Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

MILD HEAD INJURY (CEDERA KEPALA RINGAN)


RSUD Dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA

Disusun Oleh :

Nama : Desi Nuramaliah


NIM : MB 1218015

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCAA
TASIKMALAYA
2022
I. DEFINISI
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2008: 3)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit.tidak terdapat fraktur
tengkorak sertatidak ada kontusio serebral dan hematoma, mengeluh pusing dan nyeri
kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi. (mansjoer,2009)

II. ETIOLOGI
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau..
2. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, danlain-lain
yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakanterjadi ketika energi
atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energidiserap oleh lapisan pelindung
yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak danotak

III.KLASIFIKASI
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif.Klien
tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.Klien biasanya mengeluh nyeri
kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang (moderat HI)
Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12,
tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah, amnesia
pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan
cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe HI)
Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran
koma.Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif.Tanda neurologis fokal,
cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24
jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
Klasifikasi perdarahan intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala adalah
sebagai berikut:
1) Hematoma epidural
Adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara
tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi),
dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior menuju
bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada
otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas, disebabkan oleh perluasan
hematoma.Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera,
diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan.Gejala klasik atau
temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai anisokor pada mata ke sisi
dan mungkin terjadi hemiparese kontra lateral.Sedangkan hematoma epidural di
daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari.
Banyaknya perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila cukup besar akan
menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang dapat
menyebabkan herniasi unkus

2) Hematoma subdural
Pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi
perdarahan vena.Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi
kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih
sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural.Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut atau
kronik, tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang
ada.
a) Hematoma subdural akut
Sering dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio
atau laserasi. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan/ atau tanda gejala klinis:
sakit kepala, perasaan kantuk dan kebingungan, respon yang lambat dan gelisah.
Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat
sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.Keadaan kritis terlihat dengan
adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
b) Hematoma subdural sub akut
Biasanya berkembang 7-10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan
kontusio serebri yang agak berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan gejala sama seperti
pada hematoma subdural akut. Tekanan serebral yang terus menerus
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam.Angka kematian pasien
hematoma subdural akut dan subakut tinggi, karena sering dihubungkan dengan
kerusakan otak.
c) Hematoma subdural kronik
Terjadi karena cedera kepala minor.Mulanya perdarahan kecil memasuki
di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas.Gejala klinis mungkin tidak
terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini pada proses yang
lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik, lansia cenderung yang
paling sering mengalami cedera kepala tipe ini sekunder akibat atropi otak, yang
diperkirakan akibat proses penuaan. Cedera kepala minor dapat mengakibatkan
dampak yang cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela
negatif.
3) Hematoma intraserebral
Perdarahan ke dalam substansi otak.Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera
kepala dimana mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka
tembak, cedera tumpul).Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh
hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur
kantung aneurisma, anomali vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi
darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik
tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.

IV. MANIFESTASI KLINIK


Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
 Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
 Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
 Periorbital ecchymosis/ racon eyes (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
 Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
 Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3: terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil ataudiperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
b) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,dimana berada,
bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapatbertahan, susunan
kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih)tetapi tidak ada
kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
c) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi
berusahamenunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpaposisi fleksi
abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasitangan mengepal
(postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lenganbiasanya adduksi
dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid
Adapun tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya yaitu :
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24
jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

V. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti
adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu trauma kepala..Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar
dan dalam rongga kepala.Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian
dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran
otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan
coup.Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-
orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala.Cedera kepala pada coup
disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre
coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan
contre coup dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman
mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma
terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak
menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara
mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara.Pada saat otak bergerak ke
belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan
menekan gelembung udara tersebut.Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,
sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi
kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
VI. GAMBAR (PATHWAY)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK /PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
a. CT Scan
mengidentifikasi hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak
b. MRI
Sama dengan CT Scan dengan/ tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
oedema, perdarahan, trauma
d. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur garis
tengah (karena perdarahan, oedema), adanya fragmen tulang
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi kortexs dan batang otak
g. PET (Position Emission Tomography)
Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak

VIII. KOMPLIKASI
Kompilkasi yang dapat terjadi sebagai berikut :
a) Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Hal ini  beresiko terjadinya
meningitis (biasanya pneumokok).
b) Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi diperlukan
untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan
cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
c) Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan
deplesi volum.
d) Kejang pascatrauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang
lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan
epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cedera kepala tertutup
adalah 5%; resiko mendekati 20% pada pasien dengan perdarahan intrakranial atau
fraktur depresi.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


SistemPersarafan, Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem

persarafan.Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.Jakarta :

EGC.

Anda mungkin juga menyukai