat mata pencaharian

untuk masyarakat sebagai tenaga penggerak di bidang industri pertambangan

marmer.
23

Mutu batu gamping sangat dipengaruhi oleh jenis bahan dasar. Pada

umumnya batu gamping tercampur oleh beberapa senyawa yang berbeda jenis,

susunan kimia, maupun jumlahnya. Batu kapur dengan kandungan CaCO3 yang

lebih rendah lebih baik digunakan sebagai bahan bangunan karena membutuhkan

kandungan CaO yang relatif rendah. Kandungan CaCO3 yang lebih tinggi dapat

lebih baik digunakan sebagai bahan pembuatan marmer (Humbarsono & Maskuri,

2011).

Batu kapur disebut juga batu gamping atau limestone yang memiliki warna

putih, putih kekuningan, abu-abu sampai hitam. Pembentukan warna tergantung

pada campuran yang ada di batuan, seperti tanah liat, kutil, oksida besi, mangan,

dan unsur organik. Batu kapur terbentuk dari residu cangkang yang telah diolah

secara kimiawi di laut (Putu et al., 2020).

Batu kapur biasanya memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda.

Ciri-ciri batuan tersebut banyak dikenal karena kelebihannya. Adapun sifat-sifat

fisika yang dimiliki oleh batu kapur antara lain porositas, kerapatan ruah,

konduktivitas panas, panas jenis, panas pembentukan, dan kelarutan. Sifat kimia

batu kapur meliputi stabilitas kimiawi, bikarbonat, pH, reaksi dengan asam,

klorin, senyawa fosfor, amonia, dan dekomposisi termal (Aziz, 2010).

Menurut (Laboratorium Geologi, 2017), batu kapur merupakan batuan

sedimen yang mengandung kalsium karbonat lebih dari 50 %. Pengotor pada

batuan ini umumnya adalah mineral klei, kuarsa, besi oksida, fragmen batuan, dan

bahan-bahan lain. Kalsit dapat diendapkan melalui proses kimia ataupun dengan
24

bantuan organisme. Ciri umum dari batu kapur ini adalah tersusun dari mineral

kalsit.

Batu kapur umumnya mengandung kalsit. Batu kapur memiliki warna

putih, putih kekuningan, abu-abu sampai hitam. Pembentukan warna pada

batugamping tergantung pada campuran yang ada pada batu gamping tersebut,

seperti lempung, kwars, oksida besi, mangan dan unsur organik. Batu kapur

terbentuk dari residu cangkang dan proses kimiawi (Putu et al., 2020).

Batu gamping memiliki warna yang berbeda serta kadar kalsium karbonat

yang berbeda disetiap daerahnya. Allah swt. menjelaskan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat, berbagai macam batuan diciptakan untuk digunakan oleh

manusia. Sebagaimana firman Allah swt. yang dipahami dalam QS Fathir/ 35 : 27,

berbunyi:

               

       

TerjemahNya:

“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit


lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam
jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah
yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat”
(Departemen Agama, 2010).

Lafadz mukhtalifan alwanuha artinya bermacam-macam warna. Allah swt.

menjelaskan terlihat gunung-gunung tersebut telah membentuk garis-garis dengan

warna tertentu. Warna-warna ini adalah warna termuda yang ditemukan di antara

jenis batuan di bumi. Salah satunya adalah sedimen atau batuan metamorf yang

diendapkan oleh material yang terbawa air atau angin atau diendapkan dalam
25

bentuk pasir, debu atau tanah liat. Proses pengendapan, pengangkutan dan

pelapukan ini berlangsung selama ribuan tahun, membentuk jenis batuan yang

mengandung mineral, yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh organisme untuk

menopang kehidupan di dunia. Menurut proses pembentukannya, setiap lapisan

batuan sedimen memiliki warna dan kandungan mineral yang berbeda (Katsir,

2015).

Batu kapur atau limestone sering disebut juga batu gamping yang

merupakan batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral kalsit dengan rumus

kimia CaCO3. Tekstur pada batu gamping ini antara rapat, afanitis, berbutir kasar,

kristalin atau oolit. Batu gamping terbentuk baik dikarenakan proses organik

maupun anorganik (Zuhdi, 2019).

Gambar 2.4 Batu Kapur


(Sumber: Zuhdi, 2019)

C. Klasifikasi Batu Gamping

Batu gamping juga dikelompokkan menjadi beberapa jenis batuan,

menurut klasifikasi (Dunham, 1962), batu gamping dikelompokkan ke dalam

beberapa jenis berdasarkan senyawa Karbonat yaitu:


26

1. Lumpur Batu (Mudstone)

Batuan ini termasuk dalam batuan non klastik, berdasarkan warnanya yang

putih. Tekstur dari batuan ini yaitu non kristalin, karena mineral penyusunnya

tidak bentuk kristal. Proses pembentukan batu gamping jenis ini adalah dengan

menghancurkan batu gamping yang sudah ada sebelumnya, yaitu perusakan

terumbu karang melalui gelombang atau pengendapan kimiawi secara langsung.

Proses petrokimia batu kapur melibatkan pelarutan mineral karbonat yang stabil

dan tidak stabil. Berikut dapat dilihat pada gambar bentuk batuan mudstone

Gambar 2.5 Mudstone


(Laraebi, 2017)

2. Wackestone

Jenis batuan ini mengandung lebih dari 10% disimilasi dalam matriks

lumpur karbonat. Menurut klasifikasi Dunham batuan karbonat, banyak deskripsi

ekivalen yang digunakan, misalnya kristalit Opel, dimana keterasingannya adalah

opioid dan koloid. Wackestone dapat diartikan sebagai lumpur yang diisi oleh batu

kapur yang mengandung lebih dari 10% partikel karbonat. Berikut adalah gambar

batuan wackestone
27

Gambar 2.6 Wackestone


(Laraebi, 2017)
3. Boundstone

Batuan boundstone merupakan batuan yang memiliki hubungan antar

komponen tertutup dengan komponen yang rapat. Menurut Embry dan Klovan

(1972), batuan boundstone adalah batu kapur yang terdapat pada batu karang,

ganggang, dan organisme uniseluler. Batu boundstone dapat dijumpai pada daerah

sekitar terumbu karang dan ditemukan sekitar 2,5 hingga 3 juta tahun yang lalu.

