Anda di halaman 1dari 3

Gender dan Pembangunan

Nama Anggota Kelompok 8:


1. Muhammad Januar Anas (C1G019180)
2. Muhammad Rizki Irfandi (C1G019181)
3. Muhammad Rozi (C1G019182)
4. Muhammad Sahrul Iman (C1G019183)
5. Muhammad Wisnu Khulaivy (C1G019186)
6. Mukhyiar Islam (C1G019191)
7. Muthmainnah (C1G019193)

Hasil Dikusi:
1.Konstruksi gender dalam media massa. Media massa biasanya berisi penyampaian
informasi atau hiburan untuk masyarakat, biasanya di ambil dari realitas dalam kehidupan
sehari hari walaupun secara garis besar terutama dalam media hiburan (entertainment) hampir
semuanya hanya bersifat fiktif belaka. Contohnya dalam tayangan film atau sinetron di
Indonesia masih banyak menempatkan perempuan sebagai sosok yang lemah, penakut,
cengeng. Perempuan selalu mendapatkan peran sebagai ibu rumah tangga yang bekerja
mencuci, membersihkan rumah, melayani suami dan memasak.

2.Konstruksi gender pada lingkup masyarakat di Indonesia lebih cenderung menyudutkan


perempuan atau wanita. Hal tersebutlah yang menyebabkan perempuan menjadi pihak yang
dirugikan, karena perempuan hanya memiliki ruang gerak yang terbatas jika dibandingkan
dengan pria atau laki-laki. Contohnya saja perempuan yang sering dianggap hanya bisa
melakukan pekerjaan domestik. Sedangkan, laki-laki dapat bekerja dimanapun. Stigma atau
pola pikir masyarakat tersebut muncul katena adanya anggapan bahwa perempuan merupakan
sosok yang lemah lembut, tidak berdaya, dan cenderung penakut. Sedangkan, masyarakat
lebih memandang laki-laki sebagai sosok yang lebih pemberani dan juga kuat.

3.Konstruksi gender dalam keluarga. Keluarga adalah tempat pertama pembentukan karakter
seseorang individu sebelum faktor-faktor lain mempengaruhi karakternya. Sebagai contoh
keluarga yang selalu mendidik anak perempuannya untuk pandai memasak dan rajin bersih.
4.Konstruksi gender dalam agama. Prinsip kesetaraan gender dalam perspektif Islam adalah
kaum laki-laki dan perempuan sama dalam beberapa hal, yaitu sebagai hamba Allah, sebagai
khalifah Allah, menerima perjanjian primordial, terlibat aktif dalam peristiwa drama kosmis,
dan berpotensi yang sama dalam meraih prestasi. Contohnya tidak melarang perempuan
untuk bekerja, karena melakukan pekerjaan apapun yang masih termasuk dalam tataran amal
shaleh boleh bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan dalam al- Quran Allah menjanjikan
keduanya dengan penghidupan yang baik (hayatan thayyibah) (QS. Al-Nahl: 97).

5.Konstruksi gender dalam kelompok bermain. Kelompok bermain dikatakan sebagai pelaku
gender dikarenakan menurut saya lingkungan merupakan faktor utama dalam pembentukan
karakter seorang individu. Contohnya pada kelompok bemain yaitu dimana anak laki-laki
bisa bemain apa saja kecuali boneka, karena boneka identik dengan mainan perempuan.

6.Konstruksi dalam gender kebijakan. Dalam kebijakan pemerintah, biasanya wanita atau
perempuan sering dijadikan target kejahatan oleh oknum-oknum kejahatan, sehingga
kebijakan lebih banyak dibuat untuk melindung wanita dibandingkan laki-laki.

7.Konstruksi dalam gender hukum. Hukum terkristalisasi dari tuntutan dan harapan
masyarakat akan suatu nilai yang dianggap benar atau salah dalam suatu komunitas tertentu.
Hal ini tampak dari pelbagai peraturan hukum yang berkaitan dengan perempuan dan gender
di Indonesia. Namun, sebaliknya dari uraian di atas, hukumpun dapat bertindak pro‐aktif
dengan melakukan pengaturan sedemikian rupa sehingga dapat mengubah pola pikir
masyarakat yang ada sehingga hukum lebih berfungsi membudayakan dan mengubah
persepsi masyarakat akan sesuatu hal tertentu yang dianggap lebih baik. Beberapa hukum
positif atau aturan yang dipandang masih bias gender antara lain, Undang‐undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Pokok‐pokok Perkawinan yang memuat pembakuan peran perempuan
dalam beberapa pasalnya. Contohnya ialah ada dalam hukum pidana material baik di dalam
KUHP maupun RUU KUHP yang sedang dipersiapkan, di mana tidak ada satu pun
pengertian diberikan kepada ‘kejahatan seksual’ sebagai salah satu kekerasan yang korbannya
lebih banyak perempuan. Hukum positif Indonesia melalui KUHP (Kitab Undang‐undang
Hukum Pidana) hanya mengatur kekerasan yang berakibat perlukaan secara fisik saja, baik
yang ditujukan kepada perempuan atau laki‐laki sebagai korbannya. Dengan demikian tidak
diberikan penekanan khusus apabila korbannya adalah seorang perempuan yang secara
sosiologis tersubordinat oleh pelakunya.
8. Konstruksi gender dalam sekolah. Sebagai pendidik kita perlu menyadari implikasi negatif
dan sempit dari konstruksi gender dalam kehidupan murid. Contohnya akibat diferensiasi/
diskriminasi gender dalam pendidikan murid laki-laki dan perempuan. Pada akhirnya, hal ini
akan menuntun kepada ketidaksetaraan prestasi anak perempuan dan anak laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai