Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK

Materi : ANALISIS KASUS Agenda 3


Anggota : 1. Heni Nuraini, S.KM. / 31
2. Moh. Yoki Sugiantoro, S.KM. / 32
3. Annisa Reykaningrum, S.KM. / 33
4. Friska Tantiyas Wisudawati, S.KM. / 34
5. Vidya Fajrin Ningtyas, S.Kep., Ns. / 38

Angkatan :XXV
Kelompok :4
Pengajar : Drs. Didiek Dwijanto, MM

2 ORANG PNS MENJADI TERSANGKA KASUS PUNGLI


BANDUNG. KOMPAS. TV - Tim sapu bersih pungutan liar atau saber pungliprovinsi
jawa barat menangkap enam orang pegawai dinas kependudukan dan catatan sipil
kabupaten Cirebon. Setelah dilakukan gelar perkara, tiga dari enam orang resmi ditetapkan
sebagai tersangka. Tiga orang pegawai dinas kependudukan dan catatan sipil kabupaten
cirebon resmi ditetapkan sebagai tersangka pelaku pungutan liar. Dari ketiga orang tersebut
dua diantaranya merupakan aparatur sipil negera serta satu orang pegawai honorer .
Penetapan tersangka dilakukan setelah petugas melakukan gelar perkara, dengan hasil
kesimpulan bahwa ketiganya terlibat langsung dalam praktek pungli pembuatan ktp
eletronik. Sebelumnya, tim saber pungli provinsi jawa barat melakukan operasi tangkap
tangan terhadap enam orang pegawai yang bertugas di dinas kependudukan dan catatan
sipil kabupaten Cirebon. Keenamnya diduga terlibat dalam pungutan liar pembuatan kartu
tanda penduduk elektronik, dari ott tersebut petugas menyita barang bukti berupa uang tunai
sebesar tiga belas juta rupiah.
Berita ini diakses melalui link web : https://www.kompas.tv/article/90103/2-orang-pns-
menjadi-tersangka-kasus-pungli
Dan link youtube : https://www.youtube.com/watch?v=KUvhQ6NKmo4

A. Penjelasan Kasus
Dua orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan seorang pegawai honorer daerah
Cirebon ditetapkan sebagai tersangka pelaku pungutan liar atau pungli. Ketiganya terlibat
langsung pungutan liar pembuatan KTP Elektronik. Sebelumnya petugas kepolisian
melakukan operasi tangkap tangan yang pada empat orang pegawai yang bertugas di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cirebon. Dari hasil penyeledikan, Polisi
menyita uang tunai sebesar 13 juta rupiah.
Kasus diatas menunjukkan penyelewengan tugas Pegawai Negeri Sipil. Pungli
sendiri merupakan salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999. Selain pada Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan
merupakan kejahatan luar biasa yang harus diberantas.
Tindak pidana ini harus diwaspadai oleh aparatur sipil negara, karena ancaman
hukumannya cukup berat. Tidak sedikit, pejabat atau pegawai pemerintahan yang belum
memahami dengan baik definisi pungli di lapangan. Seharusnya pegawai pemerintahan
mengurangi aktivitas pertemuan dalam pelayanan publik, yang dinilai dapat menjadi cara
meminimalkan terjadinya gratifikasi.
Berdasarkan Paraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu
Bersih Pungutan Liar menimbang bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan
secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam
upaya pemberantasan pungutan liar perlu dibentuk unit sapu bersih pungutan liar.
Dengan dibentuknya satgas saber pungli maka diharapkan :
1. Pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efesien dengan mengoptimalkan
pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana, yang berada di lingkungan
pemerintah daerah.
2. Terbangunnya perubahan mindset aparatur negara dalam pelayanan dengan prinsip
zero pungli namun tetap mengutamakan pelayanan prima.
3. Terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran mayarakat menolak segala
bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku.

B. Faktor Penyebab dan Dampak Pungli


Pada umumnya ada beberapa faktor penyebab mengapa pungli masih terjadi, yaitu:
1. Penyalahgunaan wewenang
2. Keterbatasan informasi layanan yang diberikan sehingga tidak dapat diakses oleh
pengguna layanan
3. Kurangnya integritas pelaksana layanan

4. Kurangnya pengawasan dari atasan dan pengawas internal


5. Ketidakjelasan prosedur layanan

6. Kebiasaan dari pelaksana dan pengguna layanan.


Adapun akibat dari adanya peristiwa kasus pungli adalah :
1. Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada aparatur pemerintah
2. Rusaknya tatanan peradaban masyarakat yang secara psikososial akan merusak
nilai-nilai luhur pelayanan, pengabdian, dan ketulusan. Peradaban tata kelola
pelayanan yang melayani telah berubah menjadi tata kelola pelayanan berdasarkan
jumlah setoran. Yang memberi “uang pengertian” akan cepat dilayani, sementara
masyarakat yang mengikuti aturan harus menelan pil pahit antrian dan keruwetan
yang panjang. Akhirnya rusaklah tatanan peradaban yang luhur menjadi peradaban
suap dan sogok.
3. Menghambat pembangunan, maksudnya karena pungutan – pungutan yang
dimaksud tidak masuk ke kas negara, melainkan ke kas pribadi maka kas negara
menjadi minim. Dengan kas yang minim ini, tentu negara akan mengalami banyak
keterbatasan untuk mewujudkan cita – cita mulia dalam melaksanakan
pembangunan yang merata dan berkeadilan. Padahal masyarakat sendiri
sesungguhnya sudah banyak mengeluarkan uang untuk berbagai jenis pungutan liar
ini, tetapi uang-nya hanya masuk ke kas pribadi maka akhirnya rakyat juga yang
sangat dirugikan. Oleh karena itu gagasan tentang pembentukan Satgas Saber
Pungli sejatinya adalah niat luhur pemerintah untuk memberantas pungli dan harus
mendapat dukungan dari semua pihak.