Boundstone diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

Gambar 2.7 Boundstone


(Laraebi, 2017)
a. Framestone

Jenis batuan ini biasanya berasal dari fosil organik, yaitu fosil dari karang

laut yang berdekatan dengan spons tersebut yang dipadukan dengan cangkang

mikroba dan pasir yang mengeras. Diantara ruang-ruang tersebut terisi pasir,
28

sedimen dan kalsit. Selama periode waktu yang lama, air secara bertahap

memudar, struktur ini terus terpapar ke udara, dan sementasi alami dari endapan

padat mengawetkan residu bahan organik sebagai fosil.

b. Bindstone

Batuan ini berasal dari organisme yang telah bergabung dengan sedimen,

sehingga keduanya lepas bersama-sama dan bersifat dispersif. Batu pengikat

biasanya terbuat dari alga dan lapisan argillaceous dan kalsit terikat bersama, dan

lapisan argillaceous dan kalsit adalah pori-pori besar yang disebabkan oleh

gelembung yang mengendap di sedimen selama pembentukan batu berlapis. Batu

berlapis adalah dari jenis ini. Bentuk yang paling umum gundukan gundukan fosil

lapisan sedimen.

c. Bafflestone

Batuan yang berdinding tebal berupa karang, bentuknya paralel sehingga

hanya sedimen kecil yang dapat melewatinya. Selain karang fosil, sebagian besar

komposisinya yaitu pasir alam, semen, dan lumpur.

4. Grainstone

Batuan grainstone yang biasa juga disebut dengan batuan karbonat yang

tidak terikat dengan lumpur. Batuan grainstone terbentuk akibat energi yang

tinggi, butiran yang kuat sehingga tidak terikat oleh lumpur sehingga diketahui

batu grainstone memiliki tekstur pori yang lebih rapat atau yang biasa disebut

dengan batuan karbonat dan banyak ditemukan di daerah pantai.


29

Gambar 2.8 Grainstone


(Laraebi, 2017)
5. Packstone

Batu packstone merupakan batuan yang terbentuk dari butiran lumpur

karbonat. Menurut Lucia (1999), batu packstone dikategorikan ke dalam dua jenis

yaitu, batu packstone yang didominasi oleh butiran lumpur, dan batu packstone

yang terbebas dari butir-butir lumpur. Batu packstone berasal dari proses akibat

pencampuran lumpur awal dan akhir yang sebelumnya tersimpan pada lumpur

tidak terikat sedimen, batuan terbentuk dari lapisan sedimen yang memiliki

butiran kristal yang cukup besar. Menurut Dunham (1962), asal mula batuan ini

terbentuk dari batu lumpur yang dipadatkan, proses ini terbentuk dari proses

pencelupan awal dan akhir dari lumpur yang telah diendapkan sebelumnya tanpa

sedimen. Lumpur tersebut terbentuk di air yang tenang dan merupakan hasil dari

berbagai jenis pencampuran.

Jenis batuan sedimen yang terbentuk dari mineral kalsit yang berasal dari

organisme mikroskopis di laut dangkal. Lapisan batu kapur seperti itu hampir

tersusun dari kalsit murni. Lapisan atas yang lebih gelap mengandung silika dalam

jumlah besar yang terbentuk dari kerangka mikrofosil, sehingga lapisan di bagian

ini lebih tahan cuaca.


30

D. Kandungan Kalsium Karbonat

Kalsium Karbonat adalah garam Kalsium yang biasanya terdapat di dalam

kapur. Senyawa ini merupakan mineral paling sederhana yang tidak mengandung

silikon serta sumber pembuatan Kalsium (Syam, 2016). Kalsium karbonat adalah

bubuk putih yang tidak berbau, tidak berasa, stabil di udara, praktis dan tidak larut

dalam air. Dengan adanya sedikit garam amonium atau karbondioksida dalam

larutan asam nitrat melalui pembentukan gelembung, kelarutan dalam air

meningkat, dan salah satu sifat kimiawi kalsium karbonat adalah dapat

menetralkan asam (Perwitasari, 2019).

Karbonat adalah jenis batuan mineral yang umumnya terbentuk di perairan

laut dangkal yang bersuhu hangat, dimana masih terdapat sinar matahari yang bisa

menembus kedalaman air. Selain itu, karbonat juga diendapkan di danau air tawar,

jika air panas bercampur CaCO3 mencapai permukaan bumi pada mata air panas,

air campur tersebut akan menguap dan meninggalkan produk berupa mineral

kalsit (Indah, 2020).

Batu kapur mengandung sebagian besar mineral kalsium karbonat yang

berwarna putih, tidak berbau, berbentuk Kristal putih, larut dalam asam (Fauzi,

2017). Sifat fisis kalsium karbonat, seperti morfologi, fase, ukuran, harus

dimodifikasi sesuai bidang aplikasinya. Bentuk dan fase yang ada pada batuan

terkait dengan kondisi sintesis seperti konsentrasi reaktan, suhu, waktu dan zat

adiktif (Kirboga & Oner, 2013).

Kalsit adalah komponen utama dalam batu kapur dan penyemen paling

umum dalam pasir dan serpih. Kalsium berasal dari batuan beku yang kaya
31

mineral-mineral kalsium, seperti Ca-plagioklas. Sedangkan karbonatnya berasal

dari air dan karbon dioksida. Kalsium diendapkan sebagai CaCO 3 atau terekstrak

dari air laut oleh organisme dan terkonsentrasi sebagai cangkang, misalnya dalam

kerang. Bila organisme mati, cangkang dan bagian-bagian dari cangkang

umumnya terakumulasi sebagai partikel klastik yang akhirnya membentuk

berbagai macam batu kapur (Sumawinata et al., 2018).

Mineral kalsit berstruktur kristal, mineral ini banyak dijumpai pada batuan

dan merupakan komponen utama cangkang organisme laut. Pada dasarnya

kandungan mineral CaCO3 berwarna putih. Kalsium karbonat banyak dijumpai

pada stalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar pegunungan. Kalsium

karbonat memiliki tiga bentuk kristal yaitu kalsit (rhombohedral), aragonit

(orthorombik), dan vaterit (heksagonal) (Lailyah, 2012).

Menurut (Agus, 2012) kristal merupakan susunan atom atau kumpulan

atom yang teratur dan berulang dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan susunan

disebabkan oleh kondisi geometris yang dipengaruhi oleh ikatan atom yang

memiliki arah. Selain itu, kristal terbentuk dalam berbagai ukuran, bentuk dan

warna. Beberapa kristal sebagai berlian, akan tetapi memiliki keindahan tertentu.

Pembentukan kristal menunjukkan sifat struktur luar dari kristal (Fitri, 2017).

Bentuk kristal suatu mineral berkembang tanpa mendapat hambatan, maka

akan mempunyai bentuk kristalnya yang khas. Tetapi apabila dalam

perkembangannya mendapat hambatan, maka bentuk kristal juga akan terganggu.

