Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yag telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Text Book
Reading yang berjudul “ TATA LAKSANA MIGRAIN’.

Adapun referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program
profesi kedokteran di bagian Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Dalam
penulisan dan penyusunan TBR ini penulis banyak di bantu olah berbagai pihak baik langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Bambang Sri Dyatmoko, Sp.S yang telah membimbing penulis dalam pembuatan
TBR ini.

Penulis sadar bahwa penulisan TBR ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis
menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan TBR ini.

Akhir kata penulis berharap agar TBR ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Purwokerto, Oktober 2010

Penulis

Page 1
DAFTAR PUSTAKA

 KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1

B. TUJUAN PENULISAN .................................................................................... 2

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3

A. DEFINISI ....................................................................................................... 3

B. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................ 3

C. ETIOLOGI ..................................................................................................... 4

D. PATOFISIOLOGI ............................................................................................ 4

E. KLASIFIKASI ................................................................................................. 7

F. PENATALAKSANAAN .................................................................................... 11

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 20

 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 21

Page 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat
berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan
secara samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya
masih dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.(1,2,3)
Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit
kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien
akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila
sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk
mencai tahu penyebabnya.
Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada
tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah
tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini.
Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh
sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala
dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala
( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga
merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien
merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala
peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)

Page 3
B. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui dan memahami lebih jauh tentang migrain terutama definisi,
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
pencegahan.
2. Agar mampu melakukan diagnostik dan tindakan yang tepat pada kasus migrain.

Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Secara umum migrain merupakan nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan
nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-
berat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan fonofobia.
Migrain termasuk salah satu jenis nyeri kepala primer. (1,2,3)
Menurut Blau, Migren di definisikan sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan
berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan
dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau kedua-duanya
Migrain bukan penyakit yang boleh dianggap enteng. Penyakit ini menyerang saraf
dikepala yang menyebabkan sakit kepala yang parah sehingga dapat membuat orang menjadi
lemah.

2. EPIDEMIOLOGI
Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang
paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton, steward dan korff (1997),
migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat. Setelah itu The American Migrain
Study II dengan melakukan survey terhadap 20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini
memperlihatkan bahwa selama dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil.
Prevalensi Migrain adalah :
 18.2% wanita
 6,5& laki-laki
 Sebelum usia 12 tahun, migrain lebih sering pada anak laki-laki di banding anak
perempuan.
 Setelah pubertas, migen semakin sering dijumpai pada anak perempuan di banding anak
laki-laki

Page 5
 Pada usia 20 tahun rasio migren pada perempuan terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1
(1,2,3)
3. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum di ketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensivitas sistem saraf da aktivasi sistem trigeminal-
vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kapala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu : (1,2,3)
1. Menstruasi biasanya pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya (perubahan
hormonal)
2. Stress dan kecemasan
3. Terlambat makan
4. Makanan dan minuman, seperti : alkohol, coklat, susu, kejua dan buah-buahan.
5. Cahaya kilat atau berkedip
6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
7. Psikis baik pada peristiwa duka maupun peristiwa bahagia.
8. Banyak tidur atau kurang tidur
9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
10. Faktor herediter
11. Faktor kepribadian.

4. PATOFISOLOGI
Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular).
Sekarang di perkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan keianan di pembuluh darah sekunder.
Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang : (2,4)
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression
dari Leao)
Teori depresi yang meluas leao (1944), dapat menerangkan timbulnya aura
pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan
bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap semacam rangsang lokal
pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang

Page 6
menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan
meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam
air. Kecepatan perjalanannya di perkirakan 2-5 mm/menit dan di dahului oleh fase
rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan
aura pada migren klasik.
Percobaan ini di tunjang oleh penemuan Oleson, larsen dan Lauritzen (1981).
Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren
klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama
seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan
aliran darah otak regional yang meluas kedepan adalah akibat dari depresi yang
meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan bianatang leao dan migren klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tidak ada fase vase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gajala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan
aliran darah memberikan kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan
kelainan vaskular adalah sekunder.

2. Sistem Trigemino-Vaskular(2,4)
Pembuluh darah di otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung,
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin gene related paptid (CGRP). Ini
semua berasal dari gangglion nervus trigeminus sesisi. SP, NKA, dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh
serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan
rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesrisi.
Seperti di ketahui, waktu serangan migren, kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan

Page 7
pelabaran pembuluh darah. Obat-obat anti serotonin misalnya cyproheptadine
(Periactin®) dan Pizotefin (Sandomigran® ,Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk
mencegah migren.