C. Analisis Kasus
1. Manajemen ASN
Pada dasarnya, manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi,
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kalau ditilik kembali dari pengertian di atas, permasalahan terkait pungutan liar
(pungli) yang melibatkan dua orang pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cirebon, menjadi sebuah pelanggaran
terhadap proses manajemen asn itu sendiri.
Bukan kali pertama hal ini terjadi. Menurut Menteri Koordinator bidang Politik
Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, dikutip dari artikel online, Bisnis.com, beliau
menilai bahwa masyarakat telah menganggap praktik pungutan liar menjadi hal
yang wajar. Pungli seolah sudah menjadi budaya. Inilah alasan mengapa praktik
pungli ini masih sulit diberantas.
Apabila dilihat lebih mendalam lagi, dimana letak kesalahannya. Hal ini
dimungkinkan bahwa masih ada yang belum benar dari langkah proses
pembentukan diri asn (manajemen asn). Beberapa analisisnya yaitu :
a. Kesempatan pengembangan kompetensi yang diberikan oleh pemerintah, tidak
dilakukan oleh oknum asn tersebut dengan sungguh-sungguh,
b. Beban kerja tinggi dengan tingkat kesejahteraan yang rendah sehingga
memunculkan sisi terdesaknya kebutuhan maupun keserakahan
c. Serta kedisplinan juga etika yang tidak bisa terbentuk pada diri asn itu sendiri
Jadi sekalipun praktik ini timbul lebih dikarenakan diri pribadi seorang asn,
alangkah lebih baiknya membenahi dahulu proses manajemen asn guna dapat
membentuk diri seorang asn sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Smart ASN
Di era saat ini, mengaktualisasikan nilai BerAKHLAK (Berorientasi
Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) sesuai
dengan core business KemenPan-RB. Selain itu, core values dan employer
branding ini dapat diaktualisasikan untuk mendorong terwujudnya SMART ASN di
seluruh instansi pemerintah baik pusat, propinsi maupun kabupaten/ kota.
Untuk mengurangi atau menghentikan praktik pungli, Smart ASN bisa
menghadirkan Mall Pelayanan Publik (MPP), karena MPP mampu mencegah
pungutan liar (pungli) dan tindak pidana korupsi dalam proses pelayanan publik.
Sehingga pemerintah hendaknya terus mendorong agar setiap daerah memiliki
MPP yang mengintegrasikan berbagai pelayanan di dalam satu atap. Keberadaan
MPP di setiap daerah dapat mempermudah berbagai urusan masyarakat dan ini
merupakan amanat langsung Presiden RI dan Wakil Presiden (Wapres) RI.
Hal ini disebabkan pelayanan yang disediakan MPP dibuat secara terpadu,
dengan mengintegrasikan berbagai pelayanan dalam sebuah sistem tanpa
transaksi tunai. “Semua transaksi tidak ada yang tunai, tapi menggunakan bank
yang ada di situ juga, ini akan jauh mengurangi pungli. Melalui sistem transparan
dan akuntabel inilah keberadaan MPP akan semakin mendorong kepastian dan
kemudahan dalam mengurus berbagai kebutuhan masyarakat, termasuk perizinan
usaha. Terlebih, hal ini didukung dengan proses yang mudah, alur birokrasi yang
ringkas, yakni terpusat dan terkoordinasi dalam satu sistem yang sama. Pelayanan
seperti itu membuat masyarakat lebih nyaman dan semakin dimudahkan dalam
menyelesaikan urusannya. Mall Pelayanan Publik ini juga untuk membuat
kepastian perizinan berusaha lebih mudah.
D. Kesimpulan
Dari kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa kondisi birokrasi manajemen ASN
saat ini masih lemah. Hal tersebut dapat dilihat dengan masih adanya budaya pungutan
liar yang masih mengakar dalam tubuh birokrasi pelayanan daerah. Dengan berbagai
faktor penyebab, diantaranya rendahnya kesadaran pribadi ASN itu sendiri sebagai ASN
BerAKHLAK, adanya kesenjangan beban kerja dengan kesejahteraan ASN sehingga
membuat ASN mencari penghasilan tambahan melalui hal yang tidak sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan, serta lemahnya sistem pelayanan dan
pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat.
Sehingga solusi untuk memecahkan masalah tersebut adalah perbaikan pada
sistem pelayanan masyarakat melalui inovasi Mall Pelayanan Publik. Pelayanan yang
disediakan MPP dibuat secara terpadu, dengan mengintegrasikan berbagai pelayanan
dalam sebuah sistem tanpa transaksi tunai. Dengan sistem transparan dan akuntabel
inilah keberadaan MPP akan semakin mendorong kepastian dan kemudahan dalam
mengurus berbagai kebutuhan masyarakat dan menghindari terjadinya pungutan liar
oleh oknum ASN.

Anda mungkin juga menyukai