Setiap mineral akan mempunyai sifat bentuk kristalnya yang khas yang
32

merupakan perwujudan kenampakan luar yang terjadi sebagai akibat dari susunan

kristalnya di dalam ( Noor, 2009).

Ada beberapa macam bentuk-bentuk kristal kalsium karbonat sebagai

berikut:

1. Kalsit (rhombohedral)

Struktur kristal pada rhombohedral memiliki perbandingan sumbu yaitu

a1= a2= ≠ a3 yang artinya panjang sumbu a dan b sama, tetapi tidak sama dengan c.

dan memiliki sudut tegak lurus 90º pada sumbu α dan β dan membentuk sudut

120º pada sumbu ɣ tetapi bukan 90º (Roman, 2018).

Gambar 2.9 Struktur Kristal Rhombohedral


(Indah, 2020)

2. Aragonit (orthorombik)

Struktur kristal yang mempunyai tiga sumbu simetri kristal yang saling

tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut saling tegak lurus

satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu pada memiliki panjang yang berbeda

dengan perbandingan sumbu a1 ≠ a2 ≠ c dengan semua sudut sumbu 90º(Roman,

2018).

Gambar 2.10 Struktur Kristal Orthorombik


(Indah, 2020)
33

3. Vaterit (heksagonal)

Heksagonal memiliki sumbu a1 = a2 ≠ c, dimana sumbu a dan b memiliki

panjang yang sama. Tetapi tidak sama dengan sumbu c dan sudut kristalografi nya

memiliki dengan sudut-sudut 90º dan 120º (Roman, 2018).

Gambar 2.11 Struktur Kristal Heksagonal


(Indah, 2020)

Struktur kristal dari batuan karbonat memperoleh struktur rhombohedral

dengan fasa kalsit. Seperti yang diketahui bahwa struktur ini paling mudah

terbentuk. (Indah, 2020).

Gambar 2.12 Struktur Kristal CaCO3


(Ayu et.al, 2015)
34

Saat air ditambahkan maka reaksi kalsium karbonat akan sangat kuat, jika

dalam bentuk bubuk reaksinya akan sangat cepat. Serbuk kalsium karbonat

melepaskan panas (Ayu et al., 2015). Siklus kalsium karbonat dimulai dengan

dekomposisi termal kalsium karbonat yang terdapat di kerak bumi menjadi

kalsium oksida (CaO), dan produk sampingnya adalah gas karbon dioksida (CO2)

(Perwitasari, 2019).

CaCO3 => CaO + CO2 (2.1)

Molekul dalam batu kapur selalu mengandung atom kalsium karbonat dan

oksigen. Setelah dipanaskan, batu kapur akan berubah menjadi bubuk lembut

yang disebut kalsium oksida. Ini karena setiap molekul kalsium karbonat awalnya

dipecah menjadi dua molekul kecil. Molekul ini menggabungkan atom kalsium

(Ca) dan atom oksigen (O) untuk membentuk CaO. Molekul lain juga terdiri dari

atom karbon (C), yang bergabung dengan dua atom oksigen (O) untuk

menghasilkan gas karbon dioksida, yang lepas ke udara (Rusdi et al., 2013).

E. Marmer

Marmer adalah jenis batuan metamorf atau metamorf, dan proses

pembentukannya disebabkan oleh metamorfisme batu gamping. Sebagai batu

alam dan salah satu jenis metamorf. Marmer memiliki ciri khusus yang

membedakannya dengan jenis batu lainnya (Sulistiari, 2017).

Menurut (Lindawati, 2018), marmer merupakan batuan alam hasil

metamorfosis batu kapur akibat tekanan dan suhu tinggi di dalam perut bumi.

Marmer banyak digunakan untuk berbagai kebutuhan baik untuk dekorasi dan
35

kontruksi.batuan ini terbentuk dari berbagai beberapa jenis mineral dengan sistem

kristal tertentu.

Proses terbentuknya marmer hasil metamorfosis dari batu gamping yang

mengkristal dan menjadi marmer seiring waktu transformasi ini dimulai dari

rekristalisasi batu gamping. Pengulangan rekristalisasi ini disebabkan oleh efek

suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya internal. Proses rekristalisasi ini

membentuk foliasi dan non foliasi (Alman, 2018).

Proses kristalisasi pada batu gamping ini kehilangan struktur aslinya dan

menciptakan tekstur dan keseragaman butir yang baru. Tekstur baru dan

keseragaman butir ini yang disebut marmer. Proses singkat terbentuknya marmer

dari batu kapur. Ketika ada marmer ada batu kapur, tetapi setiap ada batu gamping

tidak selalu ada marmer. Hal ini karena keberadaan marmer sangat berhubungan

dengan proses gaya internal yang mempengaruhinya baik pengaruh tekanan

maupun perubahan temperatur yang cukup tinggi (Alman, 2018).

Penggunaan marmer bisa dikategorikan dua penampilan atau motif yaitu

tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk

pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding, dan sebagainya. Sedangkan tipe

staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung.

Menurut (Alman, 2018) marmer memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Struktur batu yang kompak.

2. Gugus Kristal yang ada pada marmer relatif halus sampai agak kasar.

3. Tersusun dari mineral kalsit dan mineral minor lainnya seperti mika, klorit,

kuarsa, dan jenis silikat lainnya, seperti graphit, hematit, dan juga limonit.
36

4. Nilai komersial atau ekonomi yang bergantung pada warna dan tekstur batu

tersebut.

5. Mempunyai warna putih jernih ketika kualitas tinggi, abu-abu, pink, merah,

kuning maupun krem.

6. Adanya gores arah jurus dan juga lapisan graphin atau silikat gelap.

7. Terpengaruh oleh porositas, kekuatan regangan, dan kekuatan terhadap

pengaruh cuaca dan suhu.

Selain itu, manfaat dari batu marmer yang banyak diminati adalah sebagai

berikut:

1. Sebagai penghias rumah.

2. Bahan dasar pembuatan berbagai macam keramik.

3. Bahan pembuat batu nisan.

4. Bahan dasar pembersih rumah.

5. Sebagai pupuk.

6. Sebagai bahan pewarna.

7. Penetral asam.

8. Sumber kalsium bagi ternak.

F. Metode Gravimetri

Metode gravimetri adalah metode yang menggunakan analisis secara

kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil

reaksi setelah bahan/ analit yang diisolasi atau dimurnikan dan diperlakukan

terhadap pereaksi tertentu. Metode ini didasarkan pada prinsip penimbangan.

Metode ini digunakan untuk mengetahui senyawa dan kandungan-kandungan


37

tertentu pada suatu senyawa murni yang diketahui berdasarkan pada perubahan

berat sampelnya (Adawiyah, 2017).

