Anda di halaman 1dari 4

Nama Anggota :

Winda Ayu Amelia (190302106)


Gebby Puji Yurista (190302129)

Akuntansi B – Pagi

Soal 1
PT. Makmur Jaya adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan kegiatan usaha bidang
perdagangan. Pada tanggal 9 Juli 2017, perusahaan membayar PPh Pasal 25 (angsuran PPh
yang dibayar sendiri tiap bulan untuk tahun 2017 sebesar Rp 15.000.000,-) sekaligus untuk
masa Maret 2017, April 2017, dan Mei 2017 sebesar Rp 45.000.000,-, serta melaporkannya
pada tanggal 20 Juli 2017. Sanksi administrasi apa saja yang dikenakan terhadap PT. Makmur
Jaya tersebut?, Berapa jumlahnya? Lihat Pasal 3, pasal 7

Jawab : Melihat dari UU KUP Pasal 3 dan Pasal 7 kasus tersebut dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan karena Menurut UU KUP pasal 3 ayat untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dan paling lama 4 bulan
setelah akhir Tahun Pajak.

Soal 2
PT. Megah Abadi adalah PKP yang sudah dikukuhkan pada tanggal 7 Oktober 2007. SPT Masa
PPN untuk Masa Agustus 2017 tidak dimasukan walaupun sudah ditegur. Wajib Pajak juga
tidak melakukan pembukuan. Terhadap Wajib Pajak ini dilakukan pemeriksaan dan
menghasilkan Kurang Bayar sebesar Rp 450.000.000,00. Hitung SKPKB yang diterbitkan
Agustus 2017!. Lihat pasal 13 ayat c dan d

Jawab :
Penghasilan Kena Pajak Rp 450.000.000,00
Pajak Terutang
30% x Rp 450.000.000 = Rp 135.000.000,00
Kredit Pajak Rp 10.000.000,00 -
Pajak Yang Kurang Bayar Rp 125.000.000,00
Bunga 24 Bulan
24 x 2% x Rp 125.000.000 = Rp 60.000.000,00 +
Jumlah Pajak yang masih harus bayar Rp 185.000.000,00

Jadi, total Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan Agustus 2017
Menurut UU KUP Pasal 13 ayat c dan d sebesar Rp 185.000.000,00
Soal 3
PT. Berlian memasukan SPT Tahunan 2016 pada tanggal 30 April 2017 dengan kondisi Kurang
Bayar Rp 250.000.000 yang disetor tanggal 30 April 2017. Pada tanggal 10 Juni 2017
PT. Berlian melakukan pembetulan SPT Tahunan dengan kondisi Kurang bayar
Rp 350.000.000. Pajak yang kurang bayar Rp 100.000.000 dibayar tanggal 11 Juni 2017 Berapa
STP yang harus dibayar oleh PT. Berlian? Lihat pasal 3, 7 dan 13/14
Jawab :

Kekurangan Bayar Pajak Penghasilan = Rp 100.000.000,00


(Rp 350.000.000,00 – Rp 250.000.000,00) = Rp 4.000.000,00 +
Bunga = 2 x 2% x Rp 100.000.000,00
Jumlah yang Harus Dibayar = Rp 104.000.000,00

Jadi, STP yang harus dibayar oleh PT.Berlian Menurut UU Pasal 3,7, dan 13/14 sebesar Rp
104.000.000,00
Soal 4
PT. Indah Sentosa sedang dilakukan pemeriksaan dan belum dilakukan penyidikan, tetapi PT
Indah Sentosa dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT
Tahunannya sehingga SPT Tahunannya terdapat kurang bayar Rp 120.000.000.
Dari kasus ini hitung SKPKB berikut sanksinya! Lihat Pasal 8 ayat 3

Jawab : Dari pasal 8 ayat 3 apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang sebenranya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar
150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Jadi pelunasan kasus diatas sebesar Rp.
120.000.000 dan sanksi administrasi sebesar Rp. 180.000.0000 (150% x Rp.120.000.000) total
yang harus dibayar oleh wajib pajak sebesar RP. 300.000.000