3. Inti-Inti Saraf Di Batang Otak(2,4)


Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus serules mempunyai
hubungan dengan reseptor–reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan
pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang
letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu
terdapat penekanan reseptor –reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum
tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam
otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar
dan berdenyut.
Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan
faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional
maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah
jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan
penyawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang kurang menyenangkan . faktor intrinsik, misalnya perubahan
hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus
haid. Di katakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya di dapat pada 3
dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering
memperngaruhi serangan migren.
Sala satu terori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan
oleh Lance (1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem sraf pusat dan
pembuluh darah perifer. Beberapa proses tertentu mencetuskan reaksi pada sistem
noradrenergik (NA) batang otak melalui locus coeruleus (LC) dan sistem serotonergik
(5-HT) melalui nukleus rafe dorsalis (RN) dan sistem trigeminovaskular. Reaksi-
reaski tersebut mungkin menginduksi dilatasi arteri dan monostomosa arterivenosa

Page 8
pada sirkulasi kranial (dural dan kulit kepala), dan selanjutnya menstimulasi impuls
sensorik perivaskuler afferens dari nervus trigeminus (N V) sehingga menimbulkan
nyeri kepala yang sifatnya berdenyut. Selanjutnya inflamasi neurogenik melalui
pelepasan retrograt neuropeptida vasoaktif dan lokal iskemia karena adanya
hubungan arteriovenosa akan meningkatkan sensari nyeri.
Mual dan muntah mungkin di sebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin
pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/CTZ). Sedangkan
pacuan dari hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke
korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin meyebabkan
penekanan aliran darah, sehingga timbulnya aura.

Pencetus (trigger) migren berasal dari : (2,4)


1. Korteks serebri : sebagai respon terhadap emosi atau sterss
2. Talamus : sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan ; cahaya
yang menyilaukan, suara bising, makanan/minuman.
3. Bau-bau tajam
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap “jam internal” atau perubahan lingkungan
internal (perubahan hormonal).
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna : sebagai respon terhadap
vasodilatasi, angiografi.

5. KLASIFIKASI(2,4,5)

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) :


1. Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine)
 Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun,
nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam
 Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :
 Lokasi unilateral
 Kualitas berenyut

Page 9
 Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
 Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
 Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul :
 Mual atau muntah
 Fotofobia atau fonofobia

 Minimal terdapat satu dari berikut :


 Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada kelainan lain
 Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya :
MRI atau CT Scan Kepala)
Diagnosis migren tanpa Aura :
Kriteria :
 2 dari 4 karakteristik grup A
 1 dari 2 karakteristik grup B

Grup A Grup B
1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit
2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat  
menghambat/ mambatasi kegiatan  
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,  
seperti membungkuk atau naik tangga  

2. Migren dengan aura (classic migraine)


 Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri kepala dan
fase postdormal.
 Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut

Page 10
 Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis; vertigo, tinitus,
penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata,
disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)
 Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau lebih gejala.
 Nyeri kepala
 Sama dengan migrain tanpa aura

Diagnosis migren dengan aura :


Kriteria :
3 dari 4 karakteristik
1. Satu atau lebih simptom aura reversibel
2. Simptom aura berlangsung lebih dari 4 menit
3. Aura yang tidak berakhir lebih dari 60 menit
4. Nyeri kepala mengikuti dalam 60 menit setelah aura berakhir

3. Migren tipe lain


 Migren with prolonged aura
Memenuhi kriteri migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60
menit dan kurang dari 7 hari.
 Basilar migren (Menggantikan basilar artery migriane)
Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sevagai
berikut : vertigo, tinitus, penurunan kesadaran, ataksia, gejala visual pada
hemifield kedua mata, disarteria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral
atau penurunan derajat kesadaran.
 Migraine aura without headache ( menggantikan migraine equivalent atau
achepalic migraine)
Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi tanpa di sertai nyeri kepala
 Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau berhubungan
dengan migren
 Benign paroxysmal vertigo of childhood

Page 11
Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul
secara sporadis dalam waktu singkat .
Pemeriksaan neurologis normal
Pemeriksaan EEG normal
 Migraine infraction (menggantikan complicated migraine)
Telah memenuhi kriteria migren dengan aura
Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi
defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada
pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai.
Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.

Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada
saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,5)
Serangan migren ada empat fase, antara lain :
1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu timbul, biasanya
sulit dibedakan menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi.
2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau dengan nyeri
kepala .
3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat pindah kesisi
lainnya. Nyeri kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan diagnosa migren
4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari.

Page 12
6. PENATALAKSANAAN (3,6,8,9)

Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi
nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan
pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan
disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis
migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.