Analisis gravimetri dilakukan dengan mengisolasi dan mengukur berat

suatu unsur atau senyawa tertentu. Transformasi senyawa tertentu dapat diubah ke

dalam senyawa murni stabil sehingga bentuknya itu dapat ditimbang.

Penimbangan ini merupakan bagian terbesar dari metode gravimetri, karena berat

unsurnya dapat dihitung berdasarkan rumus molekul penyusun dan berat atom

unsur penyusun (Perwitasari, 2019).

Menurut (Wiryawan et al., 2008), analisis gravimetri merupakan suatu

metode analisis kuantitatif berdasarkan bobot unsur atau senyawa yang dimulai

dengan sedimentasi, kemudian memisahkan dan pemanasan sedimen dan diakhiri

dengan penimbangan. Agar berhasil dalam analisis gravimetri, perlu

memperhatikan tiga hal berikut ini:

1. Unsur atau senyawa yang teridentifikasi harus diendapkan seluruhnya.

2. Rumus molekul bentuk endapan yang ditimbang harus diketahui dengan

pasti.

3. Endapan yang diperoleh harus murni dan mudah ditimbang.

Analisis gravimetri adalah metode paling teliti untuk menentukan

komponen atau elemen utama dan lainnya dalam sampel. Metode ini banyak

digunakan untuk menguji kebenaran berbagai metode instrumental yang kini

banyak digunakan diberbagai Laboratorium. Metode yang biasa digunakan

metode ini adalah dengan mengendapkan analit dari larutan dalam bentuk

senyawa yang dapat larut dengan menambahkan pereaksi yang sesuai. Endapan
38

dipisahkan dengan filtrasi untuk menghilangkan kotoran yang mengendap,

kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhi sampel

(Perwitasari, 2019).

Menurut (Nugroho et.,al, 2018), kelebihan dari metode gravimetri ini

adalah penanganan yang relatif sederhana, mudah, teliti, dan akurasi yang

umumnya baik. Adapun kekurangan dari metode ini adalah proses pengerjaan

yang memerlukan waktu yang lama.

G. Teknik Pengambilan Sampel

Menurut (Anaperta, 2016), sampling secara spesifik dapat dikatakan

sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau

badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan deskripsi seperti

komposisi batuan, lokasi, dan endapan. Ada beberapa teknik pengambilan

sampling dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Chip Sampling

Pengambilan contoh dalam bentuk kecil yang biasanya menggunakan palu

dan pahat. Contoh ini diambil pada permukaan yang bersih dan segar. Hasilnya

tidak representatif untuk mewakili keadaan mineralisasi yang sebenarnya. Metode

chip digunakan untuk pengambilan pada permukaan yang keras dan seragam.

Pengambilan dilakukan secara teratur di permukaan batuan. dimana

pengambilannya baik dilakukan secara horizontal maupun vertikal.


39

Gambar 2.13 Chip Sampling


(Anaperta, 2016)

2. Grab Sampling

Pengambilan contoh ini umumnya digunakan dalam endapan dimana

unsur-unsur berharga didistribusikan secara merata dan dilakukan pada tahap awal

penyelidikan untuk mengetahui gambaran mineralisasi secara global.

Pengambilan contoh ini dilakukan secara acak dan dalam jumlah yang relatif

banyak. Teknik pengambilan sampel ini tidak dapat memberikan gambar yang

akurat.

3. Channel Sampling

Pengambilan contoh dengan pola tertentu, yaitu membuat alur dengan

lebar 10-20 cm dan kedalaman 5- 10 cm yang panjangnya tergantung dari keadaan

mineralnya maksimal 1 meter. Eksplorasi awal dilakukan dimana mineralisasi.

Saat digunakan dalam endapan mineral berlapis, distribusi komponen berharga

tidak merata atau tidak merata.


40

Gambar 2.14 Channel Sampling


(Anaperta, 2016)

4. Bulk Sampling

Digunakan untuk bijih dengan distribusi komponen berharga yang tidak

merata. Terutama dalam penentuan kadar deposit mineral. Contohnya bisa dalam

bentuk inti bor yang besar, atau sejumlah material yang dikeluarkan dari parit

menggunakan bulldozer. Pengambilan contoh ini digunakan untuk pengujian

metalurgi dengan tujuan untuk memahami pemulihan pemrosesan (akuisisi) suatu

pengolahan.

5. Pemboran

Teknik pengambilan sampel dengan pemboran, bergantung pada faktor-

faktor seperti asal endapan, kedalaman, jenis batuan. Pemboran dapat digunakan

dalam proses pengambilan sampel. Untuk endapan aluvial, bor bangka dapat

digunakan untuk pengambilan sampelnya. pemboran inti digunakan untuk

pengambilan sampelnya. Sampel yang diperoleh berupa core (inti) dan sludge

(lumpur).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April- Juni 2021 dengan lokasi

pengambilan sampel di kelurahan Bontoa, kecamatan Minasatene, kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan yang terletak antara 4 o49’- 4o51’ lintang selatan dan

119o36’- 119o40’ bujur timur. Dan penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Anorganik dan Laboratorium Analitik Kimia UIN Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan pada lokasi penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Kantong sampel digunakan sebagai tempat sampel batu gamping yang

diambil di lokasi.

2. Alat tulis digunakan untuk mencatat kode sampel batu gamping.

3. HP/ Kamera digunakan untuk mengambil gambar sampel.

4. Palu digunakan untuk melebur sampel batuan menjadi berukuran

kecil-kecil.

5. Pahat digunakan untuk mengambil sampel.

Alat dan bahan yang digunakan pada laboratorium ini adalah sebagai

berikut:

1. Oven digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas laboratorium, zat-zat

kimia maupun pelarut organik.

41
42

2. Mortar dan pestle digunakan untuk menghancurkan atau menghaluskan

sampel.

3. Ayakan sampel ukuran 100 mesh digunakan untuk memisahkan sampel

kasar dan halus.

4. Spatula digunakan sebagai alat untuk mengambil bahan kimia berbentuk

padatan dan digunakan untuk mengaduk larutan.

5. Neraca Analitik empat digit digunakan untuk menimbang sampel.

6. Gelas beker 100 mL digunakan sebagai wadah untuk mengaduk dan

mencampur sampel.

7. Gelas ukur 50 mL digunakan untuk wadah mengukur larutan yang akan

digunakan.

8. Batang pengaduk digunakan untuk mencampur sampel dengan larutan.

9. Krus Porselen digunakan sebagai wadah untuk sampel yang akan

ditimbang.