Sengketa Pajak : MA Tolak PK Samsung


Electronics Indonesia
Bisnis.com, JAKARTA- Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali sengketa perpajakan
yang diajukan oleh PT Samsung Electronics Indonesia.
Putusan tersebut dijatuhkan pada akhir Juli 2018 dan dipublikasikan oleh lembaga kehakiman
tertinggi tersebut pada penghujung Agustus 2018.
Adapun sengeta perpajakan ini berkaitan dengan bea masuk, pajak dalam rangka impor serta
denda atas peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak
yang telah lewat jangka waktu dengan total nilai pajak sebesar Rp1,8 miliar.
Dalam memori peninjauan kembali, Samsung Eletronics Indonesia meminta Mahkamah
Agung (MA) membatalkan putusan Pengadilan Pajak nomor 74630/PP/M.IXA/19/2014 serta
membatalkan pula keputusan Bea dan Cukai nomor KEP-177/BC.8/2015 pada 9 April 2015
tentang Penetapan Atas Keberatan PT Samsung Electronics Indonesia terhadap penetapan
yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai Dalam SPP-296/BC.6/2014 pada 11 Desember
2014.
Dalam amar putusannya, majelis menilai alasan Samsung Eletronics Indonesia yang
menyatakan terdapat selisih kurang mesin produksi dan cetakan yang dipinjamkan dalam
rangka subkontrak kepada PT Kepsonic Indonesia sehingga pemohon diharuskan membayar
kekurangan pembayaran sebesar Rp1,8 miliar tidak dapat dibenarkan.
Pasalnya, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh Samsung
Eletronics Indonesia dan dihubungkan dengan kontra memori Ditjen Bea dan Cukai, tidak
dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam
persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara
tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit (LHA) No.LHA-287/BC.62/PDKB/2014 pada 5
Desember 2014.
Dalam laporan itu, terdapat selisih kurang mesin produksi dan cetakan yang dipinjamkan
dalam rangka subkontrak sehingga koreksi Bea dan cukai tetap dipertahankan karena telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur
dalam Pasal 45 ayat 4 Undang-Undang (UU) Kepabeanan.
Dengan demikian, alasan permohonan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena
bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan karena tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 /2002 tentang Pengadilan
Pajak, sehingga pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda yang masih
harus dibayar dihitung kembali menjadi Rp1,8 miliar,” ujar majelis yang terdiri dari majelis
hakim yang terdiri dari Hary Djatmiko, Yosran dan Irfan Fachruddin.
Adapun pembayaran sebesar Rp1,8 miliar itu terdiri dari bea masuk sebesar Rp304,896 juta,
PPN Rp924,589 juta, PPh Pasal 22 dalam rangka impor dan kertas sebesar Rp231,148 juta
serta denda administrasi sebesar Rp344,896 juta.
Adapun permohonan peninjauan kembali yang dilakukan oleh Samsung Electronics Indonesia
ini merupakan permohonan kedua setelah sebelumnya dengan Nomor Put.74630/
PP/M.IXA/19/2016, tertanggal 27 September 2016. Dalam putusan tersebut, majelis juga
menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima.
Kabulkan Majelis hakim perpajakan MA juga mengeluarkan putusan sengketa perpajakan
antara Ditjen Pajak melawan PT Karya Makmur Bahagia. Dalan putsannya, majelis
mengabulkan permohonan Ditjen Pajak terkait koreksi positif pajak masukan sebesar Rp914,6
juta dan digunakan untuk unit/kegiatan perkebunan kelapa sawit dalam rangka perolehan
Tandan Buah Segar (TBS). Sebelumnya, Pengadilan Pajak menyatakna bahwa koreksi positif
tersebut tidak dapat diterima.
KOMENTAR SAYA

Dari kasus diatas, - Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali sengketa perpajakan yang
diajukan oleh PT Samsung Electronics Indonesia. Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah
suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman)
dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dapat
dilakukan dalam kasus perkara Perdata maupun Perkara Pidana.
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh
Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. PPh Pasal 22, PPN
dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk dan
dalam hal bea masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor
harus dilunasi Pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan. PPh Pasal 22, PPN dan
PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus disetor dalam
jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
Otoritas pajak berhak menerbitkan STP pada wajib pajak , STP ini berfungsi sebagai alat untuk
penagih pajak. Apabila wajib pajak masih belum merespon STP tersebut maka bisa dilakukan
penagihan dengan surat paksa.

Anda mungkin juga menyukai