1. Mengurangi faktor risiko/pencetus

 Stres dan kecemasan

 Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

 Hipoglikemia (terlambat makan)

 Kelelahan

 Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal

Kadar estrogen yang berfluktuasi atau dapat dilakukan dengan menghentikan pil
KB atau obat-obat pengganti estrogen

 Diet

Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita migrain.


Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman
beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort,

Page 13
Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat,
dan aspartame.

Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik,
berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus
gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara
menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari
makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain,
karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur
merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari
(coklat, keju).

2. Terapi farmaka migrain

1. Terapi Abortif

Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang
dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang
hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas
nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk
dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.

Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat


serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui
neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah.
Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada
orang tua patut diperhatikan.

1.a. Analgesik nonspesifik

Page 14
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin
dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid
dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain
adalah:

 Diklofenak.
 Ketorolak.

 Ketoprofen.

 Indometasin.

 Ibuprofen.

 Naproksen.

 Golongan fenamat.

Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi
antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan
dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada
umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin
dihambat.

Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat
harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif
dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.

1.b. Analgesik spesifik

Page 15
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,
dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor
serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu
ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2- nonadrenergik
dan dopamin.

Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini,
walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral
dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada
migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau
memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-
hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin
biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu.

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga


memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak
memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis
awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra
indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping
berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.

Page 16
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan)
yang tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi
nyeri kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi.

Nama obat CaraPemberian NNT (95% Cl) :

 Sumatriptan 6 mg SC
 Rizatriptan 10 mg oral

 Eletriptan 80 mg oral

 Zolmitriptan 5 mg oral

 Eletriptan 40 mg oral

 Sumatriptan 20 mg intranasal

 Sumatriptan 100mg oral

 Rizatriptan 2,5 mg oral

 Zolmitriptan 2,5 mg oral

 Sumatriptan 50 mg oral

 Naratriptan 2,5 mg oral

 Eletriptan 20 mg oral

NNT: dalam 2 jam nyeri kepala menghilang

Tabel 1. Analgesik triptan pada migrain

2. Terapi preventif

Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau

Page 17
jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam
jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya
diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.

Indikasi:

 Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan


 Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan

 Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.

 Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap
terapi abortif.

 Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

 Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan


trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)

 Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.

 Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek
antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat
yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan
pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.

 Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain.
Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun
(kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada

Page 18
bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness
muncul lagi setelah terapi dihentikan.

Nama obat dan dosis

 Propranolol 40-240 mg/hari


 Nadolol 20-160 mg/ hari

 Metoprolol 50-100 mg/ hari

 Timolol 20-60 mg/ hari

 Atenolol 50-100 mg/ hari

 Amitriptilin 10-200 mg/ hari

 Nortriptilin 10-150 mg/ hari

 Fluoksetin 10-80 mg/ hari

 Mirtazapin 15-45 mg/ hari

 Valproat 500-1500 mg/ hari

 Topiramat 50-200 mg/ hari

 Gabapentin 900-3600 mg/ hari

 Verapamil 80-640 mg/hari

 Flunarizin 5-1 0 mg/hari

Tabel 2. Terapi farmaka pencegahan migrain

3. Terapi nonfarmaka

Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka


tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi

Page 19
nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat
serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila
memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.

Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri


kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback
dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri
temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya
sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi,
hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat dianjurkan
mengurangi garam dan retensi cairan.

Page 20
ALOGORITMA PENANGANAN STATUS MIGREN
(Menurut STANDAR PELAYANAN MEDIS & STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ) (3)

Page 21
BAB III
PENUTUP
Page 22
1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan
karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):

 Migrain tanpa aura (common migraine)

 Migrain dengan aura (classic migraine)

 Migraine with prolonged aura

 Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)

 Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic


migraine)

 Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with migraine

 Benign paroxysmal vertigo of childhood

 Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)

3. Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:

 Mengurangi faktor resiko,

 Terapi farmaka dengan memakai obat.

 Terapi nonfarmaka.

Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi
preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren,
terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka
diutamakan.

Page 23
4. Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam pemberian terapi
farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan pada migren dan kapan serta
lama pemberiannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar,
Edisi 12. Dian Rakyat
2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC

3. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar Pelayanan
medik (SPM) & Standar Operasional (SPO)

4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.

5. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache.


http://www.migraine-aura.com/content/e27892/index_en.html\

6. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah


Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press.
Surabaya.

7. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo.


http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm

8. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2

9. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.

Page 24

Anda mungkin juga menyukai