10. Labu takar 1000 ml digunakan untuk mengencerkan HCl.

11. Pipet skala 25 mL, 10 mL ,0,1 ml digunakan untuk memindahkan larutan

dari satu wadah ke wadah yang lain.

12. Bulf digunakan sebagai alat yang membantu dalam penyedotan larutan.

13. Aquades digunakan sebagai bahan pengencer larutan HCl.

14. Larutan Asam Klorida digunakan sebagai pelarut.

15. Wadah penampang ukuran 30 × 25 × 2 cm digunakan sebagai wadah

menyimpan sampel.

16. Tissue digunakan untuk membersihkan alat-alat yang digunakan.


43

17. Alat tulis digunakan untuk menulis hasil analisis.

18. Sampel batu gamping sebagai bahan yang akan diteliti.

C. Prosedur Kerja Penelitian

Prosedur kerja yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Pengambilan Sampel Batuan

a. Melakukan pengamatan langsung pada lokasi pengambilan sampel.

b. Menentukan titik pengambilan sampel pada lokasi penelitian.

c. Mengambil sampel batu gamping pada dua titik yang sudah ditentukan

menggunakan teknik chip sampling dengan palu dan pahat.

Gambar 2.15 Pengambilan Sampel

d. Memasukkan sampel ke dalam kantong sampel.

e. Mencatat dan memberi kode sampel batu gamping yang telah diambil pada

kantong sampel.

f. Mengambil gambar sampel.


44

Gambar 2.16 Sampel

2. Preparasi Sampel

a. Melebur sampel menjadi ukuran kecil 1-2 sentimeter.

b. Meletakkan sampel yang sudah dilebur pada wadah dengan ukuran

penampang 30 × 25 × 2 cm.

c. Memasukkan penampang ke dalam oven dengan suhu 100 oC selama 3 jam

hingga sampel benar-benar kering.

Gambar 2.17 Mengoven Sampel


45

d. Menggerus sampel menggunakan mortar dan pestle.

Gambar 2.18 Penggerusan Sampel

e. Mengayak sampel menggunakan ayakan ukuran 100 mesh.

Gambar 2.19 Mengayak Sampel

f. Memasukkan sampel yang sudah halus ke dalam plastik sampel yang telah

diberi kode sampel.


46

Gambar 2.20 Sampel Bubuk

3. Pembuatan Larutan HCl 2N

a. Menghitung terlebih dahulu banyaknya HCl yang akan diencerkan.

Diketahui:

Larutan HCl p.a memiliki konsentrasi = 37 %

Berat jenis = 1,19 g/ml

Berat molekul =36,5 g/mol

Valensi Asam = 1

b. Menentukan (Normalitas) HCl pekat dan volume dengan menggunakan rumus

pada persamaan:

((
N= (3.1)

V1 . N1 = V2 . N2 (3.2)

c. Setelah mengetahui konsentrasi dan volume HCl maka langkah selanjutnya

memipet larutan Asam Klorida dari botol umum sebanyak 165,83 mL

kedalam labu ukur.

d. Mengisi labu ukur 1000 ml dengan aquades sebanyak 250 mL.


47

e. Memasukkan labu ukur yang berisi air ke dalam baskom yang berisi air untuk

menghindari perubahan panas yang spontan.

f. Menambahkan Asam klorida sebanyak 165,83 mL secara perlahan-lahan

melalui corong ke dalam labu ukur.

g. Menghomogenkan sebentar kemudian menambahkan aquades sampai tanda

batas pada labu ukur, homogenkan kembali dan tunggu hingga dingin.

h. Setelah dingin memasukkan ke dalam botol 1 liter.

i. Mencuci peralatan yang telah digunakan.

4. Penimbangan Sampel

1. Membersihkan krus porselen dengan tisu.

2. Menimbang krus porselen untuk mengetahui bobot kosongnya menggunakan

neraca analitik.

3. Mencatat bobot kosong krus porselen.

4. Mengisi krus porselen dengan sampel hingga bobotnya bertambah 1 gram.

5. Menimbang gelas beker 100 mL untuk mengetahui berat kosongnya.

6. Menambahkan asam klorida (HCl) 2N sebanyak 20 mL ke dalam gelas

kimia menggunakan pipet skala 10 mL.

7. Kemudian menimbang kembali gelas kimia 100 mL yang berisi larutan

asam klorida (HCl ) 2N.

8. Mencatat hasil penimbangannya.

9. Memasukkan sampel batu gamping sebanyak 1 gram kedalam gelas beker

100 mL yang berisi Asam Klorida (HCl).

10. Mengaduk sampel hingga terjadi buih-buih kecil berwarna putih.


48

11. Kemudian menimbang kembali setelah terjadi reaksi menggunakan neraca

analitik sebagai massa akhirnya.

12. Mengulangi percobaan sebanyak lima kali untuk mendapatkan rata-rata

kadar Kalsium Karbonat ( CaCO3).

5. Perhitungan Kadar Kal sium Karbonat (CaCO3)

Untuk menghitung kadar Kalsium Karbonat (CaCO3) pada sampel dapat

menggunakan persamaan sebagai berikut (Perwitasari, 2019):

b. Menghitung Massa CO2

( (3.3)

c. Menghitung mol CO2

(3.4)

d. Menghitung massa CaCO3

(3.5)

e. Menghitung kadar CaCO3

(3.6)

Keterangan :

m CaCO3 = massa CaCO3 (g)

m1 = massa beker + HCl 20 mL (g)

m2 = massa sampel (g)

m3 = massa beker + HCl + sampel setelah reaksi (g)


49

D. Tabel Pengamatan

Tabel pengamatan pada penelitian ini adalah:

Tabel 3.1 Penetapan CaCO3 dengan Gravimetri Sampel A

Kadar Kadar SII


Kode Pengujian
m1 (g) m2 (g) m3 (g) CO2 CaCO3 (%) Ket.
Sampel ke-
(%) (%)

1 ... ... ... ... ...

2 ... ... ... ... ...

A 3 ... ... ... ... ...

4 ... ... ... ... ...

5 ... ... ... ... ...

Rata- rata Kadar CaCO3 (X) =

Tabel 3.2 Penetapan CaCO3 dengan Gravimetri Sampel B


Kadar Kadar SII
Kode Pengujian
m1 (g) m2 (g) m3 (g) CO2 CaCO3 (%) Ket.
Sampel ke-
(%) (%)

1 ... ... ... ... ...

2 ... ... ... ... ...

B 3 ... ... ... ... ...

4 ... ... ... ... ...

5 ... ... ... ... ...

Rata- rata Kadar CaCO3 (X) =


50

E. Bagan Alir Penelitian

Diagram alir pada penelitian adalah sebagai berikut:

Mulai

Pengambilan Sampel

Preparasi Sampel Pembuatan Larutan HCl 2N

 Melebur sampel  Menghitung HCl yang akan


 Mengoven sampel suhu 100oC diencerkan dengan persamaan
 Menggerus sampel (( be t jeni v len i
 Mengayak sampel 100 mesh N= 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙
 Memasukkan sampel kedalam
plastic sampel V1 . N1 = V2 . N2

 Mengisi labu ukur dengan aquades


Penimbangan Sampel  Memipet HCl dan memasukkan
 Menimbang krus porselen kedalam labu ukur
 Menimbang krus porselen +  Homogenkan
sampel
 Menimbang gelas beker 100 Menambahkan 20 mL larutan HCl
mL ke dalam gelas beker

 Menimbang gelas beker yang berisi


HCL 20 mL
 Menambahkan sampel 1 gram
 Mengaduk hingga terjadi buih-buih

Metode Gravimetri
Penimbangan Akhir dari hasil
reeaksi setelah bahan
diperlakukan terhadap reaksi

Menghitung Kadar CaCO3


51

Memenuhi
Standar Industri
Indonesia (SII) Ya X

Tidak

Tidak memenuhi
Standar Industri
Indonesia (SII)

Selesai Tidak dapat


digunakan sebagai
bahan baku

Ket: X= Kelayakan sampel sebagai bahan baku


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Sampel tersebut akan diolah di Laboratorium Kimia Analitik UIN Alauddin

Makassar dengan tujuan untuk mengetahui kandungan kalsium karbonat (CaCO 3)

yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan metode gravimetri. Dimana

metode ini dapat dilihat dari hasil penimbangan sampel setelah penambahan

larutan HCl.

Dari hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan persamaan 3.3

sampai dengan 3.6 yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat diperoleh pada

tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Penetapan CaCO3 dengan Metode Gravimetri Sampel A

Kadar Kadar
Kode Pengujian SII
m1 (g) m2 (g) m3 (g) CO2 CaCO3 Ket.
Sampel ke- (%)
(%) (%)

1 82,3770 1,0002 83,0377 0,3561 80,9166 >50 Memenuhi

2 82,9159 1,0005 83, 6190 0,3392 77,0498 >50 Memenuhi

A 3 82,9330 1,0001 83,5592 0,3823 86,8675 >50 Memenuhi

4 82,8271 1,0002 83,4465 0,3975 90,3197 >50 Memenuhi

5 83,1060 1,0000 83,6990 0,4070 92,5000 >50 Memenuhi

Rata-rata kadar CaCO3 (X )= 85,5307

52
53

Tabel 4.2 Penetapan CaCO3 dengan Metode Gravimetri Sampel B

Kadar
Kode Pengujian Kadar SII
m1 (g) m2 (g) m3 (g) CaCO3 Ket.
Sampel ke- CO2 (%) (%)
(%)

1 82,2223 1,0003 82,8578 0,3896 88,5302 >50 Memenuhi

2 82,3387 1,0001 82,9891 0,3580 81,3551 >50 Memenuhi

B 3 83,9437 1,0004 84,5898 0,3881 88,1744 >50 Memenuhi

4 83,9219 1,0004 84,5903 0,3658 83,1083 >50 Memenuhi

5 83,8590 1,0002 84,5500 0,3621 82,2805 >50 Memenuhi

Rata-rata kadar CaCO3 (X ) = 84,6897

Keterangan m1 = massa gelas kimia 100 mL + HCl 20 mL (g)

m2 = massa sampel (g)

m3 = massa gelas kimia 100 mL + HCl 20 mL + sampel (g)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh

merupakan hasil dari penimbangan awal dan penimbangan setelah reaksi yang

merupakan massa akhir dengan nilai rata-rata kadar CaCO3 pada masing-masing

sampel yaitu 85,5307 % dan 84,6897 %.

Dari pengujian dan pengolahan data penetapan kadar CaCO 3 dengan

metode gravimetri dapat diperoleh grafik yang ditampilkan pada perbandingan

kadar CaCO3 dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2010 dengan

grafik yang muncul secara otomatis yang dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
54

Perbandingan Kadar CaCO3 (%)


85.5307 84.6897
Nilai Kadar CaCO3 (%)
85

70

55 50

40

25

10
Standar SII A B
Sampel

Grafik 4.1 Perbandingan Kadar CaCO 3

Pada grafik 4.1 menunjukkan bahwa sampel batu gamping memenuhi

Standar Industri Indonesia (SII) dimana kadar CaCO3 lebih besar dari 50 %.

B. Pembahasan

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan senyawa yang ditemukan dalam

jumlah besar pada batu gamping yang merupakan sumber komersial bagi

perindustrian. Batu gamping ini mengandung endapan halus kalsium karbonat

(CaCO3) yang dapat diperoleh secara kimia dan secara fisik hanya dari batu

gampingnya saja. Proses yang dilakukan untuk mendapatkan kadar CaCO 3

dimulai dengan pengambilan sampel hingga penimbangan akhir setelah terjadi

reaksi.

Sampel batuan yang dicampurkan dengan larutan HCl 2N mengalami

reaksi yang dikeluarkan berupa karbon dioksida (CO2) yang kemudian ditimbang

sebagai massa akhir. Tujuan pelarutan menggunakan larutan HCl ini untuk

membantu pelarutan Reaksi yang terjadi begitu cepat dipermukaan, tetapi terjadi
55

lebih lambat pada bagian dalam. Karena diketahui bahwa kalsium karbonat

hampir tidak larut dalam air namun larut dalam asam klorida (HCl). Hasil dari

reaksi ini adalah kalsium karbonat, air, dan gas karbon dioksida.

Perbedaan antara sampel A dan sampel B terletak pada sifat fisis yang

dimiliki pada batuan tersebut. Pada sampel A menunjukkan sifat fisis yang

dimilikinya adalah berwarna putih, kilap kaca, goresan putih sampai putih

keabuan,bidan belahan yang tidak teratur, kekerasan keras, kompak, dan sebagian

berongga. Sifat fisis yang dimiliki pada sampel B yaitu putih kekuningan,

kekerasan keras sedang, goresan putih, bidang belahan tidak teratur. Pengujian

dilakukan sebanyak lima kali untuk mendapatkan nilai rata-rata yang akurat dan

tepat.

Pada penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa

pada kode sampel A pada titik koordinat 4º48’- 4º51’ LS dan 119º35’-119º37’ BT

saat pengujian pertama diperoleh hasil penimbangan gelas beker yang berisi

larutan HCl 20 mL sebesar 82,3770 gram dan pada pengujian kelima diperoleh

hasil penimbangan sebesar 83, 1060 gram. Adanya perbedaan nilai yang

dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor penimbangan yaitu saat

penempatan bahan yang akan ditimbang oleh peneliti. Kemudian penimbangan

akhir setelah menambahkan 1 gram sampel kedalam gelas beker yang berisi

larutan HCl 20 mL dilakukan setelah mengaduk sampel hingga tidak terjadi reaksi

lagi. Sebagai massa akhir diperoleh hasil sebesar 83,0377 gram dan pada

pengujian kelima diperoleh hasil sebesar 83,6990 gram. Perbedaan nilai yang

dihasilkan saat penimbangan akhir berbeda karena saat pengadukan sampel di


56

dalam gelas beker terjadi transformasi kimia akibat proses oksidasi sehingga saat

penimbangan selanjutnya nilai yang dihasilkan akan lebih tinggi atau bahkan juga

terjadi dekomposisi termal yaitu penurunan berat yang dihasilkan. Begitupun pada

pengujian yang dilakukan pada kode sampel B yang terletak pada titik koordinat

4º47’-4º51’LS dan 119º37-119º39’ BT.

Hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai rata-rata kadar kalsium

karbonat pada sampel A yaitu 85,5307% dan pada sampel B sebesar 84,6897%.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan penelitian terdahulu yakni

oleh (Laraebi, 2017), mengenai karakteristik kandungan mineral dan unsur

penyusun batu gamping PT. Semen Tonasa dengan menggunakan metode XRF

didapatkan kadar CaCO3 sebesar 54, 94 % dan juga penelitian yang dilakukan

(Lindah, 2018) mengenai karakteristik mineral kalsium karbonat (CaCO3) pada

batuan kecamatan Tamalatea kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan diperoleh

rata-rata hasil 58,84 % - 71,12 %.

Dari beberapa hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa kandungan CaCO3 yang baik

digunakan sebagai bahan baku pembuatan marmer yaitu lebih besar dari 50 %

yang sesuai dengan standar pengujian industri Indonesia.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data penelitian yang telah

dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa nilai kandungan kalsium karbonat

(CaCO3) batu gamping masing-masing diperoleh rata-rata 85,5307 % dan

84,6897 % dengan Standar Industri Indonesia (SII 05-0586-2009) yang dijadikan

standar sebesar > 50 % .

B. Saran

Saran yang ingin penulis sampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah

sebaiknya pengambilan sampel dilakukan pada titik yang lain dengan metode

pengujian kadar kalsium karbonat (CaCO3) dengan menggunakan metode XRD

dan Difraksi Sinar-X. Dan juga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya

menggunakan perbandingan metode yang digunakan untuk penentuan titik lokasi

seperti GPS dan aplikasi google Earth.

57
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. (2017). Analisis Kadar Saporin Ekstrak Metanol Kulit Batang


Kemiri (Aleuritis moluccana (L) willd) Dengan Metode Gravimetri. Uin
Alauddin Makassar.

Alman. (2018). Eksplotasi Sumber Daya Alam Marmer dan Perilaku Sosial
Masyarakat di kecamata Buntu Batu Kabupaten Enrekang. Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Anaperta, Y. M. (2016). Paket Keahlian Geologi Pertambangan. Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan.

Ayu, M., Margareta, H., Fuad, A., & Ilmiawati, S. A. (2015). Sintesa
Hydroxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2) Berbasis Batu Kapur. Penelitian Fisika
Dan Aplikasi, 5(1), 15–20.

Aziz, M. (2010). Batu Kapur dan Peningkatan Nilai Tambah Serta Spesifikasi
Untuk Industri. Teknologi Mineral Dan Batubara, 6(3), 116–131.

Departemen Agama, R. (2010). Al-Quran dan Terjemahnya. PT. Sygma


Examedia Arkanleema.

Dunham, R. J. (1962). Klasifikasi dari Karbonat Batu Menurut Deposisi Tekstur


AAPG Memoir No.1. 1, 108–121.

Fauzi, R. (2017). Pengaruh Volume Kalsium karbonat (CaCO3) 6% Sebagai


Bahan Pengisi Pada Kertas Rokok Produksi PT. Pusaka Prima Mandiri
Terhadap Daya Sobek (Tearing) dan Daya Tahan ( Tensile).

Gunawan, R. P., Luthfi, M., & Kadarisman, D. S. (2017). Analisa Fasies


Batugamping Formasi Wonosari Daerah Beji dan Sekitarnya, Kecamatn
Patuk Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I Yogyakarta. 1, 1–15.

Humbarsono, I. A., & Maskuri, I. F. (2011). Pemanfaatan Batu gamping untuk


Bahan Baku Marmer Sintetis di Daerah Ponjong, Gunung Kidul Daerah
Istimewa Yogyakarta. 28–42.

Katsir, I. (2015). Tafsir Ibnu Katsir. http://www.ibnukatsironline.com/2015.html

Kirboga, S., & Oner, M. (2013). Effect of the Experimental Parameters on


Calcium Carbonate Precipitation. 32, 2119–2124.

Lailiyah, Qudsiyyatul, M & Darmianto. (2012). Pengaruh Temperatur Laju


Aliran Gas CO2 pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat dengan Metode
Bubbling. Sains dan Seni 1, h.6-10

58
59

Laboratorium Geologi, U. T. (2017). Pedoman Praktikum Geologi Umum.

Laraebi, G. (2017). Karakteristik Kandungan Mineral dan Unsur Penyusun

Batugamping pada PT. Semen Tonasa.

Lindawati & Mursal. (2018). Identifikasi Mineral pada Batu Marmer dari
Gunung Kerambil, Aceh Selatan Menggunakan Difraksi Sinar-X. Aceh Phys
Soc 7(3). 152-156.

Makkulau, M. F. W. (2008). Sejarah Kecamatan Minasate’ne Kabupaten


Pangkep (Pustaka Re).

Megawati, Alimuddin, & Kadir, L. A. (2019). Komposisi Kimia Batu Kapur


Alam dari Indutri Kapur Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Matematika,
Sains Dan Pembelajaran, 5(2), 104–108.
https://doi.org/10.31605/saintifik.v5i2.230.

Mulyo, Agung. 2018. Geologi Dasar. Jawa Barat: CV Pustaka Setia.

Muhammad, A., & Abu Haq bin Ghalib bin ’Athiyyah al-Andalusi, al-Hafizh, al-
Qadhi, A.-’Allamah. (2015). Al-Wajiz Fi Tafsir al-Kitab al-’Aziz’.

Noviyanti, Jasruddin, & Sujiono, E. H. (2015). Karakterisasi Kalsium Karbonat


(Ca(CO 3 )) Dari Batu Kapur Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan Suppa.
Sains Dan Pendidikan Fisika, 2(Agustus), 169–172.

Noor, Djauhari. (2009). Pengantar Geologi. Universitas Pakuan.

Nurwaskinto, A., Amril, F., & Widodo, S. (2019). Analisis Kualitas Batugamping
Sebagai Bahan Baku Utama Semen Portland Pada PT . Semen Tonasa
Provinsi Sulawesi Selatan. August 2015.

Perwitasari, N. (2019). Perbandingan Metode Analisis Penentuan Kadar Kalsium


Karbonat pada Plesteran di Balai Konservasi Borobudur Magelang.

Putra, A. P., Wiwik, E., Hastuti, D., & Abro, A. (2017). Studi Potensi
Sumberdaya Batu Gamping Sebagai Bahan Baku Pembuatan Semen Di
Kecamatan Buay Sandang Aji Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan.
Perkuliahan, 1(3).

Putu, I. G., Suryana, E., Wayan, N., & Wijayanti, E. (2020). Potensi Batu Kapur
Bukit Pecatu Sebagai Instrumen Pemanen Dan Penampung Air Hujan. NKG,
21(1), 74–83.

Rusdi, Muryesri, M., & Zulharmitta. (2013). Pembuatan Kalsium Karbonat dari
Batu Kapur Bukit Tui Kota Padang Panjang. Farmasi Higea, 5(2).
60

Sari, C. F. K., & Wanggai, C. B. (2019). Kajian Keterkaitan Keberadaan Industri


Semen Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat. Teknik Science Tech, 5(2),
57–65.

Suhardin, A., Ulum, M. S., & Darwis, D. (2018). Penentuan Komposisi Serta
Suhu Kalsinasi Optimum CaO Dari Batu Kapur Kecamatan Banawa
Determining The Composition and Optimum Calcination Temperature of
CaO of Banawa Limestone. 7(1), 30–35.

Sukandarrumidi, Rakhman, A. N., Maulana, F. ., Purnamawati, D. I., &


Miftahulsalam. (2020). Mengenal Mineral Secara Megaskopis. Gadjah Mada
University Press.

Sukma, A. M. (2018). Perhitungan Sumberdaya Batu Gamping dengan


Menggunakan Metode Garis Kontur Pada IUP Operasi Produksi PT.
Yuanda Putra YLM, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat.

Sulistiari, H. T. (2017). Penambangan Batu Marmer di Desa Banjar Kecamatan


Panggul Kabupaten Trenggalek. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.

Sumawinata, B., Mulyanto, B., & Suryaningtyas, D. T. (2018). Agrogeologi.


Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Syam, W. M. (2016). Optimalisasi Kalsium Karbonat Dari Cangkang Telur


Untuk Produksi Pasta Komposit. Uin Alauddin Makassar.

Wiryawan, A., Retnowati, R., & Sabaruddin, A. (2008). Kimia Analitik.


Departemen Pendidikan Nasional.

Zuhdi, M. (2019). Buku Ajar Pengantar Geolog i. In Lombok. Duta Pustaka Ilmu.
LAMPIRAN 1

( DATA HASIL PENELITIAN)

61
62

Tabel 1. Hasil Penimbangan Sampel A Penentuan Kadar CaCO3

Pengujian
Kode Sampel m1 (g) m2 (g) m3 (g)
ke-

1 82,3770 1,0002 83,0377

2 82,9159 1,0005 83, 6190

A 3 82,9330 1,0001 83,5592

4 82,8271 1,0002 83,4465

5 83,1060 1,0000 83,6990

Tabel 2. Hasil Penimbangan Sampel B Penentuan Kadar CaCO3

Pengujian
Kode Sampel m1 (g) m2 (g) m3 (g)
ke-

1 82,2223 1,0003 82,8578

2 82,3387 1,0001 82,9891

B 3 83,9437 1,0004 84,5898

4 83,9219 1,0004 84,5903

5 83,8590 1,0002 84,5500


LAMPIRAN 2

(ANALISIS DATA PENELITIAN )

63
64

Rumus persamaan CO2 :

Persamaan CaCO3 :

Keterangan :

X = massa gelas kimia + HCl

S = massa sampel

Y = massa beker + HCl + sampel

SAMPEL 001

Pengujian ke- 1

(

 (


65

Pengujian ke- 2

(

 (


66

Pengujian ke- 3

(

 (

Pengujian ke- 4

(

 (


67

Pengujian ke- 5

(

 (


68

SAMPEL 002

Pengujian ke- 1

(

 (


69

Pengujian ke- 2

(

 (

Pengujian ke- 3

(

 (


70

Pengujian ke- 4

(

 (


71

Pengujian ke- 5

(

 (


LAMPIRAN 3

( DOKUMENTASI PENELITIAN)

72
73

1. Pengambilan Sampel di Lokasi Penelitian


74

Sampel dilebur menjadi kecil Sampel yang sudah dilebur menjadi


ukuran 1-2 cm

Pengovenan Sampel selama ± 3 jam dengan suhu 100o C

Menggerus sampel menjadi halus menggunakan mortar dan pestle


75

2. Pembuatan larutan HCl 2 N

Mengayak sampel menggunakan ayakan ukuran 100 mesh


76

3. Penimbangan Sampel

Menimbang gelas beker 100 mL untuk bobot kosongnya

Menambahkan HCl 20 mililiter ke dalam gelas beker

Penambahan sampel pada gelas kimia yang berisi hcl 20 mililiter


77

Mengaduk sampel lalu menimbang kembali untuk mengetahui bobot akhirnya

Penimbangan pengujian ke-1 pada sampel 1

Penimbangan pengujian ke-1 pada sampel 2


LAMPIRAN 4

( PERSURATAN PENELITIAN)

78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kabupaten Sinjai

Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Agustus

1999,sebagai anak kedua dari dua bersaudara yaitu

pasangan Bapak Amir dan Ibu Ningsih. Penulis

mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak

Pertiwi Aska pada tahun 2004, kemudian ke jenjang

sekolah dasar SDN 52 Pude tahun 2005, lalu sekolah menengah pertama di SMPN

2 Sinjai Selatan pada tahun 2014, pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan di SMAN 2 Sinjai Selatan dan menyelesaikanmya pada pertengahan

tahun 2017.

Pada pertengahan tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan ke

perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar melalu jalur

SPAN PTKIN sebagai mahasiswa jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi.

Selama menempuh pendidikan, penulis aktif sebagai anggota pengurus Himpunan

Mahasiswa Jurusan Fisika periode 2019 dan 2020.

Anda mungkin juga menyukai